BAB IV HASIL DAN ANALISIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Ketahanan Pangan Nasional

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDUGAAN PRODUKTIVITAS PADI DENGAN PENGOLAHAN CITRA YANG DIAMBIL DARI PESAWAT TERBANG MINI

TUTORIAL DASAR OBIA. Introduction. Mengenal Objek Sederhana CHAPTER 1. Oleh: Achmad R. Wasil. Desktop GIS For Starter Chapter 7 Geoprocessing

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Analisis Pola Permukiman Menggunakan Data Penginderaan Jauh di Pulau Batam

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBANDINGAN KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN DENGAN METODE OBJECT-BASED DAN PIXEL- BASED

5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN. Pendahuluan

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH

Legenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang

TUGAS TERSTRUKTUR I ANALISIS LANDSKAP TERPADU

Pembahasan Matematika SMP IX

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 PEMROSESAN CITRA DAN IMPLEMENTASI Pemrosesan Citra dan Rancangan Eksperimen untuk Fusi Citra

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

4 BAB IV HASIL DAN ANALISA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 3 Ilustrasi pencarian titik pusat dan jari-jari pupil. Segmentasi

SAMPLING DAN KUANTISASI

HASIL DAN PEMBAHASAN

2.Landasan Teori. 2.1 Konsep Pemetaan Gambar dan Pengambilan Data.

III. METODE PENELITIAN. Desa Pesawaran Indah ini merupakan salah satu desa yang semua penduduknya

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Anita Dwijayanti, Teguh Hariyanto Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

BAB I PENDAHULUAN. data peta blok dan letter C. Sehingga teridentifikasi permasalahan dalam

Junior High School. Precision Farming

EVALUASI KINERJA SIMPANG RE.MARTADINATA- JALAN CITARUM TERHADAP LARANGAN BELOK KIRI LANGSUNG ABSTRAK

Sumber bacaan 4/30/2012. Minggu 10: Klasifikasi Data Citra KOMBINASI WARNA

Sarono Sigit Heru Murti B.S

III. METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

III. METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lampiran. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. membutuhkan makanan untuk dapat tumbuh dan melakukan aktivitas sehari-hari.

PENDETEKSIAN OBJEK BERWARNA BIRU MENGGUNAKAN MATLAB R2013a

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004

BAB 3 PENGENALAN KARAKTER DENGAN GABUNGAN METODE STATISTIK DAN FCM

Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

a. 15 b. 18 c. 20 d Diketahui rumus fungsi f(x) = -2x + 5. Nilai f(-4) adalah a. -13 b. -3 c. 3 d Gradien garis -3x - 2y = 7 adalah

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Pengolahan citra. Materi 3

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

Materi Bahasan. Materi 2 Informasi Geografis & Representasinya dalam SIG. Data & Informasi Data Spasial & Non Spasial Representasi Data Spasial

BAB III METODE PENELITIAN

Fathurrofi Braharsyah Habibi R. Suharyadi

Dasar-Dasar Channels

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

BAB IV PENGOLAHAN DATA

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

PEMBENTUKAN MODEL DAN PARAMETER UNTUK ESTIMASI KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN DATA LIGHT DETECTION AND RANGING

PATCH ANALYSIS MENGGUNAKAN FRAGSTAT (Studi Kasus Area Jambi) Oleh : Muhammad Ramdhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ix

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan

DETEKSI KEBAKARAN BERBASIS WEBCAM SECARA REALTIME DENGAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KETELITIAN PETA DASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PROSEDUR DAN METODOLOGI

SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS) Oleh : Djunijanto

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB III ANALISIS PERANCANGAN MODEL

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI. Jawa Barat Kab. Kuningan Desa Ancaran. Gambar 2. Lokasi Penelitian

GEOGRAFI. Sesi PETA DAN PEMETAAN D. SIMBOL PETA. a. Berdasarkan Wujudnya

Elementary School. Reduce Food Waste

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengembangan Sistem Pengenalan Wajah 2D

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

C. y = 2x - 10 D. y = 2x + 10

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN ANALISIS Pada penelitian ini, citra kajian dibagi menjadi dua bagian membujur, bagian kiri (barat) dijadikan wilayah kajian dalam penentuan kombinasi segmentasi terbaik bagi setiap objek dan juga penentuan paramaeter klasifikasi bagi setiap objek. Setelah setiap objek dapat diidentifikasi dan diklasifikasikan dengan baik kemudian semua parameter yang terbentuk diuji coba ke bagian citra kanan (timur). Hipotesis hasil yang diharapkan adalah parameter yang telah terbentuk di citra kiri akan memberikan hasil yang baik pada bagian kanan citra sehingga teridentifikasi objek sejelas pada citra kiri. 4.1 Segmentasi Terbaik Setelah dilakukan eksperimen segmentasi didapatkan segmentasi terbaik untuk setiap objek. Segmentasi level 50b merupakan segmentasi terbaik bagi lahan sawah dan sungai (Gambar 4.1), level 40b digunakan untuk pepohonan dan klasifikasi fase padi (Gambar 4.2), dan level 10b merupakan segmentasi terbaik untuk identifikasi pematang sawah (Gambar 4.3). Gambar 4.1. Level Data 50b. Poligon yang terbentuk memiliki ukuran yang besar dengan keseragaman warna yang jarang. 25

Gambar 4.2. Level Data 40b. Poligon yang terbentuk lebih kecil dengan keseragaman warna menengah. Gambar 4.3. Level Data 10b. Poligon yang tebentuk sangat kecil dengan keseragaman yang lebih beragam. Segmentasi lebih detil. 26

4.2 Klasifikasi Terbaik Penentuan parameter klasifikasi didasari pada sifat fisis objek yang akan diklasifikasikan. Berdasarkan hal tersebut didapatkan parameter-parameter yang menjadi representasi terbaik sifat masing-masing objek, yaitu: a. Parameter Pohon length/width < 2.5 mean green < 333 mean green > 286 shape index >= 1.6 distance to pohon <15 b. Parameter Sungai area < 1900 brightness <241 existance of sungai [1] = 1 length/width >= 2.8 main direction >=60 shape index >1.5 width > 8.2 not pohon c. Parameter Sawah area >=250 distance to sawah <3 number of sawah [1] >= 0 shape index <= 2.1 d. Parameter Pematang area < 60 border to jalan <=2 length/width >= 2.6 number of jalan [1] <=2 not pohon not sungai e. Parameter fase air brightness < 232 brightness > 209 f. Parameter fase vegetatif area > 700 brightness <= 250 brightness > 232 distance to fase vegetasi [1] <= 35 existance of fase vegetasi [1] = 1 mean red <= 185 not fase air g. Parameter fase bera brightness <= 309 brightness > 244 existance of fase bera [1] =1 length/ width <= 3 not area < 300 not fase air Di bawah ini merupakan citra hasil klasifikasi setiap objeknya. Gambar 4.4 menunjukkan hasil klasifikasi pohon menggunakan parameter a. Gambar 4.5 merupakan hasil klasifikasi sungai menggunakan parameter b. Gambar 4.6 merupakan hasil klasifikasi lahan sawah menggunakan paramater c. Gambar 4.7 merupakan hasil klasifikasi pematang menggunakan parameter d. 27

Gambar 4.8 merupakan hasil klasifikasi sawah fase air menggunakan parameter e. Gambar 4.9 merupakan hasil klasifikasi sawah fase vegetatif menggunakan parameter f. Gambar 4.10 merupakan hasil klasifikasi sawah fase bera menggunakan parameter g. Gambar 4.4. Hasil Klasifikasi Pohon. Warna hijau merupakan pohon Gambar 4.5. Hasil Klasifikasi Sungai. Warna kuning merupakan sungai Gambar 4.6. Hasil Klasifikasi Sawah. Warna merah merupakan sawah Gambar 4.7. Hasil Klasifikasi Pematang. Garis berwarna putih merupakan pematang 28

Gambar 4.8. Warna Biru Merupakan Hasil Klasifikasi Sawah Fase Air. Gambar 4.9. Warna Hijau Merupakan Hasil Klasifikasi Sawah Fase Vegetatif Gambar 4.10. Warna Merah Merupakan Hasil Klasifikasi Sawah Gambar 4.11. Hasil Klasifikasi Gabungan Citra Bagian Kiri (Barat). Sawah Fase Air (biru), Fase Vegetatif (hijau), Fase Bera (merah), Sungai (kuning), Pohon (hijau tua). 29

4.3 Hasil Akhir Sesuai dengan metedologi di awal yaitu pada penerapan segmentasi dan klasifikasi citra dibagi menjadi dua bagian, bagian kiri citra menjadi bagian uji coba dari segmentasi dan parameter klasifikasi yang telah ditentukan. Berikut hasil identifikasi citra tersebut: Gambar 4.12. Warna Hijau Merupakan Hasil Klasifikasi Pohon Gambar 4.13 Warna Kuning Merupakan Hasil Klasifikasi Sungai Gambar 4.14. Warna Merah Merupakan Hasil Klasifikasi Sawah 30 Gambar 4.15. Garis Putih Merupakan Hasil Klasifikasi Pematang

Gambar 4.16. Warna Biru Merupakan Hasil Klasifikasi Sawah Fase Air Gambar 4.17. Warna Hijau Merupakan Hasil Klasifikasi Sawah Fase Vegetatif Gambar 4.18. Warna Merah Merupakan Hasil Klasifikasi Sawah Fase Bera 31

Gambar 4.19. Hasil Klasifikasi Gabungan Citra Bagian Kanan (Timur). Sawah Fase Air (biru), Fase Vegetatif (hijau), Fase Bera (merah), Sungai (kuning), Pohon (hijau tua). 4.4 Penggabungan Citra Kajian Apabila dilakukan klasfikasi secara sekaligus pada satu kesatuann citra kajian, maka didapatkan hasil identifikasi objek yang divisualisasikan pada Gambar 4.20 di bawah ini. 32

33 Gambar 4.20. Peta Klasifikasi Gabungan Satu Citra Kajian

3.3 Validasi Luas Sawah Validasi data dilakukan dengan cara membandingkan hasil klasifikasi sawah yang didapatkan dari metode OBIA dengan pengukuran di lapangan. Aspek yang dibandingkan adalah luas area sawah dari kedua metode tersebut. Dari seluruh area kajian diambil sampel area sawah yang mewakili untuk pengukuran luas. Diambil tiga sampel area yang memiliki bentukan area yang berbeda. Area pertama yaitu bidang-1 (Gambar 3.9) merupakan bidang gabungan beberapa petak sawah yang berbentuk persegi panjang. Area kedua yaitu bidang-2 (Gambar 3.11) yang merupakan gabungan 3 petak sawah sederhana sehingga berbentuk trapesium. Area ketiga yaitu bidang-3 (Gambar 3.13) merupakan bidang yang tidak memiliki bentuk yang beraturan. Pemilihan ketiga sampel ini, selain karena variasi bentuknya juga karena kemudahan akses menuju area sampel tersebut. Gambar 4.21. Posisi tiga bidang sampel pengukuran lapangan. Warna merah menunjukkan wilayah sawah. 34

Gambar 4.22. Bidang -1 Sawah Pengukuran Lapangan Gambar 4.23. Bidang -1 Sawah Metode OBIA Gambar 4.24. Bidang -2 Sawah Pengukuran Lapangan Gambar 4.25. Bidang -2 Sawah Metode OBIA 35

Gambar 4.26. Bidang -3 Sawah Pengukuran Lapangan Gambar 4.27. Bidang -3 Sawah Metode OBIA Setelah dilakukan pengukuran luas di lapangan menggunakan pemetaan situasi metode tachimetri selanjutnya dibandingkan dengan area yang didapatkan dari metode OBIA. Gambar 3.10, 3.12, 3.14 menunjukkan bidang-1, 2 dan 3 yang didapatkan dari metode OBIA. Kemudian dihitung luas semua bidang dari kedua metode. Luas yang didapatkan disajikan dalam tabel 3.2 berikut: Tabel 4.1. Perbandingan Luas Bidang Sampel yang Dihasilkan No Bidang Luas (m 2 ) Selisih (m 2 ) 1 Bidang-1 Lapangan 27069.3010 2 Bidang-1 OBIA 25544.5199 1524.7811 3 Bidang-2 Lapangan 4739.9600 4 Bidang-2 OBIA 4230.7200 509.2400 5 Bidang-3 Lapangan 38815.8980 6 Bidang-3 OBIA 40020.1202 1204.2222 Selisih luas yang didapatkan dirasa cukup besar namun apabila dilakukan kajian lebih dalam didapatkan nilai selisih yang cukup besar tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Bidang -1 yang memiliki selisih luas sebesar 1524.7811 m 2 disebabkan area yang dilakukan pengukuran di lapangan merupakan area tertutup (poligon) yang diukur secara gabungan dari petak-petak sawah sedangkan dalam metode OBIA, luasan 36

yang diukur merupakan gabungan dari area-area petak sawah. Gambar 3.15 menunjukkan adanya gap luasan yang tidak dihitung di metode OBIA. Gap luasan tersebut dideteksi oleh metode OBIA sebagai pematang sawah. Namun terdapat kekurangan dari metode OBIA, pematang yang dihasilkan memiliki lebar yang cukup besar yaitu 2-3 meter sedangkan pada kenyataannya lebar pematang sawah tidak lebih dari 1 meter. Oleh karena itu, luasan yang didapatkan dari pengukuran di lapangan lebih besar. Gambar 4.28. Gap Luasan Antar Pematang Sawah. Area Pengukuran Lapangan Area Klasifikasi OBIA Gambar 4.29. Bidang- 1 Sawah 37

Bidang-2 merupakan bidang sawah yang terdiri dari tiga petak sawah sederhana. Bidang ini berbentuk trapesium dan memiliki luasan petak yang tidak terlalu besar. Selisih yang didapatkan dari pengukuran di lapangan sebesar 509. 240 m 2. Hal ini disebabkan area yang terbentuk dalam metode OBIA tidak mencakupi area sawah sesungguhnya di lapangan. Terdapat beberapa area sawah yang tidak terdeteksi sebagai sawah oleh metode OBIA (Gambar 3.17). Oleh karena adanya area yang tidak terikutsertakan maka luasan menggunakan OBIA lebih kecil dibandingkan pengukuran di lapangan. Area Pengukuran Lapangan Area Klasifikasi OBIA Gambar 4.30. Bidang- 2 Sawah Bidang-3 tidak memiliki bentuk geometri yang tetap. Bidang ini merupakan gabungan dari beberapa petak sawah yang dikelilingi oleh bangunan dan jalan. Selisih yang didapatkan sebesar 1204.222 m 2 dimana luasan yang berasal dari metode OBIA lebih besar dari metode pengukuran lapangan. Hal ini disebabkan pada metode OBIA didapatkan area yang berlebihan seperti jalan batas sawah dan perumahan warga yang masih diidentifikasi sebagai sawah. Selain itu kenyataan di lapangan yaitu adanya 2 petak sawah yang sudah dijadikan bangunan namun pada citra 2008 masih teriidentifikasi sebagai sawah. Gambar 3.18 menunjukkan 38

perbandingan antara luas area menggunakan metode OBIA dan pengukuran langsung di lapangan. Area Pengukuran Lapangan Area Klasifikasi OBIA Gambar 4.31. Bidang- 3 Sawah Kesalahan-kesalahan yang didapatkan kemudian dihitung luasannya dan didapatkan hasil yang memang sesuai dengan besar selisih luasan pada tabel 3.2. Selain dilakukan validasi luas sawah dengan cara mengukur luas tiga bidang sampel, juga dilakukan validasi hasil klasifikasi. Validasi hasil klasifikasi dilakukan dengan survey ke lapangan untuk memastikan bahwa area klasifikasi yang dihasilkan oleh metode OBIA telah benar di keadaan sebenarnya. Survey dilakukan dengan mengambil 74 sampel titik dengan klasifikasi sawah, pepohonan, permukiman, sungai, dan jalan. Ke-74 titik sampel diambil secara acak dan merata di seluruh area kajian. 39

Setelah diambil sampel titik-titik tersebut kemudian dibandingkan dengan hasil klasifikasi pada OBIA, dan dituangkan dalam confusion matrix sebagai berikut: Tabel 4.2. Confusion Matrix Validasi Hasil Klasifikasi "#$%&'!(#%()!!!!! #678!968:'! (#88;! #6<8#! =%6:'6&";! #$>'!! 7:>;;6968'! 6&! ;>(8:::6(8! 6?>"8!>;!@! &*+!,-.//01023! 4052-/!!"#$% &''($)'*% #678!968:'! AB! C! B! A! B! AD! +,-./0% (#88;! B! ED! B! E! B! EF! 1,-,/0% #6<8#! B! B! G! B! B! G!.//0% =%6:'6&";! B! B! B! AE! B! AE!.//0% #$>'! B! A! B! B! A! G! 2/0% &*+!HI*JK3!LIJLM!4052-/! AB! AG! G! AG! A! DG!! 3$45('#$%&''($)'*%!!.//0%! +/-6/0%!.//0%! 6+-2/0%!.//0%!!!!! Dalam penelitian klasifikasi lazim digunakan producer accuracy dan user accuracy dalam melihat keakuratan hasil klasifikasi yang didapat. Producer accuracy memperlihatkan seberapa besar kemungkinan lahan di lapangan terklasifikasi secara tepat di dalam citra. Sedangkan user accuracy memperlihatkan seberapa besar kemungkinan klasifikasi dalam citra terklasifikasi secara tepat di lapangan. Producer dan user accuracy dapat memiliki nilai yang berbeda-beda di setiap kategori klasfikasinya. Sepertinya halnya sawah memiliki producer accuracy sebesar 100% dan memiliki user accuracy sebesar 74.10%, berbeda dengan pepohonan yang memiliki producer accuray sebesar 70.80% dan user accuracy sebesar 94.40%. Selain itu untuk melihat keakuratan klasifikasi secara umum digunakan overall accuracy. Untuk menghitung overall accuracy yaitu dengan menjumlahkan nilai diagonal confusion matrix dan membaginya dengan jumlah titik sampel yang diambil. Overall accuracy =!"!!"!!!!"!!!!!!!""!! = 86.5 %!" Didapatkan nilai overall accuracy yang cukup besar yaitu 86.5% dari penelitan klasifikasi yang didapatkan. Sehingga dapat diringkas beberapa poin hasil analisis di atas, diantaranya: Segmentasi harus dilakukan pada kombinasi yang berbeda (beberapa level data) untuk mendapatkan objek yang diinginkan. 40

Klasifikasi objek meggunakan parameter-parameter sifat bersifat general dan sangat ditentukan oleh hasil segmentasi sehingga terdapat objek yang bukan anggota klasifikasi ikut masuk ataupun objek yang sebenarnya merupakan anggota namun tidak masuk dalam klasifikasi. Pada saat klasifikasi didapatkan masih ada beberapa wilayah sawah yang tidak terklasifikasikan karena tidak memenuhi dengan semua kriteria yang ditentukan. Sulit untuk mencari parameter yang dapat melingkupi objek kajian dan bersifat generalisir. Masih diperlukan manual editing dalam penentuan klasifikasi wilayah yang tidak dapat digeneralisir. Manual editing juga diperlukan dalam penentuan patokan klasifikasi awal sebagai anti objek dari objek lainnya. Estimasi luas sawah dapat dilakukan dengan menghitung luas sawah yang sudah terklasifikasi. Luas yang didapat merupakan estimasi kasar dari luas sawah yang berfungsi untuk prediksi hitungan cepat. Agar didapatkan luas lahan sawah yang lebih presisi perlu dilakukan survei lapangan untuk validasi data. 41