HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Pada Tabel 2 dijelaskan bahwa pada minggu pertama nilai bobot biomasa rumput laut tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata 56.12±0.07 g/ikat dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai rata-rata 44.64±0.06 g/ikat. Minggu ke dua bobot biomasa rumput laut tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata 65.46±0.07 g/ikat dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai rata-rata 36.58±0.06 g/ikat. Diminggu ke tiga bobot biomasa rumput laut tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata 70.52±0.07 g/ikat dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai rata-rata 21.08±0.12 g/ikat. Selanjutnya diminggu ke empat bobot biomasa rumput laut tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata 72.23±0.56 g/ikat dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai rata-rata 9.86±0.03 g/ikat. Tabel 1. Bobot biomasa rata-rata rumput laut Kappaphycus alvarezii yang dipelihara pada kecepatan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik. Aliran air (cm/detik) ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ±0.04 Berdasarkan data bobot biomasa rumput laut yang disajikan pada Tabel 2 diatas menunjukan tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata 66.08±0.14 g/ikat dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0

2 cm/detik dengan nilai rata-rata 28.04±0.04 g/ikat. Hasil analisis pertumbuhan pada ketiga perlakuan aliran air menunjukan berbeda nyata (P>0.05) dari minggu pertama hingga minggu ke empat pemeliharaan. Hal ini dapat dilihat dari adanya pertambahan bobot biomasa dari waktu ke waktu yang di amati setiap minggunya. Hasil pengukuran bobot biomasa rata-rata rumput laut di lakukan setiap minggu disajikan pada Tabel 1 dan hasil perhitungan laju pertumbuhan rumput laut disajikan pada Gambar 5. Aliran Air (cm/detik) Gambar 5. Laju pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii pada kecepatan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik. Berdasarkan data laju pertumbuhan yang disajikan pada Gambar 5, menunjukan tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata ±0.01% dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai rata-rata ±0.06%. Tingginya nilai laju pertumbuhan pada perlakuan aliran air 10 cm/detik disebabkan karena pergerakan aliran air pada perlakuaan tersebut lebih lambat dari perlakuan aliran air 20 cm/detik, sementara pada perlakuan aliran air 0 cm/detik tidak ada pergerakan aliran air. Rumput laut yang di peliharaan pada pergerakan aliran air yang berbeda menunjukan pertumbuhan berbeda. Retensi Nitrogen dan Fosfat Dalam percobaan ini, luas permukaan diameter thallus rumput laut Kappaphycus alvarezii berkisar antara 5.57 hingga 7.77 cm 2. Permukaan thallus rumput laut dilewati aliran air (yang mengandung nitrogen dan fosfat), masing-

3 masing sebanyak mg/28 hari dan mg/28 hari dengan perlakuan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik. Retensi nitrogen dan fosfat berkisar antara (0-0.09%) dan (0-0.28%). Tabel 2. Retensi nitrogen dan fosfat dalam thallus rumput laut Kappaphycus alvarezii pada kecepatan aliran air 20, 10 dan 0 cm/detik. Aliran air (cm/detik) Nitrogen Retensi (%) Fosfat 0 0 a 0 a ± a 0.28± a ± b 0.17± b Angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata antara perlakuan pada taf uji 5% Pada Tabel 2 memperlihatkan bahwa retensi nitrogen oleh rumput laut selama 28 hari pemeliharaan di dalam bak penelitian pada ketiga perlakuan aliran air menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0.05) (Lampiran 12). Retensi nitrogen pada ketiga perlakuan aliran air tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.09± % dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0 atau tidak ada retensi. Retensi fosfar pada ketiga perlakuan tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.28± % dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0 atau tidak ada retensi. Hasil analisis fosfat pada ketiga perlakuan aliran menunjukan berbeda nyata (P>0.05). Fisika-Kimia Media Kultur Kandungan Nitrogen Pengukuran nitrogen di dalam bak penelitian selama 28 hari menunjukan nilai yang berbeda. Pada minggu pertama kandungan nitrogen pada ketiga perlakuan aliran air tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 20 cm/detik, dengan

4 Kandungan Nitrogen (mg/l) nilai rata-rata 0.27 mg/l dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.07 mg/l. Pada minggu ke dua kandungan nitrogen tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai ratarata 0.63 mg/l dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 20 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.53 mg/l. Minggu ke tiga kandungan nitrogen tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 20 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.98 mg/l dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.65 mg/l. Selanjutnya diminggu ke empat kandungan nitrogen tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.49 mg/l dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.35 mg/l. Sedangkan diminggu ke lima kandungan nitrogen pada ketiga perlakuan aliran air tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.62 mg/l dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai ratarata 0.36 mg/l. Hasil analisis rata-rata kandungan nitrogen pada ketiga perlakuan aliran air menunjukan tidak berbeda nyata (P<0.05). 20 cm/detik 10 cm/detik 0 cm/detik Minggu ke.- Gambar 6. Kandungan nitrogen (mg/l) dalam media pemeliharaan rumput laut (Kappaphycus alvarezii) pada kecepatan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik.

5 Kandungan Fosfat Kandungan posfat di dalam bak penelitian selama 28 hari menunjukan nilai yang berbeda. Pada minggu pertama kandungan fosfat pada ketiga perlakuan aliran air tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 20 cm/detik, dengan nilai ratarata 0.12 mg/l dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.10 mg/l. Pada minggu ke dua kandungan fosfat tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.14 mg/l dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 20 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.09 mg/l. Minggu ke tiga kandungan nitrogen tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.20 mg/l dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.10 mg/l. Selanjutnya diminggu ke empat kandungan fosfat tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 20 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.29 mg/l dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.19 mg/l. Sedangkan diminggu ke lima kandungan fosfat pada ketiga perlakuan aliran air tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.10 mg/l dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.05 mg/l. Hasil analisis rata-rata kandungan fosfat pada ketiga perlakuan aliran air menunjukan tidak berbeda nyata (P<0.05).

6 Kandungan Posfat (mg/l) 20 cm/detik 10 cm/detik 0 cm/detik Minggu ke.- Gambar 7. Kandungan fosfat (mg/l) dalam media pemeliharaan rumput laut (Kappaphycus alvarezii) pada perlakuan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik. Pengamatan suhu, salinitas dan ph pada perlakuan aliran 0 cm/detik, 10 cm/detik dan 20 cm/detik dilakukan seminggu sekali selama 4 minggu pemeliharaan. Pengamatan ketiga parameter tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut terutama pada perlakuan aliran air 10 cm/detik dan 20 cm/detik.. Hal ini disebabkan karena pada kedua perlakuan tersebut ada pergerakan aliran. Pada perlakuan aliran air 0 cm/detik ketiga parameter sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan ini tidak adanya pergerakan aliran air. Nilai ketiga parameter kimia dan fisik pada perlakuan aliran air 10 cm/detik dan perlakuan aliran air 20 cm/detik masih dalam kisaran normal untuk hidup rumput laut (Lampiran 7). Pembahasan Pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii yang diukur pada penelitian ini penambahan bobot biomasa thallus setiap minggunya. Hasil penelitian menunjukan penambahan bobot biomasa rumput laut Kappaphycus alvarezii yang diberi kecepatan aliran air yang berbeda ternyata memberikan pertambahan bobot, laju pertumbuhan, retensi nitrogen dan fosfat yang berbeda. Hasil pengukuran bobot biomasa rumput laut selama 4 minggu pemeliharaan menunjukan tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik,

7 dengan nilai rata-rata 66,08±0.14 g/ikat dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik dengan nilai rata-rata 28.04±0.04 g/ikat. Tingginya bobot biomasa rumput laut pada perlakuan aliran air tersebut disebabkan karena kandungan nitrogen dan fosfat di dalam thallus meningkat. Hal ini sesuai pendapat Yu dan Yang (2008) bahwa pasokan gizi yang meningkat dapat meningkatkan proses fisiologis dari rumput laut, yang pada gilirannya dapat meningkatkan asimilasi dan mempercepat pertumbuhan rumput laut. Meningkatnya bobot thallus pada perlakuan aliran air 10 cm/detik ternyata diikuti juga oleh peningkatan laju pertumbuhan harian rata-rata pada perlakuan aliran air tersebut yaitu, dengan nilai rata-rata 0.184±0.0111% dan terendah pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai rata-rata -0,0811±0604%. Walaupun nilai laju pertumbuhan harian ini lebih kecil dari penelitian yang dilakukan Iksan (2005), tetapi nilai laju pertumbuhan harian ini masih dalam kisaran normal untuk laju pertumbuhan 1,08-2,09%. Perbedaan laju pertumbuhan yang diperoleh pada penelitian ini disebabkan karena bobot bibit dan sistem budidaya rumput laut yang digunakan berbeda. Nitrogen dan fosfat yang terbawa pergerakan aliran air dan masuk ke dalam wadah penelitian dimanfaatkan oleh rumput laut. Rumput laut dapat memanfaatkan nitrogen dan fosfat melalui proses difusi pada seluruh bagian tubuhnya. Semakin sering rumput laut menyerap nitrogen dan fosfat yang terbawa aliran air yang masuk ke dalam media pemeliharaan, maka semakin meningkat nilai pertumbuhan dalam artian akan semakin meningkat juga kandungan nitrogen dan fosfat di dalam tubuh rumput laut. Hasil pengukuran kandungan nitrogen dan fosfat di dalam thallus rumput laut menunjukan tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata masing-masing (0,0749 g dan 0,0874 g) terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik yaitu 0. Nitrogen dan fosfat sangat penting bagi rumput laut dalam pengaturan metabolisme dan reproduksi. Pertumbuhan dapat tercapai dengan baik bila rumput laut tercukupi akan nitrogen dan fosfat. Pengambilan nitrogen dan fosfat oleh rumput laut bukan hanya fungsi dari konsentrasi nitrogen dan fosfat di lingkungan tetapi juga dengan konsentrasi nitrogen dan fosfat internal di dalam

8 jaringan thallus rumput laut (Yu dan Yang 2008). Pengambilan dan penyimpanan nitrogen oleh rumput laut dapat dipengaruhi oleh konsentrasi nitrogen anorganik di dalam air dan juga dipengaruhi oleh fluktuasi ekologis nitrogen dan fosfat di dalam jaringan thallus rumput laut. Konsentrasi nitrogen dan fosfat yang rendah di lingkungan tidak dapat mencukupi kebutuhan rumput laut akan nitrogen dan fosfat untuk penggunaan selanjutnya, tetapi rumput laut mempunyai kemampuan untuk mengasimilasi dan menyimpan nutrien dari lingkungannya khususnya pada saat konsentrasi rendah (Sakdiah 2009). Kandungan nitrogen dan fosfat di dalam thallus rumput laut pada perlakuan aliran air 0 cm/detik (0%) dan perlakuan aliran air 20 cm/detik (0.02± %) lebih kecil dari perlakuan aliran air 10 cm/detik (0.09± %). Walaupun jumlah nitrogen dan fosfat di dalam air tertinggi pada perlakuan aliran air 20 cm/detik (0.55 dan 0.14 mg/l), tetapi karena pergerakan aliran air pada perlakuan tersebut terlalu tinggi maka rumput laut tidak dapat menyerap nitrogen dan fosfat dengan baik. Hal ini sesuai dengan yang dikemukan oleh Lobban dan Horrison (1994), bahwa pergerakan aliran air yang tinggi rumput laut mudah stress karena terjadi perpindahan unsur hara cepat. Untuk mencukupi kebutuhannya nitrogen dan fosfat yang tersimpan di dalam jaringan dipergunakan terlebih dahulu untuk pertumbuhan (Risjani 1999). Penambahan bobot biomasa dan laju pertumbuhan rumput laut tidak hanya didukung oleh pergerakan aliran air dan kandungan nitrogen dan fosfat, tetapi juga didukung oleh kondisi lingkungan dimana dia hidup seperti : suhu, salinitas, dan ph. Hasil pengukuran suhu air media pemeliharaan menggunakan termometer pada perlakuan aliran air 0 diperoleh nilai berkisar antara 24,00-34,00 0 C. Pada perlakuan aliran air 10 cm/detik 26,05-32,00 0 C dan pada perlakuan aliran air 20 cm/detik berkisar antara 27,00-31,05 0 C. Suhu air yang terukur pada ketiga perlakuan aliran air menunjukan tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai C. Tingginya nilai suhu air di dalam media pemeliharaan pada perlakuan tersebut dapat mengganggu pertumbuhan, proses respirasi sehingga mengakibatkan kematian pada rumput laut (Apriyana 2006). Selain itu, enzim yang ada di dalam thallus rumput laut tidak dapat bekerja dengan maksimal (Sahputra 2005). Menurut Neish (2003) suhu air yang sesuai

9 dengan kebutuhan hidup rumput laut Kappaphycus alvarezii adalah berkisar pada C. Salinitas umumnya tidak terlalu memberikan perubahan yang mencolok selama penelitian berlangsung, kecuali pada perlakuan aliran air 0 cm/detik. Hasil pengukuran salinitas menggunakan handrefraktometer pada perlakuan aliran air 0 cm/detik berkisar antara ppm, pada perlakuan aliran air 10 cm/detik berkisar antara ppm dan pada perlakuan aliran air 20 cm/detik berkisar antara ppm. Hasil pengukuran salinitas pada ketiga perlakuan aliran air menunjukan tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik. Tingginya nilai salinitas pada perlakuan tersebut disebabkan karena pada perlakuan tersebut tidak terjadi penambahan air sehingga mengakibatkan banyaknya air yang hilang akibat dari tingginya penguapan (Hutabarat dan Evans 2006). Anggadiredja et al, (2002) salinitas yang baik untuk pertumbuhan rumput laut berkisar ppt. Dengan demikian nilai salinitas pada perlakuan aliran air 10 cm/detik dan perlakuan aliran air 20 cm/detik tidak terlalu berpengaruh di bandingkan dengan perlakuan aliran air 0 cm/detik. Umumnya ph air laut bersifat basah. Namun, karena penelitian ini menggunakan media maka pengukuran ph di lakukan untuk mengatahui perbedaan ph di dalam media penelitian. Hasil pengukuran ph pada perlakuan aliran air 0 cm/detik berkisar 7,6-8,3, perlakuan aliran air 10 cm/detik nilai ph berkisar 7,4-7,6 dan pada perlakuan aliran air 20 cm/detik nilai ph berkisar 7,3-7,4. Tingginya nilai ph pada perlakuan aliran air 0 cm/detik diakibatkan oleh tingginya pengupan. Nilai ph yang sesuai dengan kebutuhan rumput laut Eucheuma sp berkisar antara (Iksan 2005). Kemampuan retensi nitrogen dan fosfat yang terbawa aliran air melewati permukaan thallus rumput laut pada ketiga perlakuan aliran air menunjukan tertinggi terjadi pada 10 cm/detik, masing-masing dengan nilai rata-rata (0.09± % dan 0.28± %) (Lampiran 8). Selama 28 hari masa pemeliharaan rumput laut di dalam wadah penelitian rumput laut Kappaphycus alvarezii mampu memanfaatkan nitrogen dan fosfat sebanyak (0.09± % dan 0.28± %) sehingga bobot biomasa rumput laut telah bertambah dari bobot awal rumput laut. Walaupun penyerapan nitrogen dan posfat pada

10 penelitian ini masih rendah tetapi, kemampuan thallus rumput laut untuk menyerap nitrogen dan posfat telah melewati nilai retensi nitrogen dan fosfat pada awal atau sebelum pemeliharaan. Artinya bahwa nitrogen dan fosfat yang terbawa aliran air melewati permukaan thallus rumput laut mampu diretensi secara maksimal oleh thallus rumput laut. Retensi nitrogen dan fosfat pada ketiga perlakuan aliran air menunjukan tertinggi adalah fosfat, dengan nilai rata-rata (0.28± %) bila dibandingkan nitrogen (0.09± %). Hal ini disebabkan karena fosfat lebih banyak terurai di perairan dalam bentuk ion yang siap dimanfaatkan secara langsung oleh rumput laut. Sementara nitrogen di perairan dimanfaatkan secara bertahap, yaitu : Amonium > nitrat > nitrit. Pemanfaatan secara bertahap ini agar dapat digunakan oleh sel-sel rumput laut (Sakdiah 2009). Banyaknya pemanfaatan fosfat dibandingkan dengan nitrogen oleh rumput laut Kappaphycus alvarezii pada penelitian ini disebabkan karena lokasih penelitian dikelilingi oleh batuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Effendi 2003 bahwa fosfat berasal dari pelapukan batuan. Manfaat nitrogen dan fosfat bagi pertumbuhan rumput laut tidak dapat digantikan dengan unsur yang lain. Hal ini disebabkan karena peran dari nitrogen sebagai penyusun protein dan fosfat sebagai penyedia akan energi (Lakitan 2010). Pada perairan nitrogen tidak kurang dari 0.01 mg/l, sementara fosfat (Sulistijo dan Atmadja 1996). Karena kekurangan nitrogen dan fosfat maka perairan tersebut dikatagorikan sebagai perairan yang miskin akan unsur hara.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan 4.1. Laju Pertumbuhan Mutlak BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Laju pertumbuhan mutlak Alga K. alvarezii dengan pemeliharaan selama 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur pengukuran nitrogen dan fosfat dalam air.

Lampiran 1. Prosedur pengukuran nitrogen dan fosfat dalam air. Lampiran 1. Prosedur pengukuran nitrogen dan fosfat dalam air. Nitrogen - Distilasi dari 50 ml ke 25 ml - Tambahkan MnSO4 1 tetes - Tambahkan Clorox 0,5 ml - Tambahkan Phenat 0,6 ml - Diamkan ± 15 menit

Lebih terperinci

KAJIAN RETENSI NITROGEN DAN FOSFAT RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) PADA BERBAGAI KECEPATAN ALIRAN AIR FAHMY DJAFAR

KAJIAN RETENSI NITROGEN DAN FOSFAT RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) PADA BERBAGAI KECEPATAN ALIRAN AIR FAHMY DJAFAR KAJIAN RETENSI NITROGEN DAN FOSFAT RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) PADA BERBAGAI KECEPATAN ALIRAN AIR FAHMY DJAFAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Rumput Laut

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Rumput Laut TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Rumput Laut Rumput laut terdiri dari karaginofit, agarofit dan alginofit. Karaginofit merupakan rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida karaginan. Agarofit penghasil

Lebih terperinci

Pertumbuhan Rumput Laut

Pertumbuhan Rumput Laut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju pertumbuhan Laju pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii yang diperoleh selama penelitian terdapat pada Tabel 1 berikut : Tabel 1.PertumbuhanRumputLautSetelah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line

Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line Standar Nasional Indonesia Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA Media Litbang Sulteng III (1) : 21 26, Mei 2010 ISSN : 1979-5971 PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA Oleh : Novalina Serdiati, Irawati Mei Widiastuti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1: Metode lepas dasar

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1: Metode lepas dasar Standar Nasional Indonesia Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1: Metode lepas dasar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan terhadap ikan didapatkan suatu parameter pertumbuhan dan kelangsungan hidup berupa laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan panjang mutlak dan derajat kelangsungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN ABSTRAK

ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN ABSTRAK ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN Jalil 1, Jurniati 2 1 FMIPA Universitas Terbuka, Makassar 2 Fakultas Perikanan Universitas Andi Djemma,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume II, Nomor 1, Maret 2014

Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume II, Nomor 1, Maret 2014 Pengaruh Dosis Perendaman Pupuk Formula Alam Hijau terhadap Pertumbuhan Alga Kappaphycus alvarezii di Desa Ilodulunga Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo 1,2 Alfandi Daud, 2

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan organisme air fotoautropik uniseluler atau multiseluler (Biondi and Tredici, 2011). Mikroalga hidup dengan berkoloni, berfilamen atau helaian pada

Lebih terperinci

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi. Jl. Kampus Unsrat Bahu, Manado 95115, Sulawesi Utara, Indonesia.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi. Jl. Kampus Unsrat Bahu, Manado 95115, Sulawesi Utara, Indonesia. Aquatic Science & Management, Edisi Khusus 2, 31-35 (Oktober 2014) Pascasarjana, Universitas Sam Ratulangi http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jasm/index ISSN 2337-4403 e-issn 2337-5000 jasm-pn00066

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) - Bagian 2: Metode longline

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) - Bagian 2: Metode longline Standar Nasional Indonesia Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) - Bagian 2: Metode longline ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

FKIP 2015, PERTUMBUHAN MORFOMETRIK THALLUS RUMPUT LAUT

FKIP 2015, PERTUMBUHAN MORFOMETRIK THALLUS RUMPUT LAUT PERTUMBUHAN MORFOMETRIK THALLUS RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DI PERAIRAN PULAU BULANG Morphometric Growth of Eucheuma cottonii Thallus at Distric Bulang Island Coastal Area Notowinarto 1), Ramses 1) dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 31 Oktober 2011 sampai 18 Desember 2011 selama 42 hari masa pemeliharaan di Tambak Balai Layanan Usaha Produksi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele.

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele. 17 3. METODE Rangkaian penelitian ini terdiri dari empat tahap penelitian. Seluruh kegiatan dilakukan dalam kurun waktu tahun 2009 sampai dengan 2011 di Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (d/h Loka Riset

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN STRAIN RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN SPESIFIK. Dodi Hermawan 1) ABSTRACT

PENGARUH PERBEDAAN STRAIN RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN SPESIFIK. Dodi Hermawan 1) ABSTRACT PENGARUH PERBEDAAN STRAIN RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN SPESIFIK (Effect of Different Strain of Kappaphycus alvarezii on Specific Growth Rate) Dodi Hermawan 1) 1) Jurusan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Pertumbuhan biomassa ikan selama 40 hari pemeliharaan yang diberi pakan dengan suplementasi selenium organik berbeda dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini: 250,00

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Tahap I Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian diperoleh data sintasan (Gambar 1), sedangkan rata-rata laju pertumbuhan bobot dan panjang harian benih ikan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji 13 3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitiaan telah dilaksanakan di perairan Teluk Gerupuk, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (Gambar 2). Jangka waktu pelaksanaan penelitian terdiri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kali di terjemahkan seaweed bukan sea grass yang sering di sebut dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. kali di terjemahkan seaweed bukan sea grass yang sering di sebut dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Rumput laut Rumput laut atau seaweed merupakan nama dalam perdagangan nasional untuk jenis alga yang banyak di panen di laut. Rumput laut atau alga yang sering kali di terjemahkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sketsa lokasi tambak penelitian

Lampiran 1. Sketsa lokasi tambak penelitian Lampiran 1. Sketsa lokasi tambak penelitian 58 59 Lampiran 2. Data bobot basah (gr) pada masing-masing perlakuan Bobot Jarak Tanam Ulangan Minggu Ke- 0 7 14 21 28 35 42 50 gr 20 cm 1 50 85 105 145 150

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Kondisi alami sampel karang berdasarkan data (Lampiran 1) dengan kondisi tempat fragmentasi memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan

Lebih terperinci

Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013

Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013 Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013 Pengaruh Dosis Perendaman Pupuk Formula Alam Hijau (FAH) terhadap Pertumbuhan Alga Kappaphycus alvarezii di Desa Ilodulunga,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kondisi kualitas perairan dalam system resirkulasi untuk pertumbuhan dan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kondisi kualitas perairan dalam system resirkulasi untuk pertumbuhan dan 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Parameter Fisika Kimia Perairan Pengukuran parameter fisika dan kimia bertujuan untuk mengetahui kondisi kualitas perairan dalam system resirkulasi untuk pertumbuhan dan kelangsungan

Lebih terperinci

PENINGKATAN LAJU PERTUMBUHAN THALLUS RUMPUT LAUT

PENINGKATAN LAJU PERTUMBUHAN THALLUS RUMPUT LAUT PENINGKATAN LAJU PERTUMBUHAN THALLUS RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) YANG DIRENDAM AIR BERAS DENGAN KONSENTRASI YANG BERBEDA Nursyahran dan Reskiati Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) Balik

Lebih terperinci

(g/ kg gambut) D0(0) DI (10) D2 (20) D3 (30)

(g/ kg gambut) D0(0) DI (10) D2 (20) D3 (30) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Tanah 4.1.1 Analisis C/N Setelah Inkubasi Trichoderma sp Berdasarkan hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa interaksi Trichoderma sp dan dregs berpengaruh tidak nyata

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

Laju Pertumbuhan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Dengan Bobot Bibit Yang Berbeda di Perairan Desa Labuhan Sangoro Kecamatan Maronge Kabupaten Sumbawa

Laju Pertumbuhan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Dengan Bobot Bibit Yang Berbeda di Perairan Desa Labuhan Sangoro Kecamatan Maronge Kabupaten Sumbawa Laju Pertumbuhan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Dengan Bobot Bibit Yang Berbeda di Perairan Desa Labuhan Sangoro Kecamatan Maronge Kabupaten Sumbawa 1 Ronny 2 Syamsul Bachri 1 Mahasiswa Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan (1)

Lebih terperinci

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Pertumbuhan Bobot dan Panjang Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Setelah 112 hari pemeliharaan benih ikan selais (Ompok hypophthalmus) didapatkan

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo

Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo 1.2 Robi Hendrasaputro, 2 Rully, dan 2 Mulis 1 robihendra40@gmail.com

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Ikan Lele Sangkuriang 4.1.1 Pertambahan Bobot Lele Sangkuriang Selama penelitian, bobot dan panjang benih lele sangkuriang mengalami peningkatan untuk setiap

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PUPUK HAYATI BAGI SEBAGAI SOLUSI DALAM REKAYASA PERTUMBUHAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Eucheuma SP) KOTA TARAKAN

PEMANFAATAN PUPUK HAYATI BAGI SEBAGAI SOLUSI DALAM REKAYASA PERTUMBUHAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Eucheuma SP) KOTA TARAKAN PEMANFAATAN PUPUK HAYATI BAGI SEBAGAI SOLUSI DALAM REKAYASA PERTUMBUHAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Eucheuma SP) KOTA TARAKAN Jimmy Cahyadi 1), Eka Yuniarti 1) 1) Staff Pengajar Program Studi Budidaya Perairan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Peneiitian 4.1.1. C/N Tanah 4.1.1.1. C/N Tanah Masa Inkubasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN viride dan dregs juga faktor tunggal waktu aplikasi dregs berpengaruh tidak nyata sedangkan faktor tunggal

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Pelepasan Nitrogen dari Pupuk UZA dan Pupuk Urea Pril Ditinjau dari Laju Konsentrasi Amonium dan Nitrat yang Terbentuk Perbandingan laju pelepasan nitrogen dari pupuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

Muhammad Rizky Hasan, Sri Rejeki*, Restiana Wisnu

Muhammad Rizky Hasan, Sri Rejeki*, Restiana Wisnu PENGARUH BOBOT AWAL YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN Gracilaria sp. YANG DIBUDIDAYAKAN DENGAN METODE Longline DI PERAIRAN TAMBAK TERABRASI DESA KALIWLINGI KABUPATEN BREBES Effect of Different Initial

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Bobot Harian Bobot benih ikan nila hibrid dari setiap perlakuan yang dipelihara selama 28 hari meningkat setiap minggunya. Bobot akhir benih ikan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada Bulan April 2013 hingga Mei 2013 bertempat di laboratorium budidaya perikanan Ciparanje Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNPAD.

Lebih terperinci

Effect of NPK ferlilizer (nitrogen, phosphorus, potassium) on seaweed, Kappaphycus alvarezii, growth and white spot desease prevention

Effect of NPK ferlilizer (nitrogen, phosphorus, potassium) on seaweed, Kappaphycus alvarezii, growth and white spot desease prevention Aquatic Science & Management, Vol. 2, No. 1, 7-11 (April 214) Pascasarjana, Universitas Sam Ratulangi http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jasm/index ISSN 2337-443 e-issn 2337-5 jasm-pn48 Effect of NPK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan alami memiliki peran penting dalam usaha akuakultur, terutama pada proses pembenihan. Peran pakan alami hingga saat ini belum dapat tergantikan secara menyeluruh.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daya Dukung Penentuan carrying capacity dalam lingkungan dapat didekati secara biologi dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan konsep ekologi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Rumput laut adalah tumbuhan tingkat rendah yang tidak memiliki akar,

2. TINJAUAN PUSTAKA. Rumput laut adalah tumbuhan tingkat rendah yang tidak memiliki akar, 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan taksonomi rumput laut Rumput laut adalah tumbuhan tingkat rendah yang tidak memiliki akar, batang, dan daun sejati. Tanaman ini biasanya melekat pada substrat dan

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API (Avicennia marina Forssk. Vierh) DI DESA LONTAR, KECAMATAN KEMIRI, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN Oleh: Yulian Indriani C64103034 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam Jumlah rata rata benih ikan patin siam sebelum dan sesudah penelitian dengan tiga perlakuan yakni perlakuan A kepadatan

Lebih terperinci

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH EKOFISIOLOGI TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN TANAH LINGKUNGAN Pengaruh salinitas pada pertumbuhan semai Eucalyptus sp. Gas-gas atmosfer, debu, CO2, H2O, polutan Suhu udara Intensitas cahaya, lama penyinaran

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) UNTUK MENGONTROL KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon) DI TAMBAK

PEMANFAATAN RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) UNTUK MENGONTROL KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon) DI TAMBAK 915 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015 PEMANFAATAN RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) UNTUK MENGONTROL KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon) DI TAMBAK ABSTRAK Burhanuddin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisik dan Kimia Tanah Berdasarkan hasil analisis fisika dan kimia tempat pelaksanaan penelitian di Desa Dutohe Kecamatan Kabila. pada lapisan olah dengan kedalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah biasanya dijadikan sebagai penciri kesuburan tanah. Tanah yang subur mampu menyediakan

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. menunjukan hasil pertumbuhan pada fase vegetatif. Berdasarkan hasil sidik ragam

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. menunjukan hasil pertumbuhan pada fase vegetatif. Berdasarkan hasil sidik ragam IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan salah satu parameter pertumbuhan yang menunjukan hasil pertumbuhan pada fase vegetatif. Berdasarkan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

Kata kunci : pencahayaan matahari, E. cottonii, pertumbuhan

Kata kunci : pencahayaan matahari, E. cottonii, pertumbuhan LAMA PENCAHAYAAN MATAHARI TERHADAP PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DENGAN METODE RAKIT APUNG Haryo Triajie, Yudhita, P, dan Mahfud Efendy Program studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura

Lebih terperinci

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. jerami padi dan feses sapi perah dengan berbagai tingkat nisbah C/N disajikan pada

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. jerami padi dan feses sapi perah dengan berbagai tingkat nisbah C/N disajikan pada IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Nisbah C/N Campuran Feses Sapi Perah dan Jerami Padi terhadap Kandungan N Pupuk Organik Cair (POC) Kandungan unsur N pada pupuk organik cair hasil pengomposan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph,

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kompos Ampas Aren Analisis kompos merupakan salah satu metode yang perlu dilakukan untuk mengetahui kelayakan hasil pengomposan ampas aren dengan menggunakan berbagai konsentrasi

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2010 sampai Mei 2011. Kegiatan penelitian meliputi tahap persiapan, pengamatan laju pertumbuhan Kappaphycus

Lebih terperinci

IV METODOLOGI. Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

IV METODOLOGI. Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. IV METODOLOGI 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 1 31 Mei 2012 di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. 4.2 Materi Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Wilayah pesisir Teluk Kupang cukup luas, agak tertutup dan relatif terlindung dari pengaruh gelombang yang besar karena terhalang oleh Pulau

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) Perubahan bobot ikan selama masa pemeliharaan diukur dan dicatat untuk mendapatkan data mengenai laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Probiotik Penggunaan bakteri untuk kesejahteraan manusia seperti kesehatan dan pertanian sangat menarik perhatian lebih dari satu dekade terakhir. Probiotik sudah digunakan di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP Wiwid Prahara Agustin 1, Agus Romadhon 2, Aries Dwi Siswanto 2 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memerlukan area yang luas untuk kegiatan produksi. Ketersediaan mikroalga

I. PENDAHULUAN. memerlukan area yang luas untuk kegiatan produksi. Ketersediaan mikroalga I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perairan laut Indonesia memiliki keunggulan dalam keragaman hayati seperti ketersediaan mikroalga. Mikroalga merupakan tumbuhan air berukuran mikroskopik yang memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) benih ikan patin yang dipelihara dengan masa pemeliharaan 30 hari memiliki hasil

Lebih terperinci