LAPORAN KINERJA BKIPM KATA PENGANTAR

dokumen-dokumen yang mirip
SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2017 Kepala BKIPM, Dr. Ir. Rina, M.Si. BKIPM - KKP i

LKj - BKIPM 2014 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 56/KEP-DJPSDKP/2015 TENTANG

BAB II PERENCANAAN KINERJA

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - BKIPM 2013 KATA PENGANTAR

down mengandung makna bahwa perencanaan ini memperhatikan pula

KATA PENGANTAR. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2013 SEKRETARIAT BKIPM

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I. PENDAHULUAN

2.1 Rencana Strategis

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Per

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret 2016 Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan. Ir. Nilanto Perbowo, M.

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 74 /KEP-BKIPM/2015 TENTANG

BADAN RISET DAN SUMBER DAYA MANUSIA KELAUTAN DAN PERIKANAN POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN SIDOARJO

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat dan berguna sebagai informasi akuntabilitas kinerja Sekretariat Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat dan berguna sebagai informasi akuntabilitas kinerja Sekretariat Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.

KATA PENGANTAR. Jakarta, 22 Januari 2015 Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Ir. Saut P. Hutagalung, M.Sc

LAPORAN KINERJA SUPM NEGERI PARIAMAN TAHUN 2016

L A K I P D J P B T r i w u l a n I I I TAHUN 2014 KATA PENGANTAR

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PROGRAM UNGGULAN BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN (BKIPM)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Rencana Kerja Tahunan TA KATA PENGANTAR

LAPORAN KINERJA KKP 2016

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2014 Direktur Pengolahan Hasil. Dr. Ir. Santoso, M.Phil

PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN

LAKIP SEKRETARIAT DJPB TRIWULAN I 2014 KATA PENGANTAR

LAKIP SEKRETARIAT DJPB TRIWULAN III 2014 KATA PENGANTAR

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN KARANTINA PERTANIAN 2017

RKT. Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani TA 2015

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKj)

IKHTISAR EKSEKUTIF. Tabel 1 Sasaran program, Indikator Kinerja, Target, Realisasi dan Persentase Capaian

STANDAR PELAYANAN SERTIFIKASI INSTALASI KARANTINA IKAN DAN SERTIFIKASI CARA KARANTINA IKAN YANG BAIK (CKIB)

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2014 KATA PENGANTAR

5. LAPORAN KINERJA TAHUN 2014 (RINGKASAN)

Rencana Kinerja Tahunan

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

KATA PENGANTAR. Jakarta, 10 Maret 2014 Sekretaris Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Dr. Ir. Syafril Fauzi, M.

Ikhtisar Eksekutif. vii

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT BADAN PPSDM KESEHATAN TAHUN 2014

L A P O R A N K I N E R J A

KATA PENGANTAR. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Balai Besar KIPM Jakarta I

Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Tengah KATA PENGANTAR

LAPORAN KINERJA TRIWULAN I SUPM NEGERI PARIAMAN TAHUN 2017

RENCANA KINERJA TAHUNAN

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan..

KATA PENGANTAR. L a k i p T r i w u l a n I I I D i r e k t o r a t P r o d u k s i T a h u n , D J P B TAHUN 2014

Laporan Kinerja KKP 2015 [ i ]

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015

PETUNJUK TEKNIS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.25/MEN/2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UPT KARANTINA IKAN PENGENDALIAN

Jakarta, Juli Penanggungjawab. Kepala Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan, Kabid Perencanaan dan Evaluasi. Kabag TU.

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN KARANTINA PERTANIAN TA. 2016

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKj) PUSAT PENDIDIKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2016

TIM PENYUSUN. Bagian Perancanaan Sekretariat Badan Karantina Pertanian

Bab II Perencanaan Kinerja

RETREAT ISU STRATEGIS DAN KEGIATAN PRIORITAS PENGAWASAN. Kepala Subbagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen PSDKP

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BIRO HUKUM DAN ORGANISASI

DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp

Independensi Integritas Profesionalisme

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2013 KATA PENGANTAR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

H a l a m a n i KATA PENGANTAR

14. LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 (RINGKASAN)

PEDOMAN PENYUSUNAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DI LINGKUNGAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL

KATA PENGANTAR BUPATI BARRU, TTD. Ir. H. ANDI IDRIS SYUKUR, MS.

PEDOMAN TEKNIS SERTIFIKASI CARA KARANTINA IKAN YANG BAIK

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tengang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negar

KATA PENGANTAR. Jakarta, 2013 Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, drh. Sujarwanto, MM NIP

BMKG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH INSPEKTORAT TAHUN 2015

LAPORAN KINERJA TA Loka Penelitian dan Pengembangan Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan

Pada hakekatnya reformasi birokrasi pemerintah merupakan proses

LKIP BPMPT 2016 B A B I PENDAHULUAN

KATA PENGANTAR INSPEKTUR, Drs. Zat Zat Munazat, M.Si NIP Inspektorat Kabupaten Garut

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) 2016

INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Sekretaris Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. Abdur Rouf Syam

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELAUTAN DAN PERIKANAN BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PERIKANAN AERTEMBAGA BITUNG

- 9 - BAB II PENCAPAIAN DAN ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP tersebut

LAPORAN KINERJA TRIWULAN III TAHUN 2017 LOKA PEMERIKSAAN PENYAKIT IKAN DAN LINGKUNGAN SERANG

KATA PENGANTAR. Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur

RKT (Rencana Kinerja Tahunan) PUSAT KEPATUHAN, KERJASAMA DAN INFORMASI PERKARANTINAAN

BAB I P E N D A H U L U A N

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

LAPORAN KINERJA PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan

L A K I P D J P B T r i w u l a n I TAHUN 2014 KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 128/KEPMEN-KP/2015 TENTANG

TAHUN 2016 RENCANA KINERJA TAHUNAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN

INSPEKTORAT KOTA BANDUNG KATA PENGANTAR

Transkripsi:

KATA PENGANTAR Laporan Kinerja Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (LKj BKIPM) tahun 2015 disusun sebagai wujud pertanggungjawaban BKIPM dalam penggunaan anggaran yang akuntabel untuk mencapai target kinerja yang ditetapkan. Di dalam laporan ini diuraikan informasi terkait sasaran strategis organisasi dan indikator keberhasilannya dalam rangka pencapaian visi dan misinya. Landasan penyusunan LKj BKIPM tahun 2015 adalah Rencana Strategis BKIPM (Renstra BKIPM) Tahun 2015- dan Perjanjian Kinerja BKIPM Tahun 2015. Pengelolaan manajemen kinerja di BKIPM dilaksanakan dari tingkat organisasi sampai dengan individu, dengan menggunakan pendekatan Balanced Scorecard (BSc). Secara umum, dalam tahun 2015 sebagian besar target sasaran strategis dan target kinerja yang ditetapkan telah berhasil dicapai. Kami berharap laporan kinerja ini dapat bermanfaat sebagai sarana akuntabilitas dan pertanggungjawaban organisasi serta dapat dijadikan bahan masukan untuk peningkatan kinerja BKIPM di masa mendatang. Kami mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan laporan kinerja ini. Jakarta, Februari 2016 Plt. Kepala BKIPM, Narmoko Prasmadji i

RINGKASAN EKSEKUTIF Sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan kinerja selama tahun 2015, BKIPM telah menetapkan target kinerja yang akan dicapai dalam bentuk perjanjian kinerja antara Kepala BKIPM dengan Menteri Kelautan dan Perikanan yang terdiri dari 13 sasaran strategis dan 33 indikator kinerja. Pencapaian sasaran strategis sesuai indikator kinerja utama selama tahun 2015 adalah sebagai berikut: 1. Sasaran strategis terwujudnya kesejahteraan masyarakat kelautan perikanan dengan indikator pertumbuhan PDB perikanan, dapat tercapai dengan baik. Realisasi indikator tersebut adalah sebesar 8,37% dari target 7%. 2. Sasaran strategis terwujudnya kedaulatan dalam pengelolaan SDKP dengan indikator persentase kepatuhan (compliance) pelaku usaha kelautan dan perikanan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, dapat tercapai dengan baik. Realisasi indikator tersebut adalah sebesar 83,2% dari target 70%. 3. Sasaran strategis terwujudnya efektiftas pencegahan penyebaran HPIK dengan indikator persentase jumlah jenis penyakit ikan karantina yang dicegah penyebarannya antar zona, dapat tercapai dengan baik. Realisasi indikator tersebut adalah sebesar 64% dari target 80%. 4. Sasaran strategis terwujudnya kapasitas pelaksanaan sistem penjaminan mutu dan keamanan hasil perikanan untuk peningkatan produktivitas usaha dan pendapatan sektor KP dengan indikator jumlah kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra dan Unit Pengolahan Ikan yang memenuhi persyaratan ekspor, dapat tercapai dengan baik. Realisasi indikator tersebut adalah sebagai berikut: a. jumlah kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra, realisasi tertinggi 2 kasus dari target <10; ii

b. Unit Pengolahan Ikan yang memenuhi persyaratan ekspor, realisasi 574 unit dari target 550; c. Nilai ekspor hasil perikanan, realisasi sebesar USD3,95 miliar dari target USD 5,86 miliar. 5. Sasaran strategis terwujudnya efektifitas pengendalian keamanan hayati untuk meningkatkan pengelolaan SDKP yang pastisipatif, bertanggung jawab, berdaulat, mandiri, dan berkelanjutan dengan indikator jenis agen hayati yang dilindungi, dilarang dan besifat invasif melaui kajian analisis resiko, dapat tercapai dengan baik. Realisasi indikator tersebut adalah sebesar 11 jenis dari target 10. 6. Sasaran strategis tersedianya kebijakan pembangunan karantina ikan dan pengendalian mutu yang efektif dengan indikator indeks efektivitas kebijakan bidang perkarantinaan ikan mutu dan keamanan hasil perikanan dapat tercapai dengan baik. Realisasi indikator tersebut adalah sebesar 8,1 dari target 6. 7. Sasaran strategis terselenggaranya sistem pencegahan dan penyebaran penyakit ikan karantina, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan yang sesuai standar dapat tercapai dengan baik. Sasaran strategis tersebut dicapai dengan indikator sebagai berikut: a. Sertifikat penerapan sistem jaminan mutu (sertifikat HACCP) di Unit Pengolahan Ikan terealiasi sebesar 1.451 dari target 1.161; b. Sertifikat kesehatan ikan ekspor yang memenuhi persyaratan negara tujuan terealiasi sebesar 110.649 sertifikat dari target 113.500; c. Sertifikat kesehatan ikan domestik yang memenuhi persyaratan daerah tujuan terealiasi sebesar 155.886 sertifkat dari target 137.000; d. Lokasi yang termonitor kesegaran ikan, residu dan bahan berbahaya terealiasi sebesar 30 lokasi dari target 30; e. Lokasi Perairan Laut yang dipetakan dari cemaran Marine Biotoxin dan Logam Berat terealiasi sebesar 5 lokasi dari target 5; iii

f. Unit Usaha Pembudidayaan Ikan (UUPI) yang menerapkan Cara Karantina Ikan yang Baik (CKIB) terealiasi sebesar 104 unit dari target 75; g. Unit Pengolahan Ikan yang terigestrasi di negara mitra terealiasi sebesar 140 unit dari target 125; h. Instalasi karantina ikan milik pihak ketiga yang layak untuk ditetapkan terealiasi sebesar 222 instalasi dari target 220; i. Pelaku usaha (UPI) yang menerapkan sistem traceability terealiasi sebesar 65 UPI dari target 40; j. Tenaga Fungsional Pengendali Hama Penyakit Ikan (PHPI) dan Pengawas Mutu (Wastu) yang lulus uji kompetensi terealiasi sebesar 86 orang dari target 180; k. Unit Pelaksana Teknis yang menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001 terealiasi sebesar 12 UPT dari target 12; l. Unit Pelaksana Teknis yang menerapkan sistem manajemen inspeksi ISO 17020 hanya terealiasi sebesar 2 UPT dari target 10; m. Laboratorium yang konsisten dalam penerapan ISO 17025 terealiasi sebesar 15 laboratorium dari target 15; n. Unit Kerja lingkup otoritas kompeten yang konsisten dalam penerapan Sistem Pengendalian Mutu terealiasi sebesar 20 unit kerja dari target 20. 8. Sasaran strategis terwujudnya harmonisasi sistem penjaminan mutu yang implementatif dapat tercapai dengan baik. Sasaran strategis tersebut dicapai dengan indikator sebagai berikut: a. Negara mitra yang harmonis dengan sistem, perkarantinaan ikan, mutu dan keamanan hasil perikanan terealiasi sebesar 38 negara dari target 36; b. Penanganan kasus ekspor hasil perikanan yang diselesaikan terealiasi sebesar 90,91% dari target 90%. iv

9. Sasaran strategis terselenggaranya pencegahan jenis dan agen hayati yang dilindungi, dilarang serta bersifat invasif dapat tercapai dengan baik. Sasaran strategis tersebut dicapai dengan indikator sebagai berikut: a. Persentase penyakit ikan eksotik yang dicegah masuk ke dalam wilayah RI terealiasi sebesar 100% negara dari target 77%; b. Lokasi yang dipetakan dari penyebaran penyakit ikan karantina terealiasi sebesar 231 kabupaten/kota dari target 184; c. Tingkat keberhasilan pemberantasan dan penanggulangan pelanggaran karantina ikan terealiasi sebesar 91,55% dari target 90%; d. Lokasi yang terpetakan jenis agen hayati yang dilindungi, dilarang dan bersifat invasif terealiasi sebesar 51 lokasi dari target 46. 10. Sasaran strategis terwujudnya aparatur sipil negara BKIPM yang kompeten, profesional dan berkepribadian dengan indikator indeks kompetensi dan integritas BKIPM dapat tercapai dengan baik. Realisasi indikator tersebut adalah sebesar 92,03 dari target 65. 11. Sasaran strategis tersedianya manajemen pengetahuan BKIPM yang handal dan mudah diakses dengan indikator persentase unit kerja BKIPM yang menerapkan sistem manajemen pengetahuan yang terstandar dapat tercapai dengan baik. Realisasi indikator tersebut adalah sebesar 83% dari target 40%. 12. Sasaran strategis terwujudnya birokrasi BKIPM yang efektif, efisien dan beroriantasi pada layanan prima dengan indikator nilai kinerja reformasi birokrasi BKIPM dapat tercapai dengan baik. Realisasi indikator tersebut adalah nilai A dari target BB. 13. Sasaran strategis terkelolanya anggaran pembangunan BKIPM secara efisien dan akuntabel dapat tercapai dengan baik. Sasaran strategis tersebut dicapai dengan indikator sebagai berikut: a. Nilai kinerja anggaran BKIPM terealisasi sebesar 86,88% dari target 80-90%; v

b. Persentase kepatuhan terhadap SAP lingkup BKIPM terealisasi sebesar 100% dari target 100%. Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar target kinerja BKIPM pada tahun 2015 telah berhasil dicapai. Keberhasilan pencapaian tersebut diupayakan untuk semakin ditingkatkan, sedangkan untuk beberapa kegiatan yang belum terlaksana/terdapat permasalahan akan diupayakan untuk dapat diselesaikan. Dengan disusunnya laporan kinerja ini diharapkan dapat memberikan informasi secara transparan kepada seluruh pihak yang terkait dengan tugas dan fungsi BKIPM dan menjadi umpan balik peningkatan kinerja BKIPM pada periode berikutnya. vi

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i RINGKASAN EKSEKUTIF... ii DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Gambaran Umum Organisasi... 1 1.2 Arah Kebijakan Dan Strategi BKIPM... 3 1.3 Isu Strategis... 5 1.4 Sistematika dan Penyajian... 5 BAB II PERENCANAAN KINERJA... 7 2.1 Visi dan Misi... 7 2.2 Tujuan... 7 2.3 Sasaran, Indikator dan Kinerja... 8 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA...12 3.1 Capaian Kinerja... 12 3.2 Analisis Dan Evaluasi... 15 3.3 Realisasi Anggaran... 58 3.4 Capaian Lainnya... 61 BAB IV PENUTUP...64 vii

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja BKIPM Tahun 2015... 9 Tabel 3.1 Capaian Kinerja BKIPM Tahun 2015... 12 Tabel 3.2 Perbandingan Capaian IK1 pada 2012-2015 dan... 16 Tabel 3.3 Perbandingan Capaian IK2 pada 2015 dan... 18 Tabel 3.4 Perbandingan Capaian IK3 pada 2015 dan... 19 Tabel 3.5 Rekapitulasi Kasus Penolakan pada 2012-2015... 21 Tabel 3.6 Perbandingan Capaian IK5 Pada 2012 2015 dan... 21 Tabel 3.7 Perbandingan Capaian IK6 Pada 2012-2015 dan... 22 Tabel 3.8 Perbandingan Capaian IK7 Pada 2015 dan... 25 Tabel 3.9 Perbandingan Capaian IK8 Pada 2015 dan... 26 Tabel 3.10 Perbandingan Capaian IK9 pada 2012 2015 dan Tahun... 27 Tabel 3.11 Perbandingan Capaian IK10 pada 2013-2015 dan... 29 Tabel 3.12 Perbandingan Capaian IK11 pada 2013-2015 dan... 29 Tabel 3.13 Perbandingan Capaian IK12 pada 2013 2015 dan... 31 Tabel 3.14 Perbandingan Capaian IK13 pada 2015 dan... 32 Tabel 3.15 Perbandingan Capaian IK14 pada 2013 2015 dan... 33 Tabel 3.16 Jumlah UPI yang Teregistrasi di Negara Mitra pada 2012-2015... 34 Tabel 3.17 Pebandingan Capaian IK16 pada 2015 dan... 35 Tabel 3.18 Perbandingan Capaian IK17 pada 2013 2015 dan... 36 Tabel 3.19 Perbandingan Capaian IK18 pada 2015 dan... 37 Tabel 3.20 Perbandingan Capaian IK19 pada 2012-2015 dan... 38 Tabel 3.21 Perbandingan Capaian IK20 pada 2015 dan... 40 Tabel 3.22 Perbandingan Capaian IK21 pada 2012-2015 dan... 41 Tabel 3.23 Perbandingan Capaian IK22 pada 2015 dan... 42 Tabel 3.24 Perbandingan Capaian IK23 pada 2013-2015 dan... 43 Tabel 3.25 Perbandingan Capaian IK24 pada 2013 2015 dan... 45 Tabel 3.26 Perbandingan Capaian IK25 pada 2015 dan... 46 Tabel 3.27 Perbandingan Capaian IK26 pada2015 dan... 47 Tabel 3.28 Perbandingan Capaian IK27 pada 2013 2015 dan... 48 viii

Tabel 3.29 Perbandingan Capaian IK28 pada 2015 dan... 50 Tabel 3.30 Perbandingan Capaian IK29 pada 2015 dan... 52 Tabel 3.31 Perbandingan Capaian IK30 pada 2015 dan... 53 Tabel 3.32 Perbandingan Capaian IK31 pada 2013 2015 dan... 55 Tabel 3.33 Perbandingan Capaian IK32 pada 2015 dan... 57 Tabel 3.34 Perbandingan Capaian IK33 pada 2015 dan... 58 Tabel 3.35 Penyerapan Anggaran per Kegiatan T.A 2015... 58 Tabel 3.36 Penyerapan Anggaran per Jenis Belanja T.A 2015... 59 Tabel 3.37 Persentase Penyerapan Anggaran Triwulanan... 59 Tabel 3.38 Rincian dwelling time 10 unit kerja BKIPM di pelabuhan utama impor... 63 ix

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Struktur Organisasi BKIPM...2 Gambar 2.1 Peta Strategi BKIPM tahun 2015...9 Gambar 3.1 Hasil Perikanan Yang Dominan Dilalulintaskan Secara Domestik...30 Gambar 3.2 Grafik Penyerapan Anggaran BKIPM...59 x

DAFTAR LAMPIRAN 1. Perjanjian Kinerja BKIPM Tahun 2015 2. Matrik Jenis HPIK Yang Menyebar Dari Zona Tidak Bebas Ke Zona Bebas 3. Perbandingan Penerbitan HC per Negara Tujuan Ekspor Tahun 2014-2015 4. Pencapaian kegiatan monitoring kesegaran ikan, residu dan bahan berbahaya Tahun 2015 5. Daftar UPI yang telah menerapkan sistem traceability tahun 2015 6. Daftar HPIK eksotik yang belum ditemukan di seluruh wilayah Indonesia 7. Form evaluasi/pengukuran efisiensi kegiatan xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Organisasi Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2015 tentang Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 23/PERMEN-KP/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) merupakan salah satu unit eselon I Kementerian Kelautan dan Perikanan. BKIPM mempunyai tugas menyelenggarakan perkarantinaan ikan, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan, serta keamanan hayati ikan. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Kepala BKIPM dibantu oleh 3 (tiga) Pusat, yaitu: 1) Pusat Karantina Ikan; 2) Pusat Sertifikasi Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan; 3) Pusat Standardisasi, Kepatuhan, dan Kerjasama; dan Sekretariat BKIPM, serta 47 Unit Pelaksana Teknis Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (UPT KIPM) yang tersebar di seluruh Indonesia, yaitu: 2 (dua) Balai Besar KIPM, 7 (tujuh) Balai KIPM Kelas I, 5 (lima) BKIPM Kelas II, 18 (delapan belas) Stasiun KIPM Kelas I, 14 (empat belas) Stasiun KIPM Kelas II, dan Balai Uji Standar KIPM (BUSKIPM) sebagai UPT KIPM dibidang pelayanan uji standar/laboratorium reference, serta kelompok Jabatan Fungsional, diantaranya Pengendali Hama dan Penyakit Ikan, Pengawas Perikanan bidang Mutu Hasil Perikanan, Pranata Komputer, Pranata Humas, Arsiparis, Statistisi dan jabatan fungsional umum lainnya, dengan jumlah SDM aparatur yang mendukung BKIPM saat ini berjumlah 1.734 orang pegawai, dengan komposisi pegawai 10% di Pusat dan 90% di UPT KIPM. Struktur organisasi BKIPM dapat dilihat dalam Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Struktur Organisasi BKIPM Penyelenggaraan perkarantinaan ikan serta pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan mencakup aspek yang sangat luas, mulai dari proses penyusunan kebijakan teknis, pelaksanaan tindakan karantina ikan, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan, pemantauan/monitoring (surveillance), hingga ke investigasi awal dan proses penegakan hukum terhadap berbagai pihak yang melanggar atau tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta upaya pemberdayaan masyarakat dalam partisipasi secara sadar patuh dalam perkarantinaan ikan serta pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, BKIPM dituntut untuk melaksanakannya dengan transparan, akuntabel, efektif, efisien dan terpercaya sesuai dengan prinsip-prinsip good governance. Akuntabilitas tersebut diwujudkan

dalam bentuk penyusunan laporan kinerja (LKj). LKj disusun sebagai salah satu bentuk pertanggung jawaban BKIPM dalam melaksanakan tugas dan fungsi selama tahun 2015 dalam rangka melaksanakan misi BKIPM dan sekaligus sebagai alat kendali dan pemacu peningkatan kinerja unit organisasi, serta sebagai salah satu alat untuk mendapatkan masukan bagi pemangku kepentingan demi perbaikan kinerja BKPM. Selain untuk memenuhi prinsip akuntabilitas, penyusunan LKj juga merupakan amanat Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1999 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. 1.2 Arah Kebijakan Dan Strategi BKIPM Arah kebijakan dan strategi BKIPM diimplementasikan dalam keterkaitannya dengan arah kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta diselaraskan dengan perkembangan lingkungan yang dinamis. Sehubungan dengan hal tersebut maka BKIPM menetapkan arah kebijakan pembangunan sebagai berikut: 1. Pengelolaan sumber daya perikanan secara berdaulat dan berkelanjutan. Pengelolaan sumberdaya harus dilakukan dengan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Salah satu tantangan yang dihadapi adalah masuk dan tersebarnya hama dan penyakit ikan karantina karantina serta jenis agen hayati yang dilindungi, dilarang, dan dibatasi yang dapat menggagalkan produksi perikanan dan memusnahkan keanekaragaman sumberdaya hayati perikanan. Oleh karena itu, diperlukan upaya melalui strategi:

a. Pencegahan penyebaran penyakit ikan eksotik ke dalam wilayah RI, dan pencegahan penyebaran penyakit ikan karantina antar zona dalam wilayah RI; b. Pengawasan jenis agen hayati yang dilindungi, dilarang, dan dibatasi di exit/entry point ekspor, impor, maupun antar area. 2. Peningkatan daya saing dan nilai tambah produk perikanansebagai upaya untuk pemantapan sistem jaminan kesehatan ikan, mutu dan keamanan (quality and safety assurance) hasil perikanan melalui strategi a. Pengembangan sistem pencegahan dan penyebaran penyakit ikan karantna, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan yang sesuai standar melalui: Sertifikasi penerapan sistem jaminan mutu (sertifikat HACCP) di Unit Pengolahan Ikan; Sertifikasi kesehatan ikan ekspor yang memenuhi persyarata negara tujuan; Sertifikasi kesehatan ikan domestik yang memenuhi persyaratan daerah tujuan; Sertifiaksi penerapan Cara Karantina Ikan yang Baik (CKIB) pada Unit Usaha Pembudidayaan Ikan (UUPI); Registrasi Unit Pengolahan Ikan di negara mitra; Penrepan sistem traceability rantai pasok bahan baku pada Unit Pengolahan Ikan (UPI); Konsistensi penerapan sistem manajemen mutu (ISO 9001), sistem manajemen inspeksi (ISO 17020), dan sistem layanan laboratorium (ISO 17025). b. Harmonisasi sistem penjaminan Mutu yang Implementatif Harmonis sistem, perkarantinaan ikan, mutu dan keamanan hasil perikanan dengan negara mitra (MoU/MRA) serta negara tujuan ekspor lainnya; Penyelesaian penanganan kasus ekspor hasil perikanan

3. Pelaksanaan reformasi birokrasi dan tata kelola, akan dilaksanakan melalui strategi: a. Pengelelolaan sumber daya manusia berbasis kompetensi (Competency Based Human Resource Management); b. Perbaikan pelayanan publik melalui penerapan Standar Pelayanan; c. Peningkatan kemudahan akses dan transparansi informasi publik; d. Penerapan manajemen berbasis kinerja dan efektivitas pengelolaan anggaran. 1.3 Isu Strategis Isu strategis pembangunan perkarantinaan, keamanan hayati ikan, mutu, dan keamanan hasil perikanan dilihat dari prioritas pembangunan kelautan dan perikanan, sebagai berikut: 1. Pengawasan terintegrasi di wilayah perbatasan; 2. Kelestarian Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan Dan Ketahanan Pangan; 3. Daya Saing Dan Nilai Tambah Hasil Perikanan Selain itu, tantangan yang harus dihadapi BKIPM dalam implementasi UU Nomor 23 Tahun 2014 adalah kesiapan sumber daya manusia dan sarana prasarana pengujian mutu hasil perikanan terkait pemindahan penerbitan HC ekspor dari propinsi (LPPMHP) ke UPT KIPM. Oleh karena itu, perlu dilakukan akselerasi dalam penyelesaian petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dari UU tersebut. 1.4 Sistematika dan Penyajian Sistematika dan penyajian LKj Tahun 2015 merujuk pada aturan dan ketentuan yang berlaku, sebagai berikut:

a. Bab I - Pendahuluan, menyajikan penjelasan umum organisasi, dengan penekanan kepada aspek strategis organisasi serta permasalahan utama (strategic issued) yang sedang dihadapi organisasi. b. Bab II - Perencanaan Kinerja, menguraikan ringkasan/ikhtisar perjanjian kinerja tahun yang bersangkutan. c. Bab III - Akuntabilitas Kinerja, menjelaskan capaian kinerja organisasi untuk setiap pernyataan kinerja sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi yang digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen Perjanjian Kinerja. d. Bab IV - Penutup, menjelaskan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta langkah di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan kinerjanya. e. Lampiran, memuat Penetapan Kinerja Tahun 2015 dan hal-hal lainnya.

BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1 Visi dan Misi Aspek yang berkaitan dengan visi KKP sesuai dengan mandat yang diberikan kepada BKIPM adalah dukungan untuk mewujudkan Indonesia yang berdaulat dan mandiri dalam memastikan produk perikanan yang berkualitas dan berwawasan lingkungan. Oleh karena itu, BKIPM menetapkan visi pembangunan karantina ikan, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan Tahun 2015-, yaitu: Hasil Perikanan Yang Sehat Bermutu, Aman Dan Terpercaya. Misi yang diemban oleh BKIPM untuk mewujudkan visi tersebut adalah: 1. Mewujudkan produk perikanan yang berdaya saing melalui penjaminan persyaratan mutu produk hasil perikanan. 2. Mewujudkan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan melalui pengendalian Hama Penyakit Ikan Karantina (HPIK) dan jenis agen yang dilindungi, dilarang dan dibatasi. 3. Mewujudkan masyarakat kelautan dan perikanan yang sejahtera, maju, mandiri melalui pola konsumsi ikan yang bermutu serta budidaya ikan yang bebas dari hama dan penyakit. 2.2 Tujuan Tujuan pembangunan BKIPM merupakan penjabaran dari visi dan misi guna mendukung prioritas pembangunan kelautan dan perikanan. Tujuan pembangunan yang hendak dicapai dalam rangka mencapai sasaran program prioritas BKIPM adalah melindungi kelestarian sumber daya hayati perikanan dan kelautan dari Hama Penyakit Ikan Karantina (HPIK) dan jenis agen yang dilindungi, dilarang, dibatasi serta menjamin mutu hasil perikanan nasional dengan sasaran:

1. meningkatnya kepatuhan (compliance) pelaku usaha KP terhadap ketentuan peraturan perundang undangan kelautan dan perikanan di wilayah pengeluaran/pemasukan ekspor, impor, dan antar area kepatuhan pelaku usaha kelautan dan perikanan dalam ekspor, impor dan antar area; 2. meningkatnya jumlah jenis penyakit ikan karantina yang dapat dicegah penyebarannya antar zona, melalui sertifikasi kesehatan ikan ekspor, impor dan antar area; 3. menurunnya jumlah kasus penolakan/penahanan ekspor hasil perikanan per negara mitra; 4. meningkatnya Unit Pengolahan Ikan yang memenuhi persyaratan ekspor serta; 5. meningkatnya pencegahan penyebaran jenis agen hayati yang dilindungi, dilarang dan besifat invasif melalui kajian dan analisis resiko. 2.3 Sasaran, Indikator dan Kinerja Sasaran merupakan hasil yang akan dicapai secara nyata oleh instansi pemerintah dalam rumusan yang lebih spesifik, terukur, dalam kurun waktu yang lebih pendek dari tujuan. Dalam sasaran telah ditetapkan indikator sasaran sebagai ukuran tingkat keberhasilan pencapaian sasaran untuk diwujudkan pada tahun bersangkutan. Setiap indikator sasaran disertai rencana tingkat capaian (target) masing-masing. Sasaran diupayakan untuk dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu secara berkesinambungan sejalan dengan tujuan yang ditetapkan dalam rencana stratejik. Dengan demikian, setiap tujuan yang ditetapkan memiliki indikator yang terukur. Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 25/Permen-KP/2015 Tentang Rencana Strategis Kementerian Kelautan Dan Perikanan Tahun 2015-, maka KKP melakukan perubahan/revisi Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama agar selaras dengan Renstra

KKP tersebut. Berdasarkan hal tersebut, BKIPM juga menyusun Rencana Strategis Tahun 2015- yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala BKIPM Nomor 85/KEP-BKIPM/2015 yang ditindaklanjuti dengan melakukan perubahan Perjanjian Kinerja di lingkungan BKIPM pada bulan September 2015. Pada Perjanjian Kinerja ini dilakukan perubahan nomenklatur Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.1 dan Tabel 2.1 di bawah ini. Gambar 2.1 Peta Strategi BKIPM tahun 2015 Tabel 2.1 Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja BKIPM Tahun 2015 SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA (IK) TARGET KET STAKEHOLDER PERSPECTIVE Terwujudnya kesejahteraan masyarakat kelautan perikanan 1 Pertumbuhan PDB Perikanan 7%

SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA (IK) TARGET KET CUSTOMER PERSPECTIVE Terwujudnya kedaulatan dalam pengelolaan SDKP Terwujudnya efektiftas pencegahan penyebaran HPIK Terwujudnya kapasitas pelaksanaan sistem penjaminan mutu dan keamanan hasil perikanan untuk peningkatan produktivitas usaha dan pendapatan sektor KP Terwujudnya efektifitas pengendalian keamanan hayati untuk meningkatkan pengelolaan SDKP yang pastisipatif, bertanggung jawab, berdaulat, mandiri, dan berkelanjutan INTERNAL PROCESS PERSPECTIVE Tersedianya kebijakan pembangunan karantina ikan dan pengendalian mutu yang efektif Terselenggaranya sistem pencegahan dan penyebaran penyakit ikan karantina, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan yang sesuai standar 2 Persentase kepatuhan (compliance) pelaku usaha KP terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku 3 Persentase jumlah jenis penyakit ikan karantina yang dicegah penyebarannya antar zona 4 Jumlah kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra 5 Unit Pengolahan Ikan yang memenuhi persyaratan ekspor 6 Nilai ekspor hasil perikanan (USD Miliar) 7 Jenis agen hayati yang dilindungi, dilarang dan besifat invasif melaui kajian analisis resiko 8 Indeks efektivitas kebijakan bidang perkarantinaan ikan mutu dan keamanan hasil perikanan 9 Sertifikat penerapan sistem jaminan mutu (sertifikat HACCP) di Unit Pengolahan Ikan 10 Sertifikat kesehatan ikan ekspor yang memenuhi persyaratan negara tujuan 11 Sertifikat kesehatan ikan domestik yang memenuhi persyaratan daerah tujuan 12 Lokasi yang termonitor kesegaran ikan, residu dan bahan berbahaya 13 Lokasi Perairan Laut yang dipetakan dari cemaran Marine Biotoxin dan Logam Berat 14 Unit Usaha Pembudidayaan Ikan (UUPI) yang menerapkan Cara Karantina Ikan yang Baik (CKIB) 15 Unit Pengolahan Ikan yang terigestrasi di negara mitra 16 Instalasi karantina ikan milik pihak ketiga yang layak untuk ditetapkan 17 Pelaku usaha (UPI) yang menerapkan sistem traceability 18 Tenaga Fungsional Pengendali Hama Penyakit Ikan (PHPI) dan Pengawas Mutu (Wastu) yang lulus uji kompetensi 70% IK Baru 80% IK Baru < 10 550 5,86 IK Baru 10 IK Baru 6 IK Baru 1,161 113.500 IK Baru 137.000 IK Baru 30 5 IK Baru 75 125 220 40 180 IK Baru

SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA (IK) TARGET KET Terwujudnya harmonisasi sistem penjaminan mutu yang implementatif Terselenggaranya pencegahan jenis dan agen hayati yang dilindungi, dilarang serta bersifat invasif LEARNING AND GROWTH PERSPECTIVE Terwujudnya aparatur sipil negara BKIPM yang kompeten, profesional dan berkepribadian Tersedianya manajemen pengetahuan BKIPM yang handal dan mudah diakses 19 Unit Pelaksana Teknis yang menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001 20 Unit Pelaksana Teknis yang menerapkan sistem manajemen inspeksi ISO 17020 21 Laboratorium yang konsisten dalam penerapan ISO 17025 22 Unit Kerja lingkup otoritas kompeten yang konsisten dalam penerapan Sistem Pengendalian Mutu 23 Negara mitra yang harmonis dengan sistem, perkarantinaan ikan, mutu dan keamanan hasil perikanan 24 Penanganan kasus ekspor hasil perikanan yang diselesaikan 25 Persentase penyakit ikan eksotik yang dicegah masuk kedalam wilayah RI 26 Lokasi yang dipetakan dari penyebaran penyakit ikan karantina 27 Tingkat keberhasilan pemberantasan dan penanggulangan pelanggaran karantina ikan 28 Lokasi yang terpetakan jenis agen hayati yang dilindungi, dilarang dan bersifat invasif 29 Indeks kompetensi dan integritas BKIPM 30 Persentase unit kerja BKIPM yang menerapkan sistem manajemen pengetahuan yang terstandar 12 10 IK Baru 15 20 IK Baru 36 IK Baru 90% 77% IK Baru 184 IK Baru 90% 46 IK Baru 65 IK Baru 40% IK Baru Terwujudnya birokrasi BKIPM yang efektif, efisien dan beroriantasi pada layanan prima Terkelolanya anggaran pembangunan BKIPM secara efisien dan akuntabel 31 Nilai kinerja reformasi birokrasi BKIPM 32 Nilai kinerja anggaran BKIPM 80-90% IK Baru 33 Persentase kepatuhan terhadap SAP lingkup BKIPM BB 100%

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA 3.1 Capaian Kinerja Langkah berikutnya dalam pencapaian kinerja adalah tahap pengukuran pencapaian indikator dan analisis hasil capaian indikator. Pengukuran pencapaian indikator kinerja layaknya dilakukan melalui identifikasi peran dan tanggung jawab setiap tingkat manajemen dalam organisasi untuk kemudian dianalisis upaya pencapaian target kinerja unit kerja yang bersangkutan dibandingkan dengan indikator yang telah disepakati sebelumnya. Berikut ini disampaikan ringkasan capaian indikator kinerja BKIPM tahun 2015, sebagaimana disajikan pada Tabel 3.1 di bawah ini. Tabel 3.1 Capaian Kinerja BKIPM Tahun 2015 SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI % STAKEHOLDER PERSPECTIVE Terwujudnya kesejahteraan masyarakat kelautan perikanan CUSTOMER PERSPECTIVE Terwujudnya kedaulatan dalam pengelolaan SDKP Terwujudnya efektiftas pencegahan penyebaran HPIK Terwujudnya kapasitas pelaksanaan sistem penjaminan mutu dan keamanan hasil perikanan untuk peningkatan produktivitas usaha dan pendapatan sektor KP 1 Pertumbuhan PDB Perikanan 2 Persentase kepatuhan (compliance) pelaku usaha KP terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku 3 Persentase jumlah jenis penyakit ikan karantina yang dicegah penyebarannya antar zona 4 Jumlah kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra 5 Unit Pengolahan Ikan yang memenuhi persyaratan ekspor 6 Nilai ekspor hasil perikanan (USD Miliar) 7 8,37 119,57 70% 83,2% 118,86 80% 64% 80 <10 <10 100 550 574 104,36 5,86 3,95 67,41

SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI % Terwujudnya efektifitas pengendalian keamanan hayati untuk meningkatkan pengelolaan SDKP yang partisipatif, bertanggung jawab, berdaulat, mandiri, dan berkelanjutan 7 Jenis agen hayati yang dilindungi, dilarang dan bersifat invasif melalui kajian analisis risiko 10 11 110 INTERNAL PROCESS PERSPECTIVE Tersedianya kebijakan pembangunan karantina ikan dan pengendalian mutu yang efektif Terselenggaranya sistem pencegahan dan penyebaran penyakit ikan karantina, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan yang sesuai standar 8 Indeks efektivitas kebijakan bidang perkarantinaan ikan mutu dan keamanan hasil perikanan 9 Sertifikat penerapan sistem jaminan mutu (sertifikat HACCP) di Unit Pengolahan Ikan 10 Sertifikat kesehatan ikan ekspor yang memenuhi persyaratan negara tujuan 11 Sertifikat kesehatan ikan domestik yang memenuhi persyaratan daerah tujuan 12 Lokasi yang termonitor kesegaran ikan, residu dan bahan berbahaya 13 Lokasi Perairan Laut yang dipetakan dari cemaran Marine Biotoxin dan Logam Berat 14 Unit Usaha Pembudidayaan Ikan (UUPI) yang menerapkan Cara Karantina Ikan yang Baik (CKIB) 15 Unit Pengolahan Ikan yang teregistrasi di negara mitra 16 Instalasi karantina ikan milik pihak ketiga yang layak untuk ditetapkan 17 Pelaku usaha (UPI) yang menerapkan sistem traceability 18 Tenaga Fungsional Pengendali Hama Penyakit Ikan (PHPI) dan Pengawas Mutu (Wastu) yang lulus uji kompetensi 19 Unit Pelaksana Teknis yang menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001 20 Unit Pelaksana Teknis yang menerapkan sistem manajemen inspeksi ISO 17020 6 8,1 135 1.161 1.451 124,98 113.500 110.649 97,49 137.000 155.886 113,78 30 30 100 5 5 100 75 104 138,67 125 140 112 220 222 100,91 40 65 160 180 86 47,77 12 12 100 10 2 10

SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI % Terwujudnya harmonisasi sistem penjaminan mutu yang implementatif Terselenggaranya pencegahan jenis dan agen hayati yang dilindungi, dilarang serta bersifat invasif LEARNING AND GROWTH PERSPECTIVE Terwujudnya aparatur sipil negara BKIPM yang kompeten, profesional dan berkepribadian Tersedianya manajemen pengetahuan BKIPM yang handal dan mudah diakses Terwujudnya birokrasi BKIPM yang efektif, efisien dan beroriantasi pada layanan prima Terkelolanya anggaran pembangunan BKIPM secara efisien dan akuntabel 21 Laboratorium yang konsisten dalam penerapan ISO 17025 22 Unit Kerja lingkup otoritas kompeten yang konsisten dalam penerapan Sistem Pengendalian Mutu 23 Negara mitra yang harmonis dengan sistem, perkarantinaan ikan, mutu dan keamanan hasil perikanan 24 Penanganan kasus ekspor hasil perikanan yang diselesaikan 25 Persentase penyakit ikan eksotik yang dicegah masuk ke dalam wilayah RI 26 Lokasi yang dipetakan dari penyebaran penyakit ikan karantina 27 Tingkat keberhasilan pemberantasan dan penanggulangan pelanggaran karantina ikan 28 Lokasi yang terpetakan jenis agen hayati yang dilindungi, dilarang dan bersifat invasif 29 Indeks kompetensi dan integritas BKIPM 30 Persentase unit kerja BKIPM yang menerapkan sistem manajemen pengetahuan yang terstandar 31 Nilai kinerja reformasi birokrasi BKIPM 32 Nilai kinerja anggaran BKIPM 33 Persentase kepatuhan terhadap SAP lingkup BKIPM 15 15 100 20 20 100 36 38 105,55 90% 90,91% 101,01 77% 100% 129,87 184 231 125,54 90% 91,5% 101,67 46 51 110,87 65 92,03 141,58 40% 83,3% 207 BB A 112 80-90% 86,88% 102,21 100% 100% 100

3.2 Analisis Dan Evaluasi Stakeholder Perspective Capaian kinerja BKIPM pada Stakeholder Perspective berasal dari satu sasaran strategis, yakni terwujudnya kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan. Sasaran Strategsi 1. Terwujudnya Kesejahteraan Masyarakat Kelautan dan Perikanan Kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan menjadi tolok ukur dari dampak keberhasilan program dan kegiatan BKIPM. Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan sasaran terwujudnya kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan adalah pertumbuhan PDB perikanan. IK1 Pertumbuhan PDB Perikanan Keberhasilan capaian sasaran strategis terwujudnya kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan salah satunya diukur melalui pendapatan domestik bruto (PDB) perikanan. PDB perikanan diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa perikanan yang diproduksi dalam jangka waktu tertentu (per tahun). Angka persentase pertumbuhan PDB Perikanan diperoleh dengan membandingkan nilai PDB Perikanan (berdasarkan harga konstan) tahun berjalan dibandingkan dengan nilai PDB Perikanan tahun sebelumnya. pertumbuhan PDB perikanan pada tahun 2015 sebesar 7%. Pencapaian pertumbuhan PDB Perikanan berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik pada triwulan III 2015 mencapai 8,37% atau mencapai 119,57%. Angka ini berada di atas pertumbuhan ekonomi Indonesia secara umum, yaitu 4,73% dan lebih tinggi dari triwulan II 2015 yang sebelumnya sebesar 7,17%. Faktor pendukung pertumbuhan ini adalah peningkatan produksi perikanan tangkap dan budidaya. Produksi perikanan tangkap hingga triwulan

III 2015 ini mencapai angka sebesar 4,72 juta ton atau naik sebesar 5,05% dibandingkan periode yang sama di tahun lalu. Sementara, untuk produksi perikanan budidaya mencapai produksi sebesar 10,07 juta ton atau meningkat sebesar 3,98%. Berdasarkan data KKP, komoditas perikanan tangkap yang mengalami peningkatan adalah tongkol (tongkol krai, cangkalang dan lisong) sebesar 10,57% dan tuna (madidihang, tuna sirip biru dan tuna mata besar) sebesar 15,47%. Sementara, komoditas perikanan budidaya yang juga mengalami peningkatan produksi adalah rumput lalu, ikan tawes dan nilem. Rumput laut mengalami peningkatan produksi sebesar 10,83%, tawes meningkat sebesar 24,82% dan nilem meningkat produksi sebesar 7,19% dibandingkan triwulan II 2014. Tabel 3.2 Perbandingan Capaian IK1 pada 2012-2015 dan Indikator Kinerja Tahun 2012 2013 2014 2015* % Thd Pertumbuhan PDB Perikanan (%) 6,49 6,86 6,97 8,37 12 69,75 Ket. * : Data realisasi s.d triwulan III 2015 Customer Perspective Capaian kinerja BKIPM pada Customer Perspective berasal dari empat sasaran strategis, yaitu 1) terwujudnya kedaulatan dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan; 2) terwujudnya efektiftas pencegahan penyebaran HPIK; 3) terwujudnya kapasitas pelaksanaan sistem penjaminan mutu dan keamanan hasil perikanan untuk peningkatan produktivitas usaha dan pendapatan sektor kelautan dan perikanan; 4) Terwujudnya efektifitas pengendalian keamanan hayati untuk meningkatkan pengelolaan SDKP yang pastisipatif, bertanggung jawab, berdaulat, mandiri, dan berkelanjutan.

Sasaran Strategis 2. Terwujudnya Kedaulatan Dalam Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan Keberhasilan pencapaian sasaran strategis terwujudnya kedaulatan dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan diperoleh dari pencapaian indikator persentase kepatuhan (compliance) pelaku usaha kelautan dan perikanan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku berikut ini. IK2 Persentase kepatuhan (compliance) pelaku usaha kelautan dan perikanan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku Kepatuhan adalah ketaatan pelaku usaha/pengguna jasa baik perorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan proses pengelolaan ikan dan produk perikanan dan/atau melakukan kegiatan lalu lintas ikan yang dinyatakan telah memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku di bidang perkarantinaan ikan, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan. Kegiatan pemasukan dan pengeluaran lalu lintas ikan (impor/ekspor/antar area) wajib dilengkapi sertifikat kesehatan ikan; melalui tempat-tempat pemasukan/pengeluaran yang ditetapkan, serta dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina untuk keperluan tindakan karantina. Pada sistem pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan, kewajiban yang harus ditaati adalah memiliki kelayakan pengolahan ikan, penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan melalui penilaian kesesuaian, serta disertifikasi baik unit pengolahannya maupun produknya. Indikator persentase kepatuhan (compliance) pelaku usaha kelautan dan perikanan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku diukur dari 5 variabel, yaitu persentase kepatuhan importir terhadap pemenuhan persyaratan impor (bobot 20%), persentase kepatuhan eksportir yang diatur oleh peraturan tertentu (Permen KP, Permen LHK) terhadap pemenuhan persyaratan ekspor (bobot 20%), persentase kepatuhan eksportir

terhadap pemenuhan persyaratan sertifikasi HACCP (bobot 20%), persentase kepatuhan unit pengolahan ikan (UPI) skala besar yang memenuhi sistem traceability (bobot 20%), dan persentase keberhasilan pengawasan di exit/entry point wilayah perbatasan (bobot 20%), dengan rumus perhitungan sebagai berikut: IK2= (x1 W1)+ (x2 W2)+(x3 W3)+(x4 W4)+(x5 W5) Pada tahun 2015, kepatuhan (compliance) pelaku usaha kelautan perikanan terhadap peraturan perundang-undangan karantina ikan, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan sebesar 83,2% atau mencapai 118,86% dari target 70%. Tabel 3.3 Perbandingan Capaian IK2 pada 2015 dan Indikator Kinerja Persentase kepatuhan (compliance) pelaku usaha KP terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku Capaian 2015 % thd 83,2% 87% 95,63 Sasaran Strategis 3. Terwujudnya Efektiftas Pencegahan Penyebaran HPIK Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan sasaran terwujudnya efektiftas pencegahan penyebaran HPIK adalah persentase jumlah jenis penyakit ikan karantina yang dicegah penyebarannya antar zona, dengan capaian kinerja sebagai berikut. IK3 Persentase jumlah jenis penyakit ikan karantina yang dicegah penyebarannya antar zona Berdasarkan Kepmen KP Nomor 26/2013 tentang Penetapan Jenis-Jenis Hama dan Penyakit Ikan Karantina, Golongan, Media Pembawa dan Sebarannya, terdapat 25 jenis HPIK sudah ada di Indonesia dan 26 HPIK yang belum ada di Indonesia. Indikator persentase jumlah jenis penyakit ikan karantina yang dicegah penyebarannya antar zona diukur dengan

membandingkan jumlah jenis HPIK yang sudah ada dan jumlah jenis HPIK yang menyebar dari zona tidak bebas ke zona bebas, dengan rumus perhitungan sebagai berikut: 3 = ( ) 100% Ket.: A: Jenis HPIK yang sudah ada di Indonesia B: Jenis HPIK yang menyebar dari zona tidak bebas ke zona bebas Capaian indikator ini diperoleh dari hasil kegiatan pemantauan penyakit ikan karantina tahun 2015 yang dilakukan di 231 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Dari 25 jenis HPIK yang sudah ada di Indonesia, terdapat 9 jenis HPIK yang menyebar dari zona tidak bebas ke zona bebas, yaitu white spot disease (WSSV), RSBIVD, VNN, KHV, Carp erytrodermatitis (Aeromonas salmonicida), Edwarsiella tarda, ESC (Edwarsiella ictaluri), Streptococcosis (Streptococcus iniae) dan Infectious myonecrosis. Sedangkan 16 jenis HPIK lainnya berhasil dicegah penyebarannya dari zona tidak bebas ke zona bebas (Lampiran 2). Sehingga capaian indikator persentase jumlah jenis penyakit ikan karantina yang dicegah penyebarannya antar zona hanya 64% dari target 80% atau mencapai 80%. Penyebab tidak tercapainya indikator ini antara lain karena masih kurangnya sarana pengujian HPIK di beberapa UPT dan belum meratanya kompetensi SDM fungsional yang ada. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemenuhan sarana pengujian dan peningkatan kompetensi SDM. Tabel 3.4 Perbandingan Capaian IK3 pada 2015 dan Indikator Kinerja Capaian 2015 % thd Persentase jumlah jenis penyakit ikan karantina yang dicegah penyebarannya antar zona 64% 96% 66,67

Sasaran Strategis 4. Terwujudnya kapasitas pelaksanaan sistem penjaminan mutu dan keamanan hasil perikanan untuk peningkatan produktivitas usaha dan pendapatan sektor kelautan dan perikanan Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan sasaran strategis ini terdiri dari jumlah kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra, Unit Pengolahan Ikan yang memenuhi persyaratan ekspor, dan nilai ekspor hasil perikanan (USD Miliar), dengan capaian kinerja sebagai berikut. IK4 Jumlah kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra Kontribusi BKIPM dalam meningkatkan kinerja ekspor produk hasil perikanan di pasar internasional adalah dengan menekan jumlah kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra agar tidak melampaui jumlah sepuluh (<10) per negara mitra. Indikator ini dihitung berdasarkan notifikasi penolakan yang diterima otoritas kompeten dari negara mitra yang jumlah kasus penolakannya tertinggi. Tingkat capaian 100% diperoleh selama jumlah kasus penolakan tertinggi per negara mitra lebih rendah dari jumlah target penolakan yang ditetapkan (<10). Data kinerja kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra pada tahun 2015 tertinggi terjadi di negara Itali, Perancis, Inggris dan Rusia, yaitu dua kasus, dan satu kasus terjadi di negara Belgia, Korea Selatan dan Kanada. Penyebab utama terjadinya kasus penolakan hasil perikanan adalah kandungan merkuri dan cemaran bakteri. Untuk negara mitra lainnya seperti China, Vietnam dan Norwegia tidak ada kasus penolakan ekspor atau nihil. Sebagai perbandingan kasus penolakan yang terjadi di Uni Eropa sesuai data RASFF tahun 2015, Indonesia dengan total tujuh kasus berada di posisi 19 masih di bawah negara-negara pesaing seperti: China (12 kasus) di posisi 8; Thailand (10 kasus) di posisi 12; India (18 kasus) di posisi 5; Vietnam (41

kasus) di posisi 2, sedangkan posisi 1 diduduki oleh Spanyol dengan jumlah kasus 84. Tabel 3.5 Rekapitulasi Kasus Penolakan pada 2012-2015 No Negara mitra Kasus Penolakan 2012 2013 2014 2015 1 China 0 0 0 0 2 Kanada 0 5 4 1 3 Vietnam 0 0 0 0 4 Rusia 1 4 0 2 5 Korea Selatan 2 3 2 1 6 Italia 9 1 1 2 7 Spanyol 3 0 1 0 8 Prancis 1 1 1 2 9 Inggris 1 0 1 2 10 Belgia 0 1 1 1 11 Jerman 0 2 3 0 12 Slovenia 0 0 1 0 13 Norwegia 0 0 0 0 Ket.: Untuk 21 negara anggota EU dan 4 negara anggota EEU lainnya tidak ada kasus penolakan ekspor (Sumber: Pusat Sertifikasi Mutu, 2015) IK5 Jumlah unit pengolahan ikan yang memenuhi persyaratan ekspor Realisasi indikator ini diukur dengan menghitung jumlah UPI yang mendapatkan sertifikat HACCP dari otoritas kompeten, sebagai salah satu persyaratan ekspor ke negara mitra. Realisasi jumlah Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang memenuhi persyaratan ekspor telah diinspeksi sebanyak 574 UPI atau mencapai 104% dari target 550 UPI. Tabel 3.6 Perbandingan Capaian IK5 Pada 2012 2015 dan Indikator Kinerja Jumlah unit pengolahan ikan yang memenuhi persyaratan ekspor Capaian 2012 2013 2014 2015 % Thd 523 525 592 574 650 88,31

Penurunan jumlah UPI yang memenuhi persyaratan ekspor jika dibandingkan dengan tahun 2014 dikarenakan penurunan volume ekspor terutama ke negara China, Philipina, dan Thailand akibat berhentinya suplai ekspor dari beberapa perusahaan yang terindikasi mendapatkan bahan baku dari tangkapan ilegal. Pada tahun 2014 beberapa perusahaan tersebut berkontribusi terhadap volume ekspor produk hasil perikanan sebesar 145.328.497 Kg. Pada tahun 2015 kinerja ekspor perusahaan tersebut menurun secara signifikan sebesar 96,69%. Berhentinya aktivitas ekspor beberapa perusahan tersebut di atas dikarenakan wajib mematuhi regulasi baru terkait moratorium perijinan, penggunaan kapal eks asing dan awak asing, pelarangan penggunaan alat tangkap trawl, transhipment dan anti perbudakan. IK6 Nilai ekspor hasil perikanan (USD Miliar) Pada tahun 2015, nilai ekspor hasil perikanan ditargetkan sebesar USD5,86 miliar. Secara kumulatif nilai ekspor hasil perikanan Indonesia periode Januari - Desember 2015 mencapai USD3,95 miliar, atau tercapai 67,41%. Komoditas utama ekspor hasil perikanan tahun 2015 adalah udang (41%), tuna tongkol cakalang (15%), kepiting/rajungan (8%), rumput laut (5%), dan cumi-cumi/gurita/sotong (5%). Tabel 3.7 Perbandingan Capaian IK6 Pada 2012-2015 dan Indikator Kinerja Nilai ekspor hasil perikanan (USD miliar) Keterangan: *) Angka sementara Capaian 2012 2013 2014 2015* 3,85 4,18 4,64 3,95-14,87 Angka pencapaian ini lebih kecil apabila dibandingkan dengan nilai ekspor tahun 2014, yakni USD4,64 miliar. Sebaliknya, ekspor hasil perikanan

dalam periode lima tahun terakhir mengalami peningkatan rata-rata sebesar 3,52% per tahun. Beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan ekspor tersebut antara lain: a. Penurunan total nilai impor hasil perikanan di beberapa negara tujuan utama. Berdasarkan data UN Comtrade 2015 periode Januari-Oktober 2015 terdapat penurunan impor perikanan di negara USA menurun 7,5% dibanding 2014 dari USD18,3 miliar menjadi USD16,9 miliar, Jepang menurun 10% dibanding 2014 dari USD12,9 miliar menjadi USD11,6 miliar, UE (28 Negara) menurun 13,4% dibanding 2014 dari USD35,8 miliar menjadi USD31,0 miliar. b. Distribusi bahan baku dari nelayan (produsen) ke Unit Pengolahan Ikan (UPI) belum berjalan dengan baik. Hal tersebut mengakibatkan beberapa UPI kekurangan bahan baku sehingga tidak bisa optimal ekspornya. c. Selain hal tersebut, berdasarkan data BPS, beberapa komoditas mengalami penurunan harga diantaranya adalah harga ekspor udang menurun 22% dibanding 2014 (walaupun volume naik 0,7% atau setara USD436 Juta), harga ekspor rumput laut menurun 27% dibanding 2014 (walaupun volume naik 3% atau setara dengan USD72 Juta) dan harga ekspor kepiting menurun 10% (setara dengan USD33 juta) dibanding 2014. Sasaran Strategis 5. Terwujudnya efektifitas pengendalian keamanan hayati untuk meningkatkan pengelolaan SDKP yang partisipatif, bertanggung jawab, berdaulat, mandiri, dan berkelanjutan Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan sasaran strategis ini adalah jenis agen hayati yang dilindungi, dilarang dan bersifat invasif melalui kajian analisis risiko, dengan capaian kinerja sebagai berikut.

IK7 Jenis agen hayati yang dilindungi, dilarang dan bersifat invasif melalui kajian analisis resiko Analisis risiko merupakan rangkaian kegiatan untuk mengevaluasi peluang dan konsekuensi biologis dan ekonomis dari pemasukan suatu komoditi ikan dari suatu negara atau antar area di wilayah Negara Republik Indonesia. Analisis risiko terdiri dari empat komponen utama: (1) identifikasi bahaya, (2) penilaian risiko, (3) manajemen risiko, dan (4) komunikasi risiko. Karakteristik analisis risiko adalah berbasis ilmiah, konsisten, transparan dan fleksibel. Indikator jenis agen hayati yang dilindungi, dilarang dan bersifat invasif melalui kajian analisis resiko diukur dengan menghitung jumlah kajian analisis risiko yang telah ditetapkan melalui Keputusan Kepala BKIPM. Pada tahun 2015, telah dihasilkan 11 dokumen kajian analisis risiko dari target 10 atau mencapai 110. Kajian analisis risiko tersebut terdiri dari Analisis Risiko Pemasukan Tiram Pasifik (Crassostreagigas) sebagai Spesies Asing Invasif; Analisis Risiko Pemasukan Tiram Pipih Eropa (Ostreaedulis) sebagai Spesies Asing Invasif; Analisis Risiko Pemasukan Vandellia sp Sebagai Spesies Asing Invasif; Analisis Risiko Pemasukan Ikan Gabus (Channa sp) sebagai Spesies Asing Invasif; Analisis Risiko Pemasukan Arapaima gigas sebagai Spesies Asing Invasif; Analisis Risiko Pemasukan Piranha (Serrasalmus sp) sebagai Jenis Ikan Berbahaya; Analisis Risiko Pemasukan Esoxlucius sebagai Jenis Ikan Berbahaya; Analisis Risiko Pemasukan Belut Listrik (Electrophorus electricus) sebagai Spesies Asing Invasif; Analisis Risiko Early Mortality Syndrome (EMS) pada udang; Kajian Risiko Larangan Terbatas Pengeluaran Dan Pemasukan Lobster (Panulirus spp); dan Kajian Risiko Larangan Terbatas Pengeluaran Dan Pemasukan Kepiting (Scylla spp).

Tabel 3.8 Perbandingan Capaian IK7 Pada 2015 dan Indikator Kinerja Jenis agen hayati yang dilindungi, dilarang dan besifat invasif melalui kajian analisis resiko Capaian 2015 % thd 11 80 13,75 Internal Process Perspective Capaian kinerja Ditjen PDSPKP pada Internal Process Perspective berasal dari empat sasaran strategis, yaitu 1) tersedianya kebijakan pembangunan karantina ikan dan pengendalian mutu yang efektif; 2) terselenggaranya sistem pencegahan dan penyebaran penyakit ikan karantina, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan yang sesuai standar; 3) terwujudnya harmonisasi sistem penjaminan mutu yang implementatif; dan 4) Terselenggaranya pencegahan jenis dan agen hayati yang dilindungi, dilarang serta bersifat invasif. Sasaran Strategis 6. Tersedianya kebijakan pembangunan karantina ikan dan pengendalian mutu yang efektif Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan sasaran strategis ini adalah indeks efektivitas kebijakan bidang perkarantinaan ikan mutu dan keamanan hasil perikanan, dengan capaian kinerja sebagai berikut. IK8 Indeks efektivitas kebijakan bidang perkarantinaan ikan mutu dan keamanan hasil perikanan Efektivitas kebijakan pemerintah adalah keputusan yang diambil oleh KKP melalui penerbitkan Peraturan Menteri dan/atau Keputusan Menteri dapat dilaksanakan dan mampu menyelesaikan masalah sesuai dengan tujuan pembuatan kebijakan tersebut. Indeks efektivitas kebijakan pemerintah adalah suatu ukuran untuk menilai sejauh mana kebijakan yang diterbitkan oleh KKP dapat diterima oleh stakeholders kelautan perikanan, serta mampu

menyelesaikan masalah sesuai dengan tujuan pembuatan kebijakan tersebut. Indikator indeks efektifitas kebijakan pemerintah merupakan indikator di Level 0 yang diturunkan ke seluruh level I dengan metode lingkup dipersempit. Indikator indeks efektivitas kebijakan bidang perkarantinaan ikan mutu dan keamanan hasil perikanan pada tahun 2015 diukur melalui penilaian indeks kepuasan masyarakat. Realisasi indikator ini pada 2015, mengacu pada angka realisasi KKP, yaitu 8,1. Tabel 3.9 Perbandingan Capaian IK8 Pada 2015 dan Indikator Kinerja Indeks efektivitas kebijakan bidang perkarantinaan ikan mutu dan keamanan hasil perikanan Capaian 2015 % thd 8,1 8 101,25 Sasaran Strategis 7. Terselenggaranya sistem pencegahan dan penyebaran penyakit ikan karantina, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan yang sesuai standar Keberhasilan pencapaian sasaran strategis terselenggaranya sistem pencegahan dan penyebaran penyakit ikan karantina, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan yang sesuai standar diperoleh dari pencapaian tiga belas indikator kinerja berikut ini. IK9 Sertifikat penerapan sistem jaminan mutu (sertifikat HACCP) di Unit Pengolahan Ikan HACCP merupakan suatu sistem manajemen keamanan makanan yang sudah terbukti dan didasarkan pada tindakan pencegahan terhadap bahaya keamanan hasil perikanan yang untuk dikonsumsi manusia dari bahaya yang bersifat biologi, kimia dan fisik. Dengan penerapan sistem HACCP, identifikasi suatu yang mungkin akan muncul di dalam proses, tindakan pengendalian yang dibutuhkan akan dapat ditempatkan sebagaimana mestinya sehingga pemantauan terhadap bahaya keamanan makanan akan mudah dilaksanakan.

Hal ini untuk memastikan bahwa keamanan makanan memang dikelola dengan efektif dan untuk menurunkan ketergantungan pada metode tradisional seperti pengujian pada produk akhir (end product testing). Sertifikat penerapan HACCP merupakan salah satu persyaratan mutlak dan wajib harus dimiliki oleh unit Pengolahan ikan, bila akan melakukan ekspor hasil produksi perikanannya. Sertifikasi penerapan HACCP mengacu kepada tata cara penerbitan HACCP sesuai Peraturan Kepala BKIPM Nomor PER.03/BKIPM/2011. Indikator sertifikat penerapan sistem jaminan mutu (sertifikat HACCP) di Unit Pengolahan Ikan diukur dengan menghitung jumlah realisasi sertifikat HACCP yang diterbitkan pada tahun berjalan. Pada tahun 2015 telah diterbitkan sejumlah 1.451 sertifikat dari target sebanyak 1.161 sertifikat atau mencapai 124,98%. Capaian ini melampaui target dikarenakan: 1. Bertambahnya UPI, khususnya produk hidup untuk dikonsumsi yang sebelumnya belum menerapkan sistem HACCP. 2. Peningkatan jumlah UPI skala kecil yang menerapkan sistem HACCP untuk kegiatan ekspor produk hasil perikanan. 3. Penambahan ruang lingkup produk dari UPI yang sudah ada dalam rangka diversifikasi produk hasil perikanan yang dapat di ekspor. Tabel 3.10 Perbandingan Capaian IK9 pada 2012 2015 dan Tahun Indikator Kinerja Jumlah sertifikasi penerapan sistem jaminan mutu (sertifikat HACCP) di Unit Pengolahan Ikan sebagai persyaratan ekspor Capaian 2012 2013 2014 2015 % thd 1.145 1.219 1.556 1.451 1.395 104,01 (Sumber: Pusat Sertifikasi Mutu, 2015)

IK10 Sertifikat kesehatan ikan ekspor yang memenuhi persyaratan negara tujuan Produk hasil perikanan yang akan diekspor harus memenuhi persyaratan memiliki sertifikat kesehatan (Health Certificate/HC). Kelengkapan HC dimaksudkan sebagai pemenuhan amanat UU Nomor 31 Tahun 2004 jo UU Nomor 45 Tahun 2009 dan persyaratan pasar Internasional. Sertifikasi kesehatan produk hasil perikanan ekspor dilakukan melalui In Process Inspection terhadap UPI yang teregistrasi dan memiliki sertifikat HACCP. Sedangkan sertifikasi kesehatan karantina ikan harus memenuhi standar penerbitan sesuai SOP Nomor 01/2015 dan SOP Nomor 03/2015 dan mengacu pada sesuai dengan PP nomor 15/2002. Indikator sertifikat kesehatan ikan ekspor yang memenuhi persyaratan negara tujuan diukur dengan menghitung realisasi jumlah HC karantina ikan dan HC hasil perikanan yang terbit. indikator sebesar 113.000 sertifikat terdiri dari HC karantina sebesar 31.500 dan HC mutu sebesar 82.000. Realisasi jumlah HC karantina yang diterbitkan adalah 44.181 sertifikat, sedangkan realisasi jumlah HC mutu yang diterbitkan sebanyak 66.468 sertifikat sehingga total sertifikat yang diterbitkan sebanyak 110.649 atau hanya mencapai 98%. Tidak tercapainya target yang telah ditetapkan tersebut disebabkan terjadi penurunan penerbitan HC mutu akibat adanya penurunan volume ekspor produk hasil perikanan pada tahun 2015, yaitu sebesar 9,63% jika dibandingkan volume ekspor pada tahun 2014 yang mencapai 818.380.971 Kg (data selengkapnya pada Lampiran 3). Penyebab lain tidak tercapainya target sertifikasi produk hasil perikanan ekspor adalah menurunnya ekspor hasil komoditas lobster, kepiting, dan rajungan dalam bentuk atau olahan karena adanya pelarangan penangkapan lobster, kepiting dan rajungan bertelur sesuai dengan Permen KP Nomor 01 Tahun 2015.

Tabel 3.11 Perbandingan Capaian IK10 pada 2013-2015 dan Indikator Kinerja Sertifikat kesehatan ikan ekspor yang memenuhi persyaratan negara tujuan (Sumber: Puskari dan Pusat SM, 2015) Capaian 2013 2014 2015 % thd 118.833 120.551 110.649 122.000 90,69 IK11 Sertifikat kesehatan ikan domestik yang memenuhi persyaratan daerah tujuan Sertifikasi kesehatan ikan domestik dilakukan melalui tindakan karantina ikan dalam rangka mencegah tersebarnya HPIK antar area di dalam Wilayah Negara Republik Indonesia. Sertifikasi bertujuan untuk memastikan dan memberikan jaminan bahwa media pembawa/ikan yang dilalulintaskan tidak tertular HPIK yang dipersyaratkan daerah tujuan sesuai dengan standar. Indikator sertifikat kesehatan ikan domestik yang memenuhi persyaratan daerah tujuan diukur melalui verifikasi (on site dan on desk) terhadap jumlah sertifikat kesehatan ikan domestik keluar (KI-D2) yang diterbitkan oleh UPT BKIPM dan memenuhi standar. Pada tahun 2015 hasil verifikasi dari total 183.696 sertifikat, diperoleh 155.886 sertifikat yang memenuhi standar dari target 137.000 sertifikat, atau mencapai 113,8%. Tercapainya indikator tersebut dikarenakan telah tersusunnya standar, bimbingan teknis, dan pembinaan penerapan SOP. Tabel 3.12 Perbandingan Capaian IK11 pada 2013-2015 dan Indikator Kinerja Sertifikat kesehatan ikan domestik yang memenuhi persyaratan daerah tujuan (Sumber: Puskari 2015) Capaian 2013 2014 2015 % thd 224.904 134.378 155.886 144.000 108,25

Hasil perikanan hidup yang dominan dilalulintaskan secara domestik adalah benih udang vannamei (64%), benih udang windu (15%), benih bandeng (16%), patin (3%) dan benih lele (0,38%). Sedangkan hasil perikanan non hidup yang dominan dilalulintaskan adalah rumput laut (19%), pakan ikan/udang (8%), tongkol (7%), ikan beku campur (5%), dan cakalang (4%). Data selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3.1 di bawah ini. Gambar 3.1 Hasil Perikanan Yang Dominan Dilalulintaskan Secara Domestik IK12 Lokasi yang termonitor kesegaran ikan, residu dan bahan berbahaya Pemantauan ikan dilakukan terhadap kesegaran ikan, residu kimia dan bahan berbahaya pada ikan segar, baik yang yang beredar di sekitar pelabuhan perikanan dan bahan baku yang digunakan industri perikanan skala besar di sekitar pelabuhan perikanan. Pengujian dilakukan berdasarkan potensi dan jenis ikan yang ada di lokasi pemantauan, karena dengan jenis ikan dapat diketahui bahaya yang akan mempengaruhi mutu ikan. Pemantauan tidak dilakukan terhadap semua parameter uji tetapi dilakukan dengan pengujian selektif. Indikator lokasi yang termonitor kesegaran ikan, residu dan bahan berbahaya diukur dengan menghitung realisasi jumlah lokasi yang dimonitor kesegaran ikan, residu dan bahan berbahaya.

Realisasi jumlah lokasi yang termonitor kesegaran ikan, residu dan bahan berbahaya tahun 2015 sebanyak 30 lokasi dari target 30 lokasi atau mencapai 100%. Lokasi yang dipantau tersebut terdiri dari pelabuhan perikanan, lingkungan perairan, dan miniplant, yaitu Tj. Balai Asahan, Padang, Lampung, Pelabuhan Ratu, Cirebon, Nizam Zachman, Muara Angke, Pati, Pekalongan, Tegal, Banyuwangi, Prigi, Probolinggo, Lamongan, Denpasar, Mataram, Bima, Kupang, Bitung, Gorontalo, Makassar, Kendari, Ambon, Ternate, Sorong, Karangantu, Bau-Bau, Tahuna, Pangkalpinang dan Cilacap (Lampiran 4). Berdasarkan hasil monitoring di 30 lokasi dapat disimpulkan bahwa ikan yang didaratkan dan didistribusikan masih aman untuk dikonsumsi. Tabel 3.13 Perbandingan Capaian IK12 pada 2013 2015 dan Indikator Kinerja Capaian 2013 2014 2015 % thd Lokasi yang termonitor kesegaran ikan, residu dan bahan berbahaya 25 21 30 32 93,75 (Sumber: Pusat Sertifikasi Mutu, 2015) IK13 Lokasi perairan laut yang dipetakan dari cemaran marine biotoxin dan logam berat Indikator lokasi perairan laut yang dipetakan dari cemaran marine biotoxin dan logam berat diukur dengan menghitung realisasi jumlah lokasi perairan (teluk, selat, wilayah pesisir) laut yang dipetakan dari cemaran Marine Biotoxin dan Logam Berat. Realisasi lokasi perairan laut yang dipetakan dari cemaran marine biotoxin dan logam berat tercapai 5 lokasi dari target 5 lokasi atau 100% dari target. Berdasarkan target awal pemetaan perairan laut dari cemaran marine biotoxin dan logam berat terhadap 3 lokasi, yaitu Tanjung Balai Asahan, Lampung dan DKI Jakarta. Karena ada penambahan anggaran APBNP dan

merupakan sentra produksi kekerangan dan ikan karang maka dilaksanakan penambahan lokasi pemetaan di 2 lokasi, yaitu Surabaya, dan Ambon. Berdasarkan hasil pemetaan terhadap 5 lokasi tidak terjadi cemaran marine biotoxin. Hal ini di tunjukkan dari hasil uji biotoxin pada ikan dan identifikasi plankton pada perairan. Sedangkan untuk logam berat pada 5 perairan, hanya perairan sekitar Surabaya yang tercemar, hal ini ditunjukkan dari hasil pengujian logam berat Cadmium pada kerang yang melebihi ambang batas. Tabel 3.14 Perbandingan Capaian IK13 pada 2015 dan Indikator Kinerja Capaian 2015 % thd Lokasi Perairan Laut yang dipetakan dari cemaran Marine Biotoxin dan Logam Berat 5 10 50% (Sumber: Pusat Sertifikasi Mutu, 2015) IK14 Unit Usaha Pembudidayaan Ikan (UUPI) yang menerapkan Cara Karantina Ikan yang Baik (CKIB) Cara Karantina Ikan yang Baik (CKIB) adalah metode yang berisikan standar operasional prosedur (SOP) yang digunakan untuk memastikan bahwa semua tindakan dan penggunaan fasilitas instalasi karantina dilakukan secara efektif, konsisten, sistematis dan memenuhi standar biosekuriti untuk menjamin kesehatan ikan. Penerapan CKIB bertujuan untuk mendorong UUPI melaksanakan manajemen kesehatan ikan yang baik dengan menerapkan prinsip-prinsip biosekuriti pada produksi budidaya ikan sehingga dapat memenuhi jaminan kesehatan ikan. Indikator Unit Usaha Pembudidayaan Ikan (UUPI) yang menerapkan Cara Karantina Ikan yang Baik (CKIB) diukur dengan menghitung realisasi jumlah UUPI (kelas A, kelas B, dan kelas C) yang telah disertifikasi CKIB. Pada tahun 2015, realisasi UUPI yang telah disertifikasi CKIB sebanyak 104 unit dari target 75 unit atau mencapai 138,67%. UUPI tersebut terdiri dari kelas A berjumlah

2, kelas B berjumlah 81, dan kelas C berjumlah 21. Pencapaian indikator ini didiperoleh dari kegiatan inspeksi penerapan CKIB pada UUPI yang dilakukan oleh Pusat dan UPT serta sosialisasi penerapan CKIB. Jika dibandingkan dengan target pada akhir RPJM tahun sebesar 500 UUPI, realisasi ini baru mencapai 20,8%. Tabel 3.15 Perbandingan Capaian IK14 pada 2013 2015 dan Indikator Kinerja Unit Usaha Pembudidayaan Ikan (UUPI) yang menerapkan Cara Karantina Ikan yang Baik (CKIB (Sumber: Puskari, 2015) Capaian 2013 2014 2015 % thd target 5 12 104 500 20,8 IK15 Unit Pengolahan Ikan yang teregistrasi di negara mitra Dalam rangka penyerasian/harmonisasi sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan antara Indonesia dengan negara-negara tujuan ekspor, maka masing-masing negara yang akan melakukan ekspor harus meregistrasi/mendaftarkan UPI yang telah bersertifikat HACCP. Registrasi UPI ini bertujuan supaya UPI yang melakukan ekspor diakui oleh Otoritas Kompeten negara mitra, mempermudah penelusuran dan penyelesaian apabila UPI terkena kasus, dan mempermudah melakukan evaluasi terhadap UPI. Indikator Unit Pengolahan Ikan yang teregistrasi di negara mitra diukur dengan menghitung jumlah UPI bersertifikat HACCP yang mendapatkan nomor registrasi dari Kepala BKIPM dan mendapat persetujuan (approval number) dari negara mitra. Pada tahun 2015, 140 UPI telah teregistrasi dan memperoleh approval number dari target 125 unit atau mencapai 112%, dengan rincian per negara mitra disajikan pada Tabel 3.16.

Tabel 3.16 Jumlah UPI yang Teregistrasi di Negara Mitra pada 2012-2015 Negara Jumlah UPI 2012 2013 2014 2015 Uni Eropa 10 12 13 10 Korea Selatan 13 28 17 39 China 111 38 32 35 Kanada 29 15 14 10 Vietnam 35 26 37 36 Norwegia 0 0 0 10 Eurasian Economic Union (Rusia, Belarus, Kazakhstan, Armenia, dan Kirgystan) 29 0 15 0 Total 227 119 128 140 (Sumber: Pusat Sertifikasi Mutu, 2015) Keberhasilan pencapaian ini adalah karena Otoritas Kompeten secara terus menerus melakukan sosialisasi ketentuan persyaratan negara mitra dan evaluasi pemanfaatan nomer registrasi. Selain itu UPI telah memahami persyaratan negara mitra dan secara bertahap telah mampu memenuhi (harmonis) persyaratan negara mitra. Capaian dapat gagal apabila terjadi perubahan persyaratan dari negara mitra yang tidak diikuti atau disosialisasikan oleh Otoritas Kompeten dan atau UPI tidak mengindahkan persyaratan tersebut. Kegiatan pendukung tahun 2015 dalam pencapaian target indikator ini adalah inspeksi penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan, verifikasi tindak lanjut inspeksi, kerjasama dalam rangka penyerasian persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan ekspor impor, sosialisasi ketentuan/persyaratan negara mitra, serta evaluasi dan penanganan kasus penolakan hasil perikanan.

IK16 Instalasi karantina ikan milik pihak ketiga yang layak untuk ditetapkan Instalasi Karantina Ikan adalah tempat beserta segala sarana dan fasilitas yang ada padanya yang digunakan untuk melaksanakan tindakan karantina guna mencegah masuk dan tersebarnya HPIK dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya HPI dari dalam wilayah negara Republik Indonesia. Instalasi Karantina Ikan milik Perorangan atau Badan Hukum (Pihak Ketiga) adalah instalasi karantina yang dibangun oleh perorangan atau badan hukum dan telah ditetapkan dalam bentuk sertifikat instalasi karantina ikan, yang pengelolaannya di bawah pengawasan UPT KIPM. Indikator instalasi karantina ikan milik pihak ketiga yang layak untuk ditetapkan diukur dengan menghitung jumlah instalasi karantina ikan milik pihak ketiga yang telah ditetapkan sebagai Instalasi Karantina Ikan (IKI) melalui keputusan Kepala BKIPM. Pada tahun 2015, telah ditetapkan 222 unit IKI dari target 220 unit atau mencapai 100,91%. Instalasi Karantina Ikan (IKI) tersebut terdiri dari 54 IKI media pembawa-hidup, 129 IKI media pembawamati, 39 IKI media pembawa-benda lain. Tabel 3.17 Pebandingan Capaian IK16 pada 2015 dan Indikator Kinerja Instalasi karantina ikan milik pihak ketiga yang layak untuk ditetapkan Capaian 2013 2014 2015 % thd 5 12 222 260 85,38 IK17 Pelaku usaha (UPI) yang menerapkan sistem traceability Penerapan sistem manajemen mutu yang efektif dan konsisten dari hulu sampai hilir perlu didukung oleh sistem kemampuan telusur atau traceability. Tujuan traceability adalah untuk mengendalikan produk perikanan apabila

terjadi insiden keamanan pangan atau produk yang bermasalah akan mudah ditelusuri. Sistem traceability merupakan bagian penting dalam sistem jaminan kesehatan ikan, mutu dan keamanan hasil perikanan sesuai persyaratan internasional. Setiap produk hasil perikanan yang akan didistribusikan dari hulu ke hilir harus dapat ditelusuri melalui pemenuhan alur informasi dan basis data. Sistem traceability ditujukan untuk mengendalikan produk apabila terjadi insiden keamanan pangan atau produk yang bermasalah akan mudah ditelusuri. Traceability merupakan salah satu persyaratan utama untuk UPI melakukan ekspor ke Uni Eropa. Indikator pelaku usaha (UPI) yang menerapkan sistem traceability diukur dengan menghitung jumlah UPI yang telah menerapkan sistem traceability melalui verifikasi penerapan sistem ketertelusuran hasil perikanan. Pada tahun 2015, dari hasil verifikasi sebanyak 65 unit UPI telah menerapkan sistem traceability dari target 40 unit atau mencapai 162,5%. Daftar nama UPI yang telah menerapkan sistem traceability dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 3.18 Perbandingan Capaian IK17 pada 2013 2015 dan Indikator Kinerja Capaian 2013 2014 2015 % thd Pelaku usaha (UPI) yang menerapkan sistem traceability 2 4 65 32 203 (Sumber: Pusat Standardisasi, Kepatuhan dan Kerjasama, 2015) IK18 Tenaga Fungsional Pengendali Hama Penyakit Ikan (PHPI) dan Pengawas Mutu (Wastu) yang lulus uji kompetensi Sampai dengan tahun 2015, BKIPM telah memiliki 881 tenaga fungsional PHPI dan 11 pengawas mutu. Uji kompetensi pejabat fungsional yang diselenggarakan oleh BKIPM pada dasarnya adalah untuk mendapatkan

informasi awal tentang gambaran kompetensi sumber daya manuasia BKIPM dalam menghadapi MEA. Indikator tenaga fungsional PHPI dan Wastu yang lulus uji kompetensi diukur dengan menghitung jumlah fungsional yang mengikuti uji kompetensi dan lulus dengan standar minimal penilaian 55. Uji kompetensi dilaksanakan terhadap 183 fungsional, yang terdiri dari 159 pejabat fungsional PHPI dan 24 pejabat fungsional Pengawas Mutu. Dari hasil uji kompetensi tersebut diperoleh 75 orang PHPI memenuhi standar (47%) serta 11 Wastu memenuhi standar (45%). Sedangkan sisanya sebanyak 97 orang (53%) belum memenuhi standar. Rendahnya tingkat pemenuhan terhadap kompetensi tersebut menjadi tantangan bagi BKIPM dan unit terkait lainnya untuk bersama melakukan peningkatan kompetensi tersebut menjadi tantangan bagi BKIPM dan unit terkait lainnya untuk secara bersama melakukan peningkatan kompetensi secara lebih serius melalui pembinaan pegawai/pejabat fungsional, kurikulum dan diklat pejabat fungsional., BKIPM telah memiliki Uji komptensi dilakukan untuk mengetahui Tabel 3.19 Perbandingan Capaian IK18 pada 2015 dan Indikator Kinerja Capaian 2015 % thd Tenaga Fungsional Pengendali Hama Penyakit Ikan (PHPI) dan Pengawas Mutu (Wastu) yang lulus uji kompetensi 86 240 35,83 (Sumber: Pusat Standardisasi, Kepatuhan dan Kerjasama, 2015) IK19 Unit Pelaksana Teknis yang menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001 ISO 9001 merupakan salah satu standar di bidang sistem manajemen mutu yang harus dimiliki oleh UPT BKIPM untuk meningkatkan kualitas pelayanan dalam penjaminan mutu jasa yang dihasilkannya. Peningkatan

kualitas pelayanan tersebut merupakan upaya menyatukan harapan para pengguna jasa dengan kemampuan dan kebutuhan pengembangan kapasitas individu dan UPT BKIPM. Indikator Unit Pelaksana Teknis yang menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001 diukur dengan menghitung jumlah UPT konsisten dalam penerapan sistem manajemen mutu melalui akreditasi ISO 9001 melalui audit internal dan verifikasi. Pada tahun 2015, telah dilakukan audit internal dan verifikasi penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 terhadap 12 UPT BKIPM dari target 12 UPT atau mencapai 100%. UPT tersebut adalah Balai KIPM Kelas 2 Banjarmasin, Stasiun KIPM Kelas 1 Bengkulu, Stasiun KIPM Kelas 1 Ternate, Stasiun KIPM Kelas 1 Pangkal Pinang, Stasiun KIPM Kelas 2 Mamuju, Stasiun KIPM Kelas 1 Bandung, Stasiun KIPM Kelas 2 Luwuk Banggai, Stasiun KIPM Kelas 2 Tanjung Balai Asahan, Stasiun KIPM Kelas 2 Bima, Stasiun KIPM Kelas 2 Tahuna, dan Stasiun KIPM Kelas 2 Bau-Bau. Selain itu, juga dilakukan sertifikasi di Direktorat kapal Perikanan dan Alat Penangkap Ikan. Untuk UPT KIPM yang telah disertifikasi sebelumnya juga dilakukan surveilans di Balai Besar KIPM Jakarta I, Balai KIPM Kelas 2 Palembang, Balai KIPM Kelas 2 Mataram, Balai KIPM Kelas 2 Semarang, Stasiun KIPM Kelas 1 Kendari, dan Stasiun KIPM Kelas 1 Palangkaraya. Samapai dengan tahun 2015, seluruh UPT KIPM yang berjumlah 47 telah terakreditasi ISO 9001:2008. Tabel 3.20 Perbandingan Capaian IK19 pada 2012-2015 dan Indikator Kinerja Unit Pelaksana Teknis yang menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001 Capaian 2012 2013 2014 2015 (Sumber: Pusat Standardisasi, Kepatuhan dan Kerjasama, 2015) % thd 7 10 9 12 15 80

IK20 Unit Pelaksana Teknis yang menerapkan sistem manajemen inspeksi ISO 17020 ISO 17020 merupakan standar internasional yang terkait dengan persyaratan kompetensi untuk melakukan atau memberikan jasa inspeksi sehingga memberikan jaminan akan mutu hasil pekerjaan yang dilakukan. Pengakuan terhadap pemenuhan persyaratan tersebut di Indonesia dilakukan melalui akreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Status akreditasi bagi lembaga inspeksi sangat bermanfaat dalam rangka meningkatkan profesionalitas lembaga inspeksi dan meningkatkan kepercayaan negara importir terhadap Indonesia. Indikator unit pelaksana teknis yang menerapkan sistem manajemen inspeksi ISO 17020 diukur dengan menghitung jumlah UPT KIPM yang telah terakreditasi sesuai SNI ISO/IEC 17020:2012 dari KAN. Pada tahun 2015, BKIPM menargetkan 10 UPT yang menerapkan sistem manajemen mutu lembaga inspeksi, yaitu Balai Besar KIPM Makassar, Balai KIPM Kelas I Medan I, Balai KIPM Kelas I Jakarta II, Balai KIPM Kelas I Surabaya I, Balai KIPM Kelas I Surabaya II, Balai KIPM Kelas I Denpasar, Balai KIPM Kelas I Balikpapan, Balai KIPM Kelas II Semarang, Stasiun KIPM Kelas I Lampung, dan Stasiun KIPM Kelas II Cirebon. Realisasi capaian indikator ini pada tahun 2015 adalah 2 UPT yang telah terakreditasi SNI ISO/IEC 17020:2012 atau hanya mencapai 20% dari target. Tidak tercapai target dikarenakan sertifkasi SNI ISO/IEC 17020:2012 dilakukan oleh KAN-BSN. BKIPM telah menyiapkan 10 UPT untuk siap dilakukan assesment oleh KAN, namun keterbatasan waktu dan tenaga KAN sampai dengan Desember 2015 baru 2 yang dapat akreditasi, yaitu Balai KIPM Kelas 1 Surabaya I dan Balai KIPM Kelas 1 Surabaya II. Tindak lanjut yang dilakukan adalah tetap melanjutkan proses akreditasi pada tahun 2016, yaitu Balai Besar KIPM Makasar, Balai KIPM Kelas 1 Denpasar, Balai KIPM Kelas 1 Balikpapan, Stasiun KIPM Kelas 1 Lampung, dan Stasiun KIPM Kelas 2 Cirebon (dalam proses audit kecukupan), serta Balai KIPM Kelas 1 Jakarta II, Balai KIPM Kelas 2 Semarang, Stasiun KIPM Kelas 2

Tarakan, dan Balai KIPM Kelas 1 Medan I (masih harus melakukan perbaikan dokumen). Tabel 3.21 Perbandingan Capaian IK20 pada 2015 dan Indikator Kinerja Capaian 2015 % thd Unit Pelaksana Teknis yang menerapkan sistem manajemen inspeksi ISO 17020 2 14 14,29 (Sumber: Pusat Standardisasi, Kepatuhan dan Kerjasama, 2015) IK21 Laboratorium yang konsisten dalam penerapan ISO 17025 Berdasarkan Keputusan Kepala BKIPM Nomor 8/KEP-BKIPM/2015 tentang Standar Kompetensi Laboratorium Pengujian Hama dan Penyakit Ikan Karantina, Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada UPT BKIPM, setiap UPT wajib menambah ruang lingkup akreditasi pengujian HPIK sesuai dengan sebaran HPIK dan meningkatkan kemampuan pengujian di bidang mutu dan keamanan hasil perikanan sesuai dengan komoditas perikanan yang berada di wilayah masing-masing. Oleh karena itu, perlu dilakukan verifikasi dan evaluasi terhadap konsistensi penerapan sistem manajemen mutu laboratorium SNI ISO/IEC 17025:2008 di UPT BKIPM. Indikator laboratorium yang konsisten dalam penerapan ISO 17025 diikur dengan menghitung jumlah UPT KIPM yang telah terakreditasi SNI ISO/IEC 17025:2008 dan diverifikasi penerapan sistem manajemen mutu. Adapun ruang lingkup yang diverifikasi meliputi kondisi status dan ruang lingkup akreditasi, konsistensi penerapan sistem manajemen mutu serta rencana pengembangan ruang lingkup pengujian di bidang perkarantinaan dan mutu keamanan hasil perikanan. Pada tahun 2015, telah dilakukan verifikasi pada 15 UPT yang telah konsisten dalam menerapkan SNI ISO/IEC 17025:2008, yaitu Stasiun KIPM kelas I Gorontalo, Stasiun KIPM kelas II Sorong, Stasiun KIPM kelas I Medan II,

Stasiun KIPM kelas I Kupang, Stasiun KIPM kelas II Bandung, Stasiun KIPM kelas I Pangkalpinang, Stasiun KIPM kelas II Bengkulu, Stasiun KIPM kelas II Tahuna, Stasiun KIPM kelas II Mamuju, Stasiun KIPM kelas II Bima, Balai KIPM Kelas I Jakarta II, Balai KIPM Kelas I Balikpapan, Stasiun KIPM Kelas II Luwuk Banggai, Balai KIPM Kelas II Manado, dan Stasiun KIPM kelas I Ternate. Tabel 3.22 Perbandingan Capaian IK21 pada 2012-2015 dan Indikator Kinerja Capaian 2012 2013 2014 2015 % thd Laboratorium yang konsisten dalam penerapan ISO 17025 7 10 10 15 22 68,18 (Sumber: Pusat Standardisasi, Kepatuhan dan Kerjasama, 2015) IK22 Unit Kerja lingkup otoritas kompeten yang konsisten dalam penerapan sistem pengendalian mutu Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) selaku Otoritas Kompeten perlu melakukan verifikasi terhadap perkembangan pelaksanaan pengendalian sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan dari hulu sampai hilir. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan pemantauan terhadap penerapan official control yang telah dilaksanakan pada bidang perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Penerapan sistem pengendalian dititik beratkan pada monitoring residu yang dilakukan oleh dinas kelautan dan perikanan propinsi, laboratorium pengujian mutu hasil perikanan serta tempat pendaratan ikan. Indikator unit kerja lingkup otoritas kompeten yang konsisten dalam penerapan sistem pengendalian mutu diukur dengan menghitung jumlah unit kerja yang konsisten menerapkan sistem pengendalian mutu melalui verifikasi terhadap penerapan pengendalian (official control) mutu dan keamanan hasil perikanan. Pada tahun 2015, terdapat 20 unit kerja yang konsisten menerapkan sistem pengendalian mutu berdasarkan hasil verifikasi penerapan

pengendalian (official control), yaitu PPS Bungus, PPN Karangantu, PPN Sibolga, LPPMHP Banjarbaru, LPPMHP Merauke, Diskanla Jawa Barat, Diskanla NTB, Diskanla Lampung, Diskanla Sumatera Utara, Diskanla Jawa Timur, Diskanla Sulawesi Selatan, Diskanla Sumatera Barat, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, LPPMHP Lampung, LPPMHP Surabaya, BBPBAP Jepara, PPN Pemangkat, PPN Sungai Liat, PPN Prigi, dan PPN Pengambengan. Tabel 3.23 Perbandingan Capaian IK22 pada 2015 dan Indikator Kinerja Capaian 2015 % thd Unit Kerja lingkup otoritas kompeten yang konsisten dalam penerapan Sistem Pengendalian Mutu 20 29 68,96 (Sumber: Pusat Standardisasi, Kepatuhan dan Kerjasama, 2015) Sasaran Strategis 8. Terwujudnya harmonisasi sistem penjaminan mutu yang implementatif Keberhasilan pencapaian sasaran strategis terwujudnya harmonisasi sistem penjaminan mutu yang implementatif diperoleh dari pencapaian indikator negara mitra yang harmonis dengan sistem, perkarantinaan ikan, mutu dan keamanan hasil perikanan dan penanganan kasus ekspor hasil perikanan yang diselesaikan berikut ini. IK23 Negara mitra yang harmonis dengan sistem perkarantinaan ikan, mutu dan keamanan hasil perikanan Negara mitra yang harmonis adalah negara yang melakukan perdagangan ekspor/impor hasil perikanan dan telah memiliki kesepakatan atau pengakuan (MoU/MRA) dengan Indonesia. Harmonisasi sistem perkarantinaan ikan, mutu dan keamanan hasil perikanan bertujuan untuk meningkatkan kelancaran dan mengurangi hambatan teknis lalu lintas ekspor/impor hasil perikanan antara Indonesia dan negara mitra dagang.

Indikator di atas diukur dengan menghitung jumlah negara/lembaga yang memberikan pengakuan atau kesepakatan (MoU/MRA) terkait penerapan sistem perkarantinaan ikan, mutu dan keamanan hasil perikanan. Realisasi capaian indikator negara mitra yang harmonis dengan sistem perkarantinaan ikan, mutu dan keamanan hasil perikanan pada tahun 2015 adalah 38 negara dari target 36 negara atau mencapai 105,55%. Capaian ini terdiri atas 28 negara anggota Uni Eropa, Korea Selatan, China, Kanada, Vietnam, Norwegia, dan 5 negara anggota Eurasian Economic Union. Jika dibandingkan dengan tahun 2014, terdapat penambahan dua negara mitra baru yang harmonis sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan pada tahun 2015, yaitu Kirgystan dan Armenia. Negara-negara ini merupakan negara anggota EEU (Eurasian Economic Union) yang tergabung dalam sistem Rosselkhoznadzor bersama Rusia. Tabel 3.24 Perbandingan Capaian IK23 pada 2013-2015 dan Indikator Kinerja Capaian 2013 2014 2015 % thd Negara mitra yang harmonis dengan sistem perkarantinaan ikan, mutu dan keamanan hasil perikanan 34 36 38 40 95 (Sumber: Pusat Sertifikasi Mutu dan Puskari, 2015) Pada tahun 2015, BKIPM telah melakukan harmonisasi sistem perkarantinaan ikan dengan tiga negara, yaitu Myanmar, Malaysia, dan Singapura. Harmonisasi sistem ini meliputi harmonisasi penerapan persyaratan dan prosedur ekspor/impor, metode deteksi penyakit, sertifikasi kesehatan ikan sesuai ASEAN Standard, monitoring dan survailens, analisis risiko impor, serta pertukaran informasi antar contact point.

IK24 Penanganan kasus ekspor hasil perikanan yang diselesaikan Penanganan kasus pelanggaran mutu dan keamanan hasil perikanan di negara mitra merupakan upaya penyelesaian teknis sebagai tindak lanjut terhadap adanya notifikasi kasus penolakan ekspor hasil perikanan dari otoritas kompeten negara mitra. Proses kegiatan ini meliputi investigasi kasus penolakan sampai dengan terbitnya rekomendasi. Investigasi dilaksanakan dengan mengumpulkan bahan klarifikasi, menyiapkan rencana dan proses pelaksanaan investigasi kasus, mengkomunikasikan dan menyampaikan temuan ketidaksesuaian serta permintaan tindakan perbaikan kepada UPI dan negara mitra, memverifikasi dan koreksi tindakan perbaikan atas temuan ketidaksesuaian, menginformasikan hasil penyelesaian kasus kepada UPI dan instansi terkait, atau penerbitan rekomendasi tentang pencabutan pembekuan ekspor approval number terhadap UPI yang melanggar. Mekanisme penyelesaian penanganan jumlah kasus pelanggaran mutu dan keamanan hasil perikanan di negara mitra yang dilakukan yaitu: adanya informasi dari negara mitra dalam bentuk notifikasi; evaluasi kasus dan pemberian sanksi pelarangan ekspor sementara (internal suspend) kepada UPI; investigasi ke UPI; perbaikan hasil investigasi dari UPI; evaluasi perbaikan hasil investigasi dari UPI oleh BKIPM; pembukaan sanksi pelarangan ekspor sementara (internal suspend); pengiriman informasi ke negara mitra. Realisasi indikator penanganan kasus ekspor hasil perikanan yang diselesaikan pada tahun 2015 adalah 90,91% atau mencapai 101,01% dari target 90%. Dari total 11 kasus penolakan yang terjadi di seluruh negara mitra pada tahun 2015, ada satu kasus penolakan yang tidak dapat diselesaikan, yaitu di negara Italia. Hal ini disebabkan oleh notifikasi dari Otoritas Kompeten Italia diterima pada tanggal 28 Desember 2015, sedangkan investigasi akan dilaksanakan pada Januari 2016. Penyelesaian kasus ini akan dilanjutkan pada tahun anggaran 2016.

Seluruh kasus penolakan ekspor hasil perikanan Indonesia yang telah diselesaikan disampaikan notifikasi ke otoritas kompeten negara yang bersangkutan. Tabel 3.25 Perbandingan Capaian IK24 pada 2013 2015 dan Indikator Kinerja Capaian 2013 2014 2015 % thd Penanganan kasus ekspor hasil perikanan yang diselesaikan 100 93,33 90,91 95 95,69 (Sumber: Pusat Sertifikasi Mutu, 2015) Sasaran Strategis 9. Terwujudnya harmonisasi sistem penjaminan mutu yang implementatif Keberhasilan pencapaian sasaran strategis terwujudnya harmonisasi sistem penjaminan mutu yang implementatif diperoleh dari pencapaian indikator persentase penyakit ikan eksotik yang dicegah masuk ke dalam wilayah RI, lokasi yang dipetakan dari penyebaran penyakit ikan karantina, tingkat keberhasilan pemberantasan dan penanggulangan pelanggaran karantina ikan, lokasi yang terpetakan jenis agen hayati yang dilindungi, dilarang dan bersifat invasif berikut ini. IK25 Persentase penyakit ikan eksotik yang dicegah masuk ke dalam wilayah RI Berdasarkan Kepmen KP Nomor 26/2013 tentang Penetapan Jenis-Jenis Hama dan Penyakit Ikan Karantina, Golongan, Media Pembawa dan Sebarannya, terhadap 25 jenis HPIK telah ada di Indonesia dan 26 HPIK yang belum ditemukan di Indonesia. Penyakit ikan eksotik adalah hama penyakit ikan karantina (HPIK) yang belum ditemukan di wilayah Indonesia (data selengkapnya di Lampiran 6).

Indikator persentase penyakit ikan eksotik yang dicegah masuk ke dalam wilayah RI diukur dengan membandingkan jumlah jenis HPIK eksotik yang ditemukan berdasarkan hasil intersepsi media pembawa impor dan pemantauan HPIK terhadap jenis HPIK eksotik berdasarkan Kepmen 26/2013, dengan rumus sebagai berikut: 25 = 1 100% Ket.: A: Jenis HPIK eksotik yang ditemukan berdasarkan hasil intersepsi pada MP impor dan pemantauan HPIK B: Jenis HPIK eksotik berdasarkan Kepmen 26/2013 Realisasi capaian indikator tersebut pada tahun 2015 sebesar 100% dari target 77%, atau mencapai 129,87%. Hal ini berdasarkan dari hasil pemantauan dan pemeriksaan karantina untuk pemasukan (impor) media pembawa yang dilakukan di 12 UPT KIPM, tidak ditemukan jenis HPIK baru. Tabel 3.26 Perbandingan Capaian IK25 pada 2015 dan Indikator Kinerja Capaian 2015 % thd Persentase penyakit ikan eksotik yang dicegah masuk ke dalam wilayah RI 100 96 104,17 (Sumber: Puskari, 2015) IK26 Lokasi yang dipetakan dari penyebaran penyakit ikan karantina Pemetaan/pemantauan penyakit ikan karantina adalah suatu serangkaian pemeriksaan yang sistematik terhadap suatu populasi ikan, untuk mendeteksi adanya hama dan penyakit ikan karantina, dan memerlukan adanya pengujian terhadap sampel yang berasal dari populasi tertentu. Pemetaan ini bertujuan untuk mengetahui sebaran penyakit ikan karantina pada ikan yang dibudidayakan di dalam maupun di luar kawasan minapolitan/perikanan budidaya di wilayah kabupaten/kota.

Indikator lokasi yang dipetakan dari penyebaran penyakit ikan karantina diukur dengan cara menghitung jumlah kabupaten/kota yang dipetakan pada tahun berjalan di seluruh UPT BKIPM. Pada tahun 2015 telah dilakukan pemetaan daerah sebar HPIK di 231 kabupaten/kota dari target 184 kabupaten/kota atau mencapai 125,54%. Tabel 3.27 Perbandingan Capaian IK26 pada2015 dan Indikator Kinerja Capaian 2015 % thd Lokasi yang dipetakan dari penyebaran penyakit ikan karantina 231 460 50,22 (Sumber: Puskari, BKIPM, 2015) IK27 Tingkat keberhasilan pemberantasan dan penanggulangan pelanggaran karantina ikan Kasus pelanggaran perkarantinaan ikan adalah suatu peristiwa/kejadian pada pemasukan/pengeluaran media pembawa/hasil perikanan yang tidak memenuhi ketentuan perundangan perkarantinaan ikan dan peraturan perundangan lainnya yang dalam pelaksanaannya melibatkan karantina ikan. Kasus pelanggaran perkarantinaan ikan dinyatakan selesai apabila telah dilakukan: a. Wasmatcapulbaket dilanjutkan dengan diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan, jika kasus memenuhi unsur pidana Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992; atau b. Wasmatcapulbaket dilanjutkan dengan Serahkara (dibuktikan dengan Berita Acara Serah Terima Perkara), jika kasus memenuhi unsur pidana diluar Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992; atau c. Wasmatcapulbaket dilanjutkan dengan tindakan karantina Pemusnahan atau penolakan (dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan atau Surat Penolakan disertai dengan bukti pemuatan MP/HP yang ditolak), jika

kasus tidak memenuhi unsur pidana Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992; atau d. Wasmatcapulbaket dilanjutkan dengan tindakan lainnya (pelepasliaran atau diserahkan ke konservasi/litbang dibuktikan dengan berita acara), jika kasus tidak memenuhi unsur pidana Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 dan mengalami kesulitan untuk serahkara pada pelanggaran peraturan perundangan yang bernuansa pelestarian sumberdaya ikan. Indikator tingkat keberhasilan pemberantasan dan penanggulangan pelanggaran karantina ikan diukur dengan membandingkan jumlah kasus pelanggaran yang diselesaikan dengan total jumlah kasus yang terjadi. Pada tahun 2015, jumlah keseluruhan kasus pelanggaran perkarantinaan ikan sebanyak 576 kasus, dan yang telah diselesaikan berjumlah 527 sehingga realisasi indikator tersebut 91,5% dari target 90% atau mencapai 101,67%. Dari jumlah kasus yang telah diselesaikan tersebut, yang ditindaklanjuti dengan projustitia sebanyak 16 perkara dengan rincian 3 perkara dalam status P21, 2 perkara dalam status P19, 3 perkara dalam proses penyidikan (SPDP) dan 5 perkara dilakukan serah perkara ke Ditjen PSDKP. Tabel 3.28 Perbandingan Capaian IK27 pada 2013 2015 dan Indikator Kinerja Capaian 2013 2014 2015 % thd Persentase kasus pelanggaran perkarantinaan ikan yang diselesaikan 95,12 100 91,50 95 96,37 (Sumber: Pusat Karantina Ikan, 2015) Dalam rangka mengawal kebijakan Permen KP No. 01/2015 tentang Larangan Penangkapan Lobster, Kepiting, dan Rajungan Bertelur, BKIPM telah menggagalkan upaya pengiriman kepiting, rajungan, lobster beku sebesar 12.300 kg serta melepasliarkan ke alam kepiting sebanyak 73.845 ekor (senilai Rp12,9 miliar) dan lobster sebanyak 418.049 ekor (senilai Rp14,9 miliar).

Selain itu, juga telah dilepasliarkan kura-kura moncong babi ke habitatnya sebanyak 6.510 ekor. Kemudian dilakukan penolakan ekspor untuk produk perikanan, yaitu sirip hiu koboi sebesar 2.336 kg atau senilai 5,12 miliar dan sirip hiu 2.237 kg karena tidak sesuai dengan Permen KP No. 59/2014; salted jellyfish sebanyak 452 ton; arwana super red 185 ekor karena tidak dilengkapi HC; mutiara grade E sebesar 114 kg (senilai Rp45 miliar); serta penolakan importasi ikan teri yang berasal dari Malaysia 3.306 kg karena tidak dilengkapi dengan HC. IK28 Lokasi yang terpetakan jenis agen hayati yang dilindungi, dilarang dan bersifat invasif Spesies asing invasif merupakan salah satu penyebab menurunnya keanekaragaman hayati global selain perusakan habitat secara langsung. Pemasukan, penyebaran dan penggunaan berbagai spesies asing yang bersifat invasif secara sengaja maupun tidak disengaja telah menyebabkan kerugian ekologi dan ekonomi yang cukup besar, serta dapat berdampak dampak buruk bagi kesehatan manusia, hewan dan ikan. Pemetaan sebaran jenis agen hayati yang dilindungi, dilarang dan bersifat invasif (JADDI) adalah proses inventarisasi agen hayati pada suatu wilayah perairan umum Indonesia untuk mengetahui sebaran jenis yang tergolong dilindungi, dilarang dan invasif. Indikator lokasi yang terpetakan jenis agen hayati yang dilindungi, dilarang dan bersifat invasif diukur dengan jumlah lokasi perairan umum Indonesia (danau/waduk/rawa/sungai/anak sungai) di wilayah kerja UPT BKIPM yang dipantau dan dipetakan melalui hasil survei jenis agen hayati yang dilindungi, dilarang dan bersifat invasif. Capaian indikator ini pada tahun 2015 adalah sebesar 51 lokasi dari target 46 lokasi atau mencapai 110,9%. Hasil pemetaan sebaran JADDI di 51 lokasi perairan umum di Indonesia telah ditemukan 76 spesies endemik, 328 spesies asli, dan 33 spesies invasif.

Tabel 3.29 Perbandingan Capaian IK28 pada 2015 dan Indikator Kinerja Capaian 2015 % thd Lokasi yang terpetakan jenis agen hayati yang dilindungi, dilarang dan bersifat invasif 51 86 53,49 (Sumber: Pusat Karantina Ikan, 2015) Learning And Growth Perspective Capaian kinerja BKIPM pada Learning and Growth Perspective berasal dari empat sasaran strategis berikut terwujudnya aparatur sipil negara BKIPM yang kompeten, profesional dan berkepribadian, tersedianya manajemen pengetahuan BKIPM yang handal dan mudah diakses, terwujudnya birokrasi BKIPM yang efektif, efisien dan beroriantasi pada layanan prima, terkelolanya anggaran pembangunan BKIPM secara efisien dan akuntabel. Sasaran Strategis 10. Terwujudnya aparatur sipil negara BKIPM yang kompeten, profesional dan berkepribadian Keberhasilan pencapaian sasaran strategis terwujudnya harmonisasi sistem penjaminan mutu yang implementatif diperoleh dari pencapaian indikator Indeks kompetensi dan integritas BKIPM berikut ini. IK29 Indeks kompetensi dan integritas BKIPM SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi adalah SDM yang memiliki sikap (attitude), keahlian (skill), dan pengetahuan (knowledge) yang memadai dalam meningkatkan kinerja organisasi. Penempatan pejabat dalam jabatan sesuai dengan kompetensinya dilaksanakan melalui sistem penempatan yang sesuai dengan Standar Kompetensi Jabatan yang merupakan jenis dan level kompetensi yang menjadi syarat keberhasilan pelaksanaan

tugas suatu jabatan. Sementara itu indeks kompetensi dan integritas merupakan angka yang menunjukkan perbandingan antara kompetensi yang dibutuhkan untuk satu jabatan dan kompetensi yang dimiliki oleh pejabat tersebut sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan. Pengembangan SDM BKIPM, menekankan manusia sebagai pelaku yang memiliki etos kerja produktif, keterampilan, kreativitas, disiplin, profesionalisme, loyalitas serta memiliki kemampuan memanfaatkan, mengembangkan, dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi maupun kemampuan manajemen. Hal ini harus terus dikembangkan baik secara kualitas maupun kuantitas guna keberhasilan pembangunan BKIPM. Formulasi menghitung capaian indikator Indeks kompetensi dan integritas BKIPM adalah: = (25 ) + (25 ) + (25 ) + (25 ) Ket. A: Persentase nilai Pejabat yang mengikuti assesmen B: Persentase capaian output pegawai pada SKP C: Persentase tingkat kehadiran pegawai D: Persentase LHKPN/LHKASN Pada tahun 2015, target indeks kesenjangan kompetensi dan integritas BKIPM sebesar 65%. Realisasi indikator ini adalah sebesar 92,03%, sehingga hal ini mengindikasikan bahwa penempatan Pejabat di lingkungan BKIPM sudah tepat dan sesuai dengan kompetensi dan integritasnya. Faktor yang mendukung pencapaian IKU diatas antara adalah terselenggaranya pelaksanaan assessment pejabat BKIPM oleh Biro Kepegawaian KKP dengan nilai 96,82%, nilai output SKP pegawai BKIPM yang mencapai 93,6%, tingkat kehadiran yang mencapai 98%, dan capaian LHKPN yang mencapai 79,7%.

Tabel 3.30 Perbandingan Capaian IK29 pada 2015 dan Indikator Kinerja Capaian 2015 % thd Indeks kompetensi dan integritas BKIPM 92,03 85 108,27 (Sumber: Bagian Kepegawaian BKIPM, 2015) Sasaran Strategis 11. Tersedianya manajemen pengetahuan BKIPM yang handal dan mudah diakses Keberhasilan pencapaian sasaran strategis tersedianya manajemen pengetahuan BKIPM yang handal dan mudah diakses diperoleh dari pencapaian indikator persentase unit kerja BKIPM yang menerapkan sistem manajemen pengetahuan yang terstandar berikut ini. IK30 Persentase unit kerja BKIPM yang menerapkan sistem manajemen pengetahuan yang terstandar Manajemen pengetahuan (knowledge management) ialah suatu rangkaian kegiatan yang digunakan oleh organisasi atau perusahaan untuk mengidentifikasi, menciptakan, menjelaskan, dan mendistribusikan pengetahuan untuk digunakan kembali, diketahui, dan dipelajari di dalam organisasi. Kegiatan ini biasanya terkait dengan objektif organisasi dan ditujukan untuk mencapai suatu hasil tertentu seperti pengetahuan bersama, peningkatan kinerja, keunggulan kompetitif, atau tingkat inovasi yang lebih tinggi. Konsep manajemen pengetahuan ini meliputi pengelolaan sumber daya manusia (SDM) dan teknologi informasi (TI) dalam tujuannya untuk mencapai organisasi perusahaan yang semakin baik sehingga mampu memenangkan persaingan bisnis. Perkembangan teknologi informasi memang memainkan peranan yang penting dalam konsep manajemen pengetahuan. Hampir semua aktivitas kehidupan manusia akan diwarnai oleh penguasaan teknologi

informasi, sehingga jika berbicara mengenai manajemen pengetahuan tidak lepas dari pengelolaan. Indikator persentase unit kerja BKIPM yang menerapkan sistem manajemen pengetahuan yang terstandar merupakan cascading adopsi langsung dari Level 0 KKP. Indikator ini diukur dengan menghitung jumlah satuan kerja Eselon II lingkup BKIPM yang telah menerapkan sistem manajemen pengetahuan yang terstandar melalui aplikasi KIFI. Realisasi capaian indikator ini pada tahun 2015 sebesar 83,33% dari target 40%, di mana dari 6 satker eselon II lingkup BKIPM, yang telah menerapkan ada 5 satker, yaitu Sekretariat BKIPM, Puskari, Pusat SM, Pusat SKK, Balai Besar KIPM Jakarta I. Sedangkan yang belum menerapkan adalah Balai Besar KIPM Makassar. Tabel 3.31 Perbandingan Capaian IK30 pada 2015 dan Indikator Kinerja Capaian 2015 % thd Persentase unit kerja BKIPM yang menerapkan sistem manajemen pengetahuan yang terstandar (Sumber: Sekretariat BKIPM, 2015) 83,33% 100% 100 Sasaran Strategis 12. Terwujudnya birokrasi BKIPM yang efektif, efisien dan beroriantasi pada layanan prima Keberhasilan pencapaian sasaran strategis terwujudnya birokrasi BKIPM yang efektif, efisien dan beroriantasi pada layanan prima diperoleh dari pencapaian indikator nilai kinerja reformasi birokrasi BKIPM berikut ini. IK31 Nilai kinerja reformasi birokrasi BKIPM Reformasi birokrasi merupakan syarat untuk mewujudkan suatu tata pemerintahan yang baik (good governance). Reformasi birokrasi yang dilaksanakan di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)

dilakukan melalui program-program yang meliputi: (1) Manajemen Perubahan; (2) Penataan Peraturan Perundang-undangan; (3) Penataan dan Penguatan Organisasi; (4) Penataan Tata Laksana; (5) Penataan Sistem SDM Aparatur; (6) Penguatan Pengawasan Intern; (7) Penguatan Akuntabilitas Kinerja; (8) Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik; dan (9) Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan. BKIPM sebagai salah satu unit kerja eselon I dilingkungan KKP, memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan reformasi birokrasi sesuai dengan tugas dan fungsi yang diemban. Dalam rangka pelaksanaan Reformasi Birokrasi, BKIPM telah melaksanakan beberapa kegiatan sebagai berikut: a) Pembentuk Tim RB BKIPM dengan Keputusan Kepala BKIPM Nomor 10/KEP-BKIPM/2015 tentang Tim Reformasi Birokrasi BKIPM; b) Penyusunan Rencana Aksi dengan Keputusan Kepala BKIPM Nomor 47/KEP-BKIPM/2015 tentang Rencana Aksi (Road Map) Reformasi Birokrasi BKIPM Tahun 2015); c) Pembentukan Tim Manajemen Perubahan dengan Keputusan Kepala BKIPM Nomor 49/KEP-BKIPM/2015 tentang Tim Manajemen Perubahan BKIPM. Penilaian Kinerja Reformasi Birokrasi BKIPM dilakukan melalui Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) maupun penilaian dari instansi luar oleh Kementerian PAN dan RB terhadap pelaksanaan sembilan program mikro Reformasi Birokrasi. Nilai Penerapan Reformasi Birokrasi BKIPM tahun 2015 adalah 84,29. Capaian ini telah melebihi target yang ditetapkan, yaitu 80 atau setara dengan pencapaian 105,36%. Sedangkan dalam periode tahun 2012-2015, nilai penerapan reformasi birokrasi BKIPM rata-rata meningkat 9,06% setiap tahunnya.

Tabel 3.32 Perbandingan Capaian IK31 pada 2013 2015 dan Indikator Kinerja Capaian 2013 2014 2015 % thd Nilai kinerja reformasi birokrasi BKIPM 80 84,76 84,29 >90 93,65 (Sumber: Sekretariat BKIPM, 2015) Apabila dibandingkan dengan nilai penerapan reformasi birokrasi tahun 2014, maka pada tahun 2015 capaian mengalami penurunan sebesar 0,47 hal ini yang dikarenakan adanya beberapa hambatan hambatan dalam perlaksanaan sebagai berikut: 1. Perhatian unit kerja terhadap kegiatan reformasi birokrasi yang belum maksimal; 2. Belum maksimalnya pemahaman dalam mengidentifikasi seluruh kegiatan reformasi birokrasi di unit pelaksana teknis lingkup BKIPM; 3. Belum adanya dukungan alokasi anggaran terhadap review standar pelayanan yang melibatkan stakeholder. Guna meningkatkan capaian pada tahun berikutnya, maka beberapa hal yang perlu disempurnakan adalah: - Internalisasi terhadap seluruh kegiatan reformasi birokrasi di lingkup BKIPM; - Meningkatkan perhatian agar setiap unit kerja lebih serius dan memperhatikan kegiatan-kegiatan yang terkait dengan reformasi birokrasi; - Meningkatkan pemahaman reformasi birokrasi secara komprehensif. Sasaran Strategis 13. Terkelolanya anggaran pembangunan BKIPM secara efisien dan akuntabel Keberhasilan pencapaian sasaran strategis terkelolanya anggaran pembangunan BKIPM secara efisien dan akuntabel diperoleh dari pencapaian

indikator nilai kinerja anggaran BKIPM dan persentase kepatuhan terhadap SAP lingkup BKIPM berikut ini. IK32 Nilai kinerja anggaran BKIPM Nilai kinerja anggaran adalah proses menghasilkan suatu nilai capaian kinerja untuk setiap indikator yang dilakukan dengan membandingkan data realisasi dengan target yang telah direncanakan sebelumnya. Data berasal dari sistem aplikasi SMART Kemenkeu dan menggunakan rumus perhitungan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.02/2011 Penilaian kinerja dilakukan dengan menghitung nilai Kinerja atas aspek implementasi dan nilai kinerja atas aspek manfaat, dikalikan dengan bobot masing-masing aspek berkenaan. Selanjutnya, Nilai Kinerja (NK) untuk pelaksanaan program dihitung dengan menjumlahkan perkalian nilai aspek implementasi dan aspek manfaat dengan bobot masing-masing. Rumus dari perhitungan tersebut sebagai berikut: NK = (I x WI) + (CH x WCH) dengan I = (P x WP) + (K x WK) + (PK x WPK) + (NE x WE) Keterangan: NK : Nilai kinerja I : Nilai aspek implementasi P : Penyerapan anggaran K : Konsistensi antara perencanaan dan implementasi PK : Pencapaian keluaran NE : Nilai efisiensi CH : Capaian hasil WI : Bobot aspek implementasi WCH : Bobot capaian hasil WP : Bobot penyerapan anggaran WK : Bobot konsistensi antara perencanaan dan implementasi WPK : Bobot pencapaian keluaran WE : Bobot efisiensi indikator nilai kinerja anggaran BKIPM pada tahun 2015 adalah Baik (80-90%), sebagaimana mengacu pada target nilai kinerja anggaran KKP. Capaian indikator ini tahun 2015 adalah sebesar 86,88.

Tabel 3.33 Perbandingan Capaian IK32 pada 2015 dan Indikator Kinerja Capaian 2015 % thd Nilai kinerja anggaran BKIPM 86,88% 90% 96,53 (Sumber: Sekretariat BKIPM, 2015) IK 33 Persentase kepatuhan terhadap SAP lingkup BKIPM Penyusunan dan penyajian Laporan Keuangan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Laporan keuangan ini dihasilkan melalui Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang terdiri dari Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN). SAI dirancang untuk menghasilkan laporan keuangan yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Laporan keuangan tahunan BKIPM merupakan laporan entitas pelaporan yang mencakup aspek keuangan yang dikelola oleh seluruh entitas akuntansi di BKIPM. Tingkat kepatuhan Satker lingkup BKIPM dalam menggunakan SAP sebagai pedoman penyusunan laporan keuangan dan laporan BMN pada tahun 2015 terealisasi 100% dari target sebesar 100%. Pengukuran pencapaian IKU ini dicapai setelah Laporan Keuangan dan Laporan BMN BKIPM tahun 2015 tersusun dan audited. Kegiatan yang telah dilaksanakan untuk mencapai nilai 100% ketaatan terhadap SAP adalah melalui (i) tindak lanjut atas temuan BPK-RI atau temuan khusus untuk paragraf penjelasan, (ii) peningkatan kepatuhan UAPPA/B wilayah mengirim laporan wilayah secara tepat waktu, (iii) peningkatan kepatuhan satker mengirim laporan bulan secara tepat waktu secara online, (v) mengkoordinasikan reviu Itjen atas Laporan Keuangan BKIPM, dan (vi) mengkoordinasikan hasil pemeriksaan BPK-RI yang dipantau.

Tabel 3.34 Perbandingan Capaian IK33 pada 2015 dan Indikator Kinerja Persentase kepatuhan terhadap SAP lingkup BKIPM Capaian 2014 2015 % thd 100% 100% 100% 100 (Sumber: Sekretariat BKIPM, 2015) 3.3 Realisasi Anggaran Alokasi anggaran BKIPM pada tahun anggaran (T.A) 2015 sesuai dengan dokumen DIPA revisi terakhir sebesar Rp499.088.378.000. Anggaran ini terdiri dari rupiah murni sebesar Rp488.285.517.000 dan PNPB sebesar Rp10.802.861.000. Realisasi penyerapan anggaran BKIPM pada tahun 2015 adalah sebesar 97,14% atau mencapai 101,96% dari target 95%. Realisasi penyerapan anggaran BKIPM T.A 2015 untuk setiap kegiatan disajikan pada Tabel 3.35. Tabel 3.35 Penyerapan Anggaran per Kegiatan T.A 2015 Program/Kegiatan Pagu (Rp) Realisasi (Rp) % Program Pengembangan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kegiatan Pengembangan dan pembinaan perkarantinaan ikan Pengembangan sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan Pengembangan sistem manajemen karantina ikan, mutu dan keamanan hasil perikanan Peningkatan dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BKIPM 499.088.378.000 484.790.834.438 97,14 159.766.671.000 155.251.298.722 97,17 36.276.854.000 33.794.580.291 93,16 29.495.098.000 26.905.146.406 91,22 273.549.755.000 268.839.809.019 98,28

Sedangkan pagu dan realisasi penyerapan anggaran BKIPM T.A 2014 per jenis belanja dan penyerapan anggaran triwulanan, dapat disajikan pada Tabel 3.36 dan Tabel 3.37 di bawah ini. Tabel 3.36 Penyerapan Anggaran per Jenis Belanja T.A 2015 Jenis Belanja Pagu (Rp) Realisasi (Rp) % Belanja Pegawai 162.764.589.000 161.104.482.737 98,98 Belanja Barang 219.399.826.000 209.065.186.858 95,29 Belanja Modal 116.923.963.000 114.621.164.843 98,03 Total 499.088.378.000 484.790.834.438 97,14 Tabel 3.37 Persentase Penyerapan Anggaran Triwulanan Jenis Belanja Penyerapan s.d Triwulan (%) TW1 TW2 TW3 TW4 Belanja Pegawai 20,88 45,60 74,10 96,61 Belanja Barang 14,60 38,75 62,97 97,17 Belanja Modal 10,71 27,03 44,92 95,79 Gambar 3.2 Grafik Penyerapan Anggaran BKIPM 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 TW1 TW2 TW3 TW4 BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG BELANJA MODAL EVALUSASI EFISIENSI Fokus pengukuran efisiensi adalah indikator input dan output dari suatu kegiatan. Dalam hal ini, diukur kemampuan suatu kegiatan untuk

menggunakan input yang lebih sedikit dalam menghasilkan output yang sama/lebih besar; atau penggunaan input yang sama dapat menghasilkan output yang sama/lebih besar; atau persentase capaian output sama/lebih tinggi daripada persentase capaian input. Efisiensi suatu kegiatan diukur dengan membandingkan indeks efisiensi terhadap standar efisiensi. Indeks efisiensi (IE) diperoleh dengan membagi % capaian output terhadap % capaian input, sesuai rumus berikut. = % % Sedangkan standar efisiensi (SE) merupakan angka pembanding yang dijadikan dasar dalam menilai efisiensi. Dalam hal ini, SE yang digunakan adalah indeks efisiensi sesuai rencana capaian, yaitu 1, yang diperoleh dengan menggunakan rumus: = % % Selanjutnya, efisiensi suatu kegiatan ditentukan dengan membandingkan IE terhadap SE, mengikuti formula logika berikut. Jika IE SE, maka kegiatan dianggap efisien Jika IE < SE, maka kegiatan dianggap tidak efisien Kemudian, terhadap kegiatan yang efisien atau tidak efisien tersebut diukur tingkat efisiensi (TE), yang menggambarkan seberapa besar efisiensi/ketidakefisienan yang terjadi pada masing-masing kegiatan, dengan menggunakan rumus berikut. = Pada tahun 2015, dari total 65 output pada 4 kegiatan yang ada di BKIPM, terdapat tujuh output yang tidak efisien, yaitu output perangkat

pengolah data dan komunikasi dengan TE = -0,010; Peralatan dan Fasilitas Perkantoran dengan TE = -0,020; Gedung/Bangunan dengan TE = -0,021; output sarana dan prasarana KIPM (Puskari) dengan TE = -0,010; output laporan pencegahan penyakit ikan eksotik ke dalam wilayah RI dengan TE = - 0,005; output dokumen RSNI metode pengujian dengan TE = 0; dan output perangkat pengolah data dan komunikasi dengan TE = -0,002. Dalam hal ini, semakin tinggi TE maka semakin efisien kegiatan tersebut. Dalam konteks ini, tingkat efisiensi adalah bersifat relatif, artinya kegiatan yang dinyatakan efisien dalam LKj ini dapat berubah menjadi tidak efisien setelah dievaluasi/diaudit oleh pihak lain, begitu pula sebaliknya. Dalam LKj ini, perhitungan efisiensi kegiatan hanya didasarkan pada rasio antara output dan input, yang hanya berupa dana. Ke depan, pengukuran efisiensi kegiatan perlu juga mempertimbangkan input yang lain, dengan dukungan data yang lebih memadai. Form evaluasi/pengukuran efisiensi kegiatan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7. 3.4 Capaian Lainnya SDM Fungsional Organisasi BKIPM terdiri atas 1 Sekretariat dan 4 Pusat teknis serta membawahi 47 satuan kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang tersebar di wilayah Negara Republik Indonesia. Sumberdaya manusia BKIPM pada tahun 2015 adalah 1.666 orang, yang terdiri atas 225 pejabat struktural, 962 pejabat fungsional tertentu dan 479 pejabat fungsional tertentu. Tersedianya sumberdaya manusia yang kompeten berintegritas merupakan salah satu kunci keberhasilan pelaksanaan tugas dan fungsi suatu organisasi. Keberhasilan ini mesti didukung oleh diimensi kompetensi sumber daya manusia meliputi aspek pembentukan sikap (attitude), pengetahuan (knowledge) dan keahlian (skill). Sesuai dengan kebutuhan organisasi,

pembinaan SDM BKIPM dilakukan secara berkelanjutan melalui program peningkatan kompetensi pegawai yang meliputi bimbingan teknis, magang dan pelatihan teknis dan tugas belajar. Capaian atau prestasi SDM yang mampu diraih oleh BKIPM pada tahun 2015 adalah penghargaan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan kepada dua pegawai BKIPM sebagai Teladan Nasional I dan Teladan Nasional II atas prakarsa dan prestasi yang luar biasa sebagai pejabat fungsional PHPI. Salah satu karya inovatif yang dihasilkan fungsional teladan tersebut adalah pengembangan dan aplikasi Reverse Transcription Loop-Mediated Isothermal Ampification (RTL-MIA) untuk peneguhan diagnosa Infectious Myo Necrosis Virus (IMNV) pada Udang Vannamei Pelayanan Publik Dwelling Time Menurut World Bank (2011), Dwelling Time adalah waktu yang dihitung mulai dari suatu peti kemas (container) dibongkar dan diangkat (unloading) dari kapal sampai peti kemas tersebut meninggalkan terminal pelabuhan melalui pintu utama. Lamanya dwelling time di pelabuhan ditentukan oleh tiga factor, yakni pre-clearance, clearance dan post-clearance. Pre-clearance adalah proses peletakan peti kemas di tempat penimbunan sementara (TPS) di pelabuhan dan penyiapan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB). Sedangkan clearance adalah proses pemeriksaan fisik peti kemas (khusus jalur merah), lalu verifikasi dokumen-dokumen oleh Bea dan Cukai (dan instansi teknis lainnya) dan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Sementara post-clearance adalah saat peti kemas diangkut ke luar kawasan pelabuhan melalui main gate pelabuhan dan pihak pemilik peti kemas selesai melakukan pembayaran ke operator pelabuhan. Dwelling Time yang menjadi tanggungjawab BKIPM adalah waktu proses sejak diterbitkannya Surat Perintah Pemeriksaan Dokumen dari hasil validasi PPK yang telah memenuhi seluruh persyaratan teknis yang dilanjutkan dengan proses pemeriksaan/verifikasi hingga dengan diterbitkannya Surat

Persetujuan Pengeluaran dari Tempat Pemasukan atau Surat Keterangan Masuk Instalasi Karantina Ikan/IKI. Capaian dwelling time BKIPM tahun 2015 adalah hasil rata-rata capaian dwelling time periode Januari Desember 2015 di 10 pelabuhan utama pemasukan (impor) yang telah menggunakan aplikasi PPK online BKIPM. Capaian hasil dwelling time tahun 2015 adalah sebesar 3,3 jam (198 menit) dari target target 250 menit. Adapun rincian capaian dwelling time BKIPM di 10 pelabuhan utama pemasukkan (impor) selama tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 3.38 berikut ini. Tabel 3.38 Rincian dwelling time 10 unit kerja BKIPM di pelabuhan utama impor. No Unit Kerja Capaian 2105 1 Balai Besar KIPM Jakarta I 3 jam 19 menit 45 detik 2 Balai Besar KIPM Jakarta II 2 jam 33 menit 57 detik 3 Balai Besar KIPM Medan 2 hari 13 jam 22 menit 52 detik 4 Balai KIPM Surabaya I 2 hari 1 jam 28 menit 53 detik 5 Balai KIPM Surabaya II 48 menit 57 detik 6 Balai KIPM Denpasar 18 jam 8 menit 18 detik 7 Balai KIPM Semarang 12 jam 15 menit 18 detik 8 Stasiun KIPM Lampung 7 jam 45 menit 40 detik 9 Stasiun KIPM Medan II 4 jam 43 menit 33 detik 10 Wilker Cikarang Dry Port 6 menit 10 detik Capaian dwelling time BKIPM ini telah memberikan kontribusi terhadap pencapaian dwelling time nasional sebesar 3,6 hari dari target yang diharapkan oleh Presiden Joko Widodo sebesar 4,7 hari. selanjutnya sesuai arahan Presiden, dwelling time BKIPM diharapkan dapat mencapai 2-3 hari pada semester awal Tahun 2016.

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Berdasarkan penilaian kinerja yang ada dalam aplikasi kinerjaku.com secara total Nilai Pengukuran Sasaran Strategis (NPSS) BKIPM sebesar 111,65%. Hal ini didukung pencapaian 33 Indikator Kinerja BKIPM, dimana terdapat 28 IKU yang mencapai target 100% atau lebih. Namun demikian, terdapat 5 Indikator Kinerja yang tidak mencapai target antara lain: 1. Persentase jumlah jenis penyakit ikan karantina yang dicegah penyebarannya antar zona; 2. Nilai ekspor hasil perikanan (USD Miliar); 3. Sertifikat kesehatan ikan ekspor yang memenuhi persyaratan negara tujuan; 4. Tenaga Fungsional Pengendali Hama Penyakit Ikan (PHPI) dan Pengawas Mutu (Wastu) yang lulus uji kompetensi; dan 5. Unit Pelaksana Teknis yang menerapkan sistem manajemen inspeksi ISO 17020. 4.2 Saran Permasalahan utama yang menyebabkan tidak tercapai Indikator Kinerja tersebut dan upaya perbaikan pada tahun 2016 telah dijelaskan pada Bab 3. Secara umum, beberapa rekomendasi yang dapat diberikan terkait dengan permasalahan dalam pencapaian sasaran yang telah ditetapkan, antara lain: 1. Perlu adanya akselerasi upaya percepatan pelaksanaan kegiatan dan anggaran yang secara langsung mendukung pencapaian indikator kinerja BKIPM, sehingga dapat tercapai sesuai dengan target yang telah ditetapkan;

2. Melakukan koordinasi dengan Unit dan Satuan Kerja terkait untuk secara periodik melakukan rekonsiliasi data dan menyampaikan kemajuan pelaksanaan pekerjaan, utamanya yang berkaitan secara langsung dengan pencapaian IKU BKIPM; 3. Indikator Kinerja seharusnya disesuaikan dengan tupoksi utama masing masing unit kerja sehingga pengukuran kinerja dapat dengan mudah dilakukan dan tidak terjadi ketergantungan data yang tinggi pada unit kerja lain yang dapat memperlambat proses pengukuran kinerja; 4. Melakukan reviu SS dan IKU sebagaimana tertuang dalam Renstra BKIPM Tahun 2015-, dan usulan perubahan terhadap target beberapa indikator kinerja dalam RKP 2017; 5. Perlu dilakukan pembenahan aplikasi kinerjaku agar data indikator yang diinput baik target maupun capaian dapat diproses sebagaimana manual IKU yang telah disusun dan tampilan dashboard aplikasi sesuai dengan data tersebut.

Lampiran 1. Perjanjian Kinerja BKIPM Tahun 2015

Lampiran 2. Matrik Jenis HPIK Yang Menyebar Dari Zona Tidak Bebas Ke Zona Bebas No. HPIK SEBARAN HPIK BERDASARKAN KEPMEN KP NO 26/2013 1 Herpesvirus ictaluri (CCVD) Gorontalo Nihil SEBARAN HPIK BERDASARKAN HASIL PEMANTAUAN 2015 ZONA YANG TIDAK DAPAT DICEGAH DARI PENYEBARAN HPIK JENIS HPIK YANG MENYEBAR DARI ZONA TIDAK BEBAS KE ZONA BEBAS 2 Infectious hypodermal and haematopoietic necrosis (IHHN) Jawa, Bali, Sumatera Utara, Lombok, Lampung, Sulawesi Tengah Nihil 3 MBVD Jawa,Bali, Sumatera, Sulawesi Nihil 4 Yellowhead disease (YHD) Jawa, Sumatera Utara, NAD, Nihil Kalbar, Sulsel 5 TSV Jawa, Bali, NTB, Sumatera Utara Jakarta I (Bekasi) 6 WSSV Kecuali Jambi, Maluku, Papua, Papua Barat 7 RSBIVD Sumatera Utara, Lampung, DKI Jak, Bali 8 VNN Bali, Lampung, Jawa, Bima, Sumut, Batam, Gorontalo 9 KHV Jawa, Bali, Sumatera, Lombok, Bima, Kalimantan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan Aceh (Bireun, Aceh Timur, Aceh Besar, Aceh Barat Daya), Medan II (Langkat, Medan), Pekanbaru (Bengkalis), Jambi (Tanjung Jabung Timur), Pangkal Pinang (Bangka Induk), Lampung (Pesawaran, Lampung Selatan, Lampung Timur, Tulang bawang), Merak (Pandeglang, Serang), Jakarta I (Bekasi, Tangerang), Balikpapan (Balikpapan, Kutai Kerta Negara), Banjarmasin (Kota Baru), Cirebon (Pangandaran, Indramayu, Subang), Semarang (Pekalongan, Kendal), Surabaya I (Situbondo, Probolinggo, Pasuruan), Surabaya II (Gresik, Lamongan, Tuban), Tarakan (Tarakan, Bulungan), Gorontalo (Gorontalo Utara), Luwuk Banggai (Morowali), Mamuju (Polman, Mamuju, Mamuju Tengah, Mamuju Utara, Majene), Makassar (Bone, Jeneponto, Sinjai, Takalar, Maros, Pinrang, Pangkep), Kendari (Bombana Kolaka, Konawe Aceh (Bireun), Batam (Batam), Tanjung Pinang (Bintan, Natuna), Pangkal Pinang (Bangka Selatan), Denpasar (Buleleng), Balikpapan (Bontang), Lampung (Pesawaran), Surabaya I (Situbondo), Gorontalo (Pahuwato) Ambon (Ambon, Maluku Tenggara), Manado (Bitung), Sorong (Kota Sorong), Ternate (Halmahera Selatan), Denpasar (Buleleng), Surabaya I (Banyuwangi), Aceh (Bireuen, Aceh Timur), Batam (Kota Batam), Tanjung Pinang (Bintan, Natuna), Pangkal Pinang (Bangka Tengah), Lampung (Pesawaran), Jakarta II (Kep. Seribu) Medan II (Deli Serdang), Padang (Agam), Bengkulu ( Bengkulu Utara, Bengkulu Selatan), Jambi (Batanghari), Palembang (Musi Rawas), Jakarta I (Bogor), Denpasar (Gianyar), Bandung (Bandung, Sukabumi), cirebon (Sumedang, Kuningan), Kupang (Sumba Timur), Mataram (Lombok Timur), Palangkaraya (Kota Waringin Timur, Kota Waringin Barat, Barito Selatan), Surabaya I (Probolinggo, Kediri, Blitar, Batu, Madiun), Jayapura (Nabire, Kota Jayapura, Kepulauan Yapen), Manado (Minahasa, Minahasa Utara, Tomohon, Minahasa Tenggara, Jambi (Tanjung Jabung Timur) Aceh (Bireun), Batam (Batam), Tanjung Pinang (Bintan, Natuna), Pangkal Pinang (Bangka Selatan), Balikpapan (Bontang), Surabaya I (Situbondo), Gorontalo (Pahuwato) Ambon (Ambon, Maluku Tenggara), Manado (Bitung), Sorong (Kota Sorong), Ternate (Halmahera Selatan), Aceh (Bireuen, Aceh Timur), Tanjung Pinang (Bintan, Natuna), Jakarta II (Kep. Seribu), Pangkal Pinang (Bangka Tengah), Jakarta II (Kep. Seribu) Kupang (Sumba Timur), Palangkaraya (Kota Waringin Timur, Kota Waringin Barat, Barito Selatan), Jayapura (Nabire, Kota Jayapura, Kepulauan Yapen) WSSV RSBIVD VNN KHV

No. HPIK SEBARAN HPIK BERDASARKAN KEPMEN KP NO 26/2013 10 IMNV Jawa Timur, Lampung, Kalsel, Bali, NTB 11 Aeromonas salmonicida Jawa Tengah, Aceh, Kalbar, Kaltim, Jambi SEBARAN HPIK BERDASARKAN HASIL PEMANTAUAN 2015 ZONA YANG TIDAK DAPAT DICEGAH DARI PENYEBARAN HPIK Bengkulu (Bengkulu Tengah), Merak (Pandeglang, Serang), Pekanbaru (Bengkalis), Pangkal Jakarta I (Tangerang), Bima Pinang (Pangkal Pinang, Bangka (Bima, Dompu), Cirebon Induk), Lampung (Pesawaran, (Pangandaran, Indramayu, Lampung Selatan, Lampung Subang), Palangkaraya (Kota Timur, Tulang Bawang), Merak Waringin Timur), Semarang (Pandeglang, Serang), Jakarta I (Kendal), Luwuk Banggai (Tangerang), Bima (Bima, Dompu), Cirebon (Pangandaran, (Banggai), Mamuju (Mamuju, Indramayu, Subang), Mamuju Tengah, Majene), Palangkaraya (Kota Waringin Balikpapan (Kutai Kerta Negara) Timur), Semarang (Kendal), Surabaya I (Situbondo, Sidoarjo, Pasuruan, Banyuwangi), Luwuk Banggai (Banggai), Mamuju (Mamuju, Mamuju Tengah, Jakarta II (Jakarta Pusat), Semarang (Pekalongan, Kendal, Jepara), Bengkulu (Bengkulu Tengah) 12 Mycobacterium marinum, Jawa, Sumatera, Bali Nihil Mycobacterium chelonei, Nihil Mycobacterium fortuitum Jogjakarta (Sleman, Cilacap) 13 Edwarsiella tarda DIY, Kalbar, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jambi, Bangka Belitung, Kalteng, Sulteng,DKI Jakarta, Sumbar. Medan II (Tebing Tinggi, Deli Serdang), Tanjung Balai Asahan (Asahan), Pekanbaru (Kuantan Singgigi, Pelalawan), Pangkal Pinang (Pangkal Pinang), Palembang (Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir (OKI), Jakarta I (Bogor), Denpasar (Badung), Balikpapan (Balikpapan), Bandung (Bandung Barat), Palangkaraya (Barito Selatan), Semarang (Pekalongan, Kendal, Demak, Pati, Banjarnegara, Jepara, Rembang), Surabaya I (Kediri), Surabaya II (Tuban, Bangkalan, Jombang, Mojokerto), Jogjakarta (Sleman), Jambi (Muaro Jambi) 14 Edwardsiella ictaluri DIY Pekanbaru (Kuantan Singgigi), Jambi (Muaro Jambi, Kota Jambi, Batanghari) Jakarta II (Jakarta Pusat), Bengkulu (Bengkulu Tengah) Medan II (Tebing Tinggi, Deli Serdang), Tanjung Balai Asahan (Asahan), Pekanbaru (Kuantan Singgigi, Pelalawan), Palembang (Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir (OKI), Denpasar (Badung), Balikpapan (Balikpapan), Surabaya I (Kediri), Surabaya II (Tuban, Bangkalan, Jombang, Mojokerto), Jogjakarta (Sleman) Pekanbaru (Kuantan Singgigi), Jambi (Muaro Jambi, Kota Jambi, Batanghari) 15 Streptococcus agalactiae Jawa Barat, Jawa Tengah Nihil 16 Pasteurella piscicida Jawa, Sumatera Utara Nihil 17 Yersinia ruckeri Jawa, Sumatera Barat, Riau, Kalsel, Nihil NAD 18 Pseudomonas anguilliseptica DIY, Nabire, NAD, Kalbar, Sumel Nihil 19 Streptococcus iniae Jawa, Sumatera, Jayapura Denpasar (Bangli), Jambi (Muaro Denpasar (Bangli) Jambi) 20 Myxobolus koi Jawa, Bali, Sumbar, Sumut, Sulsel, Nihil Riau, Kalteng, Kalbar 21 Henneguya exillis Jawa, Riau Nihil 22 Perkinsus marinus Jawa Barat Nihil 23 Perkinsus olseni Jawa Barat Nihil 24 Paragonimus pulmonalis Jawa, Sumatera Nihil 25 Epizootic Ulcerative Syndrome Jawa Barat, Merauke. Nihil (EUS) JENIS HPIK YANG MENYEBAR DARI ZONA TIDAK BEBAS KE ZONA BEBAS IMNV Aeromonas salmonicida Edwarsiella tarda Edwardsiella ictaluri Streptococcus iniae

Lampiran 3. Perbandingan Penerbitan HC per Negara Tujuan Ekspor Tahun 2014-2015 NO A. Negara Mitra NEGARA 2014 2015 TREND VOLUME (kg) NILAI ($ US) JUMLAH HC VOLUME (kg) NILAI ($ US) JUMLAH HC VOLUME (%) NILAI (%) JUMLAH HC (%) 1 Uni Eropa (28 Negara) 84.190.380,67 503.460.965,18 6.788 57.402.995,81 281.816.727,56 3.883-31,82% -44,02% -42,80% 2 Korea 5.986.796,75 33.011.803,96 1.015 7.032.921,19 43.665.880,65 978 17,47% 32,27% -3,65% 3 China 201.054.009,92 721.750.451,00 12.491 133.848.051,51 716.369.984,87 11.862-33,43% -0,75% -5,04% 4 Custom Union 990.015,90 9.991.491,20 93 3.899.220,39 24.266.341,30 181 293,85% 142,87% 94,62% 5 Kanada 3.089.480,97 24.324.432,23 262 3.718.146,27 30.481.638,14 288 20,35% 25,31% 9,92% 6 Vietnam 13.212.513,63 68.888.454,07 706 13.312.168,45 53.248.089,02 532 0,75% -22,70% -24,65% 7 Norwegia 18.200,00 163.800,00 1 10.661,05 85.036,76 3-41,42% -48,09% 200,00% SubTotal Negara Mitra 308.541.398 1.361.591.398 21.356 219.224.165 1.149.933.698 17.727-28,95% -15,54% -16,99% B. Negara Non Mitra 1 Jepang 78.913.080,38 681.624.264,99 13.316 86.144.211,80 675.262.805,85 11.402 9,16% -0,93% -14,37% 2 Amerika 147.460.375,33 1.740.167.461,60 10.913 185.958.251,03 1.634.119.573,29 12.136 26,11% -6,09% 11,21% 3 Malaysia 22.102.421,40 62.899.872,41 3.065 34.165.683,61 58.838.105,45 3.282 54,58% -6,46% 7,08% 4 Filliphina 1.280.763,01 7.752.609,01 123 863.373,71 5.163.770,52 143-32,59% -33,39% 16,26% 5 Thailand 157.689.154,00 130.800.994,48 1.599 44.951.758,85 89.340.601,29 1.401-71,49% -31,70% -12,38% 6 Papua New Guinea 2.237.112,00 3.479.127,58 30 2.647.107,67 3.941.961,79 24 18,33% 13,30% -20,00% 7 Negara Lain 100.156.668,02 472.276.986,42 18.643 165.588.149,27 669.965.892,76 20.353 65,33% 41,86% 9,17% SubTotal Negara Non Mitra 509.839.574,13 3.099.001.316,48 47.689 520.318.535,95 3.136.632.710,96 48.741 2,06% 1,21% 2,21% TOTAL 818.380.971,97 4.460.592.714,12 69.045 739.542.700,61 4.286.566.409,26 66.468-9,63% -3,90% -3,73%

Lampiran 4. Pencapaian kegiatan monitoring kesegaran ikan, residu dan bahan berbahaya Tahun 2015 No Lokasi No Capaian Lokasi 1 PPS Bitung 1 PPS Bitung 2 PPS Nizam Zachman 2 PPS Cilacap 3 PPS Bungus 3 PPS Nizam Zachman 4 PPS Kendari 4 PPS Bungus 5 PPN Prigi 5 PPS Kendari 6 PPN Brondong 6 PPN Prigi 7 PPN Pekalongan 7 PPN Brondong 8 PPN Tegal 8 PPN Pekalongan 9 PPN Palabuhanratu 9 PPN Tegal 10 PPN Ambon 10 PPN Palabuhanratu 11 PPN Kejawanan 11 PPN Ambon 12 PPP Pati 12 PPN Karangantu 13 PPP Banyuwangi 13 PPN Kejawanan 14 PPI Muara Angke 14 PPN Sungailiat 15 Lingkungan Perairan Makassar 15 PPP Pati 16 Lingkungan Perairan Denpasar 16 PPP Banyuwangi 17 Lingkungan Perairan Lampung 17 PPP Tanjung Balai Asahan 18 Lingkungan Perairan Probolinggo 18 PPI Muara Angke 19 Lingkungan Perairan Sorong 19 Lingkungan Perairan Makassar 20 Miniplant/suplier di Kupang 20 Lingkungan Perairan Denpasar 21 Miniplant/suplier di Gorontalo 21 Lingkungan Perairan Lampung 22 Miniplant/suplier di Bau-Bau 22 Lingkungan Perairan Probolinggo 23 Miniplant/suplier di Ternate 23 Lingkungan Perairan Sorong 24 Miniplant/suplier di Bima 24 Miniplant/suplier di Kupang 25 Miniplant/suplier di Mataram 25 Miniplant/suplier di Gorontalo 26 Miniplant/suplier di Bau-Bau 27 Miniplant/suplier di Ternate 28 Miniplant/suplier di Bima 29 Miniplant/suplier di Tahuna 30 Miniplant/suplier di Mataram

Lampiran 5. Daftar UPI yang telah menerapkan sistem traceability tahun 2015 No Propinsi Nama UPI 1. DKI Jakarta PT. Sinar Sejahtera Sentosa, PT. Gabungan Era Mandiri, PT. Sari Ayucipta Samudra, PT. Red Ribbon Indonesia, PT. Lucky Samudra Pratama, PT. Indomaguro Tunas Unggul, PT. Makmur Jaya Sejahtera, PT. Lola Mina 2. Jawa Barat PT. Pahala Bahari Nusantara, PT. Suri Tani Pemuka, PT. Karya Persada Khatulistiwa, PT. Pan Putra Samudra, PT. Oriens Prima Lestari, PT. Kemilau Bintang Timur 3. Jawa Tengah PT. Aquafarm Nusantara, PT. Indosigma Surya Cipta, PT. Cassanatama Naturindo, PT. Holi Mina Jaya, PT. Sumber Mina Bahari, PT. Misaja Mitra, PT. Muria Bahari Indonesia 4. Jawa Timur PT. Winaros Kawula Bahari, PT. Alter Trade Indonesia, PT. Surya Alam Tunggal, PT. Alam Jaya, PT. Sukses Lautan Indonesia, PT. Southern Marine Products, PT. Grahamakmur Ciptapratama, PT. Satu Tiga Enam Delapan, PT. Banyuwangi Cannery Indonesia, PT. Surya Adikumala Abadi, PT. Iroha Sidat Indonesia, PT. Panca Mitra Multi Perdana 5. Lampung PT. Indokom Samudra Persada, PT. Bumi Menara Internusa Plant Lampung, PT. Siger Jaya Sentosa, PT. Keong Nusantara Abadi 6. Sumatera Selatan PT. Laura Indo, PT. Lestari Magris, PT. Agung Jayasari Sakti 7. Bali PT. Hatindo Makmur, PT. Intimas Surya, PT. Balinusa Windumas, PT. Bali Mina Utama 8. Sumatera Utara PT. Aquafarm Nusantara, PT. Medan Tropical Canning & Frozen Industries, PT. Red Ribbon Indonesia, PT. Toba Surimi Industries, PT. Seafood Sumatera Perkasa 9. Kalimantan Utara PT. Sumber Kalimantan Abadi, PT. Tri Mitra Makmur, PT. Mustika Minanusa Aurora 10. Sulawesi Selatan PT. Wahyu Pradana Binamulia, PT. Multi Sari Makassar, PT. Multi Monodon Indonesia, PT. Bogatama Marinusa, PT. Nuansa Cipta Magello, PT. Chen Woo Fishery, PT. Mitra Kartika Sejati, PT. Ocean Champ Seafood, CV. Inti Makmur 11. Sulawesi Utara PT. Chen Woo Fishery, PT. Sari Tuna Makmur, PT. Nutrindo Fresfood International, PT. Delta Pasific Indotuna, PT. Samudra Mandiri Sentosa

Lampiran 6. Daftar HPIK eksotik yang belum ditemukan di seluruh wilayah Indonesia 1. Spring viraemia of carp (SVC); 2. Infectious pancreatic necrosis (IPN); 3. Infectious haematopoeitic necrosis (IHN); 4. Baculovirus penaei disease; 5. White tail disease (WTD); 6. Penaeus vanname nodavirus (PvNV); 7. Monodon Slow Growth Syndrome (MSGS) atau Laem Singh Virus (LSNV) retinopathy; 8. Bacterial Kidney Disease (BKD) Corynebacterial kidney disease Dee disease; 9. Nocardiosis, Gill tuberculosis; 10. Gaffkemia; 11. Early Mortality Syndrome (EMS)/Acute Hepatopancreatic Necrosis Syndrome (AHPNS); 12. Whirling Disease; 13. Pleistophorosis; 14. Heterosphorosis; 15. Bonamiasis yang disebabkan oleh Bonamia exitiosa; 16. Bonamiosos, Bonamiosis yang disebabkan oleh Bonamia ostreae; 17. Haplopsporidiosis Seaside Organism (SSO) Disease/high salinity disease; 18. Haplposporidiosis Multinucleate Sphere X (MSX) disease; 19. Marteiliosis yang disebabkan oleh Marteilia refringens; 20. Marteiliosis yang disebabkan oleh Marteilia sidneyii; 21. Microcytosis (Denman Island disease atau microcell disease) yang disebabkan oleh Microcytos mackini; 22. Microcytosis yang disebabkan oleh Microcytos roughley; 23. Sand paper disesae / Swinging disease / Ichthyoponosis; 24. Branchiomycosis yang disebabkan oleh Branchiomyces sanguinis; 25. Branchiomycosis yang disebabkan oleh Branchiomyces demigrans; 26. Aphanomycosis / Crayfish Plaque.

Lampiran 7. Form evaluasi/pengukuran efisiensi kegiatan Output % Rencana % Rencana % Capaian % Capaian Capaian Output Capaian Input Output Input IE SE TE STATUS Peningkatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya BKIPM 3987.002 Dokumen dukungan manajemen dan pelaksanaan teknis BKIPM 100,00 100,00 100,00 100,00 1,02 1,00 0,020 EFISIEN 3987.003 Sarana dan prasarana KIPM 100,00 98,00 100,00 98,13 1,02 1,00 0,019 EFISIEN 3987.006 Dokumen Perencanaan. kerjasama. evaluasi dan pelaporan 100,00 100,00 101,09 98,38 1,03 1,00 0,028 EFISIEN 3987.007 Dokumen Pengembangan SDM dan Produk Hukum Ketatalaksanaan 100,00 98,00 104,68 97,12 1,08 1,02 0,056 EFISIEN 3987.008 Dokumen Sistim Pelayanan Informasi dan Kehumasan 100,00 98,00 102,55 95,87 1,07 1,02 0,048 EFISIEN 3987.009 Dokumen Administrasi Keuangan. ketatausahaan dan Kerumahtanggaan 100,00 98,00 106,01 97,93 1,08 1,02 0,061 EFISIEN 3987.994 Layanan Perkantoran 100,00 100,00 100,00 98,15 1,02 1,00 0,019 EFISIEN 3987.995 Kendaraan Bermotor 100,00 100,00 100,00 95,55 1,05 1,00 0,047 EFISIEN 3987.996 Perangkat Pengolah Data dan Komunikasi 100,00 98,00 100,00 98,94 1,01 1,02-0,010 TIDAK EFISIEN 3987.997 Peralatan dan Fasilitas Perkantoran 100,00 98,00 99,64 99,68 1,00 1,02-0,020 TIDAK EFISIEN 3987.998 Gedung/Bangunan 100,00 98,00 99,50 99,56 1,00 1,02-0,021 TIDAK EFISIEN Pengembangan dan Pembinaan Perkarantinaan Ikan 100,00 100,00 100,00 97,14 3988.002 Dokumen dukungan manajemen dan pelaksanaan teknis Karantina Ikan 100,00 100,00 100,00 96,24 1,04 1,00 0,039 EFISIEN 3988.003 Sarana dan prasarana KIPM 100,00 96,00 100,00 96,99 1,03 1,04-0,010 TIDAK EFISIEN 3988.011 Laporan pencegahan penyakit ikan eksotik ke dalam wilayah RI (PUSKARI) 100,00 100,00 95,00 95,49 0,99 1,00-0,005 TIDAK EFISIEN 3988.012 Dokumen kebijakan publik bidang perkarantinaan ikan 100,00 100,00 100,00 95,57 1,05 1,00 0,046 EFISIEN 3988.013 Draft peraturan perundangan undangan bidang perkarantinaan ikan 100,00 100,00 100,00 98,42 1,02 1,00 0,016 EFISIEN 3988.014 Laporan Penerapan Cara Karantina Ikan yang Baik 100,00 100,00 100,00 95,42 1,05 1,00 0,048 EFISIEN 3988.015 Dokumen harmonisasi penerapan sistem perkarantinaan ikan 100,00 100,00 120,00 96,96 1,24 1,00 0,238 EFISIEN 3988.016 Jumlah sertifikasi kesehatan ikan ekspor 100,00 100,00 114,58 98,05 1,17 1,00 0,169 EFISIEN 3988.017 Dokumen pemetaan daerah sebar hama dan penyakit ikan karantina 100,00 100,00 100,00 97,19 1,03 1,00 0,029 EFISIEN 3988.018 Jumlah sertifikasi kesehatan ikan domestik 100,00 100,00 100,00 98,20 1,02 1,00 0,018 EFISIEN 3988.019 Instalasi karantina ikan milik pihak ketiga yang ditetapkan 100,00 100,00 100,00 99,49 1,01 1,00 0,005 EFISIEN 3988.020 Jumlah dokumen penanganan pelanggaran perkarantinaan ikan 100,00 100,00 172,31 89,49 1,93 1,00 0,925 EFISIEN 3988.021 Sarana dan prasarana pengembangan karantina ikan 100,00 100,00 100,00 98,96 1,01 1,00 0,010 EFISIEN 3988.022 Laporan sertifikasi kesehatan Ikan Ekspor 100,00 100,00 100,91 86,35 1,17 1,00 0,169 EFISIEN 3988.023 Laporan sertifikasi kesehatan Ikan Domestik 100,00 100,00 132,28 84,88 1,56 1,00 0,559 EFISIEN 3988.024 Laporan pengelolaan Instalasi Karantina Ikan 100,00 100,00 100,00 94,36 1,06 1,00 0,060 EFISIEN 3988.025 Dokumen pemetaan jenis agen hayati yang dilindungi. dilarang dan bersifat 100,00 100,00 100,00 96,76 1,03 1,00 0,033 EFISIEN invasif 3988.994 Layanan Perkantoran 100,00 98,00 100,00 95,97 1,04 1,02 0,021 EFISIEN 3988.995 Kendaraan Bermotor 100,00 100,00 100,00 99,22 1,01 1,00 0,008 EFISIEN 3988.996 Perangkat Pengolah Data dan Komunikasi 100,00 100,00 100,00 99,63 1,00 1,00 0,004 EFISIEN 3988.997 Peralatan dan Fasilitas Perkantoran 100,00 100,00 100,00 99,53 1,00 1,00 0,005 EFISIEN 3988.998 Gedung/Bangunan 100,00 100,00 100,00 98,32 1,02 1,00 0,017 EFISIEN Pengembangan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan 100,00 98,00 100,00 93,47 3989.002 Dokumen dukungan manajemen dan pelaksanaan teknis Sertifikasi Mutu 100,00 100,00 100,00 97,76 1,02 1,00 0,023 EFISIEN Dan Hasil Perikanan 3989.004 Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang harmonis dengan Negara Mitra 100,00 100,00 100,00 78,69 1,27 1,00 0,271 EFISIEN 3989.006 Jumlah sertifikat penerapan sistem jaminan mutu (sertifikat HACCP) di Unit 100,00 100,00 103,99 95,19 1,09 1,00 0,092 EFISIEN Pengolahan Ikan 3989.007 Laporan monitoring kesegaran ikan. residu dan bahan berbahaya 100,00 100,00 100,00 94,38 1,06 1,00 0,060 EFISIEN 3989.008 Dokumen Pemetaan perairan laut dari cemaran marine biotoxin dan logam 100,00 100,00 100,00 98,12 1,02 1,00 0,019 EFISIEN berat 3989.009 Dokumen kebijakan publik bidang mutu dan keamanan hasil perikanan 100,00 100,00 100,00 95,88 1,04 1,00 0,043 EFISIEN 3989.010 draft peraturan perundang undangan bidang mutu dan keamanan hasil 100,00 100,00 100,00 91,75 1,09 1,00 0,090 EFISIEN perikanan 3989.011 Laporan inspeksi dan verifikasi UPI yang memenuhi persyaratan ekspor 100,00 100,00 103,47 91,68 1,13 1,00 0,129 EFISIEN 3989.012 Dokumen harmonisasi sistem. mutu dan keamanan hasil perikanan dengan 100,00 100,00 100,00 85,58 1,17 1,00 0,168 EFISIEN negara mitra 3989.013 Jumlah sertifikat kesehatan produk perikanan 100,00 100,00 100,00 94,45 1,06 1,00 0,059 EFISIEN 3989.014 Dokumen penanganan kasus penahanan dan penolakan ekspor produk 100,00 100,00 100,00 95,71 1,04 1,00 0,045 EFISIEN perikanan 3989.016 Laporan kegiatan peningkatan sistem sertifikasi HACCP 100,00 100,00 101,94 90,80 1,12 1,00 0,123 EFISIEN 3989.017 Laporan sistem sertifikasi mutu produk perikanan 100,00 100,00 100,00 94,03 1,06 1,00 0,064 EFISIEN 3989.018 Jumlah Unit Pengolahan Ikan yang terintegrasi negara mitra 100,00 100,00 100,00 90,67 1,10 1,00 0,103 EFISIEN 3989.994 Layanan Perkantoran 100,00 100,00 100,00 98,41 1,02 1,00 0,016 EFISIEN 3989.995 Kendaraan Bermotor 100,00 100,00 100,00 99,75 1,00 1,00 0,003 EFISIEN 3989.996 Perangkat Pengolah Data dan Komunikasi 100,00 100,00 100,00 96,10 1,04 1,00 0,041 EFISIEN 3989.997 Peralatan dan Fasilitas Perkantoran 100,00 100,00 100,00 99,96 1,00 1,00 0,000 EFISIEN Pengembangan Sistem Manajemen Karantina Ikan, Mutu dan Keamanan Hasil 100,00 100,00 100,00 91,09 1,10 1,00 0,098 EFISIEN Perikanan 3990.002 Dokumen dukungan manajemen dan pelaksanaan teknis Manajemen Mutu 100,00 98,00 100,00 82,35 1,21 1,02 0,190 EFISIEN 3990.008 Laporan Peningkatan Kompetensi Tenaga Fungsional Pengendali Hama 100,00 98,00 100,00 85,19 1,17 1,02 0,150 EFISIEN Penyakit Ikan (PHPI) dan Pengawas Mutu (Wastu) 3990.009 Unit Pengolahan Ikan yang menerapkan sistem traceability 100,00 98,00 100,00 86,29 1,16 1,02 0,136 EFISIEN 3990.010 Laporan penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001 100,00 98,00 100,00 89,53 1,12 1,02 0,095 EFISIEN 3990.011 dokumen sistem manajemen lembaga inspeksi ISO 17020 100,00 98,00 100,00 86,26 1,16 1,02 0,136 EFISIEN 3990.012 Laporan penerapan ISO 17025 pada laboratorium 100,00 98,00 100,00 91,55 1,09 1,02 0,071 EFISIEN 3990.013 Dokumen penerapan Sistem Pengendalian Mutu Hasil Perikanan 100,00 98,00 100,00 90,76 1,10 1,02 0,080 EFISIEN 3990.014 Dokumen RSNI metode pengujian 100,00 100,00 100,00 100,00 1,00 1,00 0,000 TIDAK EFISIEN 3990.015 Jumlah pengujian sampel rujukan 100,00 100,00 100,00 99,63 1,00 1,00 0,004 EFISIEN 3990.016 Dokumen hasil uji profisiensi 100,00 100,00 100,00 98,15 1,02 1,00 0,019 EFISIEN 3990.994 Layanan Perkantoran 100,00 98,00 100,00 94,75 1,06 1,02 0,034 EFISIEN 3990.996 Perangkat Pengolah Data dan Komunikasi 100,00 98,00 100,00 98,19 1,02 1,02-0,002 TIDAK EFISIEN 3990.997 Peralatan dan Fasilitas Perkantoran 100,00 98,00 100,00 39,85 2,51 1,02 1,459 EFISIEN 3990.998 Gedung/Bangunan 100,00 98,00 100,00 94,73 1,06 1,02 0,035 EFISIEN