Bab II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Total Productive Maintenance (TPM) Sistem Perawatan TIP FTP UB Mas ud Effendi

BAB II LANDASAN TEORI

Total Productive Maintenance (TPM) Sistem Perawatan TIP FTP UB Mas ud Effendi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Stephens (2004:3), yang. yang diharapkan dari kegiatan perawatan, yaitu :

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV METODE PENELITIAN

Pengantar Manajemen Pemeliharaan. P2M Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia

1. Tingkat efectivitas dan efisiensi mesin yang diukur adalah dengan Metode Overall

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Analisa Total Productive Maintenance pada Mesin Machining Center pada PT. Hitachi Power System Indonesia (HPSI) Dengan Menggunakan Metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB II LANDASAN TEORI

Universitas Widyatama

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH Analisis Perhitungan Overall Equipmenteffectiveness (OEE).

Prosiding SNATIF Ke-1 Tahun ISBN:

1 BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan karena tim perbaikan tidak mendapatkan dengan jelas

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. ada sekarang secara sistematis dan faktual berdasarkan data-data. penelitian ini meliputi proses

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. b. Meminimalkan biaya bahan baku dan upah kerja. c. Kecepatan proses produksi dengan basis mess production yang seragam.

BAB V ANALISA HASIL Analisis Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian, adalah sebagai berikut :

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI MESIN RING FRAME DENGAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE DI PT INDORAMA SYNTHETICS Tbk

PENGUKURAN PRODUKTIFITAS MESIN UNTUK MENGOPTIMALKAN PENJADWALAN PERAWATAN (STUDI KASUS DI PG LESTARI)

PRESENTASI SIDANG SKRIPSI. September

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berperan penting dalam perusahaan selain manajemen sumber daya manusia,

Jl. Kaliurang Km 14.4 Sleman, DIY ,2) ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perbaikan. Perbaikan yang diharapkan dapat meningkatkan keutungan bagi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pemeliharaan (Maintenance) Pengertian Pemeliharaan (Maintenance)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. diperkenalkan di Jepang. Bagaimanapun juga konsep dari pemeliharaan pencegahan

dalam pembahasan sehingga hasil dari pembahasan sesuai dengan tujuan yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Teknologi merupakan komponen penting bagi berkembangnya

BAB V ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISIS HASIL

Sistem Manajemen Maintenance

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KERANGKA TEORITIS

PENINGKATAN EFEKTIVITAS MESIN CUTTING GLASS DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (di PT. Asahimas Flat Glass, Tbk.

STUDI KASUS PENINGKATAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) MELALUI IMPLEMENTASI TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM)

BAB I PENDAHULUAN. Analisa Peningkatan..., Achmad, Fakultas Teknik 2016

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PENINGKATAN EFISIENSI PRODUK MESIN B-3 MELALUI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENEES (OEE)

Analisis Overall Equipment Effectiveness dalam Meminimalisasi Six Big Losses pada Area Kiln di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk.

Evaluasi Efektivitas Mesin Creeper Hammer Mill dengan Pendekatan Total Productive Maintenance (Studi Kasus: Perusahaan Karet Remah di Lampung Selatan)

BAB III KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan tahapan atau langkah-langkah yang dilakukan

3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Overall Equipment Effectiveness pada Mesin Wavetex 9105 di PT. PLN Puslitbang

BAB III LANDASAN TEORI

Bab 3 Metodologi Pemecahan Masalah

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA

BAB II KAJIAN LITERATUR...

Implementasi Metode Overall Equipment Effectiveness Dalam Menentukan Produktivitas Mesin Rotary Car Dumper

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN. Equipment Loss (Jam)

Pengenalan 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo 6 Maret 2017

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Nama : Teguh Windarto NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr.Ir Rakhma Oktavina, MT

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah performance mesin yang digunakan (Wahjudi et al., 2009). Salah

BAB V ANALISA HASIL. sebelumnya menggunakan metode OEE maka dapat disimpulkan bahwa hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KEPEKAAN TERHADAP ADANYA LOSSES

ANALISA FAKTOR-FAKTOR SIX BIG LOSSES PADA MESIN CANE CATTER I YANG MEMPENGARUHI EFESIENSI PRODUKSI PADA PABRIK GULA PTPN II SEI SEMAYANG

I. PENDAHULUAN. penyebarannya terbanyak di pulau Jawa dan Sumatera, masing-masing 50% dan

ANALISIS NILAI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) PADA MESIN PENGISIAN TABUNG GAS ELPIJI 3 KG (Studi Kasus Di PT. Prima Cahaya Utama) Tugas Akhir

KARYA AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan. Oleh TENGKU EMRI FAUZAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. industri baik dalam bidang teknologi maupun dalam bidang manajemen,

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam mesin/peralatan produksi, misalnya mesin berhenti secara tiba-tiba,

TIN102 - Pengantar Teknik Industri Materi #14 Ganjil 2014/2015 TIN102 PENGANTAR TEKNIK INDUSTRI

5R merupakan budaya tentang bagaimana seseorang memperlakukan tempat kerjanya secara benar. Bila tempat kerja tertata rapi, bersih, dan

STUDI PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) UNTUK PENINGKATAN EFESIENSI PRODUKSI DI PT. SINAR SOSRO

Pengukuran Efektivitas Mesin Rotary Vacuum Filter dengan Metode Overall Equipment Effectiveness (Studi Kasus: PT. PG. Candi Baru Sidoarjo)

STUDI PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) UNTUK PENINGKATAN EFISIENSI PRODUKSI PADA PTP.N II PABRIK RSS TANJUNG MORAWA KEBUN BATANG SERANGAN

PERHITUNGAN OEE (OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENES) PADA MESIN TRUPUNCH V 5000 I MENUJU TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) Study Kasus Pada PT XYZ

PENERAPAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) DALAM IMPLEMENTASI TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) STUDI KASUS DI PT. ADI SATRIA ABADI KALASAN

Penerapan Total Productive Maintenance Pada Mesin Electric Resistance Welding Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness

Nia Budi Puspitasari, Avior Bagas E *) Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Pada industri manufaktur mesin/peralatan yang telah tersedia dan siap

DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Pengajuan... ii Halaman Pengesahan... iii Kata Pengantar... iv Daftar Isi... vi Daftar Tabel...

Transkripsi:

Bab II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan Tujuan Maintenance 2.1.1 Pengertian Maintenance Pentingnya fungsi maintenance dalam industri merupakan hal yang tak terbantahkan. Maintenance merupakan suatu fungsi dalam industri manufacture yang sama pentingnya dengan fungsi-fungsi lain seperti produksi. Hal tersebut dibuktikan dengan akan banyak timbulnya kesulitan apabila maintenance tidak dilakukan. Operasi yang tidak aman, kemacetan produksi, kerugian daya, panas, penerangan, dan berbagai fungsi sarana lain yang tidak diketahui untuk masa yang lama.british Standart mendefinisikan maintenance sebagai Suatu kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang dalam, atau memperbaikinya sampai suatu kondisi yang dapat diterima.. Maintenance adalah kegiatan untuk memelihara atau menjaga mesin atau peralatan dan mengadakan perbaikan atau penyesuaiaan/pergantian yang diperlukan agar terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan. Jadi dengan adanya kegiatan maintenance maka mesin/peralatan dapat dipergunakan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama dipergunakan untuk proses produksi atau sebelum jangka waktu tertentu. Terdapat dua jenis penurunan kemampuan mesin//peralatan yaitu: 1. Natural Deterioration yaitu menurunnya kinerja mesin/peralatan secara alami akibat terjadi pemburukan/keausan pada fisik mesin/peralatan selama waktu pemakaiaan walaupun penggunaan secara benar. 2. Accelerated Deterioration yaitu menurunnya kinerja mesin/peralatan akibat kesalahan manusia (human error) sehingga dapat mempercepat keausan mesin/peralatan karena mendapatkan tindakan dan perlakuan yang tidak seharusnya dilakukan terhadap mesin/peralatan.

Hasil yang diharapkan dari kegiatan maintenance mesin/peralatan berdasarkan dua hal sebagai berikut: 1. Condition Maintenance yaitu mempertahankan kondisi mesin/peralatan agar berfungsi dengan baik sehingga komponen-komponen yang terdapat dalam mesin berfungsi dengan umur ekonomisnya. 2. Replacement Maintenance yaitu melakukan tindakan perbaikan dan pergantian komponen mesin tepat pada waktunya sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan sebelum kerusakan terjadi. 2.1.2 Tujuan maintenance Maintenance adalah kegiatan pendukung bagi kegiatan komersil, maka seperti kegiatan lainnya, maintenance harus efektif, efisien dan berbiaya rendah. Dengan adanya kegiatan maintenance ini, maka mesin/peralatan produksi dapat digunaakan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama jangka waktu tertentu yang telah direncanakan tercapai. Beberapa tujuan maintenance yang utama: 1. Untuk memperpanjang umur/masa pakai dari mesin/peralatan. 2. Untuk menjamin ketersediaan (availability) optimum peralatan yang dipasang untuk produksi (atau jasa) dan mendapatkan laba investasi (return on investment) yang maksimum. 3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam kondisi darurat setiap waktu, misalnya : unit cadangan. 4. Kemampuan berproduksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana produksi. 5. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang dibutuhkan oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak terganggu. 6. Untuk membantu mengurangi pemakaiaan dan penyimpangan yang diluar batas dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijakan perusahaan mengenai investasi tersebut.

7. Untuk mencapai tingkat biaya maintenance secara efektif dan efisien keseluruhannya. 8. Untuk menjamin kesehatan dan keselamat kerja orang yang menggunakan sarana tersebut. 2.2 Jenis-jenis Maintenace Jenis pemeliharaan secara garis besar terbagi menjadi 2 golongan yaitu: 1. Pemeliharaan Tidak Terencana (Unscheduled Maintenance) 2. Pemeliharaan Terencana (Scheduled Maintenance) 2.2.1 Pemeliharaan Tidak Terencana (Unscheduled Maintenance) Hanya ada satu jenis pemeliharaan tak terencana yaitu pemeliharaan darurat atau breakdown/emergency. Dikenal sebagai jenis pemeliharaan yang paling tua. Aktivitas pemeliharaan jenis ini adalah mudah untuk dipahami semua orang. Jenis pemeliharaan ini mengijinkan peralatan-peralatan untuk beroperasi hingga rusak total (fail). Kegiatan ini tidak bisa ditentukan / direncanakan sebelumnya, maka aktivitas ini juga dikenal dengan sebutan unschedule maintenance. Ciri-ciri jenis pemeliharaan ini adalah alat-alat mesin dioperasikan sampai rusak dan ketika rusak barulah tenaga kerja dikerahkan untuk memperbaiki dengan cara penggantian. Keuntungan pemeliharaan jenis ini hanya satu yaitu mudah dilaksanakan dan tidak perlu melakukan perencanaan pemeliharaan. Kelemahannya : 1. Karena tidak bisa diketahui kapan akan terjadi breakdown, maka jika waktu breakdown adalah pada saat-saat periode produksi maksimal, maka akan mengakibatkan tidak tercapainya target produksi pada periode ini. 2. Jika suku cadang untuk perbaikan ternyata sukar untuk dipenuhi berarti dibutuhkan waktu tambahan untuk membeli atau memperoleh dengan cara lain suku cadang tersebut. 3. Karena kegiatan ini sifatnya mendadak, dalam tugasnya bagian pemeliharaan bekerja dibawah tekanan bagian produksi yang akan

berakibat rendahnya efisiensi dan efektifias pekerja, tidak optimalnya mutu hasil pekerjaan perbaikan / pemeliharaan, biaya relatif lebih besar. 2.2.2 Pemeliharaan Terencana (Scheduled Maintenance) Pemeliharaan Terencana adalah pemeliharaan yang diorganisasi dan dilakukan dengan pemikiran kemasa depan, pengendalian dan pencatatan sesuai rencana yng telah ditentukan Pemeliharaan Terencana terdiri dari Pemeliharaan Pencegahan (Preventive Maintenance), Pemeliharaan Korektif (Corrective Maintenance) dan Predictive Maintenance. 2.2.2.1 Preventive Maintenance Preventive Maintenance (PM) adalah deteksi dan tindakan secara cepat pada ketidaknormalan peralatan sebelum mengakibatkan kerusakan atau kerugian. Pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance), yaitu suatu kegiatan inspeksi secara periodik untuk mendeteksi adanya tanda-tanda gangguan yang akan mengakibatkan breakdown atau stop produksi, penurunan kondisi mesin atau alatalat kelengkapannya. Pemeliharaan pencegahan ini dapat dijadikan sebagai system deteksi terhadap mesin atau alat sebelum terjadi gangguan yang akan mengakibatkan cacatnya hasil produksi serta kerugian lainnya yang ditimbulkan. Untuk preventive maintenance sendiri terbagi menjadi beberapa jenis kegiatan diantaranya sebagai berikut. 1. Inspeksi, yaitu kegiatan pemeliharaan secara periodik dengan melakukan pemeriksaan terhadap kondisi mesin dan komponen terkaitnya termasuk didalamnya kegiatan pelumasan dan penyetelan. 2. Lihat, Dengar, dan Rasakan, yaitu suatu kegiatan pemeliharaan dengan melakukan pemeriksaan kondisi mesin dan komponen terkaitnya dengan cara penglihatan,perasaan / feeling dan pendengaran. 3. Pemeliharaan jalan, yaitu kegiatan pemeliharaan yang bisa dilaksanakan tanpa menghentikan proses produksi atau kerja dari mesin dan peralatannya.

4. Penggantian komponen minor, yaitu kegiatan pemeliharaan yang berupa penggantian sebagian kecil komponen mesin dan peralatannya. 5. Pemeliharaan berhenti, yaitu kegiatan pemeliharaan yang hanya bisa dilaksanakan pada saat peralatan tidak bekerja atau stop mesin. Keuntungan Preventive Maintenance: 1. Preventive Maintenance adalah antisipasi maintenance. Dengan demikian bagian produksi dan pemeliharaan dapat mengerjakan pekerjaan pembuatan peramalan (forecasting) dan pembuatan schedule pemeliharaan yang lebih baik. 2. Preventive maintenance akan meminimalisasi waktu yang mengganggu produksi. 3. Preventive Maintenance memperbaiki kontrol atas komponen-komponen mesin. 4. Preventive Maintenance memotong/mengurangi pekerjaan emergency. Kerugian : 1. Preventive Maintenance menghilangkan sisa umur komponen ketika komponen tersebut harus diganti sebelum rusak total. 2. Banyak melibatkan tenaga kerja 3. Biaya pemeliharaan relatif lebih tinggi dibandingkan metode predictive maintenance. 2.2.2.2 Corrective Maintenance Pemeliharaan Korektiv adalah pemeliharaan yang dilakukan untuk memperbaiki suatu bagian mesin (termasuk penyetelan dan reparasi) yang telah terhenti untuk memenuhi suatu kondisi yang bisa diterima. Kegiatan corrective maintenance sendiri terbagi menjadi beberapa kegiatan diantaranya: 1. Reparasi minor, yaitu suatu kegiatan pemeliharaan berupa perbaikanperbaikan kecil pada suatu mesin atau peralatan terkaitnya (yang tidak ditemukan ketika pemeriksaan), terutama untuk rencana jangka pendek yang mungkin timbul diantara pemeriksaan, 2. Overhoul, yaitu kegiatan pemeliharaan berupa penggantian komponen mesin secara serentak atau keseluruhan (juga overhaul terencana

misalnya overhaul tahunan atau dua tahuan, atau suatu perluasan kapasitas produksi) 2.2.2.3 Predictive Maintenance Tipe pemeliharan jenis ini lebih maju dibanding dengan dua tipe sebelumnya. Ditandai dengan menggunakan teknik-teknik mutakhir (advance scientific techniques) termasuk statistik probabilitas untuk memaksimalkan waktu operasi dan menghilangkan pekerjaan-pekerjaan yang tidak perlu. Predictive Maintenance dipakai hanya pada sistem-sistem yang akan menimbulkan masalahmasalah serius jika terjadi kerusakan pada mesin atau pada proses-proses yang berbahaya. 2.3 Total Productive Maintenance 2.3.1 Pendahuluan Mesin atau equipmen sangatlah penting di dalam proses manufacturing sehingga bila terjadi kerusakan atau cacat pada mesin atau equipment akan dapat mengakibatkan defect pada produk/output yang dihasilkan. Salah satu tools manajemen yang dapat digunakan untuk mereduksi hal tersebut adalah program TPM (Total Productive Maintenance). Pada awal generasi pertama (berakhir hingga perang dunia II), pada masa itu industri tidak bersifat mekanis tinggi, sehingga down time tidak terlalu banyak terjadi, artinya upaya untuk mencegah kerusakan bukan merupakan suatu prioritas utama, sehingga pemeliharaan lebih bersifat breakdown maintenance. Lagi pula alat produksi umumnya berteknologi sederhana dengan perhitungan yang sangat aman, mesin mesin yang ada dibuat sangat andal dan mudah direparasi, akhirnya tidak diperlukan suatu sistem pemeliharaan selain: pembersihan, service dan pelumasan rutin. Dimana kebutuhan akan ketrampilan jauh lebih rendah dibandingkan kondisi sekarang ini. Sejalan dengan waktu terjadinya perang dunia II banyak merubah cara berfikir manusia, perang menyebabkan kenaikan kebutuhan akan segala barang

sementara pemasokan barang menurun secara drastis. Kondisi ini meningkatkan kebutuhan akan mekanisasi. Sekitar tahun lima puluhan sampai dengan awal tujuh puluhan jumlah mesin semakin banyak dan kompleks, ketergantungan industri pada alat atau permesinan pun dimulai disini. Dengan meningkatnya ketergantungan, down time menjadi perhatian utama, hal ini mengarah pada ide bahwa kegagalan mesin sebenarnya dapat dideteksi dan dicegah, sehingga lahirlah konsep pemeliharaan preventive dimana pada tahun enam puluhan overhoul mesin didasarkan pada interval waktu yang tetap. Biaya pemeliharaan semakin meningkat tajam relatif terhadap biaya opersi yang lain, kondisi ini mengarah pada sistem perencanaan dan kontrol pemeliharaan. Dengan demikian kegiatan pemeliharaan dapat lebih terkontrol. Akhirnya jumlah modal untuk asset tetap pada perusahaan tersebut mengalami peningkatan dan mulai dipikirkan untuk memaksimalkan masa pakai dari peralatan yang ada. Mulai tahun tujuh puluhan, industri memperoleh mementum perubahan yang sangat signifikan. Dimana konsumen membuat harapan tuntutan baru, riset riset terobosan baru, teknik-teknik dan sistem manajemen baru. Pada mulanya ketika bidang produksi sudah lama memiliki sistem manajemen, orang belum memperhatikan bagaimana cara me-manage bidang pemeliharaan, bidang ini hanya dianggap penunjang yang tidak perlu diatur dengan cermat, namun setelah teknologi permesinan menjadi lebih rumit dan kapasitas produksi yang dimiliki pabrik semakin besar, mulai terasa ketidak mampuan mesin untuk memenuhi target produksi yang berarti kerugian yang tidak kecil. Ketidakmampuan itu banyak disebabkan oleh gangguan atau kerusakan yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Seluruh permasalahan diatas dapat ditanggulangi apabila perusahaan mempunyai menajemen yang baik dibidang pemeliharaan. Manajemen yang paling sederhana yaitu untuk Breakdown maintenance sampai yang terbaru adalah Total Productive Maintenance (TPM).

2.3.2 Pengertian Total Productive Maintenance Total Productive Maintenance (TPM) adalah hubungan kerjasama yang erat antara pemeliharaan dan organisasi produksi secara menyeluruh yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas produksi, mengurangi waste, mengurangi biaya produksi, meningkatkan kemampuan peralatan dan pengembangan dari keseluruhan system pemeliharaan pada perusahaan manufacture. Adapun maksud dari total productive maintenance tersebut adalah Total yang berarti kesediaan atau keterlibatan seluruh aspek dan seluruh karyawan, Produktive yang berarti suatu tingkat kesalahan atau masalah yang sedikit atau hampir tidak ada selama berlangsungnya proses produksi, dan Maintenance adalah proses menjaga kondisi part atau mesin dalam keadaan yang baik dalam hal ini juga melingkupi tindakan perbaikan, pembersihan, pemberian grease,dll. Total dalam Total Productive Maintenance (TPM) memiliki arti: 1. Total dalam efektifitas, yang meliputi: a. Menjamin tersedianya mesin/alat dalam kondisi mampu memberi keuntungan. b. Menjamin kesiapan mesin/alat cadangan dalam situasi darurat (misalnya sistem pemadam kebakaran dsb) c. Menjamin keselamatan manusia yang menggunakan mesin/alat d. Memperpanjang masa pakai mesin/alat 2. Total dalam system pemeliharaan, yang meliputi: a. Pencegahan pemeliharaan ( Maintenance Prevention ) b. Pemeliharaan pencegahan ( Preventive Maintenance ) c. Pemeliharaan berkala ( Periodic Maintenance ) d. Perbaikan setelah kerusakan ( Breakdown Maintenance ) e. Pemeliharaan perbaikan ( Corective Maintenance ) f. Peningkatan ( Improvement ) 3. Total dalam partisipasi segenap karyawan, yang meliputi: a. Diterapkan oleh berbagai bagian ( Engineering, Operasional, Maintenance).

b. Mengikut sertakan seluruh karyawan, dari Top Management sampai operator. 2.3.3 Tujuan dan Manfaat Total Productive Maintenance 2.3.3.1 Tujuan Tujuan utama dari TPM adalah perbaikan secara terus-menerus (continuous improvement) pada semua aspek/kondisi operasional dalam suatu sistem produksi, sehingga didapatkan tingkat produktifitas yang optimum dengan cara mendorong kesadaran seluruh karyawan dalam kegiatan operasional seharihari. Secara umum didalam TPM ada dua tujuan utama yaitu : 1. Menghilangkan cacat produk (zero defect) 2. Menghilangkan gangguan mesin dan equipmentnya (zero mechanical breakdown) 3. Pelaksanaan TPM akan mendorong produktifitas perusahaan dengan cara : Budaya bisnis yang dirancang dengan jelas, untuk terus-menerus meningkatkan efisiensi secara total dalam sistem produksi Penggunaan pendekatan sistematik dan terstandar, dimana semua pemborosan dan kerugian dapat dicegah dan/atau diketahui Seluruh departemen yang dapat mempengaruhi tingkat produktifitas, harus terlibat dan mengubah pola pikir (mainset) dari tindakan reaktif kepada tindakan yang sudah direncanakan (reactive to predictive mainset) Pendekatan multidisiplin yang transparan dengan tujuan untuk mencapai tingkat kerugian nol (zero losses) Setiap langkah haruslah merupakan suatu proses yang panjang, bukan sebuah jalan singkat sehingga setiap tahapan harus dilalui untuk mencapai tingkat produktifitas yang tinggi 4. Pada akhirnya, TPM merupakan jalan/langkah awal yang diarahkan menuju Operasional Excellence. 2.3.3.2 Manfaat

Manfaat dari studi aplikasi TPM secara sistematik dalam rencana kerja jangka panjang pada perusahaan khususnya menyangkut faktor-faktor berikut: 1. Peningkatan produktivitas dengan menggunakan prinsip-prinsip TPM akan meminimalkan kerugian-kerugian pada perusahaan. 2. Meningkatkan kualitas dengan TPM, meminimalkan kerusakan pada mesin/peralatan dan downtime mesin dengan metode terfokus. 3. Waktu delivery ke konsumen dapat ditepati, karena produksi yang tanpa gangguan akan lebih mudah untuk dilaksanakan. 4. Kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja lebih baik. 5. Meningkatkan motifasi kerja, karena hak dan tanggung jawab didelegasikan kepada setiap orang. 2.3.4. Pilar-Pilar Total Productive Maintenance 2.3.4.1 Delapan Pilar TPM Total Productive 1 2 3 4 5 6 7 8 General Involvement / 5S Gambar 2.1. Pilar Dasar Proses TPM Keterangan : 1 : Continous Improvement 5 : Early Management 2 : Autonomos Maintenance 6 : Trining

3 : Planned Maintenance 7 : TPM in the office 4 : Quality Management 8 : Health, safety and environment Dalam pilar-pilar tersebut diatas dapat dijelaskan secara singkat maksud atau pengertian dari masing-masing item yang terkandung didalam tabel atau gambar tersebut : 1. Continous Improvement Adalah perbaikan secara terus menerus atau berkesinambungan dalam tiap aspek penting departemen yang menjalankannya yang bertujuan untuk meminimalisir berbagai kerugian atau losses untuk mendapatkan hasil efektivitas yang lebih baik dalam bentuk OEE baik dengan perbaikan methode kerja ataupun penstandaran proses dan mesin. 2. Autonomos Maintenance Adalah pemeliharaan yang independent yang artinya pekerjaan maintenance yang biasanya dilakukan oleh bagian maintenance dapat dialihkan ke bagian produksi tentunya sesuai dengan kapasitasnya sebagai supporting maintenance, bertujuan meningkatkan operator dalam merawat peralatan dan terlibat dalam proses perbaikan yang terkait dengan aspek produksi dengan perbaikan pada operasi dan manajemen peralatan yang termasuk dalam lingkup gerakan 5S. 3. Planned Maintenance Yang bertujuan untuk mengontrol kerusakan dari peralatan produksi setelah jam terbang produksi yang cukup lama sebelum terjadikerusakan yang lebih parah yang dasar pelaksanaannya dengan menggunakan histori atau pengalaman-pengalaman sebelumnya. 4. Quality Management Adalah sistem pengaturan terhadap kualitas yang bertujuan untuk memiliki pengetahuan dan standard untuk membuat produk yang sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan sehingga penyimpangan kualitas dalam proses dapat segera untuk diperbaiki dengan mengaitkan faktor-faktor dalam dalam proses seperti 4M yaitu Manusia, Mesin, Metode dan Material. 5. Early Management

Adalah salah satu sistem pengaturan dalam pengetahuan dan pengalaman dalam mempelajari suatu peralatan dan mesin produksi yang baru. Sehingga akan dapat menjamin terjadinya proses transisi yang lancar untuk produk dan peralatan baru tersebut. 6. Trining Adalah suatu program yang bertujuan untuk meningkatkan skill atau kemampuan dari tiap personil terhadap suatu bidang kerjanya, salah satu bentuk trining tersebut adalah trining 5S, pengoperasian mesin baru dan teknik perawatan yang baik dan program trining lainnya. 7. TPM in the office Adalah terkait dengan peran administrasi dalam pengumpulan dan penyajian data yang diperlukan tiap departemen untuk pengambilan keputusan lebih lanjut. 8. Health, safety and environment Ini terkait dengan masalah kesehatan, keselamatan dan kenyamanan lingkungan dalam bekerja bagi sipekerja dengan pemakaian alat pelindung kerja dan penerapan tanda-tanda yang menunjukkan area atau proses berbahaya yang berisiko. 2.3.4.2 5S 2.3.4.2.1 Pendahuluan 5S Dari uraian ke delapan pilar TPM tersebut jelaslah sudah gerakan 5S sangat mendasari dari kandungan tiap-tiap pilar tersebut. Dengan kata lain sebelum menerapkan TPM gerakan awal yang harus dilakukan adalah gerakan 5S dalam lingkungan perusahaan kususnya dalam area kerja. Lingkungan kerja didalam suatu perusahaan sangatlah penting untuk diperhatikan oleh manajemen perusahaan yang memiliki tujuan untuk memajukan perusahaan dan menaikkan level saing perusahaan menjadi salah satu perusahaan yang market leader diantara banyaknya kompetitor perusahaan yang memiliki karakteristik produk yang sama yang tentunya perlu disupport dan ditunjang oleh komponen-komponen didalam proses produksi.

Karena kondisi dalam perusahaan juga sangat mempengaruhi ketertarikan konsumen yang pada saat tertentu melakukan kunjungan kedalam perusahaan. Tentunya akan hilang minat mereka jika melihat sistem dan sarana serta area produksi yang digunakan tidak teratur dan rapih.dimana tujuan akhir dari kegiatan tersebut adalah untuk mendapatkan produk yang berkualitas dan efisien dalam hal pemrosesan mesin atau produksinya. Pada dasarnya gerakan 5S ini merupakan dasar prinsip TPM atau cikal bakalnya manajemen sebelum masuk jenjang perbaikan selanjutnya, karena gerakan 5S dapat dianggap sebagai kegiatan pendahuluan pra TPM, dimana berfokus pada penjagaan atau peningkatan kualitas peralatan untuk memaksimalkan efisiensi produksi dengan peralatan yang digunakan melalui sistem tepadu untuk pemeliharaan preventive ( penjagaan) yang berguna memperpanjang usia atau life time suatu alat. Dan hal itulah yang menjadikan gerakan 5S sebagai pondasi dasar untuk melakukan program-program lainnya. Gerakan 5S merupakan suatu kebulatan tekat diri personilnya untuk mengadakan aktivitas gambaran kaizen diantaranya adalah gerakan pemilahan, gerakan penataan, gerakan pembersihan, gerakan pemantapan dan gerakan pembiasaan dimana gerakan tersebut berasal dari istilah Jepang Seiri, seiton, seiso, seiketzu dan shitsuke yang dijadikan semboyan orang-orang jepang pada umumnya dan dari konsep tersebutlah maka diterjemahkan menjadi pemilahan, penataan, pembersihan,, pemantapan dan pembiasaan. Dalam proses perbaikan dan pemeliharaan tempat kerja, gerakan 5S yang digunakan memiliki pengertian sebagai berikut : 1. Seiri ( Ringkas, Pemilahan) Langkah pertama pemeliharaan tempat kerja adalah ringkas, yaitu gerakan membedakan benda antara yang diperlukan dan tidak diperlukan lalu menyingkirkan benda yang tidak diperlukan. Membuat tempat kerja ringkas, yang hanya menampung barang-barang yang diperlukan saja. Ada beberapa pengertian yang terkandung dalam gerakan ini diantaranya adalah : a. Pemilahan atau seni membuang, yaitu dengan membuang segala sesuatu barang-barang yang tidak diperlukan dengan memperhatikan fungsi dan kebagusan dari tool tersebut juga termasuk dari kotoran lainnya.

b. Manajemen statistifikasi, yaitu keputusan untuk memutuskan penting tidaknya suatu alat, mengurangi persediaan tool yang berlebih pada area tooling, sekaligus memastikan tool yang diperlukan disimpan dalam jarak dekat agar lebih efisien. Jadi inti dari manajemen statisfikasi adalah untuk membantu dalam mengambil keputusan tentang stock dan frekuensi atau tingkat pemakaian tool, memastikan barang berada ditempatnya, disimpan dekat dan dalam area tool dimana alat bantunya adalah dengan label merah. c. Kampanye label merah, yaitu dengan memilih area tooling terhadap isi yang ada dilihat dari jumlah, kegunaan dan tempat. Kegiatan ini bersama tim kecil membawa label merah dan mencantumkan label merah tersebut kepada benda atau tool yang tidak diperlukan atau dengan status yang tidak jelas. Sehingga benda yang tidak diperlukan dalam label merah akan disingkirkan untuk ukuran waktu 30 hari. Untuk tool yang tidak dibutuhkan dalam 30 hari namun mungkin masih diperlukan pada masa yang akan datang atau sewaktu-waktu maka dikelompokkan pada area stock dalam hal ini diletakkan pada area. 2. Seiton (Rapih, Penataan) Langkah kedua dalam pemeliharaan tempat kerja adalah rapi. Yaitu gerakan menata atau mengelompokkan barang berdasarkan penggunaannya dan menata secara memadai agar upaya dan waktu untuk mencari atau menemukan menjadi minimum waktunya. Untuk menerapkan langkah ini semua barang harus memiliki alamat tertentu, nama tertentu dan jumlah yang diperbolehkan berada ditempat kerja. Dengan pola ini menjamin adanya aliran barang yang tertib dengan penundaan yang minimum dari pos kerja yang satu ke pos berikutnya. Semua barang yang ada setelah gerakan ringkas, dengan pola yang teratur dan tertib. Atau dengan kata lain tujuannya adalah agar setiap orang dalam lingkungan perusahaan (dapat dengan segera) mengetahui, mengambil dan mengembalikan tool ketempat semula. 3. Seiso (Resik, Pembersihan) Langkah ketiga dalam pemeliharaan tempat kerja adalah Resik. Yaitu gerakan membersihkan lingkungan kerja, lantai tempat kerja, dan berbagai daerah didalam tempat kerja serta menjaga kondisi tool atau mesin yang siap pakai dan

dalam keadaan yang bersih dan benar. Pengertian membersihkan juga adalah memeriksa, yang berarti tahap pemastian terhadap kondisi fisik, dimensi dan kualitas dari tool itu sendiri sehingga dengan seiring kegiatan pembersihan tingkat kontrol awal terhadap tool akan menciptakan kondisi tool, tempat dan lingkungan kerja bersih dan berkualitas. Pada umumnya terdapat ancangan tiga langkah dalam gerakan pembersihan yang benar : a. Makro, yaitu aktivitas tingkat makro dengan membersihkan segala sesuatu dan mencari cara untuk menangani penyebab keseluruhan yang berkaitan dengan keseluruhan gambaran. b. Individual, yaitu aktivitas yang menangani tempat kerja kusus dan mesin serta tool secara kusus. c. Mikro, yaitu aktivitas dimana suku cadang dan alat kusus dibersihkan dan penyebab kotoran dicari dan diperbaiki secara bertahap. 4. Seiketsu (Rawat, pemantapan) Langkah keempat dalam pemeliharaan tempat kerja adalah Rawat. Yaitu gerakan memperluas konsep kebersihan pada diri pribadi dan terus menerus mempraktekkan dan menjaga tiga langkah gerakan sebelumnya yang telah diterapkan dan selalu berusaha menjaga keadaan lingkungan kerja yang bersih dan sehat atau mempertahankan keadaan yang sudah ringkas. Rapih dan resik setiap hari secara terus menerus. 5. Shitsuke (Rajin, Pembiasaan) Langkah kelima dalam pemeliharaan tempat kerja adalah Rajin. Yaitu gerakan membangun disiplin diri pribadi dan membiasakan diri untuk menerapkan 5S melalui norma kerja dan standarisasi. Pembiasaan juga berarti memikirkan berbagai masalah yang timbul sehari-hari, memutuskan untuk melakukannya lebih baik dikemudian hari dan melalui segala macam kesulitan untuk berbuat lebih baik terutama pada hal-hal yang menyangkut kualitas. 2.3.4.2 Manfaat 5S Sukses tidaknya suatu program 5S tentunya sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari keseluruhan personil dalam perusahaan tersebut kususnya dalam area yang akan ditetapkan Program 5S tersebut. Tentunya dalam hal ini

dimaksudkan adanya keterlibatan antara Top Manajemen dan karyawan terendah. Dalam arti hal tersebut tidak akan berhasil bila manajemen top down yang ada dilevel bawah tidak patuh pada kebijakan atasan, begitu sebaliknya mustahil dapat meraih manfaat yang besar bila orang atas tidak memiliki komitmen untuk melaksanakan dan memfasilitasi program tersebut. Dimana pada aplikasinya tidak melibatkan teknologi yang tinggi ataupun teori manajemen baru. Adapun beberapa keunggulan atau manfaat yang dapat dihasilkan dalam penerapan gerakan 5S ini bagi perusahaan secara menyeluruh adalah sebagai berikut: 1. Membantu karyawan dalam mencapai disiplin pribadi selalu melaksanakan 5S dan dapat dipercaya untuk memenuhi standard. 2. Menampilkan dan menyoroti berbagai pemborosan dalam area kerja. Memahami masalah adalah langkah pertama dalam menghapuskan bentuk waste. 3. Menghilangkan pemborosan-pemborosan dalam area kerja 4. Menunjukkan berbagai ketidakwajaran, seperti cacat produk, gagal fungsi dan persediaan berlebih 5. Mengurangi gerak kerja yang tak bernilai tambah. 6. Memperluas masalah yang terkait dengan stok material yang kurang, alat kerja yang berantakan, lambatnya waktu pencarian dari tool. 7. Menyelesaikan masalah inventori tool dengan cara yang sederhana. 8. Meningkatkan efisiensi dan efektifivitas kerja dan mengurangi biaya. 9. Mengurangi jumlah kecelakaan industri dalam area kerja. 10. Menciptakan iklim kerja dalam perusahaan yang lebih sehat. 2.3.5 Six Big Losses Kegiatan dan tindakan-tindakan yang dilakukan dalam TPM tidak hanya berfokus pada pencegahan terjadinya kerusakan pada mesin/peralatan dan meminimalkan down time mesin/peralatan. Akan tetapi banyak factor yang dapat menyebabkan kerugian akibat rendahnya efisiensi mesin atau peralatan saja. Rendahnya produktivitas mesin/peralatan yang menimbulkan kerugian bagi

perusahaan sering diakibatkan oleh penggunaan mesin/peralatan yang tidak efektif dan efisien yang terdapat dalam enam faktor atau disebut dengan enam kerugian besar (six big losses). Efisiensi adalah ukuran yang menunjukkan bagaimana sebaiknya sumber-sumber daya digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output. Efisiensi merupakan karakteristik proses mengukur performansi actual dari sumber daya relative terhadap standar yang ditetapkan. Efektifitas merupakan karakter lain dari proses mengukur derjat pencapaian output dari system produksi. Efektivitas diukur dari actual output rasio dengan output direncanakan. Menggunakan mesin/peralatan seefisien mungkin artinya adalah memaksimalkan fungsi dari kinerja mesin/peralatan produksi dengan tepat guna dan berdaya guna. Untuk dapat meningkatkan produktivitas mesin/peralatan yang digunakan maka perlu dilakukan analisis produktivitas dan efisiensi mesin/peralatan pada six big losses. Adapun enam kerugian besar (six big losses) adalah sebagai berikut: 2.3.5.1 Equipment Failure/ Brakedowns ( kerugian karena kerusakan) Kerusakan mesin/peralatan akan mengakibatkan waktu yang terbuang sia-sia yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan akibat berkurangnya volume produksi atau kerugian material akibat produk yang dihasilkan cacat. 2.3.5.2 Set-up and adjustment losses ( kerugian karena pemasangan dan penyetelan) Kerugian karena set-up dan adjustment losses adalah semua waktu set-up termasuk penyesuaian (adjustment) dan juga waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan-kegiatan mengganti suatu jenis produk berikutnya untuk produksi selanjutnya. Dengan kata lain total yang dibutuhkan mesin tidak berproduksi guna mengganti peralatan bagi jenis produk berikutnya sampai dihasilkan produk yang sesuai untuk proses selanjutnya. 2.3.5.3 Idling and minor stoppages losses (kerugian karena peroperasi tanpa beban maupun karena berhenti sesaat)

Kerugian karena beroperasi tanpa beban maupun karena berhenti sesaat muncul jika faktor external mengakibatkan mesin/peralatan berhenti berulangulang atau mesin/peralatan beroperasi tanpa menghasilkan produk. 2.3.5.4 Reduce speed losses (kerugian karena penurunan kecepatan operasi) Menurunnya kecepatan produksi timbul ketika kecepatan operasi actual lebih kecil dari kecepatan mesin yang telah diranacang beroperasi dalam kecepatan normal. Menurunnya kecepatan produksi antara lain disebabkan oleh: 1. Kecepatan mesin yang dirancang tidak dapat dicapai karena berubahnya jenis produk atau material yang tidak sesuai denagn mesin/peralatan yang digunakan. 2. Kecepatan produksi mesin/peralatan menurun akibat operator tidak mengetahui berapa kecepatan normal mesin/peralatan sesungguhnya. 3. Kecepatan produksi sengaja dikurangi untuk mencegah timbulnya masalah pada mesin/peralatan dan kualitas produk yang dihasilkan jika diproduksi pada kecepatan produksi yang lebih tinggi. 2.3.5.5 Process defect losses ( kerugian karena produk cacat maupun karena kerja produk diproses ulang) Produk cacat yang dihasilkan akan mengakibatkan kerugian material, mengurangi jumlah produksi, limbah produksi meningkat dan biaya serta waktu untuk pengerjaan ulang. Kerugian akibat pengerjaan ulang termasuk biaya tenaga kerja dan waktu yang dibutuhkan untuk mengolah dan mengerjakan kembali ataupun memperbaiki cacat produk hanya sedikit akan tetapi kodisi seperti ini akan menimbulkan masalah yang semakin besar. 2.3.5.6 Reduced yieled losses ( kerugian pada awal waktu produksi hingga mencapai kondisi yang stabil) Reduced yieled losses adalah kerugian waktu dan material yang timbul selama waktu yang dibutuhkan oleh mesin/peralatan untuk menghasilkan produk baru dengan kualitas produk yang telah diharapkan. Kerugian yang timbul

tergantung pada factor-faktor seperti keadaan operasi yang tidak stabil, tidak tepatnya penanganan dan pemasangan mesin atau cetakan ataupun operator tidak mengerti dengan kegiatan produksi yang dilakukan. 2.3.6 OEE (Overall Equipment Effectiveness) Dalam TPM alat ukur yang digunakan adalah Overall Equipment Effectiveness (OEE) atau efektivitas mesin secara menyeluruh, dimana perhitungan OEE berdasarkan kerugian dari mesin yang berhenti karena kerusakan, mesin harus diperlambat, dan produk yang dihasilkan cacat atau yang disebut Six Big Losses pada mesin atau peralatan. Keenam factor dalam six big losses dapat dikelompokan menjadi tiga komponen utama dalam OEE untuk dapat digunakan dalam mengukur kinerja mesin/peralatan yakni; downtime losses, speed losses, dan defect losses seperti dapat dilihat pada gambar: Gambar 2.2 OEE Idealnya parameter OEE tersebut adalah sebagai berikut : 1. Availability > 90 % 2. Performance Efficiency > 95 % 3. Quality rate product > 99 %

Sehingga keberhasilan suatu program TPM adalah jika pencapain nilai OEEnya hingga > 85 %. OEE merupakan ukuran menyeluruh yang mengidentifikasikan tingkat produktifitas mesin/peralatan dan kinerjanya secara teori. Pengukuran ini sangat penting untuk mengetahui area mana yang perlu untuk ditingkatkan produktifitas ataupun effisiensi mesin/peralatan dan juga dapat menunjukkan area bottleneck yang terdapat pada lintasan produksi. OEE juga merupakan alat ukur untuk mengevaluasi dan memperbaiki cara yang tepat untuk menjamin peningkatan produktivitas pengguna mesin/peralatan. Formula matematis dari OEE dirumuskan sebagai berikut: OEE= Availablility x Performance efficiency x Rate of quality product x 100% Kondisi operasi mesin/peralatan produksi tidak akan akurat ditunjukkan jika hanya didasari oleh perhitungan satu factor saja, misalnya Performance efficiency saja. Dari enam pada six big losses bau minor stoppages saja yang dihitung pada Performance efficiency mesin/peralatan. Keenam faktor dalam six big losses harus diikutkan dalam perhitungan OEE, kemudian kondisi actual dari mesin/peralatan dapat dilihat secara akurat. 2.3.6.1 Availability (ketersediaan) Adalah perbandingan antara actual waktu operasi (operating time) dengan waktu pembebanan (loading time). Parameter ini memperhatikan tingkat kesiapan alat yang ada dan yang digunakan untuk beroperasi. Ketersediaan yang rendah merupakan cerminan dari pemeliharaan yang buruk. Secara sederhana dan dasar perhitungan Availability atau ketersediaan adalah: Loading time adalah waktu yang tersedia (availability) per hari atau perbulan dikurang dengan waktu down time mesin yang direncanakan (planned

down time). Planned downtime adalah jumlah waktu down time mesin untuk pemeliharaan atau kegiatan manajemen lainnya. Operational Time merupakan hasil pengurangan loading time dengan waktu down time mesin (non-operation time), dengan kata lain operation time adalah waktu operasi tersedia (availability time) setelah waktu down time mesin dikeluarkan dari total availability time yang direncanakan. Down time mesin adalah waktu proses yang seharusnya digunakan mesin akan tetapi karena adanya gangguan pada mesin atau peralatan (equipment failures) mengakibatkan tidak adanya output yang dihasilkan. Downtime meliputi mesin berhenti beroperasi akibat kerusakan mesin atau peralatan, pergantian cetakan (dies), pelaksanaan prosedur setup dan adjustment dan lain-lainnya. 2.3.6.2. Performance Efficiency (Efisiensi Kinerja) Performance efficiency merupakan hasil perkalian dari operation speed rate dan net operation rate, atau rasio kuantitas produk yang dihasilkan dengan waktu siklus idealnya terhadap waktu yang tersedia yang melakukan proses produksi (operation time). Operation speed rate merupakan perbandingan antara kecepatan ideal mesin berdasarkan kapasitas mesin sebenarnya (theoretical/ideal cycle time) dengan kecepatan actual mesin (actual cycle time). Perumusan matematiknya ditunjukkan sebagai berikut:

Net operation rate merupakan perbandingan antara jumlah produk yang diproses (processes amount) dikali actual cycle time dengan operation time. Net operation time berguna untuk menghitung rugi-rugi yang diakibatkan oleh minor stoppages dan menurunnya kecepatan produksi (reduced speed). Tiga faktor penting yang dibutuhkan untuk menghitung performance efficiency: 1. Ideal cycle (waktu siklus ideal/waktu standar) 2. Processed amount (jumlah produk yang diproses) 3. Operation time (waktu operasi mesin) Performance efficiency dapat dihitung sebagai berikut 2.3.6.3. Rate of quality product Rate of quality product adalah rasio jumlah produk yang lebih baik terhadap jumlah total produk yang diproses. Jadi rate of quality product adalah hasil perhitungan dengan menggunakan dua faktor berikut: 1. Processed amount (jumlah produk yang diproses) 2. Defect amount (jumlah produk yang cacat) Rate of quality product dapat dihitung dengan rumusan sebagai berikut:

2.3.7. Analisis Regresi Analisis regresi merupakan sebuah alat statistik yang memberikan penjelasan tentang pola hubungan (model) antara dua variabel atau lebih. Dalam analisis regresi, dikenal dua jenis variabel yaitu : - Variabel Respon disebut juga variabel dependent yaitu variabel yang keberadaannya diperngaruhi oleh variabel lainnya dan dinotasikan dengan Y. - Variabel Prediktor disebut juga variabel independent yaitu variabel yang bebas (tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya) dan dinotasikan dengan X. 2.3.7.1. Analisis Regresi Linier Berganda (Multiple Linier Regression) Analisis regresi linier berganda memberikan kemudahan bagi pengguna untuk memasukkan lebih dari satu variabel prediktor hingga p-variabel predictor 3 dimana banyaknya p kurang dari jumlah observasi (n). Sehingga model regresi dapat ditunjukkan sebagai berikut : Karena model diduga dari sampel, maka secara umum ditunjukkan sebagai berikut: Salah satu prosedur pendugaan model untuk regresi linier berganda adalah dengan prosedur Least Square (kuadrat terkecil). Konsep dari metode least square adalah menduga koefisien regresi (β) dengan meminimumkan kesalahan (error).

Sehingga dugaan bagi β (atau dinotasikan dengan b) dapat dirumuskan sebagai berikut (Draper and Smith, 1992) : b = (X ' X ) I X 'Y Dimana : X : Matriks 1 digabung dengan p-variabel prediktor sebagai kolom dengan n buah observasi sebagai baris Y : Variabel respon yang dibentuk dalam vektor kolom dengan n buah observasi Untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan merupakan model yang paling sesuai (memiliki error terkecil), dibutuhkan beberapa pengujian dan analisis sebagai berikut : 2.3.7.2. Analisis terhadap nilai R2 dan R2adj R2 dapat diartikan sebagai suatu nilai yang mengukur proporsi atau variasi total di sekitar nilai tengah Y yang dapat dijelaskan oleh model regresi. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai dengan 1. R2 adj disebut sebagai R2 yang disesuaikan dan didefinisikan sebagai : Dalam statistik ini telah dilakukan penyesuaian terhadap derajat bebas jumlah kuadrat sisa (JKSp) dan jumlah kuadrat total terkoreksi (Drapper and Smith, 1992)

2.3.7.3. Uji residual Karena model regresi yang dibentuk didasarkan dengan meminimumkan jumlah kuadrat error, maka residual (sisaan) yang dalam hal ini dianggap sebagai suatu kesalahan dari pengukuran harus memenuhi beberapa asumsi, diantarannya : Identik : memiliki varian yang konstan Independen (saling bebas) : tidak ada autokorelasi antar residual Berdistribusi Normal 2.3.7.4. Uji model regresi Uji model regresi sebaiknya dilakukan dengan dua macam, yaitu : 1. Uji serentak Uji serentak merupakan uji terhadap nilai-nilai koefisien regresi (b) secara bersama-sama dengan hipotesa H0 : β1 = β2 =... = βp = 0 H1 : Minimal ada 1 β yang tidak sama dengan nol. Statistik uji yang dipakai untuk melakukan uji serentak ini adalah statistik uji F 2. Uji individu Jika hasil pada uji serentak menunjukkan bahwa H0 ditolak, maka perlu dilakukan uji individu dengan hipotesa : H0 : βi = 0 H1 : βi 0 Untuk pengujian ini digunakan statistik uji t 2.3.7.5. Analisis Adanya outlier Outlier (pencilan) merupakan pengamatan yang tidak lazim (aneh) dalam variabel prediktor (X) atau variabel respon (Y). Keanehan pada variabel X disebut

leverage dan dapat diuji dengan hii yang merupakan jumlah kuadrat kolom 5 pertama dari matriks H dimana H adalah matriks idempoten dan simetris berukuran (n x n) sebagai berikut : H = X(X X)-I X hii = h11 + h12 +... h1n Nilai hii berkisar antara 0 dan 1. Kecurigaan adanya leverage adalah pada saat nilai hii diatas 0.5. Keanehan pada variabel Y disebut outlier dan dapat dideteksi dengan pengujian standar residual (menggunakan grafis). 2.3.7.6. Uji multikolinieritas Adanya korelasi yang tinggi antar variabel prediktor dinamakan multikolinieritas. Jika kasus ini terjadi dalam regresi linier, maka variabilitas bi akan tidak efisien (overweight). Untuk melihat adanya multikolinieritas dapat digunakan VIF (Variance Inflation Factor) dengan rumus sebagai berikut : Dimana, - VIF = 1 mengindikasikan tidak ada korelasi yang signifikan antar variable prediktor; VIF > 1 mengidikasikan bahwa ada korelasi antar variabel prediktor ; - VIF > 5-10 mengindikasikan bahwa ada salah satu variabel predictor merupakan fungsi dari variabel prediktor yang lain.