HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Respon Polarimetri pada Tanaman Padi Varietas Ciherang Analisis Data Eksploratif Hasil penerapan teori dekomposisi Cloude Pottier pada penelitian ini terwakili oleh Entropi dan Sudut Alfa. Gambar 8, 9, 10, dan 11 menunjukkan pola penyebaran nilai Entropi dan Sudut Alfa terhadap umur tanaman padi varietas Ciherang. Nilai dari masing-masing peubah yang disajikan dalam gambar tersebut merupakan nilai tengah (median) dan rataan (mean) dari seluruh data training (masing-masing 75 piksel), dengan pengelompokan umur padi dalam rentang 5 hari. Pengelompokan umur tanaman padi ini bertujuan untuk memperjelas pola penyebaran masing-masing parameter, sehingga interpretasi data jauh lebih mudah. 0,8 0,7 0,6 Entropi 0,5 0,4 0,3 0,2 0, Outliers Extremes 2009 Outliers Extremes Gambar 8. Boxplot nilai Entropi (median) terhadap umur tanaman padi varietas Ciherang

2 25 0,8 0,7 0,6 Entropi 0,5 0,4 0,3 0,2 0, Outliers Extremes 2009 Outliers Extremes Gambar 9. Boxplot nilai Entropi (mean) terhadap umur tanaman padi varietas Ciherang Pada citra PALSAR 2007, peningkatan umur tanaman terlihat sejalan dengan peningkatan nilai Entropinya. Tanaman Padi dengan umur hari setelah tanam (HST) memiliki nilai Entropi terendah, yaitu sekitar 0,4 hingga 0,5. Pada umur ini, tanaman padi masih berada pada fase vegetatif (mendekati masa generatif) dengan kondisi relatif seragam (homogen). Fase ini dicirikan oleh dominansi bagian tubuh tanaman vegetatif (batang dan daun). Hal ini menyebabkan proses hamburan tunggal mendominasi pada kisaran umur tersebut. Ketika pertumbuhan tanaman memasuki fase generatif, kondisi tanaman cenderung tidak seragam (heterogen) karena mulai terdapat malai, bulir-bulir padi serta ditandai oleh daun-daun yang telah mengering dan cenderung merunduk. Pada kondisi ini, tanaman padi memiliki nilai Entropi lebih tinggi yang mengidentifikasikan adanya dominasi proses hamburan balik yang acak. Dengan demikian, obyek (scatterer) yang dominan dalam proses hamburan balik dalam cakupan piksel hanya ditemukan dalam jumlah kecil (minor). Pada citra PALSAR 2009, nilai Entropi yang ditemukan lebih rendah dibandingkan pada citra PALSAR Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya deviasi pada citra PALSAR 2009 yang disebabkan oleh tidak

3 26 terkuantifikasikannya rotasi Faraday. Ketika terjadi interaksi ionosfer dengan gelombang elektromagnetik, rotasi Faraday menyebabkan distorsi dalam data PALSAR. Menurut Meyer and Nicoll (2007), dalam SAR L-band, pengaruh ionosfer pada kualitas gambar radiometrik, geometrik dan polarimetrik menjadi perhatian utama. Efek ionosfer pada L-band jauh melampai efek ionosfer pada C- band, sehingga pengaruhnya lebih signifikan dalam gambar PALSAR. Oleh karena itu, estimasi dan koreksi efek Faraday diperlukan untuk menjamin kualitas dan konsistensi data yang tinggi. Potensi penyebab lainnya adalah serangan hama. Pada umur sekitar 90 hari, pertumbuhan tanaman padi mulai memasuki fase generatif. Ketika tanaman memasuki fase generatif, penggenangan sawah mulai dikurangi sehingga kondisi lahan pesawahan sedikit kering. Survei lapangan menunjukkan bahwa hal ini menyebabkan terjadinya serangan tikus yang meluas dan seragam, sehingga menyebabkan kenampakan yang relatif seragam. Kenampakan ini dapat menyebabkan nilai Entropi cenderung rendah. Wilayah yang terkena dampak umumnya langsung disulam oleh petani/penggarap sehingga pada keragaman kembali meningkat dengan waktu. Kondisi ini terefleksikan oleh peningkatan kembali nilai Entropi. Serupa dengan yang ditemukan pada parameter Entropi, pola penyebaran nilai Sudut Alfa baik pada data median maupun mean terlihat relatif sama (Gambar 10 dan 11). Terdapat kesesuaian antara pola penyebaran nilai Sudut Alfa dengan pola penyebaran nilai Entropi, yaitu menginjak umur hari, terjadi perubahan nilai Sudut Alfa.

4 Sudut Alfa Outliers Extremes 2009 Outliers Extremes Gambar 10. Boxplot nilai Sudut Alfa (median) terhadap umur tanaman padi varietas Ciherang Sudut Alfa Outliers Extremes 2009 Outliers Extremes Gambar 11. Boxplot nilai Sudut Alfa (mean) terhadap umur tanaman padi varietas Ciherang Pada citra PALSAR 2007, peningkatan umur tanaman padi (mulai kelompok umur HST) berbanding terbalik dengan nilai Sudut Alfa. Dengan umur padi yang bertambah, nilai Sudut Alfa cenderung semakin menurun.

5 28 Tanaman dengan umur HST memiliki nilai Sudut Alfa sekitar 50, atau masih berada dalam kisaran jenis hamburan Volume Scattering (45 ). Hal ini dapat dipahami mengingat penanaman padi pada seluruh blok memiliki jarak tanam yang relatif dekat sehingga rumpun padi pada akhir fase vegetatif akan memiliki densitas yang tinggi. Dengan densitas padi yang tinggi tersebut, dapat terindikasikan bahwa sinyal L-band tidak mampu menembus hingga permukaan tanah. Penurunan nilai Sudut Alfa erat kaitannya dengan kondisi tanaman padi. Padi yang telah menua (memasuki fase generatif) akan memiliki bagian non vegetatif (malai, bulir-bulir padi dan lain-lain) sehingga menyebabkan rumpun padi semakin rapat dengan komposisi yang beragam (Gambar 12). Hal ini mengakibatkan hamburan balik cenderung memiliki pola mendekati Odd Bounce atau spekular walaupun masih tetap berada pada lingkup Volume Scattering. Sebaliknya, jika densitas tanaman padi rendah, maka hamburan balik akan cenderung ke pola hamburan balik Even Bounce. (a) (b) Gambar 12. Sketsa tanaman padi pada fase vegetatif akhir (a) dan generatif (b) Fenomena ini cukup jelas terlihat pada citra PALSAR tahun Ketika tanaman mengalami serangan hama (terutama tikus seperti terindikasi di lapangan), kondisi rumpun tanaman menjadi jarang (densitas rendah) sehingga nilai Sudut Alfa cenderung meningkat mendekati Even Bounce dengan batang sebagai unsur penghambur utama. Data yang tidak simetris (median tidak berada di tengah box dan salah satu whisker lebih panjang dari yang lain) dan adanya outliers (pencilan) pada beberapa data dapat disebabkan adanya perbedaan kondisi tanaman yang sangat menyolok pada blok penanaman padi sebagai akibat dari penyulaman tanaman. Walaupun dalam satu blok pengamatan memiliki umur

6 29 tanaman yang sama, di lapangan banyak ditemukan perbedaan kondisi tanaman padi dalam satu blok. Gambar 13. Kondisi tanaman padi varietas Ciherang yang terserang tikus (diambil tahun 2009) Panjang box (kotak) bersesuaian dengan IQR (jangkauan antar kuartil dalam) yang merupakan selisih antara kuartil ketiga (Q3) dengan kuartil pertama (Q1). IQR menggambarkan ukuran penyebaran atau keragaman data. Semakin panjang bidang IQR atau box, menunjukkan bahwa data semakin menyebar. Dalam hal ini, box yang panjang menunjukkan bahwa nilai Entropi atau Sudut Alfa pada citra memiliki variasi yang besar dibandingkan dengan box yang pendek. Berdasarkan hasil penelitian ini, citra PALSAR 2009 memiliki nilai Entropi dan Sudut Alfa yang lebih beragam dibandingkan citra PALSAR Salah satunya dapat dilihat pada kelompok umur HST pada citra PALSAR 2009, dimana bentuk boxplot hanya berupa nilai median. Hal ini mengindikasikan bahwa pada kelompok umur tersebut nilai Entropi atau Sudut Alfa relatif seragam akibat kondisi tanaman yang homogen. Sedangkan letak nilai median dan panjang whisker (garis perpanjangan dari box) menggambarkan tingkat kesimetrisan data. Banyak data yang tidak simetris (median tidak berada di tengah box dan salah satu whisker lebih panjang dari yang lain) baik nilai Entropi maupun nilai Sudut Alfa. Selain itu, terlihat adanya outliers (pencilan) pada beberapa data dapat disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi tanaman yang sangat menyolok pada blok penanaman padi sebagai akibat dari penyulaman tanaman.

7 30 Meskipun Sudut Alfa ditemukan berguna untuk menjelaskan jenis hamburan, parameter ini tampaknya kurang memberikan kontribusi yang signifikan terhadap interpretasi data. Gambar 14 menunjukkan persebaran nilai Entropi-Sudut Alfa pada diagram pencar Cloude-Pottier. Pada citra PALSAR 2009, hamburan balik lebih menyebar jika dibandingkan pada citra PALSAR 2007 yaitu berada pada zona 4, 5, 7, dan 8. Walaupun nilai Entropi terus meningkat seiring peningkatan umur tanaman padi, nilai Sudut Alfa cenderung mengelompok di zona 7, yang merupakan zona low entropy multiple scattering, yaitu zona yang mencirikan cukup besarnya pengaruh hamburan balik double bounce. Selain itu, hamburan balik lainnya berada di zona 4 dan 8, yaitu zona medium entropy multiple scattering dan zona low dipole scattering (mengindikasikan wilayah dengan vegetasi rendah atau tidak berkayu). Hal ini menunjukkan bahwa tanaman padi tidak tumbuh dengan baik. Sedangkan zona 9 merupakan zona low entropy surface scattering (mengindikasikan wilayah yang cenderung terbuka). Walaupun memiliki pola penyebaran yang berbeda, pola penyebaran citra PALSAR 2007 dan citra PALSAR 2009 masih berada dalam kisaran jenis hamburan Volume Scattering (45 ). Wilayah ini mengindikasikan hamburan dipole yang umumnya didominasi oleh vegetasi (umumnya adalah vegetasi berkayu). (a) (b) Gambar 14. Diagram Pencar Cloude-Pottier citra PALSAR 2009 (a) dan 2007 (b) Pada citra 2007, peningkatan umur tanaman padi, cenderung disertai dengan peningkatan nilai Entropinya. Pada umur HST, nilai Entropi yang dimiliki sebesar 0,4925. Kemudian terus meningkat hingga umur HST, yaitu sebesar 0,6536. Hal ini menunjukkan bahwa pada umur lebih muda atau

8 31 tanaman padi masih berada pada fase vegetatif memiliki kondisi relatif homogen sehingga nilai Entropi akan cenderung kecil atau lebih rendah. Sedangkan pada umur yang lebih tua (memasuki fase generatif), kondisi tanaman cenderung heterogen karena mulai terdapat malai, bulir-bulir padi serta ditandai oleh daundaun yang telah mengering dan cenderung merunduk sehingga tanaman padi memiliki nilai Entropi lebih tinggi yang mengidentifikasikan adanya dominasi proses hamburan balik yang acak. Sedangkan pada citra PALSAR 2009, pertambahan umur tidak selalu diikuti oleh peningkatan nilai Entropinya. Serangan tikus yang meluas menyebabkan kondisi tanaman menjadi relatif seragam sehingga nilai Entropi cenderung menurun (hamburan tunggal). Walaupun sumbangannya kurang signifikan, Sudut Alfa masih dapat dimanfaatkan untuk membedakan tanaman padi sawah yang sehat dan rusak. Tanaman padi yang tumbuh dengan baik akan berada pada zona medium entropy vegetation scattering, yaitu zona 5 dan 6. Sedangkan nilai Sudut Alfa yang berada pada zona 4 menunjukkan tanaman padi sawah yang mengalami gangguan hama atau penyakit. Kondisi densitas yang tinggi pada padi yang telah menua (fase generatif) akan memiliki hamburan balik yang cenderung mendekati Odd Bounce. Sebaliknya, hamburan balik akan cenderung ke pola Even Bounce jika tanaman padi memiliki densitas yang lebih rendah Keterkaitan Tanaman dengan Entropi dan Sudut Alfa Untuk mengestimasi pola keterkaitan antara umur tanaman padi (Ciherang) terhadap entropi dan sudut alfa, dilakukan permodelan dengan persamaan Linier, Kuadratik dan Jenuh. Masing-masing komponen diwakili oleh nilai rataan (mean) dan nilai tengah (median). Pengujian beberapa permodelan ini bertujuan untuk mengetahui jenis permodelan yang memiliki pola terbaik sehingga dapat dimanfaatkan untuk melakukan prediksi. Tabel 2 dan 3 menyajikan hasil permodelan yang dilakukan pada citra PALSAR 2009 dan 2007 dalam bentuk persamaan kurva Y yang dilengkapi dengan nilai R 2 dan Standard Error. Berdasarkan hasil permodelan, persamaan Kuadratik pada peubah Entropi dan Sudut Alfa menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan permodelan dengan persamaan Linier dan Jenuh. Analisis pada

9 32 citra tahun 2009 dan 2007, baik dengan menggunakan rataan maupun nilai tengah, menunjukkan nilai R 2 yang tinggi dengan nilai Standard Error yang rendah. Tabel 2. Permodelan pada parameter Entropi Model Persamaan R 2 S Linier Mean 2009 Y= -0, ,00583x 0,8693 0, Y= 0, ,0033x 0,9103 0,0623 Median 2009 Y= -0, ,00634x 0,8802 0, Y= 0, ,00316x 0,9116 0,0593 Kuadratik Mean 2009 Y= 2, ,03807x + 0,00022x 2 0,9480 0, Y= -0, ,015397x + -0,00005x 2 0,9328 0,0543 Median 2009 Y= 1, ,03355x + 0,0002x 2 0,9366 0, Y= -0, ,01444x + -0,00005x 2 0,9329 0,0519 Jenuh Mean 2009 Y= 8,11503exp(-4, ,01420x)/(1+exp(-4, ,01420x)) 0,8933 0, Y= 0,6667exp(-3, ,04923x)/(1+exp(-3, ,04923x)) 0,9351 0,0534 Median 2009 Y= 8,32150exp(-4, ,01501x)/(1+exp(-4, ,01501x)) 0,9011 0, Y= 0,66569exp(-3, ,04911x)/(1+exp(-3, ,04911x)) 0,9358 0,0508 Tabel 3. Permodelan pada parameter Sudut Alfa Model Persamaan R 2 S Linier Mean 2009 Y= 39, ,11332x 0, , Y= 68, ,21984x 0,7842 7,2179 Median 2009 Y= 38, ,12754x 0, , Y= 67, ,19915x 0,7026 8,3696 Kuadratik Mean 2009 Y= -208, ,264x + -0,026x 2 0,9004 5, Y= 126, ,2655x + 0,0047x 2 0,8166 6,7142 Median 2009 Y= -213, ,351x + -0,027x , Y= 122, ,2191x + 0,0046x 2 0,7362 7,9607 Jenuh Mean 2009 Y= 52,4703exp(-12, ,1743x)/(1+exp(-12, ,1743x)) 0, , Y= 361,7357exp(-1, ,0057x)/(1+exp(-1, ,0057x)) 0,7905 7,1249 Median 2009 Y= 52,7101exp(-12, ,1732x)/(1+exp(-12, ,1732x)) 0,7042 9, Y= 351,1551exp(-1, ,0052x)/(1+exp(-1, ,0052x)) 0,7081 8,3058 Walaupun nilai R 2 dan Standard Error pada masing-masing citra berbeda antara nilai tengah dan rataan, perbedaan nilai tersebut sangat kecil. Hal ini terlihat pada kurva persamaan Y (Gambar 15) yang terbentuk dari permodelan

10 33 Kuadratik dimana hasilnya relatif sama antara nilai tengah dan rataan baik pada citra PALSAR 2009 maupun citra PALSAR ,70 Mean 0,70 Mean 0,65 0,65 0,60 0,60 0,55 0,55 Entropi 0,50 0,45 Entropi 0,50 0,45 0,40 0,40 0,35 0,35 0, y=(2,00292)+(-0,03808)*x+(0,224e-3)*x^2 R 2 =0,948 (a) 0, y=(-0,44352)+(0,015397)*x+(-0,54e-4)*x^2 R 2 =0,932 (b) 0,70 Median 0,70 Median 0,65 0,65 0,60 0,60 0,55 0,55 Entropi 0,50 0,45 Entropi 0,50 0,45 0,40 0,40 0,35 0,35 0, y=(1,76908)+(-0,03355)*x+(0,204e-3)*x^2 R 2 =0,936 0, y=(-0,38087)+(0,014443)*x+(-0,51e-4)*x^2 R 2 =0,932 (c) (d) Gambar 15. Permodelan kuadratik nilai Entropi terhadap umur tanaman padi varietas Ciherang pada Citra PALSAR 2009 (a dan c) dan 2007 (b dan d) Pada citra 2009, permodelan Kuadratik pada Entropi menunjukkan kurva Y mengalami penurunan hingga titik terendahnya pada umur 85 hingga 90 hari setelah tanam (HST) dan kemudian meningkat kembali seiring bertambahnya umur tanaman padi. Perbedaan cembung-cekungnya model pada penelitian ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang belum dapat diketahui pasti dari penelitian ini, diantaranya adalah ketiadaan contoh pada umur yang lebih muda pada tahun Pada citra 2007, kurva hasil permodelan cenderung langsung mengalami peningkatan seiring bertambahnya umur tanaman padi. Menjelang panen, gradien peningkatan nilai entropi semakin lama semakin mengecil. Pada gambar tersebut juga terdapat indikasi bahwa Entropi cenderung jenuh (saturated) pada umur lebih

11 34 dari 110. Kecenderungan ini disebabkan oleh kondisi rumpun tanaman padi yang relatif tidak berubah karena telah memasuki fase pematangan atau menjelang panen. Tidak ada penambahan jumlah bulir padi dan densitas tanaman tidak berubah secara signifikan. Hal ini patut menjadi perhatian bagi upaya telaah yang terkait dengan fase pertumbuhan seperti estimasi biomasa tanaman. Nilai Entropi cenderung jenuh menunjukkan kondisi rumpun tanaman padi yang relatif tidak berubah memiliki korelasi dengan biomasa tanaman. 60 Mean 60 Mean Sudut Alfa Sudut Alfa y=(-208,63)+(5,26379)*x+(-0,02628)*x^2 R 2 =0,9 y=(126,111)+(-1,2655)*x+(0,004707)*x^2 R 2 =0,816 (a) (b) 60 Median 60 Median Sudut Alfa Sudut Alfa y=(-213,41)+(5,35063)*x+(-0,02665)*x^2 R 2 =0,911 y=(122,817)+(-1,2191)*x+(0,004592)*x^2 R 2 =0,736 (c) (d) Gambar 16. Hasil permodelan Kuadratik nilai Sudut Alfa terhadap tanaman padi varietas Ciherang pada Citra PALSAR 2009 (a dan c) serta 2007 (b dan d) Hasil permodelan pada kedua citra ini dapat menjadi salah satu indikator untuk mengindikasikan pertumbuhan tanaman padi varietas Ciherang yang telah dewasa. Persamaan kurva Y mampu memberikan informasi mengenai umur tanaman padi yang mengindikasikan fase pertumbuhan dan kondisinya.

12 Klasifikasi Fase Tumbuh Tanaman Proses Klasifikasi Pada penelitian ini, analisis keterpisahan kelas umur tanaman padi varietas Ciherang dilakukan dengan menggunakan metode Transformed Divergence (D Urso and Menenti, 1996). Nilai Transformed Divergence (TD) berkisar antara 0 sampai dengan 2 yang menunjukkan keterpisahan data. Tabel 4 dan 5 menyajikan analisis TD pada dua citra yang digunakan. Tabel 4. Nilai Transformed Divergence (TD) menggunakan data training pada citra PALSAR 2009 Kelas ,743 1,566 1,993 1,903 1,998 1,998 1,999 1, ,743-0,778 1,875 1,528 1,993 1,957 1,988 1, ,566 0,778-1,977 1,854 1,998 1,983 1,982 1, ,993 1,875 1,977-1,444 1,673 1,634 2,000 2, ,903 1,528 1,854 1,444-1,876 1,033 1,993 1, ,998 1,993 1,998 1,673 1,876-1,957 2,000 1, ,998 1,957 1,983 1,634 1,033 1,957-1,836 1, ,999 1,988 1,982 2,000 1,993 2,000 1,836-1, ,951 1,906 1,910 2,000 1,994 1,999 1,988 1,295 - Tabel 5. Nilai Transformed Divergence (TD) menggunakan data training pada citra PALSAR 2007 Kelas ,685 1,699 2,000 1,491 1,741 1,772 2,000 1, ,685-1,312 1,992 1,296 1,715 1,467 1,995 1, ,699 1,312-1,778 0,447 0,874 0,299 1,834 1, ,000 1,992 1,778-1,560 1,866 1,684 1,587 1, ,491 1,296 0,447 1,560-0,549 0,500 1,734 1, ,741 1,715 0,874 1,866 1,549-1,341 1,945 1, ,772 1,467 0,299 1,684 0,500 1,341-1,764 1, ,000 1,995 1,834 1,587 1,734 1,945 1,764-0, ,991 1,939 1,293 1,336 1,239 1,766 1,027 0,716 - Dari hasil analisis TD pada kedua citra, kelas umur tanaman padi pada citra PALSAR 2009 (Tabel 4) yang mendekati nilai 2 relatif lebih banyak jika dibandingkan dengan nilai TD pada citra PALSAR 2007 (Tabel 5). Hal ini

13 36 menunjukkan bahwa keterpisahan data kelas umur tanaman padi pada blok pengamatan pada citra PALSAR 2009 lebih baik dibandingkan dengan citra PALSAR Untuk memperoleh peta tematik umur padi, perlu adanya klasifikasi numerik; pada penelitian ini digunakan klasifikasi Decision Trees (Pohon Keputusan) dengan algoritma Quick, Unbiased, Efficient Statistical Trees (QUEST; Loh and Shih, 1997). Gambar 17 menyajikan hasil klasifikasi pohon keputusan. Terlihat pada Gambar 17, pohon keputusan yang dibangun oleh algoritma QUEST sangat kompleks. Algoritma tersebut menggunakan Sudut Alfa (kode band 5) sebagai komponen pusat pohon keputusan pada citra PALSAR 2009 yang kemudian membentuk dua komponen cabang, yaitu band 6 (Anisotropi) dan band 4 (Entropi). Berdasarkan Gambar 17, terlihat Entropi lebih banyak berperan dalam klasifikasi umur tanaman padi dibandingkan Anisotropi dan Sudut Alfa. Hal ini sesuai dengan Gambar 8, 9 dan 15 yang menunjukkan nilai Entropi memiliki kemampuan yang lebih baik dalam membedakan kelompok umur tanaman padi (Ciherang). Walaupun analisis komponen Cloude-Pottier tidak menunjukkan pentingnya Anisotropi, algoritma QUEST ternyata menggunakannya untuk pemisahan antar kelas fase pertumbuhan padi. Hal ini mengindikasikan bahwa standar interpretasi diagram Cloude-Pottier yang umum digunakan saat ini perlu dipertajam dengan mengintegrasikan Anisotropi secara simultan. Hasil analisis QUEST pada citra tahun 2007 disajikan pada gambar 18.. Jika kedua pohon keputusan citra PALSAR 2009 (Gambar 17) dan 2007 (Gambar 18) dibandingkan, pohon keputusan citra PALSAR 2007 jauh lebih sederhana. Hal ini disebabkan kondisi lapang tanaman padi pada tahun 2007 lebih baik (lebih homogen) daripada tahun 2009 yang terindikasi mendapat serangan tikus yang meluas sehingga pemisahan kelas umur tanaman padi cenderung lebih rumit. Algoritma QUEST pada citra 2007 menggunakan band 4 (Entropi) sebagai komponen pusat untuk pemisahan awal dan pembeda umur tanaman padi menjadi dua komponen cabang.

14 Gambar 17. Pohon Keputusan berdasarkan Algoritma QUEST pada citra PALSAR 2009

15 Gambar 18. Pohon Keputusan berdasarkan Algoritma QUEST pada citra PALSAR 2007

16 39 Hal ini menegaskan diskusi terdahulu bahwa Entropi memiliki peran utama dalam membedakan umur tanaman padi. Semakin tua umur tanaman, nilai Entropi yang dimiliki semakin tinggi. Walaupun band 6 (Anisotropi) digunakan dalam pemisahan kelas, pohon keputusan menunjukkan bahwa Anisotropi memiliki peranan yang cukup lemah. Terlihat pada Gambar 18, komponen Entropi dan Sudut Alfa tetap dominan dalam membedakan kelas umur dibandingkan Anisotropi. Pohon keputusan yang dibangun oleh algoritma QUEST ini selanjutkan dapat diimplementasikan untuk citra PALSAR. Citra PALSAR wilayah blok penanaman padi PT. Sang Hyang Seri (persero) disajikan pada Gambar 19(a) dan 19(b), sedangkan hasil klasifikasi dengan menggunakan algoritma QUEST disajikan pada Gambar 20(a) dan 20(b). (a) (b) Gambar 19. Citra ALOS PALSAR 2009, Citra JAXA dan METI (a) dan Hasil Klasifikasi Pohon Keputusan Algoritma QUEST Citra ALOS PALSAR Blok Penanaman Padi PT. Sang Hyang Seri, Sukamandi 2009 (b)

17 40 (a) (b) Gambar 20. Citra ALOS PALSAR 2007, Citra JAXA dan METI (a) dan Hasil Klasifikasi Pohon Keputusan Algoritma QUEST Citra ALOS PALSAR Blok Penanaman Padi PT. Sang Hyang Seri, Sukamandi 2007 (b) Hasil klasifikasi algoritma QUEST pada kedua citra terlihat sangat berbeda, dimana citra PALSAR 2007 lebih rumit dibanding citra PALSAR Hal ini dapat disebabkan oleh banyaknya data pembangun yang digunakan. Semakin rumit struktur pohon keputusan maka semakin rendah bias atau kesalahan yang dihasilkan. Struktur pohon keputusan citra PALSAR 2007 (Gambar 18) jauh lebih sederhana dibandingkan citra PALSAR 2009 (Gambar 17). Hal ini dapat menjadi salah satu faktor hasil klasifikasi pada citra PALSAR 2007 lebih bias sehingga klasifikasi kelas umur tanaman padi menjadi menyebar. Berdasarkan hasil klasifikasi yang telah dilakukan, luas areal masingmasing kelompok umur tanaman pada pada kedua citra dapat diketahui. Tabel 6 menunjukkan hasil perhitungan luas areal pada citra PALSAR 2009 dan 2007.

18 41 Tabel 6. Luas Hasil Klasifikasi citra PALSAR 2009 dan Kelas (HST) Luas (Ha) Kelas (HST) Luas (Ha) HST 510, HST 505, HST 459, HST 324, HST 744, HST 483, HST 54, HST 1079, HST 146, HST 111, HST 67, HST 452, HST 222, HST 386, HST 1162, HST 579, HST 736, HST 185,61 Total 4105,75 Total 4109, Akurasi Untuk mengukur hasil secara kuantitatif, maka diperlukan analisis akurasi. Prosedur sederhana yang umum diterapkan dalam analisis penginderaan jauh adalah dengan memanfaatkan bahan evaluasi yang sering disebut sebagai data uji (testing). Tingkat akurasi dianalisis dengan menggunakan confusion matrix yang menggambarkan jumlah persen piksel dari masing-masing kelas pada suatu kelompok atau cluster. Hasil analisis akurasi menggunakan algoritma QUEST disajikan dalam Tabel 7 dan 8. Tabel 7. Akurasi Klasifikasi Algoritma QUEST Citra PALSAR 2009 Data Training Data Testing (%) Kelas Akurasi total=33,04%; Koefisian Kappa=0,25

19 42 Tabel 8. Akurasi Klasifikasi Algoritma QUEST Citra PALSAR 2007 Data Training Data Testing (%) Kelas Akurasi total=22,22%; Koefisian Kappa=0,125. Tabel 7 dan 8 menunjukkan secara lebih detil ukuran kuantitatif dari kenampakan visual yang disajikan pada Gambar 19(b) dan 20(b). Pada Tabel 6, kelompok umur HST menunjukkan akurasi yang paling tinggi yaitu 54,67%. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya bias yang tinggi pada citra, dimana dalam satu blok penanaman seharusnya memiliki umur sama menjadi lebih beragam akibat penyulaman setelah terserang tikus. Kesalahan klasifikasi ini disebabkan oleh nilai Entropi yang hampir sama sehingga algoritma QUEST kurang mampu untuk memisahkan kelompok umur tersebut. Hasil akurasi total citra PALSAR 2009 dari klasifikasi pohon keputusan menggunakan algoritma QUEST adalah 33,04% dengan nilai koefisian kappa sebesar 0,25. Hal ini menunjukkan bahwa klasifikasi pohon keputusan memiliki tingkat kepercayaan yang kurang baik. Berbeda dengan klasifikasi pohon keputusan pada citra PALSAR 2009, citra PALSAR 2007 menunjukkan kelompok umur HST memiliki akurasi yang paling tinggi, yaitu sebesar 72%. Walaupun umur tersebut memiliki akurasi yang tinggi, hampir semua kelompok umur tanaman padi memiliki tingkat akurasi yang rendah. Nilai Entropi pada kelompok umur tersebut dapat menjadi penyebabnya karena nilai Entropi kelompok kelas yang satu hampir mendekati nilai Entropi kelompok umur lain. Kedekatan nilai Entropi ini menyebabkan data pembangun yang seharusnya masuk sesuai kelompok umur masing-masing, sebagian besar diklasifikasikan sebagai kelompok umur yang lain. Hasil ini

20 43 menunjukkan bahwa bias dalam klasifikasi kelompok umur tanaman padi pada citra PALSAR 2007 jauh lebih besar dibanding citra PALSAR Selain itu, akurasi ini juga menunjukkan bahwa struktur pohon yang sederhana dapat menghasilkan kesalahan klasifikasi yang cukup tinggi. Hasil akurasi total citra PALSAR 2007 dari klasifikasi pohon keputusan menggunakan algoritma QUEST adalah 22,22% dengan nilai koefisian kappa sebesar 0,125. Hal ini menunjukkan bahwa klasifikasi pohon keputusan pada citra PALSAR 2007 juga memiliki tingkat kepercayaan yang kurang baik. Rendahnya nilai akurasi hasil klasifikasi pada kedua citra ini umumnya disebabkan oleh kompleksitas kelas yang harus dipisahkan dari 3 data utama hasil dekomposisi Cloude-Pottier.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.. Variasi NDVI Citra AVNIR- Citra AVNIR- yang digunakan pada penelitian ini diakuisisi pada tanggal Desember 008 dan 0 Juni 009. Pada citra AVNIR- yang diakuisisi tanggal Desember

Lebih terperinci

Legenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang

Legenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang 17 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2010 dan berakhir pada bulan Juni 2011. Wilayah penelitian berlokasi di Kabupaten Subang, Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian 10 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2011 dan berakhir pada bulan Oktober 2011. Penelitian ini terdiri atas pengamatan di lapang dan analisis

Lebih terperinci

PEMANTAUAN PERTUMBUHAN PADI MENGGUNAKAN L-BAND SAR BERBASIS TEORI DEKOMPOSISI: STUDI KASUS SUBANG ADI YUDHA PRAMONO A

PEMANTAUAN PERTUMBUHAN PADI MENGGUNAKAN L-BAND SAR BERBASIS TEORI DEKOMPOSISI: STUDI KASUS SUBANG ADI YUDHA PRAMONO A PEMANTAUAN PERTUMBUHAN PADI MENGGUNAKAN L-BAND SAR BERBASIS TEORI DEKOMPOSISI: STUDI KASUS SUBANG ADI YUDHA PRAMONO A14070061 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Tutupan Lahan di Lapangan Berdasarkan hasil observasi lapangan yang telah dilakukan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten

Lebih terperinci

Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B

Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B Tabel 5 Matriks Transformed Divergence (TD) 25 klaster dengan klasifikasi tidak terbimbing 35 36 4.1.2 Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Bahan dan Alat Penelitian 3.3. Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Bahan dan Alat Penelitian 3.3. Metode Penelitian 19 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi wilayah G. Guntur yang secara administratif berada di wilayah Desa Sirnajaya, Kecamatan Tarogong, Kabupaten Garut, Provinsi

Lebih terperinci

Interpretasi Citra SAR. Estimasi Kelembaban Tanah. Sifat Dielektrik. Parameter Target/Obyek: Sifat Dielektrik Geometri

Interpretasi Citra SAR. Estimasi Kelembaban Tanah. Sifat Dielektrik. Parameter Target/Obyek: Sifat Dielektrik Geometri Interpretasi Citra SAR Synthetic Aperture Radar Polarimetry Parameter Target/Obyek: Sifat Dielektrik Geometri Bambang H. Trisasongko Parameter Sistem/Sensor: Frekuensi/Panjang Gelombang Incidence Angle

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemantauan Padi dengan SAR Polarisasi Tunggal Pada awal perkembangannya, sensor SAR hanya menyediakan satu pilihan polarisasi saja. Masalah daya di satelit, kapasitas pengiriman

Lebih terperinci

Gambar 6 Kenampakan pada citra Google Earth.

Gambar 6 Kenampakan pada citra Google Earth. menggunakan data latih kedua band citra berbasis rona (tone, sehingga didapatkan pohon keputusan untuk citra berbasis rona. Pembentukan rule kedua menggunakan data latih citra berbasis rona ditambah dengan

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. No. Tabel Judul Tabel No. Hal.

DAFTAR TABEL. No. Tabel Judul Tabel No. Hal. DAFTAR ISI Halaman Judul... No Hal. Intisari... i ABSTRACT... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2.

Lebih terperinci

ANALISIS RUANG TERBUKA HIJAU JAKARTA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR POLARISASI GANDA

ANALISIS RUANG TERBUKA HIJAU JAKARTA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR POLARISASI GANDA ANALISIS RUANG TERBUKA HIJAU JAKARTA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR POLARISASI GANDA JakartaGreen Open Space Analysis using Dual Polarization ALOS PALSAR Satellite Imagery Wida Nindita, Bambang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik untuk menghasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Koreksi Geometrik Koreksi geometrik adalah suatu proses memproyeksikan data pada suatu bidang sehingga mempunyai proyeksi yang sama dengan proyeksi peta. Koreksi ini dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002) BAB III METODA 3.1 Penginderaan Jauh Pertanian Pada penginderaan jauh pertanian, total intensitas yang diterima sensor radar (radar backscattering) merupakan energi elektromagnetik yang terpantul dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September dengan mengambil lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Cikalong, Tasikmalaya (Gambar

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain: BAB II TEORI DASAR 2.1 Tutupan Lahan Tutupan Lahan atau juga yang biasa disebut dengan Land Cover memiliki berbagai pengertian, bahkan banyak yang memiliki anggapan bahwa tutupan lahan ini sama dengan

Lebih terperinci

Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR)

Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) LAMPIRAN 51 Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) Sensor PALSAR merupakan pengembangan dari sensor SAR yang dibawa oleh satelit pendahulunya, JERS-1. Sensor PALSAR adalah suatu sensor

Lebih terperinci

Hasil klasifikasi citra ALOS PALSAR filterisasi Kuan. dengan ukuran kernel size 9x dengan ukuran kernel size 3x

Hasil klasifikasi citra ALOS PALSAR filterisasi Kuan. dengan ukuran kernel size 9x dengan ukuran kernel size 3x DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... v HALAMAN PERNYATAAN... vi HALAMAN PERSEMBAHAN... vii INTISARI... viii ABSTRACT... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei sampai September 2010. Lokasi penelitian di sekitar Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, Kasihan, Bantul dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36, 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilaksanakan di lahan sawah irigasi Desa Sinar Agung, Kecamatan Pulau Pagung, Kabupaten Tanggamus dari bulan November 2014 sampai April

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ciri Umum Tanaman Padi Sawah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ciri Umum Tanaman Padi Sawah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ciri Umum Tanaman Padi Sawah Padi diklasifikasikan sebagai family Gramineae (Poaceae). Berdasarkan klasifikasi Gould (1968) padi termasuk kedalam sub family Oryzeideae, suku Oryzeae.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Objek di Lapangan Pengamatan lapangan dilakukan di 3 (tiga) kabupaten, yaitu : Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur. Titik pengamatan sebanyak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Gap Filling Citra Gap Filling citra merupakan metode yang dilakukan untuk mengisi garisgaris yang kosong pada citra Landsat TM hasil download yang mengalami SLCoff, sehingga

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1. Hasil 4.1.1. Digitasi dan Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Mangrove Digitasi terhadap citra yang sudah terkoreksi dilakukan untuk mendapatkan tutupan vegetasi mangrove di

Lebih terperinci

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Unit

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 21 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di KPH Kebonharjo Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah. Meliputi Bagian Hutan (BH) Tuder dan Balo, pada Kelas Perusahaan Jati.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Padi Inbrida di Indonesia Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara definitif merupakan turunan pertama (F1) dari persilangan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS Pada penelitian ini, citra kajian dibagi menjadi dua bagian membujur, bagian kiri (barat) dijadikan wilayah kajian dalam penentuan kombinasi segmentasi terbaik bagi setiap objek

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh yaitu berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut berbentuk radiasi elektromagnetik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITAN ' ' KEC. BINONG KEC. PAMANUKAN KAB. INDRAMAYU KAB. SUMEDANG ' ' Gambar 2.

III. METODE PENELITAN ' ' KEC. BINONG KEC. PAMANUKAN KAB. INDRAMAYU KAB. SUMEDANG ' ' Gambar 2. III. METODE PENELITAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelititan Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Juni di lokasi pengamatan lapang yaitu di wilayah kerja PT. Sang Hyang Seri yang berlokasi di Kecamatan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Pengolahan data Biomassa Penelitian ini dilakukan di dua bagian hutan yaitu bagian Hutan Balo dan Tuder. Berdasarkan hasil pengolahan data lapangan diperoleh dari

Lebih terperinci

5. SIMPULAN DAN SARAN

5. SIMPULAN DAN SARAN 5. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Citra ALOS PALSAR dapat digunakan untuk membangun model pendugaan biomassa di ekosistem transisi yang telah mengalami transformasi dari hutan sekunder menjadi sistem pertanian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan karbon ke atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti. Namun jumlah tersebut tidak memberikan dampak yang berarti terhadap jumlah CO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Persebaran Lahan Produksi Kelapa Sawit di Indonesia Sumber : Badan Koordinasi dan Penanaman Modal

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Persebaran Lahan Produksi Kelapa Sawit di Indonesia Sumber : Badan Koordinasi dan Penanaman Modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan dengan jumlah penduduk pada tahun 2014 sebanyak 237.641.326 juta jiwa, hal ini juga menempatkan Negara Indonesia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Tanaman padi saat berumur 1-3 MST diserang oleh hama keong mas (Pomacea caanaliculata). Hama ini menyerang dengan memakan bagian batang dan daun tanaman yang

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penampilan Citra Dual Polarimetry PALSAR / ALOS Penampilan citra dual polarimetry : HH dan HV level 1. 5 PALSAR/ALOS masing-masing dapat dilihat pada ENVI 4. 5 dalam bentuk

Lebih terperinci

benar sebesar 30,8%, sehingga harus dilakukan kembali pengelompokkan untuk mendapatkan hasil proporsi objek tutupan lahan yang lebih baik lagi. Pada pengelompokkan keempat, didapat 7 tutupan lahan. Perkebunan

Lebih terperinci

Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan)

Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan) Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan) Ardiawan Jati, Hepi Hapsari H, Udiana Wahyu D Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

Kajian Nilai Indeks Vegetasi Di Daerah Perkotaan Menggunakan Citra FORMOSAT-2 Studi Kasus: Surabaya Timur L/O/G/O

Kajian Nilai Indeks Vegetasi Di Daerah Perkotaan Menggunakan Citra FORMOSAT-2 Studi Kasus: Surabaya Timur L/O/G/O Sidang Tugas Akhir Kajian Nilai Indeks Vegetasi Di Daerah Perkotaan Menggunakan Citra FORMOSAT-2 Studi Kasus: Surabaya Timur Agneszia Anggi Ashazy 3509100061 L/O/G/O PENDAHULUAN Latar Belakang Carolita

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Teh merupakan salah satu komoditi subsektor perkebunan yang memiliki berbagai peranan dan manfaat. Teh dikenal memiliki kandungan katekin (antioksidan alami) yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korelasi antar peubah Besarnya kekuatan hubungan antar peubah dapat dilihat dari nilai koefisien korelasinya (r). Nilai koefisien korelasi memberikan pengertian seberapa

Lebih terperinci

JURNAL GEOGRAFI Media Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian

JURNAL GEOGRAFI Media Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian JURNAL GEOGRAFI Media Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujet ESTIMASI PRODUKTIVITAS PADI MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DALAM MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia seringkali terjadi bencana alam yang sering mendatangkan kerugian bagi masyarakat. Fenomena bencana alam dapat terjadi akibat ulah manusia maupun oleh

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA RADARSAT-2 DALAM PEMANTAUAN FASE PERTUMBUHAN TANAMAN PADI (Studi Kasus : PT. Sang Hyang Seri, Subang Jawa Barat)

PEMANFAATAN CITRA RADARSAT-2 DALAM PEMANTAUAN FASE PERTUMBUHAN TANAMAN PADI (Studi Kasus : PT. Sang Hyang Seri, Subang Jawa Barat) PEMANFAATAN CITRA RADARSAT- DALAM PEMANTAUAN FASE PERTUMBUHAN TANAMAN PADI (Studi Kasus : PT. Sang Hyang Seri, Subang Jawa Barat) MASYITAH TRI ANDARI DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Citra 5.1.1 Kompilasi Citra Penelitian menggunakan citra Quickbird yang diunduh dari salah satu situs Internet yaitu, Wikimapia. Dalam hal ini penulis memilih mengambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau benda ke dalam golongan atau pola-pola tertentu berdasarkan kesamaan ciri.

BAB I PENDAHULUAN. atau benda ke dalam golongan atau pola-pola tertentu berdasarkan kesamaan ciri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Klasifikasi merupakan pengelompokan secara sistematis pada suatu objek atau benda ke dalam golongan atau pola-pola tertentu berdasarkan kesamaan ciri. Masalah klasifikasi

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peta menggambarkan data spasial (keruangan) yang merupakan data yang berkenaan dengan lokasi atau atribut dari suatu objek atau fenomena di permukaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Fauna Tanah 4.1.1. Populasi Total Fauna Tanah Secara umum populasi total fauna tanah yaitu mesofauna dan makrofauna tanah pada petak dengan jarak pematang sempit (4 m)

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip OKTOBER 2015

Jurnal Geodesi Undip OKTOBER 2015 KLASIFIKASI TUTUPAN VEGETASI MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI POLARIMETRIK Panji Pratama Putra, Yudo Prasetyo, Haniah *) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto,

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Januari 2017

Jurnal Geodesi Undip Januari 2017 ANALISIS IDENTIFIKASI KAWASAN KARST MENGGUNAKAN METODE POLARIMETRIK SAR (SYNTHETIC APERTURE RADAR) DAN KLASIFIKASI SUPERVISED Pran Shiska, Yudo Prasetyo, Andri Suprayogi *) Program Studi Teknik Geodesi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kenampakan Secara Spasial Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal

Lebih terperinci

Tabel 6 Daftar peubah karakteristik

Tabel 6 Daftar peubah karakteristik 6 Tabel 6 Daftar peubah karakteristik Kode. Keterangan X1 Hasil gabah (kg/ha) X2 Umur saat akar tembus lilin (HST) X3 Jumlah akar tembus X4 Panjang akar tembus (cm) X5 Berat akar (gr) X6 Laju asimilasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 ALOS PRISM Pemetaan baku sawah pada penelitian ini menggunakan citra ALOS PRISM dan citra radar ALOS PALSAR pada daerah kajian Kabupaten Subang bagian Barat. ALOS PRISM adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Oktober 2014 hingga Maret

Lebih terperinci

KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS RONA DAN TEKSTUR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA ALOS PRISM KARJONO

KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS RONA DAN TEKSTUR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA ALOS PRISM KARJONO KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS RONA DAN TEKSTUR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA ALOS PRISM KARJONO DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan Balai Benih Induk Hortikultura Pekanbaru yang dibawahi oleh Dinas Tanaman Pangan Provinsi Riau. Penelitian ini dimulai pada

Lebih terperinci

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini antara lain pengamatan selintas dan pengamatan Utama 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

PENGKONSTRUKSIAN GRAFIK PENGENDALI BERDASAR BOXPLOT BIVARIAT

PENGKONSTRUKSIAN GRAFIK PENGENDALI BERDASAR BOXPLOT BIVARIAT S-3 PENGKONSTRUKSIAN GRAFIK PENGENDALI BERDASAR BOXPLOT BIVARIAT Frangky Masipupu 1), Adi Setiawan ), Bambang Susanto 3) 1) Mahasiswa Program Studi Matematika ) 3) Dosen Program Studi Matematika Program

Lebih terperinci

Sumber : Nurman S.P. (http://marisejahterakanpetani.wordpress.com/

Sumber : Nurman S.P. (http://marisejahterakanpetani.wordpress.com/ Lampiran 1. Deskripsi benih sertani - Potensi hasil sampai dengan 16 ton/ha - Rata-rata bulir per-malainya 300-400 buah, bahkan ada yang mencapai 700 buah - Umur panen padi adalah 105 hari sejak semai

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Batimetri 4.1.1. Pemilihan Model Dugaan Dengan Nilai Digital Asli Citra hasil transformasi pada Gambar 7 menunjukkan nilai reflektansi hasil transformasi ln (V-V S

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia, dengan kondisi iklim basa yang peluang tutupan awannya sepanjang tahun cukup tinggi.

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN

VII ANALISIS PENDAPATAN VII ANALISIS PENDAPATAN Analisis pendapatan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi penerimaan, biaya, dan pendapatan dari usahatani padi sawah pada decision making unit di Desa Kertawinangun pada musim

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Dekomposisi Jerami Padi pada Plot dengan Jarak Pematang 4 meter dan 8 meter Laju dekomposisi jerami padi pada plot dengan jarak pematang 4 m dan 8 m disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konsep-konsep dasar pada QUEST dan CHAID, algoritma QUEST, algoritma

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konsep-konsep dasar pada QUEST dan CHAID, algoritma QUEST, algoritma BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas pengertian metode klasifikasi berstruktur pohon, konsep-konsep dasar pada QUEST dan CHAID, algoritma QUEST, algoritma CHAID, keakuratan dan kesalahan dalam

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh telah menjadi sarana umum untuk mendapatkan data spasial dengan akurasi yang baik. Data dari penginderaan jauh dihasilkan dalam waktu yang relatif

Lebih terperinci

6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan

6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan 6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA Pendahuluan Praktek pengendalian gulma yang biasa dilakukan pada pertanian tanaman pangan adalah pengendalian praolah dan pascatumbuh. Aplikasi kegiatan Praolah dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya adalah melakukan budidaya berbagai komoditas pertanian. Secara geografis Indonesia merupakan

Lebih terperinci

: Kasar pada sebelah bawah daun

: Kasar pada sebelah bawah daun Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Varietas : Ciherang Nomor Pedigree : S 3383-1d-Pn-41-3-1 Asal/Persilangan : IR 18349-53-1-3-1-3/IR Golongan : Cere Bentuk : Tegak Tinggi : 107 115 cm Anakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat 18 BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di kebun percobaan Institut Pertanian Bogor, Sawah Baru Babakan Darmaga, selama 4 bulan, dari bulan Mei-September 2010. Bahan dan Alat Bahan-bahan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.. Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Setiap obyek yang terdapat dalam citra memiliki kenampakan karakteristik yang khas sehingga obyek-obyek tersebut dapat diinterpretasi dengan

Lebih terperinci

PEMANTAUAN POLA PENANAMAN PADI MELALUI ANALISIS HAMBURAN BALIK CITRA ALOS PALSAR SCANSAR

PEMANTAUAN POLA PENANAMAN PADI MELALUI ANALISIS HAMBURAN BALIK CITRA ALOS PALSAR SCANSAR Globe Volume 14 No. 1 Juni 2012 : 70-77 PEMANTAUAN POLA PENANAMAN PADI MELALUI ANALISIS HAMBURAN BALIK CITRA ALOS PALSAR SCANSAR (Monitoring Paddy Fields using Backscatter Properties of ALOS PALSAR ScanSAR)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat

Lebih terperinci