915 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015 PEMANFAATAN RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) UNTUK MENGONTROL KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon) DI TAMBAK ABSTRAK Burhanuddin dan Erfan Andi Hendrajat Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail: litkanta_05@yahoo.co.id Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui pengaruh rumput laut Gracilaria sp. terhadap mutu air tambak yang mendukung pertumbuhan dan sintasan udang windu. Penelitian dilakukan di tambak pada tahun 2013 dengan menggunakan 2 petak tambak berukuran masing-masing 10.000 m 2. 1 petak ditebari udang windu dan rumput laut jenis Gracilaria verrucosa (A) dan 1 petak hanya ditebari udang windu (B). Persiapan tambak dilakukan dengan perbaikan: pematang, pintu air, pengeringan, pemasangan saringan, dan pemberantasan hama. Pencucian tambak dilakukan dengan memasukkan air sebanyak-banyak kemudian dibuang kembali dan dilakukan sebanyak tiga kali. Pengisian air untuk persiapan penebaran dilakukan dengan memasukkan air setinggi 30-60 cm dan dan dilanjutkan dengan penebaran rumput laut. Setelah 30 hari kemudian ditebari benih udang windu masing 20.000,- ekor perpetak dan dipelihara selama 120 hari. Pengukuran bobot awal dan parameter kualitas air seperti suhu, oksigen terlarut, ph, alkalinitas, BOT, amonia, nitrat, PO 4 -P dilakukan sebelum penebaran rumput laut dan dilanjutkan setiap 15 hari sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tambak yang ditebari rumput laut pada perlakuan A memberikan pengaruh terhadap peningkatan mutu air tambak yang berdampak pada peningkatan pertumbuhan, sintasan dan produksi pada tambak (A) dibanding dengan tambak yang tidak ditanami rumput laut (B). KATA KUNCI: rumput laut,udang windu,laju pertumbuhan, produksi, kualitas air, dan pendapatan PENDAHULUAN Polikultur udang windu dan rumput laut merupakan jenis komoditas yang dapat dibudidayakan bersama di tambak. Udang windu dan rumput laut merupakan komoditas perikanan yang dapat diekspor.kedua komoditas ini sama pentingnya dalam peningkatan pendapatan masyarakat petambak. Udang windu merupakan komoditas yang rentang terhadap kegagalan panen karena terkendala dengan serangan penyakit. Sedangkan rumput laut dapat tumbuh di tambak dengan peluang keberhasilannya tinggi sehingga dipilih rumput laut sebagai komoditas polikultur bersama dengan udang windu. Selain itu rumput laut dapat berfungsi sebagai penyerap hara sehingga gulma dan plankton yang bersifat racun tidak dapat berkembang dalam tambak. Rumput laut juga dapat berfungsi sebagai biofilter karena dapat mengikat partikel lumpur menyebabkan air tambak menjadi jernih. Sebagai tanaman air yang tumbuh diatas dasar pelataran tambak dapat pula berfungsi sebagai shelter bagi udang. Keberadaan rumput laut di tambak berdampak pada peningkatan oksigen hasill photosintesis. Meningkatnya oksigen dalam air menyebabkan terbentuknya koagulan pada partikel lumpur serta zat besi yang ada dalam air teroksidasi dan pada akhirnya mengendap di dasar menjadikan air tambak jernih. Dampak lain dari produksi oksigen adalah merubah amonia yang bersifat racun menjadi amonium yang dapat diserap oleh rumput laut sebagai hara dan menjadikan amonia dalam badan air menurun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rumput laut Gracilaria sp. terhadap mutu air tambak yang mendukung pertumbuhan dan sintasan udang windu. METODE PENELITIAN Kegiatan budidaya udang windu dengan padat tebar rendah dilakukan di tambak masyarakat di Desa Borimasunggu Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan pada pertengahan bulan April sampai dengan pertengahan bulan Juli 2013. Penelitian menggunakan 2 petak tambak berukuran masing-masing 10.000 m 2. Satu petak ditebari udang windu dan rumput laut jenis Gracilaria sp. (A) dan satu petak lainnya hanya ditebari udang windu. Sebelum dilaksanakan penebaran terlebih dahulu dilakukan
Pemanfaatan rumput laut (Gracilaria verrucosa)... (Burhanddin) 916 persiapan tambak sesuai SOP yang meliputi perbaikan pintu air, pematang, pemasangan saringan, pengeringan, pemberantasan hama. Selanjutnya dilakukan pengisian air 30-60 cm dan tambak siap tebar. Penebaran rumput laut dilakukan 30 hari lebih awal sebanyak 1.000 kg/ha kemudian dilakukan penebaran udang windu dengan bobot awal 0,06±0,006 g. sebanyak 20.000 ekor/ha (petak A). Sedangkan pada petak (B) hanya ditebari bibit udang windu sebanyak 20.000 ekor/ha. Sebelum penebaran terlebih dahulu dilakukan pengukuran awal yang meliputi bobot udang windu dan parameter kualitas air. Jumlah sampel udang windu sebanyak 50 ekor/petak dan sampel air diambil pada tiga titik setiap petak tambak. Parameter kualitas air seperti suhu, salinitas, ph, oksigen terlarut dilakukan di tambak dan alkalinitas, BOT, amonia, nitrat dan posfat dilakukan di dilaboratorium BPPBAP, Maros. Pengukuran selanjutnya dilakukan setiap 15 hari. Pertumbuhan mutlak, mengacu pada Royce (1972), sedangkan Laju pertumbuhan harian dihitung berdasarkan Parker (1974) dalam Lamidi (1992). HASIL DAN BAHASAN Udang windu (Penaeus monodon) masih merupakan primadona produk perikanan budidaya tambak. Minat konsumen terhadap udang windu didalam dan luar negeri masih cukup tinggi menyebabkan permintaan cukup banyak dengan harga yang menjanjikan. Sedangkan kemampuan untuk berproduksi di tambak masih terbatas karena gangguan penyakit yang belum dapat diatasi secara tuntas. Kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh dampak budidaya maupun kepentingan lain memicu berkembangnya penyakit udang. Dampak budidaya udang terhadap lingkungan perairan adalah menurunkan kualitas air terutama pada penerapan pola teknologi intensif. Ekstensifikasi tambak yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah budidaya yang benar ikut memperparah daya dukung lingkungan semakin menurun. Hutan mangrove sebagai ekosistem penyeimbang tidak berjalan karena dikonversi menjadi lahan tambak yang berdampak pada penumpukan bahan organik. Salah satu produk dari perombakan bahan organik adalah ammonia. Proses perombakan bahan organik yang tidak sempuma dapat berakibat pada akumulasi ion nitrit (NO 2 ) yang bersifat racun. Ion nitrit dalam darah udang dapat mengoksidasi hemoglobin sehingga tidak mampu berfungsi sebagai pembawa oksigen ke jaringan tubuh. Perombakan amonia menjadi nitrat (NO 3 ) merupakan suatu bentuk yang tidak berbahaya dengan proses nitrifikasi oleh bakteri nitrifikasi menjadi seperti nitrosomonas dan nitrobacter dan diperlukan oksigen yang cukup dalam air. Konsentrasi NH 3 yang aman bagi udang adalah lebih kecil dari 0,1 mg/l. Pada tahun1999 penyakit udang merajalela sehingga banyak tambak ditinggalkan oleh pemiliknya. Beberapa cara telah ditempuh untuk memperbaiki kualitas air media pemeliharaan adalah dengan penggunaan bakteri seperti bioflok, penggunaan tandon, sistem modular, namun hasil yang diharapkan belum memuaskan. Salah satu upaya untuk mensukseskan budidaya udang di tambak terutama tambak tradisional adalah dengan menggunakan rumput laut jenis Gracilaria sp. Rumput laut jenis ini dapat dijadikan sebagai komoditas polikultur dengan udang windu karena dapat tumbuh baik di tambak. Gracilaria dapat tumbuh dengan baik di tambak pada kadar garam 15-30 ppt dan mampu bertahan hidup pada kondisi kadar garam yang ekstrim antara 2-45 ppt. Peranan rumput laut yang dipeliharan bersama udang windu adalah sebagai pengendali kualitas air dan sebagai shelter. Hasil pengamatan kualitas air seperti suhu, salinitas, oksigen terlarut, ph, Alkalinitas, bahan organik terlarut, amonia, nitrat, dan fosfat pada tambak budidaya udang windu yang dipelihara bersama dengan rumput laut dan tanpa rumput laut disajikan pada Tabel 1. Suhu Hasil pengukuran suhu selama penelitian pada tambak A berada pada kisaran 29,7 o C-32,1 o C. Pada kisaran tersebut dinilai masih layak untuk pertumbuhan udang windu dan rumput laut. Menurut Rosyidah (ý2011) bahwa pertumbuhan rumput laut terbaik pada suhu 27,32 C-28,85ºC. Pada tambak B yang tidak ditebari rumput laut kisaran melampaui suhu pada petak A yaitu 29,4 o C-34 o C. Pada suhu ini dinilai tinggi untuk pertumbuhan udang dan rumput laut. Suhu yang tinggi pada petak B terjadi waktu siang hari menjelang akhir pemeliharaan. Perbedaan suhu kedua petak tambak diduga disebabkan adanya rumput laut pada tambak A yang dapat meredam peningkatan suhu air, sedangkan pada tambak B tidak terjadi. Pengukuran suhu setiap 15 hari kedua petak tambak (Gambar 1).
917 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015 Tabel 1. Kisaran kualitas air yang diamati selama penelitian Perlakuan Parameter Udang windu + kualitas air Udang windu (B) Rumput laut (A) Suhu ( o C) 29,7-32,1 29,4-34 Salinitas (ppt) 15-36 12 37 Oksigen terlarut (mg/l) 3,12-8,47 3,26-10,34 ph 7,5-9,5 7,2-9,5 Alkalinitas (mg/l) 87-96 100-143 BOT (mg/l) 39,30-69,22 35,7-71,2 Amonia (mg/l) 0,03-0,21 0,04-1,09 Nitrat (mg/l) 0,0002-0,35 0,002-2,37 PO 4 -P (mg/l) <0,0021-0,13 0,012-0,45 Tambak A Tambak B Gambar 1. Suhu air tambak Setiap 15 hari pada tambak A dan B Salinitas Komoditas perikanan air payau memiliki toleransi perubahan lingkungan yang lebih besar dibanding dengan komodits yang hidup pada air tawar dan laut. Salah satu faktor lingkungan yang menonjol perubahannya pada tambak adalah kadar garam. Perubahan kadar garam tambak ditentukan oleh musim hujan dan musim kemarau. Pada musim hujan kadar garam tambak berangsu-angsur turun mengikuti pola musim hujan. Sebaliknya pada musim kemarau kadar garam berangsur-angsur naik. Untuk mempertahankan hidup komoditi yang ada pada tambak harus menyesuaikan diri pada perubahan kadar garam. Kisaran kadar garam yang diamati pada kedua petak tambak masing-masing A= 15-36 ppt dan B= 12-37 ppt. Kisaran kadar garam pada kedua petak tambak masih pada batas yang layak. Menurut Hanisak (1987), Gracilaria sp. tumbuh pada kadar garam 6-42 ppt dengan kisaran pertumbuhan yang baik pada kadar garam 24-36 ppt. Sedangkan kadar garam optimum pada 25 ppt (Silistijo, 1996). Perubahan kadar garam yang diamati setiap 15 hari disajikan pada Gambar 2. Pada Gambar 2 terlihat bahwa kadar garam tambak mengalami peningkatan mulai dari awal pemeliharaan sampai akhir pemeliharaan. Peningkatan kadar garam disebabkan kondisi cuaca mengarah pada musim kemarau. Oksigen Terlarut Tinggi rendahnya oksigen terlarut dalam air dipengaruhi oleh pergerakan air dan organisme yang ada pada perairan tersebut. Dalam keadaan normal air tambak mengandung oksigen lebih
Pemanfaatan rumput laut (Gracilaria verrucosa)... (Burhanddin) 918 Gambar 2. Perubahan salinitas air tambak setiap 15 hari selama pengamatan tinggi pada siang hari. Semakin besar rentang oksigen antara siang dan malam menunjukkan bahwa semakin padat tumbuhan yang ada diperairan tersebut. Pada pengamatan konsentrasi oksigen air pada kedua petak tambak masing-masing petak A= 3,12 mg/l pada malam hari dan 8,47 mg/l pada siang hari. Sedangkan petak B memperlihatkan kandungan oksigen relatif sama yaitu 3,26 mg/l di malam hari dan 10,34 mg/l pada siang hari. Hal ini disebabkan pada malam hari semua organisme memanfaatkan oksigen yang tersedia menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut dalam air berkurang. Sedangkan pada siang hari aktivitas rumput laut dan plankton melakukan fotosintesis yang menghasilkan oksigen yang dilepaskan kedalam air. ph Derajat keasaman air (ph) berada ada kisaraan 7,8-9,6 kisaran tersebut dinilai tinggi terutama saat menjelang malam dan menurun pada pagi hari namun masih dapat ditolerir untuk budidaya rumput laut. Pada pagi hari ph air rendah dan cenderung meningkat pada sore hari. Pada pagi hari ph lebih rendah yaitu 7,5 pada perlakuan A dan 7,2 pada perlakuan B. Sedangkan pada sore hari masing 9,5 pada perlakuan A dan 9,0 pada perlakuan B. Salah satu penyebab terjadinya perubahan ph dalam air karena pelepasan oksigen kedalam air dari hasil photosintesis oleh tumbuhan air dengan memanfaatkan CO 2 mengakibatkan ketersediaan CO 2 bebas berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa rumput laut berperan terhadap peningkatan ph air tambak. Alkalinitas Alkalinitas merupakan gambaran kapasitas air untuk menetralisir asam atau kapasitas penyanggah terhadap perubahan ph (Effendi, 2003). Alkalinitas dipengaruhi oleh ph, komposisi mineral, suhu, dan kekuatan ion. Pada penelitian ini nilai alkalinitas berada pada kisaran A (87-96 mg/l) dan B (100-143 mg/l). Nilai alkalinitas tersebut melebihi nilai yang baik yaitu 30-50 mg/l CaCO 3 (Effendi, 2003). Tingginya alkalinitas disebabkan bahan organik dari pemupukan sebahagian belum terurai sempurna. Gunarto et al. (2006) mengatakan bahwa alkalinitas air tambak menjadi sangat tinggi pada kisaran 150 200 mg/l sehingga berpengaruh saat pengoperasian tambak. Dalam kondisi basa ion bikarbonat akan membentuk ion karbonat dan melepaskan ion hidrogen yang bersifat asam sehingga keadaan ph menjadi netral. sebaliknya bila keadaan terlalu asam, ion karbonat akan mengalami hidrolis menjadi ion bikarbonat dan melepaskan hidrogen oksida yang bersifat basa, sehingga keadaan kembali netral. Bahan Organik Terlarut Salah satu parameter kualitas air yang ikut menentukan kesuburan suatu perairan adalah kandungan bahan organik. Keberadaan bahan organik pada tanah tambak berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang belum terurai dan berpotensi menyuburkan tanah dan air tambak. Penguraian bahan organik akan efektif apabila tersedia cukup oksigen. Bakteri nitrosomonas dan nitrobacter akan aktif apabila tersedia
919 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015 oksigen yang cukup. Penguraian bahan organik secara sempurna oleh bakteri akan menghasilkan hara yang diperlukan oleh tumbuhan air. Keberadaan bahan organik dalam tanah tambak juga berasal dari pemupukan. Kandungan bahan organik air yang diamati selama penelitian yaitu: A= 39,30-69,22 mg/l; B= 35,7-71,2 mg/l. Kandungan bahan organik pada tanah tambak perlakuan A dan B melebihi dari yang dikatakan Reid (1961) dalam Amin et al. (1999) bahwa tanah tambak melebihi 26 mg/l termasuk perairan subur. Kandungan bahan organik terlarut pada kedua petak tambak disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Kandungan bahan organik terlarut (BOT) selama penelitian+ Pada Gambar 3 terlihat bahwa petak A yang ditebari rumput laut memperlihatkan kandungan bahan organik semakin menurun pada hari ke-105 dan meningkat pada hari ke-120. Hal ini diduga disebabkan pada hari ke-105 telah dipanen rumput laut sehingga bahan organik dalam air terlepas ke air. Sedangkan pada petak B bahan organik menurun terus sampai akhir pengamatan karena bahan organik tetap terlepas dan tidak diikat oleh plankton. Amonia Amonia dalam air dapat menjadi racun apabila berada pada konsentrasi yang tinggi dan dalam keadaan an-aerob. Akan tetapi dalam keadaan oksigen yang cukup amonia dapat dirombak oleh bakteri nitrosomanas dan nitrobakter menjadi nitrat yang merupakan nutrien bagi tumbuhan air. Konsentrasi amonia pada pengamatan ini adalah A = 0,005-0,035 ppm; dan B = 0,006-0,092 ppm. Kandungan amonia pada tambak yang ditebari rumput laut (A) cenderung rendah dan stabil dibanding dengan tambak yang tidak ditebari rumput laut (B). Rendahnya kandungan amonia dalam air pada tambak A diduga disebabkan adanya rumput laut yang selalu memproduksi oksigen setiap hari melalui photosintesis membuat bankteri nitrosomonas dan nitrobakter aktif merombak amonia Gambar 4. Fluktuasi amonia selama penelitian
Pemanfaatan rumput laut (Gracilaria verrucosa)... (Burhanddin) 920 menjadi nitrat. Karena itu peranan rumput laut Gracilaria sp. dinilai aktif sehingga peningkatan amonia dalam air tidak terjadi. Pada Gambar 4 terlihat bahwa fluktuasi amonia (NH 3 -N) air lebih sering terjadi pada perlakuan B dibanding dengan perlakuan A. Nitrat (NO 3 -N) Kandungan Nitrat yang terkandung pada masing-masing perlakuan A= 0,0002-0,35 mg/l dan B= 0,002-2,37 mg/l. Pada Gambar 5 terlihat bahwa kandungan nitrat pada perlakuan A yang ditebari rumput laut pada awal penebaran penurunnya lebih cepat dibanding dengan perlakuan B yang tidak ditebari rumput laut. Hal ini diduga disebabkan penyerapan hara nitrat oleh rumput laut lebih aktif menyebabkan ketersediaan hara nitrat lebih cepat menurun. Pada perlakuan A konsentrasi nitrat awal penebaran lebih tinggi dan pada akhir pemeliharaan lebih rendahdibanding dengan perlakuan B yang pada awalnya ketersediaan nitrat lebih rendah dan lebih tinggi menjelang akhir pemeliharaan. Hal ini membuktikan bahwa rumput laut sangat efektif menggunakan unsur hara nitrat menyebabkan pertumbuhan biota air lainnya seperti plankton terhambat menjadikan air selalu jernih. Gambar 5. Fluktuasi nitrat selama penelitian Fosfat Kandungan phosfat dalam air merupakan unsur yang menentukan kesuburan perairan. Pada penelitian ini posfat tertinggi dicapai pada perlakuan A= <0,0021-0,13 mg/l; B= 0,012-0,45 mg/l (Gambar 6). Dengan melihat kisaran unsur posfat yang terlarut dalam air setiap petakan ternyaata kandungan posfat petakan berbanding terbalik dengan kepadatan rumput laut. Pada petakan yang ditebari rumput (A) ternyata kandungan posfatnya lebih rendah dibanding dengan petakan yang tidak ditebari rumput laut (B). Hal ini diduga karena rumput laut dalam tambak memanfaatkan Gambar 6. Fluktuasi posfat selama penelitian
921 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015 nutrien posfat lebih besar seperti pada petak A sehingga ketersediaan fosfat sangat rendah dibanding dengan tambak yang tidak ditebari rumput laut (B. Tersedianya kandungan nitrat dan fosfat yang merupakan unsur hara dalam bentuk ion dapat meningkatkan aktifitas terutama untuk proses pertumbuhan dan perkembang biakan. Menurut Wardoyo (1981) bahwa kadar fosfat yang larut sebesar 0,021 0,050 mg/l merupakan kesuburan perairan yang cukup. Rumput Laut sebagai Shelter Rumput laut jenis Gracilllaria sp. merupakan tumbuhan yang tidak memiliki akar, batang dan daun yang jelas. Berkembang biak secara generatif, namun lebih banyak dijumpai berkembang secara vegetatif melalui percabangan. Hidup diatas dasar tanah atau tanah berpasir. Pertumbuhannya sangat cepat pada media air payau terutama di tambak. Keberadaan rumput laut di tambak dapat dimanfaatkan oleh udang untuk berlindung disiang hari sehingga udang dapat aktif mencari makanan walaupun pada waktu siang. Sedangkan pada malam hari dimanfaatkan sebagai substrat sehingga memperkecil kontak langsung dengan tanah. Karena itu udang yang hidup pada tambak yang ditempati rumput laut lebih bersih dan jernih. Rumput laut juga berfungsi sebagai tempat melekat veripiton yang merupakan pakan udang yang baik. Karena itu udang yang hidup pada tambak rumput laut pertumbuhannya lebih cepat. Pertumbuhan, sintasan, produksi udang windu dan rumput laut pada kedua perlakuan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Pertumbuhan, sintasan dan produksi rataan udang windu dan rumput laut selama 120 hari pemeliharaan Petak Dari pengamatan pada kedua perlakuan ternyata pertumbuhan dan produksi udang pada tambak yang ditebari rumput laut (A) lebih tinggi dibanding dengan tambak yang tidak ditebari rumput laut (B). Pertumbuhan udang pada tambak yang ditebari rumput laut yaitu dari 0.06±0.006 g/ekor menjadi 38,5 g/ekor selama 120 hari pemeliharaan. Karena pertumbuhan yang lebih cepat dan sintasan lebih tinggi menyebabkan produksi lebih besar Sedangkan perlakuan B pada tambak yang tidak ditebari rumput laut pertumbuhannya dan sintasan lebih rendah sehingga produksi lebih sedikit (Tabel 2). Karena itu peranan rumput laut terlihat memperbaiki kualitas air, sebagai substrat yang berpengaruh langsung terhadap udang yang dipelihara sehingga mampu meningkatkan produksi udang windu di tambak tradisional. KESIMPULAN Rumput laut jenis Gracilaria sp. dapat meningkatkan kualitas air tambak dengan menambah konsentrasi oksigen, menurunkan konsentrasi amoniak, mengatasi pertumbuhan plankton dan lumut yang berlebihan dengan menyerap ketersediaan nitrat, fosfat serta menyerap partikel lumpur menjadikan air selalu dalam kondisi jernih. Keberadaan rumput laut di tambak dapat berfungsi sebagai shelter yang memberi kenyamanan pada udang windu, sedangkan udang windu tidak mengganggu rumput laut. DAFTAR ACUAN Padat tebar Pertumbuhan Bobot Bobot awal Bobot akhir Sintasan (%) Produksi A - R. Laut 1.000 (kg) 1.000 (kg) 36.000 (kg) - 4.000 kg (kering) - U. Windu 20.000 (ekor) 0,06±0,006 g/ekor 38,5 g 30 220 kg B U. Windu 20 0,06±0,006 g/ekor 26 g 20,2 105 kg Amin, M., Amini. S., & Suardi. (1994). Pengaruh berbagai jenis pupuk dan disis pupuk organik terhadap pertumbuhan dan sintasan udang windu, Penaeus monodon pada bak terkontrol. Risalah Seminar Hasil Penelitian Budidaya Pantai, hlm. 43-49.
Pemanfaatan rumput laut (Gracilaria verrucosa)... (Burhanddin) 922 Effendi, H. (2003). Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Kanisius Yogyakarta, 258 hlm. Gunarto, Muslimin, Muliani, dan Sahabuddin. (2006). Jurnal Riset Akuakultur, 1(2): 255-270. Hanisak, M.D. (1987). Cultivation of Gracilaria and Macroalgae in Florida for Energy Production. Dalam Bird, K.T. and P.H. Benson (eds) Seaweed Cultivation for renewable Recources. Development in Aquaculture and Fisheries Science, 16. Elsevier. Amsterdam-Oxford-New York-Tokyo, p. 191-217. Lamidi. (1992). Budidaya rumput laut Eucheuma spinosum pada beberapa kedalaman di Perairan Pulau Alang, Riau. Prosiding Temu Teknis Pembahasan dan Pengelolaan Hasil-Hasil Penelitian Perikanan Budidaya Pantai. Sukabumi, 9-11 Nopember 1992, hlm. 97-101. Sulistijo. (1996). Perkembangan Budidaya Laut di Indonesia. Puslitbang Oceanologi. LIPI. Jakarta, hlm. 45-50. Royce. (1972). Introduction to the Fishery Sciences. Academic Press. Inc. New York, 315 pp. Wardoyo, S.T.H. (1981). Kriteria kualitas air untuk keperluan perikanan. Training Analisis Dampak Lingkungan Kerja Sama PPLH, UNDIP-PLH, dan IPB. Institut Pertanian Bogor, Bogor, 40 hlm.