Bab 2. Landasan Teori

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen

Bab 5. Penutup. 5.1 Kesimpulan

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang

KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan permasalahan dalam penelitian Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behaviour)

THEORY OF REASONED ACTION

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS Ketidakjujuran Akademik (Academic Dishonesty)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sudah beberapa kali mengalami perubahan. Pada tanggal 1 Maret 2005, BBM jenis Premium dan Solar kembali dinaikkan.

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan

II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami berbagai perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. diperkenalkan oleh Fred D. Davis. Davis et al. (1989) menyebutkan bahwa TAM

BAB I PENDAHULUAN. lulus sebagai Sarjana Strata 1 (S1) salah satu syarat yang harus dipenuhi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014

BAB I PENDAHULUAN. biasa disebut academic dishonesty sudah tidak dapat terelakkan lagi di kalangan

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan banyak diperoleh melalui pendidikan, terutama sekolah. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan sebagai dampak dari gaya hidup yang semakin maju. Perubahan

Kesimpulannya, intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku (Ajzen

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Model Theory of Reason Action (TRA) (Sumber : Fishbein dan Ajzen 1975)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Theory of Planned Behavior (TPB) tampaknya sangat cocok untuk menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dibandingkan dengan waktu waktu sebelumnya, misalnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok

Bab 3. Metode Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. spesialis, dan doktor. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik,

BAB II LANDASAN TEORI. Llabel adalah bagian dari sebuah barang yang berupa keterangan (kata-kata) tentang

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TAX COMPLIANCE PENYETORAN SPT MASA (Survei pada Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar di KPP Pratama Boyolali)

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan budaya. Perubahan-perubahan ini turut mempengaruhi proses

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman sekarang ini, terdapat perkembangan di

BAB 3 METODE PENELITIAN

KUESIONER PLANNED BEHAVIOR

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL

BAB I PENDAHULUAN. global. Hal tersebut lebih penting dibandingkan dengan sumber daya alam yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. menggunakan perangkat mobile serta jaringan nirkabel (Ayo et al., 2007). Jonker

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Theory of Planned. dikemukakan oleh Bandura (2000) tentang seberapa baik dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipungkiri merupakan suatu kebutuhan yang penting dan tidak dapat

BAB II LANDASAN TEORI. memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap. Teori ini dinamakan reason action karena

TINJAUAN PUSTAKA. dan mempertimbangkan akibat dari tindakan mereka. Ajzen. pertimbangan tersebut akan membentuk intensi untuk melakukan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA)

BAB I PENDAHULUAN. dikaji. Sejauh ini Negara memiliki dua sumber pendapatan yaitu pendapatan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. yang bisa dikatan kecil. Fenomena ini bermula dari trend berpacaran yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. Pendahuluan. rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24

Studi Mengenai Kontribusi Determinan Intensi Terhadap Intensi Datang Latihan Pada Anggota Perkusi Komunitas United State Of Bandung Percussion

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi tersebut seharusnya kongruen dengan nilai-nilai yang ada

BAB I PENDAHULUAN. ini dinilai sebagai salah satu usaha serius yang dilakukan pemerintah untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. kontribusi temuan bagi teori dan praktek. Pada bab ini juga disampaikan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi Universitas X

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teory Planned Behavior (TPB) merupakan teori perluasan teori sebab

ANALISIS PENERIMAAN NASABAH TERHADAP PRODUK BARU PERBANKAN PermataRancang Dana BANK PERMATA

TINJAUAN PUSTAKA. Pemasaran didefinisikan secara luas, dan beberapa ahli dibawah ini

NURUL ILMI FAJRIN_ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembahasan dalam penelitian ini didasarkan pada penelitian-penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia, hal tersebut terlihat dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara

ASTIA CHOLIDA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta

Studi Mengenai Intensi Membuang Sampah di Sungai Cikapundung pada Ibu-Ibu RW 15 Kelurahan Tamansari Bandung. ¹Raisha Ghassani, ²Umar Yusuf

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk pengembangan sistem informasi (Venkatest et al, 2003).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Era pasar bebas berdampak pada adanya persaingan yang sangat

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. yang mengkomsumsi rokok. Banyak di lapangan kita temui orang-orang merokok

BAB I PENDAHULUAN. konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di dunia industri saat ini semakin tinggi. Tidak heran jika

BAB II TINJAUAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. 2. Rerangka Teori dan Pengembangan Hipotesa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha. tindakan dan merupakan unsur yang penting dalam sejumlah tindakan, yang

5. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI. penelitian ini. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori Intensi yang

Pengkuran Perilaku berdasarkan Theory of Planned Behavior

BAB I PENDAHULUAN. Minat terhadap profesi wirausaha (entrepreneur) pada masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang ilmu pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas kehidupan manusia dalam berbagai bidang (Sulistiyarini, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Era perkembangan informasi saat ini berkembang sangat pesat seiring

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, menurut Suparmono dan Damayanti (2010:10) mengatakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Ibid, hlm Jogiyanto, Sistem Informasi Keperilakuan Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Andi, Tahun 2009, hlm 111.

BAB II LANDASAN TEORI. membeli (Rahmah, 2011). Dalam hal ini adalah perilaku membeli Samsung smart

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Technology Acceptance Model (TAM) diadopsi dari model The Theory of

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Theory of Planned Behavior pada awalnya bernama Theory of Reasoned

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berperilaku ditentukan oleh 3 faktor penentu yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. muka. Fenomena ini yang kemudian dapat dilihat dalam bisnis e-commerce yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan

PERILAKU BERBAGI PENGETAHUAN AKUNTANSI PADA DOSEN AKUNTANSI KOTA BENGKULU: PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR (TPB)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NIAT MAHASISWA KOS UNTUK BERPERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI TEMBALANG SEMARANG ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. fungsi standar menjadi hadirnya sebuah telepon seluler pintar atau smartphone

BAB II TELAAH PUSTAKA

Transkripsi:

Bab 2 Landasan Teori 2.1. Teori Perilaku Rencanaan (Theory Of Planned Behavior) Melanjutkan sekolah dan menyelesaikan pendidikan merupakan sebuah tujuan yang semestinya dicapai oleh setiap siswa. Untuk mencapai tujuan tersebut, banyak faktor yang mengubah persepsi seorang siswa mengenai hasil akhir yang akan dicapai. Telah banyak penelitian yang menjelaskan tentang perubahan motivasi seseorang dalam memperoleh hasil yang akan dicapai (Cruz, 2005). Salah satu model yang digunakan untuk menduga perilaku, termasuk didalamnya adalah perilaku untuk melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan menentukan motivasi, adalah Theory of Planned Behavior (TPB). Penelitian-penelitian sebelumnya dalam menggunakan pengukuran atas perubahan yang berhubungan dengan tingkah laku seseorang untuk menduga perilaku dilanjutkan dengan penyajian model teoritis yaitu Theory of Planned Behavior dimana cognitive self-regulation memainkan peranan yang penting (Ajzen, 1991:180). Menurut Lee (2010: 153) TPB merupakan salah satu teori terapan, yang telah sukses digunakan dalam 9

penelitian di bidang perilaku manusia. Dalam dua dekade terakhir, teori ini telah diterapkan secara lebih luas dalam menduga minat seseorang yang akan mempengaruhi perilaku atau tindakannya (Lin & Chen, 2010: 66). Theory of Planned Behavior adalah perluasan dari teori tindakan beralasan (Theory Reasoned Action/TRA) yang dibuat penting oleh batasan model aslinya ketika berhadapan dengan perilaku seseorang yang memiliki kontrol atas kemauan sendiri (volitional control) yang tidak lengkap (Ajzen, 1991:181; Fila, 2006; Jogiyanto, 2007: 61). Menurut Ajzen & Fishbein (1975: 16) minat seseorang dipengaruhi oleh sikap (attitude) dan norma-norma subjektif (subjective norms). Model inilah yang disebut dengan TRA. Kemudian dalam TRA ditambahkan sebuah konstruk yang belum ada, yang disebut dengan kontrol perilaku persepsian (perceived behavioral control/pbc) (Jogiyanto, 2007: 61). Oleh karenanya TPB digunakan dalam berbagai penelitian untuk menduga minat berperilaku melalui pengujian sikap, norma subjektif (keyakinan normatif seseorang, dan PBC (Riemenschneider, 2011: 204). TPB yang dikembangkan dari TRA yang mengasumsikan bahwa sikap sosial seseorang dibawah kontrol atas kemauannya sendiri (volitional control), sehingga dapat diduga dari minatnya (Ajzen, 1991: 180; Armitage, 2001: 471; Fila, 2006; Jogiyanto, 2007: 63). Pembentukan kontrol perilaku persepsian (perceived behavioral control) ditambahkan dalam TPB dengan tujuan untuk menyelaraskan dengan situasi dimana manusia kekurangan volitional control yang lengkap 10

atas minat berperilaku (Ajzen, 2002: 2 3). Selain itu, penambahan konstruk ini juga untuk mengontrol perilaku individual yang dibatasi oleh kekurangankekurangannya dan keterbatasan-keterbatasannya dari kekurangan sumber-sumber daya yang digunakan untuk melakukan perilakuknya (Jogiyanto: 2007: 61). TPB berdasarkan pada asumsi bahwa manusia biasanya berperilaku secara bijaksana; bahwa mereka memperhitungkan informasi yang tersedia secara implisit maupun eksplisit untuk mempertimbangkan akibat dari tindakannya. Teori ini mendalilkan bahwa minat seseorang menunjukkan atau tidak menunjukkan perilaku sebagai penentu utama dan terpenting dari tindakan itu. Icek Ajzen dan Martin Fishbein dalam Myers (2010: 169) telah memperlihatkan bahwa sikap, norma sosial yang dipersepsikan dan perasaan akan adanya kontrol, secara bersamaan menentukan minat seseorang yang mengarahkan pada perilaku. Menurut Ajzen (1988) dalam Fila (2006) TPB mengasumsikan bahwa minat adalah fungsi dari tiga penentu dasar, yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku, dimana minat yang kuat akan membentuk sebuah perilaku pada seseorang. Perilaku berupa tindakan dapat muncul ketika seseorang memiliki kesempatan dan tingkat kontrol yang cukup. Secara lebih jelas Ajzen (2005) menggambarkan TPB dalam Gambar 2.1 berikut ini. 11

Sikap Norma subjektif Minat Perilaku Kontrol perilaku Gambar 2.1 The Theory of Planned Behavior (Ajzen, 2005) Pada gambar 2.1 di atas hubungan antar variabel dengan anak panah dua arah menunjukkan adanya hubungan korelasi, dan hubungan antar variabel dengan anak panah satu arah menunjukkan adanya hubungan regresi. 2.2. Elemen-elemen dalam TPB 2.2.1. Sikap Terhadap Perilaku (Attitude Towards Behavior) Menurut Francis (2004: 9) sikap diasumsikan memiliki dua komponen yang bekerja bersama: keyakinan akan konsekuensi atas perilaku dan keputusan positif atau negatif untuk setiap keutamaan dari perilaku. Sikap merupakan keyakinan atau perasaan positif atau negatif untuk menampilkan suatu perilaku tertentu (Jogiyanto, 2007: 36). Seseorang akan menunjukkan perilaku tertentu jika mereka menilainya secara positif. Mereka menunjukkan sebuah perilaku 12

berdasarkan pertimbangan-pertimbangan akan efek yang akan muncul dari perilaku tersebut. Sikap-sikap tersebut dipercaya mempunyai pengaruh langsung terhadap minat berperilaku dan dihubungkan dengan norma subjektif dan kontrol perilaku persepsian. Lebih lanjut, Jogiyanto (2007: 36) mendefinisikan sikap sebagai evaluasi kepercayaan (belief) atau perasaan positif atau negatif dari seseorang jika harus melakukan perilaku yang akan ditentukan. Sikap (attitude) diuraikan sebagai a learned predisposition to respond in a consistently favorable or unfavorable manner with respect to a given object (Ajzen & Fishbein, 1975:6). Tiga hal mendasar dalam definisi tersebut yaitu: (1) maksud dari sikap, (2) hal terlihat dalam tindakan, dan (3) konsistensi tindakan baik positif maupun negatif terhadap objek tersebut. Sikap dapat juga dikatakan sebagai derajat penilaian atau evaluasi seseorang akan nilai baik (favorable) atau buruk (unfavorable) atas suatu perilaku (Ajzen, 1991: 188; Fila: 2006). Berdasarkan TPB (Ajzen, 2005), sikap seseorang ditentukan oleh keyakinan akan manfaat yang diperoleh sebagai akibat atau konsekuensi atas perilaku, yang disebut keyakinan berperilaku (behavioral beliefs). Behavioral beliefs yaitu keyakinan individu akan hasil suatu perilaku dan evaluasinya (behavioral beliefs strength dan outcome evaluation). Setiap keyakinan berperilaku terhubung dengan hasil tertentu, atau terhubung dengan dana yang 13

dikeluarkan selama beperilaku. Sikap seseorang juga ditentukan oleh penilaiannya terhadap hasil atau akibat yang berkaitan dengan perilakunya atau ditentukan oleh kekuatan hubungan ini. Konsep mengenai sikap dipusatkan pada perhatian dalam penjelasan perilaku manusia, salah satu contohnya adalah sikap terhadap pendidikan (Azjen, 2005:1). Tujuan akhir penyelesaian pendidikan dan lulus sekolah terdiri atas penyelesaian persyaratan program tertentu dan kursus-kursus (Cruz, 2005: 3). Dalam proses penyelesaian persyaratan tersebut, beberapa faktor mungkin dapat mengubah persepsi individu akan hasil (peningkatan atau penurunan) kualitas individu atas pandangan mereka terhadap pendidikan. Berdasarkan definisi-definisi di atas, sikap terhadap pendidikan dalam penelitian ini diartikan sebagai keyakinan tentang akibat yang akan didapat jika seseorang siswa melanjutkan seskolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, serta derajat penilaian atau evaluasi seseorang akan nilai baik (favorable) atau buruk (unfavorable) atas suatu perilaku tersebut. Sikap terhadap perilaku melanjutkan sekolah ditentukan dua hal pokok yaitu behavioral beliefs strength dan outcome evaluation. Sikap terhadap perilaku merupakan refleksi seseorang terhadap persepsinya tentang keyakianan terhadap sebuah perilaku bahwa perilaku tersebut bersifat negatif atau positif, serta evaluasinya terhadap hasil yang muncul sebagai akibat dari perilaku tersebut (Wiethoff, 2004). 14

Behavioral beliefs strength adalah tingkat keyakinan siswa akan manfaat atau konsekuensi yang akan dicapai jika mereka melanjutkan sekolah. Seorang siswa yang memiliki keyakinan bahwa melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi akan memberikan akibat positif yang lebih tinggi, maka dia akan berusaha melakukan perilaku tersebut, yaitu tetap melanjutkan sekolah. Sebaliknya, jika seorang siswa memiliki keyakinan bahwa melanjutkan sekolah memberikan dampak atau akibat negatif, maka dia akan menilai bahwa melajutkan sekolah bukan merupakan hal yang baik yang harus dilakukan. Sementara itu, outcome evaluation adalah evaluasi mengenai hasil yang akan diperoleh jika siswa melanjutkan sekolah. Siswa akan memiliki sikap positif terhadap pendidikan jika dalam penilaiannya akan ada hasil yang positif yang akan diperolehnya melalui proses belajar di sekolah. 2.2.2. Norma-norma Subjektif (Subjective Norms) Norma subjektif juga diasumsikan sebagai suatu penentu yang secara spesifik, seseorang menunjukkan atau tidak menunjukkan suatu perilaku. Jogiyanto (2007: 32) menyebutkan bahwa norma subjektif (subjective norm) adalah tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku. Norma subjektif, adalah faktor penentu minat yang kedua 15

dalam TPB, yaitu suatu persepsi atau pandangan seseorang terhadap keyakinan-keyakinan orang lain yang akan mempengaruhi minat untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang sedang dipertimbangkan (Jogiyanto, 2007:42). Keyakinan-keyakinan orang lain yang dimaksud, dapat berupa keyakinan bahwa seseorang atau kelompok tertentu setuju atau tidak setuju atas sebuah perilaku; atau kelompok sosial masyarakat memberikan anjuran atau tidak menganjurkan untuk melakukan perilaku tertentu. Jika menjadi suatu titik referensi untuk mengarahkan perilaku, seseorang atau kelompok sosial tersebut disebut sebagai rujukan (referents). Seseorang akan cenderung menunjukkan suatu perilaku tertentu, jika dia berpikir bahwa orang-orang lain juga berpikir bahwa dia seharusnya melakukannya (Ajzen, 1991:188). Untuk perilaku-perilaku tertentu, rujukan penting muncul dari orang tua, suami/istri, teman dekat, teman kerja, atau tergantung pada orangorang yang terlibat dalam sebuah perilaku, misalnya para ahli (ahli fisika atau akuntan pajak). Keyakinan yang mendasari norma subjektif adalah keyakinan-keyakinan normatif (normative beliefs), yaitu kekuatan keyakinan harapan normatif dari orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs strength dan motivation to comply) (Ajzen, 2005). Berdasarkan pengertianpengertian yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa norma subjektif dalam penelitian 16

ini didefinisikan sebagai persepsi siswa mengenai anjuran atau saran serta harapan orang lain tentang perilaku untuk melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta motivasi siswa untuk memenuhi anjuran atau saran atau harapan tersebut. 2.2.3. Kontrol Perilaku Persepsian (Perceived Behavioral Control) Seseorang mungkin memiliki kontrol sepenuhnya terhadap sebuah perilaku ketika tidak terdapat hambatan apapun untuk menunjukkan suatu perilaku (Francis, 2004:9). Kontrol inilah yang membedakan antara TRA dan TPB, dimana TPB merupakan perluasan TRA dengan menambahkan komponen kontrol di dalamnya (Ajzen, 1991: 183, Armitage, 2001: 476). Kontrol perilaku persepsian (Perceived Behavioral Control/PBC) menunjuk suatu derajat dimana seorang individu merasa bahwa menunjukkan atau tidak menunjukkan suatu perilaku yang dimaksud adalah dibawah kontrolnya (Jogiyanto, 2007: 63). Keyakinan dan persepsi ini dapat berasal dari pengalaman dengan perilaku yang bersangkutan di masa lalu dan juga mengantisipasi halangan-halangan yang ada (Jogiyanto, 2007: 65). Selain itu, dapat juga dipengaruhi oleh informasi tidak langsung mengenai perilaku itu. Sebagai contoh, dengan melihat 17

pengalaman teman atau orang lain yang pernah melakukannya, dan dapat juga dipengaruhi oleh faktorfaktor lain yang mengurangi atau menambah kesulitan untuk melakukan sebuah perilaku (Fishbein & Ajzen, 1975: 371). Komponen yang penting dalam kontrol perilaku berfokus pada proses psikologi dalam membuat keputusan. Bukan hanya keyakinan utama seorang individu dalam melakukan sebuah perilaku, dan bagaimana orang lain melihat perilaku tersebut, tetapi kayakinan mereka akan kemampuan diri untuk melakukan suatu perilaku, yang disebut sebagai selfefficacy (Cruz, 2005: 5). Persepsi mengenai self-efficacy adalah keyakinan seseorang akan kemampuan dirinya, untuk menguji kontrol atas tingkat fungsional mereka dan atas kejadian-kejadian yang mempengaruhi kehidupan mereka (Bandura, 1991:257). Seseorang cenderung tidak akan membentuk suatu minat yang kuat untuk menunjukkan suatu perilaku tertentu, jika dia percaya bahwa dia tidak memiliki sumber atau kesempatan untuk melakukan, meskipun dia memiliki sikap yang positif dan dia yakin bahwa orang-orang lain akan menyetujuinya (Ajzen, 1991:188). Keyakinan yang mendasari PBC adalah control beliefs, yaitu keyakinan-keyakinan yang dimiliki seseorang mengenai kemampuan atau sumber daya dan kesempatan untuk melakukan sebuah perilaku (Ajzen, 2005). Ajzen (1991: 184) berpendapat bahwa PBC dan self-efficacy dapat saling menggantikan, 18

namun demikian beberapa penulis (Terry, 1993; dalam Armitage, 2005: 476) menyatakan, bahwa keduanya tidak sepenuhnya bersinonim. Self-efficacy lebih mengutamakan pada persepsi kognitif (pikiran) berdasarkan faktor pengendali internal, sedangkan PBC lebih bersifat umum, yaitu dengan merefleksikan faktor pengendali eksternal (Fila, 2006). Faktor-faktor pengendali yang merupakan faktorfaktor internal antara lain keterampilan, kemampuan, informasi, emosi, stres, dan lain sebagainya, sedangkan faktor eksternal adalah situasi dan kondisi lingkungan. Meski dalam keadaan ekstrim, mungkin sama sekali tidak terdapat kemungkinan untuk mengendalikan suatu perilaku karena tidak adanya kesempatan, sumber daya atau keterampilan. Control beliefs dalam PBC ditentukan oleh kekuatan keyakinan kontrol (control belief strength) dan tenaga keyakinan kontrol (control belief power) (Jogiyanto, 2007: 68). Kontrol perilaku persepsian dalam konteks pendidikan dapat diartikan sebagai seberapa kuat tingkat kendali yang dimiliki seorang siswa dalam menampilkan perilaku tertentu, salah satunya adalah perilaku untuk melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Kontrol perilaku persepsian ini memiliki dua pengaruh yaitu pengaruh terhadap minat berperilaku (intention) dan terhadap perilaku (behaviour) (Miladia, 2010: 18). Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kontrol perilaku persepsian adalah keyakinan 19

siswa mengenai kekuatan keyakinan kontrol bahwa mereka memiliki kemampuan untuk melanjutkan sekolah dan mengenai persepsi siswa tentang seberapa kuat tenaga keyakinan kontrol mendukung atau menghambat perilaku mereka untuk melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 2.2.4. Minat Seperti halnya dalam TRA, faktor utama dalam TPB adalah minat seseorang yang tercermin dalam perilaku. Minat dapat dikatakan sebagai faktor motivasi seseorang yang mempengaruhi perilaku; mengindikasikan bagaimana kerasnya seseorang berusaha, seberapa besar usaha mereka merencanakan penekanan, untuk membentuk suatu perilaku (Ajzen, 1991:181). Minat merupakan tahap kecenderungan seseorang untuk bertindak, sebelum benar-benar melakukan sebuah keputusan berperilaku dilaksanakan (Kurniawan, 2007). Minat dipengaruhi oleh sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan kontrol perilaku (PBC) (Dumetrescu, 2011: 369; Lee, 2010: 152; Omer, 2010: 97). Sikap terhadap perilaku, dalam hal ini perilaku untuk melanjutkan sekolah, dinyatakan sebagai keyakinan akan manfaat atau hasil yang akan diperoleh jika siswa melanjutkan sekolah. Sementara itu, norma subjektif merupakan keyakinan siswa bahwa orang-orang terdekat mereka mempengaruhi atau menyarankan mereka untuk 20

melanjutkan sekolah, dan PBC adalah keyakinan siswa mengenai faktor-faktor yang mendukung atau menyulitkan mereka untuk melanjutkan sekolah (Lee, 2010: 153). Namun demikian ada kalanya seseorang tidak dapat melakukan sebuah perilaku, meskipun memiliki minat yang kuat. Hal ini terjadi jika terbentuknya sebuah perilaku memerlukan keahlian atau sumber daya tertentu dimana seseorang tersebut tidak memilikinya, atau jika terbentuknya sebuah perilaku tergantung pada adanya kerjasama dengan orang lain. Bisa jadi seseorang tersebut tidak dapat melakukannya, meskipun dia memiliki minat untuk melakukan sebuah perilaku (Fishbein & Ajzen, 1975: 371). 2.3. Pengembangan Hipotesis Berdasarkan kerangka TPB dapat dijelaskan bahwa sikap memiliki peranan yang besar terhadap minat. Siswa yang mempunyai sikap positif mengenai arti penting pendidikan bagi masa depannya, maka semakin besar kemungkinan siswa yang bersangkutan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Bandura (1977: 193) menyebutkan tentang keyakinan seseorang, bahwa sebuah tindakan nyata akan mengeluarkan hasil tertentu. Lebih lanjut dapat dikatakan, bahwa hasil yang diharapkan dari 21

tercapainya pendidikan, memungkinkan seseorang untuk membentuk perilaku melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Semakin menarik harapan seseorang akan hasil dari sebuah perilaku, maka semakin besar minat seseorang untuk melakukan perilaku tersebut (Cruz, 2005: 4). Dengan demikian, peningkatan harapan akan hasil yang positif, dapat meningkatkan motivasi seseorang untuk melakukan sebuah perilaku. Harapan positif akan hasil yang dicapai jika seseorang melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, akan berpengaruh terhadap sikap mereka untuk melanjutkan sekolah. Pada akhirnya dapat diduga, bahwa sikap terhadap pendidikan mempengaruhi minat berperilaku siswa, yaitu untuk melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Penelitian dalam bidang ekonomi bisnis yang dilakukan oleh Sigit (2006) menyatakan bahwa minat seseorang untuk membeli suatu produk dipengaruhi oleh sikapnya terhadap perilaku atau tindakan pembelian. Reimenschneider (2011: 8) melakukan penelitian mengenai pembuatan keputusan berdasarkan etika siswa dalam kontek teknologi informasi hasilnya adalah bahwa sikap siswa berpengaruh secara signifikan terhadap pembuatan keputusan etis siswa dalam kontek pemanfaatan teknologi informasi, dalam kehidupan sehari-hari mereka. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Terry (1999), Martin dan Kulinna (2004), Wiethoff (2004), Mummery (2000). 22

Penelitian lain yang dilakukan Sentosa, 2012 menghasilkan suatu kesimpulan bahwa sikap berpengaruh langsung secara signifikan terhadap perilaku pembelian melalui internet. Seseorang yang memiliki sikap positif terhadap pembelian melalui internet berakibat, bahwa dia akan melakukan pembelian secara online melalui internet. Di lain pihak, Martin dan Kulinna (2004) dan Mummery (2000) melakukan penelitian dalam bidang keolahragaan. Martin dan Kulinna meneliti guru olah raga untuk melalukan aktivitas fisik ketika mereka mengajar, sedangkan Mummery melakukan penelitian terhadap siswa mengenai minat mereka melakukan aktivitas fisik atau olah raga. Kedua penelitian ini menyebutkan bahwa semakin positif sikap responden terhadap aktivitas fisik (olah raga) maka semakin kuat minat mereka untuk melakukannya. Hasil penelitian-penelitian ini tentunya mendukung adanya kemungkinan hasil yang sama jika diterapkan dalam penelitian pendidikan, yaitu bahwa semakin positif sikap seseorang terhadap kosnsekuensi atau manfaat pendidikan akan memberikan pengaruh terhadap minat untuk melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Jika melihat hasil penelitian tersebut, maka semakin memperkuat dugaan hipotesis yang memprediksi minat seseorang untuk melanjutkan sekolah melalui kuat atau tidaknya sikap seseorang terhadap pendidikan. 23

Dari penjelasan di atas dapat dikembangkan hipotesis 1 sebagai berikut. H1: Terdapat pengaruh positif yang signifikan sikap siswa terhadap minat siswa untuk melanjutkan sekolah. Analisis kedua untuk menduga minat siswa melajutkan sekolah menurut TPB adalah melalui norma subjektif yang terdiri dari normatif believe strength yaitu sejauh mana harapan orang tua, guru, sahabat, dan teman sekelas agar para siswa melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi, serta motivation to comply yaitu sejauh mana siswa memiliki keinginan untuk memenuhi harapan orang tua, guru, sahabat, dan teman sekelas mereka. Menurut penelitian Davis, Ajzen, Saunders, dan Williams (2002) dalam Cruz (2005: 2) motivasi siswa untuk menyelesaikan program pendidikan di bagi dalam dua kelompok, yaitu motivasi dengan tujuan jangka pendek dan tujuan dalam jangka panjang. Dalam penelitian ini dikatakan bahwa lingkungan sosial dan komunikasi siswa mempunyai pengaruh dalam minat siswa untuk menyelesaikan program pendidikan mereka. Penelitian lain yang dilakukan oleh Paulsen dan St. John (2002) tentang pengaruh keluarga, jenis kelamin, dan ras mempengaruhi keputusan siswa dalam pendidikan, selain itu kelas sosial dalam 24

masyarakat mempengaruhi keinginan siswa untuk melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Sebagai tambahan, mereka menemukan, bahwa siswa dari kelas sosial yang tinggi, memiliki motivasi yang rendah pada tingkat pendidikan yang tinggi. Sementara itu, mereka dari kelas sosial ekonomi yang rendah tampak termotivasi, namun pada tingkat pendidikan yang relatif rendah. Norma subjektif telah terbukti secara signifikan berpengaruh terhadap minat seseorang, dalam penelitian Sentosa (2012) dikatakan bahwa keluarga, teman, dan rujukan yang lain, memiliki pengaruh yang besar terhadap minat membeli secara on-line melalui internet. Sebaliknya berlaku pula bagi sebagian siswa bahwa mereka juga tidak akan berminat membeli melalui internet jika dihalangi oleh opini dari teman-teman mereka. Martin dan Kulinna (2004) serta Mummery (2004) dalam penelitiannya dalam bidang keolahragaan menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara norma subjektif terhadap minat berolah raga atau melakukan kegiatan fisik bagi guru olah raga dan siswa. Sejalan dengan penelitian tersebut, Riemenschneider (2011) menyebutkan, bahwa subjektif juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pembuatan keputusan berdasarkan etika siswa dalam kontek teknologi informasi. Ditambahkan pula oleh Othman (2011) bahwa perilaku seseorang untuk melalukan sebuah pelatihan pribadi dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain adalah pengaruh keluarga dan lingkungannya. 25

Penelitian lain yang dilakukan Davis (dalam Ajzen, 2005: 130) saran-saran penting yang mempengaruhi siswa dalam keputusannya untuk putus sekolah (dropout) berasal dari Bapak, Ibu, keluarga dekat yang lain, pacar, guru BP, guru, teman sekelas, dan teman dekat. Dari hasil penelitian ini dapat terlihat, bahwa orang tua dan keluarga memberikan dukungan yang kuat bagi siswa untuk menyelesaikan sekolahnya, dan pada umumnya para siswa termotivasi untuk memenuhi keinginan orang tua dan keluarga mereka untuk tetap bersekolah. Dari penjelasan tersebut diketahui, bahwa akan ada kecenderungan semakin kuat pengaruh orang tua, guru, sahabat, dan teman sekelas serta adanya keinginan yang kuat dari siswa yang bersangkutan untuk memenuhi pengaruh tersebut, maka akan semakin tinggi minat siswa untuk melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hipotesis 2 yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. H2: Terdapat pengaruh positif yang signifikan norma subjektif terhadap minat siswa untuk melanjutkan sekolah. Faktor ketiga dalam TPB yang diduga mempengaruhi minat siswa untuk melanjutkan sekolah adalah PBC, yaitu sebesar apa kendala ataupun 26

kemudahan yang dihadapai para siswa, jika mereka melajutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Pertama, control beliefs strength yaitu ketersediaan sarana pendukung untuk melanjutkan sekolah. Kedua, control beliefs power, yaitu seberapa besar peluang para siswa dapat memanfaatkan sarana pendukung yang tersedia. Bandura (1977: 193) harapan seseorang dalam hal penguasaan diri (personal mastery), mempengaruhi permulaan dan ketekunan akan penguasaan perilaku. Kekuatan pendirian seseorang dalam efektivitas mereka juga mempengaruhi perilaku mereka apakah mereka akan mencoba untuk menguasai situasi atau menyerah pada keadaan. Pada tingkatan ini, perasaan seseorang akan kemampuan mereka mempengaruhi pilihan berperilaku. Seseorang merasa khawatir atau cenderung mencegah situasi yang mengancam, yang mereka yakini melebihi keahlian mereka dalam mengatasinya. Namun bagaimanapun juga, mereka akan terlibat dalam aktivitas dan berperilaku dengan pasti, ketika mereka telah yakin akan kemampuan mereka mengatasi situasi tersebut. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menunjukkan bahwa PBC memberikan sumbangan yang signifikan terhadap penjelasan variasi dari minat. Sentosa (2012) menyebutkan, bahwa ketika seseorang berkesempatan secara luas untuk terhubung secara on line dengan internet, mereka akan memiliki kecenderungan yang kuat untuk melakukan pembelian 27

melalui internet saat itu juga, meskipun diperintahkan kepadanya untuk melakukan pembayaran saat itu juga melalui internet. Wiethoff (2004) menyimpulkan, dalam penelitiannya terhadap pegawai yang diikutsertakan dalam pelatihan yang berhubungan dengan pekerjaan mereka, bahwa PBC memberikan pengaruh yang kuat terhadap minat pegawai untuk mengikuti seuah pelatihan tertentu yang diselanggarakan oleh perusahaan. Demikian pula dalam masalah pendidikan, ketika seseorang mengetahui kelebihan dan kekurangannya dalam memperoleh pendidikan, maka dapat diduga minat mereka untuk melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Bandura (1977) menyatakan bahwa semakin meningkatnya keyakinan seseorang akan kemampuannya untuk menyelesaikan suatu tugas, maka memungkinkan terbentuknya sebuah perilaku akan meningkat pula. Terry (1999) menyamakan faktor pengendali internal seperti keahlian dan kemampuan akademik sebagai self-efficacy, dimana jika faktor ini terpenuhi, maka diduga mempengaruhi minat siswa untuk melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Seorang siswa yang merasa memiliki keahlian lebih serta prestasi akademik yang relatif tinggi tidak akan berfikir untuk berhenti belajar, artinya mereka akan memiliki motivasi yang tinggi untuk tetap melanjutkan pendidikan. Semakin banyak sumber daya 28

dan kesempatan-kesempatan yang dimiliki siswa, dan semakin sedikit halangan-halangan yang mereka miliki untuk melanjutkan sekolah, maka dapat diduga semakin tinggi minat siswa untuk melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Pada akhirnya dibangun hipotesis 3 dari minat siswa untuk melanjutkan sekolah, yaitu sebagai berikut. H3: Terdapat pengaruh positif yang signifikan kontrol perilaku terhadap minat siswa untuk melanjutkan sekolah. 29

30