BAB IV HASIL DAN ANALISIS Pada penelitian ini, citra kajian dibagi menjadi dua bagian membujur, bagian kiri (barat) dijadikan wilayah kajian dalam penentuan kombinasi segmentasi terbaik bagi setiap objek dan juga penentuan paramaeter klasifikasi bagi setiap objek. Setelah setiap objek dapat diidentifikasi dan diklasifikasikan dengan baik kemudian semua parameter yang terbentuk diuji coba ke bagian citra kanan (timur). Hipotesis hasil yang diharapkan adalah parameter yang telah terbentuk di citra kiri akan memberikan hasil yang baik pada bagian kanan citra sehingga teridentifikasi objek sejelas pada citra kiri. 4.1 Segmentasi Terbaik Setelah dilakukan eksperimen segmentasi didapatkan segmentasi terbaik untuk setiap objek. Segmentasi level 50b merupakan segmentasi terbaik bagi lahan sawah dan sungai (Gambar 4.1), level 40b digunakan untuk pepohonan dan klasifikasi fase padi (Gambar 4.2), dan level 10b merupakan segmentasi terbaik untuk identifikasi pematang sawah (Gambar 4.3). Gambar 4.1. Level Data 50b. Poligon yang terbentuk memiliki ukuran yang besar dengan keseragaman warna yang jarang. 25
Gambar 4.2. Level Data 40b. Poligon yang terbentuk lebih kecil dengan keseragaman warna menengah. Gambar 4.3. Level Data 10b. Poligon yang tebentuk sangat kecil dengan keseragaman yang lebih beragam. Segmentasi lebih detil. 26
4.2 Klasifikasi Terbaik Penentuan parameter klasifikasi didasari pada sifat fisis objek yang akan diklasifikasikan. Berdasarkan hal tersebut didapatkan parameter-parameter yang menjadi representasi terbaik sifat masing-masing objek, yaitu: a. Parameter Pohon length/width < 2.5 mean green < 333 mean green > 286 shape index >= 1.6 distance to pohon <15 b. Parameter Sungai area < 1900 brightness <241 existance of sungai [1] = 1 length/width >= 2.8 main direction >=60 shape index >1.5 width > 8.2 not pohon c. Parameter Sawah area >=250 distance to sawah <3 number of sawah [1] >= 0 shape index <= 2.1 d. Parameter Pematang area < 60 border to jalan <=2 length/width >= 2.6 number of jalan [1] <=2 not pohon not sungai e. Parameter fase air brightness < 232 brightness > 209 f. Parameter fase vegetatif area > 700 brightness <= 250 brightness > 232 distance to fase vegetasi [1] <= 35 existance of fase vegetasi [1] = 1 mean red <= 185 not fase air g. Parameter fase bera brightness <= 309 brightness > 244 existance of fase bera [1] =1 length/ width <= 3 not area < 300 not fase air Di bawah ini merupakan citra hasil klasifikasi setiap objeknya. Gambar 4.4 menunjukkan hasil klasifikasi pohon menggunakan parameter a. Gambar 4.5 merupakan hasil klasifikasi sungai menggunakan parameter b. Gambar 4.6 merupakan hasil klasifikasi lahan sawah menggunakan paramater c. Gambar 4.7 merupakan hasil klasifikasi pematang menggunakan parameter d. 27
Gambar 4.8 merupakan hasil klasifikasi sawah fase air menggunakan parameter e. Gambar 4.9 merupakan hasil klasifikasi sawah fase vegetatif menggunakan parameter f. Gambar 4.10 merupakan hasil klasifikasi sawah fase bera menggunakan parameter g. Gambar 4.4. Hasil Klasifikasi Pohon. Warna hijau merupakan pohon Gambar 4.5. Hasil Klasifikasi Sungai. Warna kuning merupakan sungai Gambar 4.6. Hasil Klasifikasi Sawah. Warna merah merupakan sawah Gambar 4.7. Hasil Klasifikasi Pematang. Garis berwarna putih merupakan pematang 28
Gambar 4.8. Warna Biru Merupakan Hasil Klasifikasi Sawah Fase Air. Gambar 4.9. Warna Hijau Merupakan Hasil Klasifikasi Sawah Fase Vegetatif Gambar 4.10. Warna Merah Merupakan Hasil Klasifikasi Sawah Gambar 4.11. Hasil Klasifikasi Gabungan Citra Bagian Kiri (Barat). Sawah Fase Air (biru), Fase Vegetatif (hijau), Fase Bera (merah), Sungai (kuning), Pohon (hijau tua). 29
4.3 Hasil Akhir Sesuai dengan metedologi di awal yaitu pada penerapan segmentasi dan klasifikasi citra dibagi menjadi dua bagian, bagian kiri citra menjadi bagian uji coba dari segmentasi dan parameter klasifikasi yang telah ditentukan. Berikut hasil identifikasi citra tersebut: Gambar 4.12. Warna Hijau Merupakan Hasil Klasifikasi Pohon Gambar 4.13 Warna Kuning Merupakan Hasil Klasifikasi Sungai Gambar 4.14. Warna Merah Merupakan Hasil Klasifikasi Sawah 30 Gambar 4.15. Garis Putih Merupakan Hasil Klasifikasi Pematang
Gambar 4.16. Warna Biru Merupakan Hasil Klasifikasi Sawah Fase Air Gambar 4.17. Warna Hijau Merupakan Hasil Klasifikasi Sawah Fase Vegetatif Gambar 4.18. Warna Merah Merupakan Hasil Klasifikasi Sawah Fase Bera 31
Gambar 4.19. Hasil Klasifikasi Gabungan Citra Bagian Kanan (Timur). Sawah Fase Air (biru), Fase Vegetatif (hijau), Fase Bera (merah), Sungai (kuning), Pohon (hijau tua). 4.4 Penggabungan Citra Kajian Apabila dilakukan klasfikasi secara sekaligus pada satu kesatuann citra kajian, maka didapatkan hasil identifikasi objek yang divisualisasikan pada Gambar 4.20 di bawah ini. 32
33 Gambar 4.20. Peta Klasifikasi Gabungan Satu Citra Kajian
3.3 Validasi Luas Sawah Validasi data dilakukan dengan cara membandingkan hasil klasifikasi sawah yang didapatkan dari metode OBIA dengan pengukuran di lapangan. Aspek yang dibandingkan adalah luas area sawah dari kedua metode tersebut. Dari seluruh area kajian diambil sampel area sawah yang mewakili untuk pengukuran luas. Diambil tiga sampel area yang memiliki bentukan area yang berbeda. Area pertama yaitu bidang-1 (Gambar 3.9) merupakan bidang gabungan beberapa petak sawah yang berbentuk persegi panjang. Area kedua yaitu bidang-2 (Gambar 3.11) yang merupakan gabungan 3 petak sawah sederhana sehingga berbentuk trapesium. Area ketiga yaitu bidang-3 (Gambar 3.13) merupakan bidang yang tidak memiliki bentuk yang beraturan. Pemilihan ketiga sampel ini, selain karena variasi bentuknya juga karena kemudahan akses menuju area sampel tersebut. Gambar 4.21. Posisi tiga bidang sampel pengukuran lapangan. Warna merah menunjukkan wilayah sawah. 34
Gambar 4.22. Bidang -1 Sawah Pengukuran Lapangan Gambar 4.23. Bidang -1 Sawah Metode OBIA Gambar 4.24. Bidang -2 Sawah Pengukuran Lapangan Gambar 4.25. Bidang -2 Sawah Metode OBIA 35
Gambar 4.26. Bidang -3 Sawah Pengukuran Lapangan Gambar 4.27. Bidang -3 Sawah Metode OBIA Setelah dilakukan pengukuran luas di lapangan menggunakan pemetaan situasi metode tachimetri selanjutnya dibandingkan dengan area yang didapatkan dari metode OBIA. Gambar 3.10, 3.12, 3.14 menunjukkan bidang-1, 2 dan 3 yang didapatkan dari metode OBIA. Kemudian dihitung luas semua bidang dari kedua metode. Luas yang didapatkan disajikan dalam tabel 3.2 berikut: Tabel 4.1. Perbandingan Luas Bidang Sampel yang Dihasilkan No Bidang Luas (m 2 ) Selisih (m 2 ) 1 Bidang-1 Lapangan 27069.3010 2 Bidang-1 OBIA 25544.5199 1524.7811 3 Bidang-2 Lapangan 4739.9600 4 Bidang-2 OBIA 4230.7200 509.2400 5 Bidang-3 Lapangan 38815.8980 6 Bidang-3 OBIA 40020.1202 1204.2222 Selisih luas yang didapatkan dirasa cukup besar namun apabila dilakukan kajian lebih dalam didapatkan nilai selisih yang cukup besar tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Bidang -1 yang memiliki selisih luas sebesar 1524.7811 m 2 disebabkan area yang dilakukan pengukuran di lapangan merupakan area tertutup (poligon) yang diukur secara gabungan dari petak-petak sawah sedangkan dalam metode OBIA, luasan 36
yang diukur merupakan gabungan dari area-area petak sawah. Gambar 3.15 menunjukkan adanya gap luasan yang tidak dihitung di metode OBIA. Gap luasan tersebut dideteksi oleh metode OBIA sebagai pematang sawah. Namun terdapat kekurangan dari metode OBIA, pematang yang dihasilkan memiliki lebar yang cukup besar yaitu 2-3 meter sedangkan pada kenyataannya lebar pematang sawah tidak lebih dari 1 meter. Oleh karena itu, luasan yang didapatkan dari pengukuran di lapangan lebih besar. Gambar 4.28. Gap Luasan Antar Pematang Sawah. Area Pengukuran Lapangan Area Klasifikasi OBIA Gambar 4.29. Bidang- 1 Sawah 37
Bidang-2 merupakan bidang sawah yang terdiri dari tiga petak sawah sederhana. Bidang ini berbentuk trapesium dan memiliki luasan petak yang tidak terlalu besar. Selisih yang didapatkan dari pengukuran di lapangan sebesar 509. 240 m 2. Hal ini disebabkan area yang terbentuk dalam metode OBIA tidak mencakupi area sawah sesungguhnya di lapangan. Terdapat beberapa area sawah yang tidak terdeteksi sebagai sawah oleh metode OBIA (Gambar 3.17). Oleh karena adanya area yang tidak terikutsertakan maka luasan menggunakan OBIA lebih kecil dibandingkan pengukuran di lapangan. Area Pengukuran Lapangan Area Klasifikasi OBIA Gambar 4.30. Bidang- 2 Sawah Bidang-3 tidak memiliki bentuk geometri yang tetap. Bidang ini merupakan gabungan dari beberapa petak sawah yang dikelilingi oleh bangunan dan jalan. Selisih yang didapatkan sebesar 1204.222 m 2 dimana luasan yang berasal dari metode OBIA lebih besar dari metode pengukuran lapangan. Hal ini disebabkan pada metode OBIA didapatkan area yang berlebihan seperti jalan batas sawah dan perumahan warga yang masih diidentifikasi sebagai sawah. Selain itu kenyataan di lapangan yaitu adanya 2 petak sawah yang sudah dijadikan bangunan namun pada citra 2008 masih teriidentifikasi sebagai sawah. Gambar 3.18 menunjukkan 38
perbandingan antara luas area menggunakan metode OBIA dan pengukuran langsung di lapangan. Area Pengukuran Lapangan Area Klasifikasi OBIA Gambar 4.31. Bidang- 3 Sawah Kesalahan-kesalahan yang didapatkan kemudian dihitung luasannya dan didapatkan hasil yang memang sesuai dengan besar selisih luasan pada tabel 3.2. Selain dilakukan validasi luas sawah dengan cara mengukur luas tiga bidang sampel, juga dilakukan validasi hasil klasifikasi. Validasi hasil klasifikasi dilakukan dengan survey ke lapangan untuk memastikan bahwa area klasifikasi yang dihasilkan oleh metode OBIA telah benar di keadaan sebenarnya. Survey dilakukan dengan mengambil 74 sampel titik dengan klasifikasi sawah, pepohonan, permukiman, sungai, dan jalan. Ke-74 titik sampel diambil secara acak dan merata di seluruh area kajian. 39
Setelah diambil sampel titik-titik tersebut kemudian dibandingkan dengan hasil klasifikasi pada OBIA, dan dituangkan dalam confusion matrix sebagai berikut: Tabel 4.2. Confusion Matrix Validasi Hasil Klasifikasi "#$%&'!(#%()!!!!! #678!968:'! (#88;! #6<8#! =%6:'6&";! #$>'!! 7:>;;6968'! 6&! ;>(8:::6(8! 6?>"8!>;!@! &*+!,-.//01023! 4052-/!!"#$% &''($)'*% #678!968:'! AB! C! B! A! B! AD! +,-./0% (#88;! B! ED! B! E! B! EF! 1,-,/0% #6<8#! B! B! G! B! B! G!.//0% =%6:'6&";! B! B! B! AE! B! AE!.//0% #$>'! B! A! B! B! A! G! 2/0% &*+!HI*JK3!LIJLM!4052-/! AB! AG! G! AG! A! DG!! 3$45('#$%&''($)'*%!!.//0%! +/-6/0%!.//0%! 6+-2/0%!.//0%!!!!! Dalam penelitian klasifikasi lazim digunakan producer accuracy dan user accuracy dalam melihat keakuratan hasil klasifikasi yang didapat. Producer accuracy memperlihatkan seberapa besar kemungkinan lahan di lapangan terklasifikasi secara tepat di dalam citra. Sedangkan user accuracy memperlihatkan seberapa besar kemungkinan klasifikasi dalam citra terklasifikasi secara tepat di lapangan. Producer dan user accuracy dapat memiliki nilai yang berbeda-beda di setiap kategori klasfikasinya. Sepertinya halnya sawah memiliki producer accuracy sebesar 100% dan memiliki user accuracy sebesar 74.10%, berbeda dengan pepohonan yang memiliki producer accuray sebesar 70.80% dan user accuracy sebesar 94.40%. Selain itu untuk melihat keakuratan klasifikasi secara umum digunakan overall accuracy. Untuk menghitung overall accuracy yaitu dengan menjumlahkan nilai diagonal confusion matrix dan membaginya dengan jumlah titik sampel yang diambil. Overall accuracy =!"!!"!!!!"!!!!!!!""!! = 86.5 %!" Didapatkan nilai overall accuracy yang cukup besar yaitu 86.5% dari penelitan klasifikasi yang didapatkan. Sehingga dapat diringkas beberapa poin hasil analisis di atas, diantaranya: Segmentasi harus dilakukan pada kombinasi yang berbeda (beberapa level data) untuk mendapatkan objek yang diinginkan. 40
Klasifikasi objek meggunakan parameter-parameter sifat bersifat general dan sangat ditentukan oleh hasil segmentasi sehingga terdapat objek yang bukan anggota klasifikasi ikut masuk ataupun objek yang sebenarnya merupakan anggota namun tidak masuk dalam klasifikasi. Pada saat klasifikasi didapatkan masih ada beberapa wilayah sawah yang tidak terklasifikasikan karena tidak memenuhi dengan semua kriteria yang ditentukan. Sulit untuk mencari parameter yang dapat melingkupi objek kajian dan bersifat generalisir. Masih diperlukan manual editing dalam penentuan klasifikasi wilayah yang tidak dapat digeneralisir. Manual editing juga diperlukan dalam penentuan patokan klasifikasi awal sebagai anti objek dari objek lainnya. Estimasi luas sawah dapat dilakukan dengan menghitung luas sawah yang sudah terklasifikasi. Luas yang didapat merupakan estimasi kasar dari luas sawah yang berfungsi untuk prediksi hitungan cepat. Agar didapatkan luas lahan sawah yang lebih presisi perlu dilakukan survei lapangan untuk validasi data. 41