BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas tentang landasan teori berupa definisi, dimensi, dan faktor yang berpengaruh dalam variabel yang akan diteliti, yaitu bahasa cinta, gambaran tentang subjek penelitian, kerangka berpikir dan asumsi penelitian. 2.1 Bahasa Cinta 2.1.1 Definisi bahasa cinta Bahasa cinta (Chapman, 1992) adalah bentuk komunikasi verbal dan non-verbal antar pasangan yang meningkatkan kesejahteraan mental dan fisik dari kedua individu. 2.1.2 Dimensi Bahasa Cinta Bahasa cinta ini dibagi dalam 5 dimensi oleh Gary Chapman (1992). Berikut ini 5 dimensi bahasa cinta menurut Gary Chapman yaitu: 1. Kata-Kata afirmasi (Word of Affirmation) Bahasa cinta yang ditandai dengan keinginan untuk mendengarkan kata-kata penghiburan, persetujuan dan penghargaan. Contoh yang paling terlihat adalah memuji dan menyemangati. 2. Kualitas waktu (Quality Time) Bahasa cinta yang ditandai dengan keinginan menghabiskan waktu dengan pasangannya, mempunyai percakapan yang bermakna atau melakukan kegiatan bersama. Contoh yang bisa dilihat adalah aktivitas-aktivitas yang melibatkan pasangan seperti jalan berdua, makan berdua dan lain-lain 3. Menerima hadiah (Receiving Gift) Bahasa cinta yang ditandai dengan keinginan untuk menerima hadiah terlepas dari nominal atau buatan tangan. Contohnya adalah membelikan makan untuk pasangan, membelikan hadiah tanpa ada unsur sebab yang jelas, dan bisa membuatkan sesuatu untuk pasangan seperti makanan atau pernak-pernik. 1
2 4. Perlakukan melayani (Acts of Service) Bahasa cinta yang ditandai dengan keinginan untuk mempunyai seseorang yang bisa melakukan hal-hal seperti menyiapkan makanan, mencuci pakaian, dan membawa anjing berkeliling. 5. Sentuhan fisik (Physical Touch) Bahasa cinta yang ditandai dengan keinginan untuk disentuh, baik itu berpegangan tangan, memeluk, mencium, membelai atau bahkan melakukan hubungan seks. Setiap individu tentunya memiliki bahasa cinta yang utama, dalam hal ini Chapman (2009) menjelaskan cara mengukur bahasa cinta yang utama dapat dilakukan dengan cara melihat nilai tertinggi dari masing masing nilai bahasa cinta. Dengan kata lain setiap individu mampu mengutarakan bahasa cinta yang dalam hal ini dapat dilihat dari intensitas bahasa cinta yang digunakan oleh setiap individu. Chapman (2009) juga menambahkan beberapa dampak jika bahasa cinta tidak terpenuhi seperti mudah marah, lebih suka menyendiri dan mulai mencari aktivitas-aktivitas negatif untuk mencari perhatian seperti minuman keras, rokok dan lain-lain. 2.1.3 Faktor Faktor yang membentuk dan mempengaruhi bahasa cinta Bahasa cinta adalah bentuk komunikasi verbal dan non verbal yang bertujuan untuk meningkatkan kesejateraan mental dan fisik individu (Chapman, 1992). Chapman (1992) juga menambahkan bahwa bahasa cinta merupakan perilaku kasih sayang, perilaku kasih sayang ini bisa dipengaruhi atau dibentuk oleh beberapa hal, diantaranya: 1. Event of life Menurut Chapman (2009) bahasa cinta bisa dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi dalam kehidupan untuk menunjukan individu dikasihi, sebagai contoh peristiwa kehidupan adalah ada kejadian keluarga inti meninggal, namun yang ditinggalkan berbahasa cinta receiving gift tetapi pada saat peristiwa ini terjadi physical touch akan menjadi sangat berarti bagi individu yang ditinggalkan. Chapman (2009) juga menambahkan bahwa perubahan tersebut tidak mengubah bahasa cinta yang utama individu, hal ini hanya berpengaruh ketika ada kejadian-kejadian yang penting dalam kehidupan individu.
3 2. Kepribadian Menurut Priebe (2015) dalam survei yang dilakukan terhadap 2500 responden didapat hasil bahwa tipe-tipe kepribadian Myers-Briggs Type Indicator atau yang dikenal dengan MBTI ini menunjukan bahwa setiap tipe-tipe kepribadian yang ada, dalam hal ini 16 tipe kepribadian dalam MBTI setiap tipe dalam kepribadian memiliki kecenderungan pendekatan dalam bahasa cinta. Sebagai contoh tipe kepribadian ESTP lebih banyak menggunakan pendekatan quality time ketika berpacaran, hal ini disebabkan oleh tipe kepribadian ini sendiri bahwa ESTP adalah secara natural ingin selalu melakukan hal-hal bersama dengan pacar atau berbagi hal dengan pacarnya. 2.2 Emerging Adulthood Subjek penelitian ini adalah pasangan yang berada di tahapan perkembangan dewasa muda awal. Dewasa muda awal menurut Arnett (2004) adalah tahapan perkembangan pada periode remaja akhir menuju dewasa awal, yaitu usia 18 25 tahun. Tahapan ini merupakan periode ketika individu akan menghadapi begitu banyak perubahan atau transisi serta pengambilan keputusan hidup, jika dibandingkan dengan tahapan perkembangan lain. Berbagai perubahan dan keputusan tersebut diawali dengan peralihan dari pendidikan standar ke perguruan tinggi maupun pelatihan, kemudian mencari pekerjaan yang memuaskan untuk memulai karir, mencari pasangan yang cocok untuk memulai hubungan romantis dan berkeluarga. Arnett (2004) berpendapat bahwa memiliki 5 fitur utama, yaitu: 1. Age of identity explorations Dewasa muda awal merupakan masa ketika individu mencoba berbagai kemungkinan yang dapat diambil terutama dalam hal pekerjaan dan percintaan. Kunci dari Dewasa muda awal berada pada tahapan kehidupan yang menawarkan kesempatan luas untuk melakukan pencarian jati diri dalam area percintaan, pekerjaan dan cara pandang (Arnett, 2000). Individu akan mencari
4 pekerjaan pasangan yang cocok dengan penilaian mereka, yang menurut mereka menarik dan sesuai dengan kriteria yang dimiliki. 2. Age of instability Dewasa muda awal merupakan masa ketidakstabilan karena di masa ini individu sedang dalam proses pencarian jati diri maka mereka akan terus mengganti pasangan, pekerjaan, arah pendidikan, dan pola hidup. 3. Self-focused age Dewasa muda awal merupakan masa ketika individu masih terpusat pada diri sendiri karena ia tidak memiliki kewajiban atau bertanggung jawab akan peran tertentu. Maka, individu akan memiliki kebebasan untuk mencoba dan memutuskan berbagai hal di dalam hidupnya. 4. Age of feeling in-between Dewasa muda awal merupakan masa transisi atau peralihan dari remaja akhir menuju dewasa awal. Individu bukan remaja maupun dewasa, melainkan berada di tengah kedua tahapan tersebut. 5. Age of possibilities Individu yang berada dalam tahapan perkembangan dewasa muda awal percaya bahwa selalu ada kemungkinan untuk memiliki kehidupan yang lebih baik. Mereka akan mengejar harapan tersebut dengan mencoba berbagai kemungkinan yang ada untuk mengubah hidup mereka. Dalam fase dewasa muda awal eksplorasi cinta menjadi lebih intim dan serius sehingga saat berpacaran mereka lebih focus terhadap pasangannya, tidak fokus pada rekreasi dan lebih mengeksplorasi emosi dan kedekatan secara fisik (Arnett, 2000). Fishel & Arnett (2013) mengungkapkan bahwa terdapat 3 fase pada tahapan ini, yaitu: 1. Launching (usia 18-22 tahun): ini adalah fase awal ketika kemandirian sudah mulai muncul pada diri individu namun masih bergantung dengan orangtua. 2. Exploring (usia 22-26 tahun): pada fase ini, individu sudah mandiri dan bertanggung jawab atas dirinya. Individu juga mulai mencari pasangan hidup yang ia rasa tepat untuk dinikahi.
5 3. Landing (usia 26-29 tahun): ini adalah fase akhir ketika individu sudah menyelesaikan pendidikan dan memilih pekerjaan untuk jangka panjang. Pada fase ini, individu juga memutuskan untuk menikah. Dalam penelitian ini, partisipan berada tahap launching dan exploring dengan mengambil batas usia 18-25 tahun. 2.3 Pacaran DeGenova & Rice (2005) mengatakan berpacaran adalah menjalankan suatu hubungan di mana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian kegiatan bersama yang bertujuan untuk membantu mengenal satu sama lain. Dikemukan oleh Santrock (2007) ada perbedaan dalam berpacaran antara laki-laki dan perempuan yakni bahwa laki-laki mengaitkan pacaran dilihat dari segi ketertarikan fisik sedangkan perempuan kualitas interpersonal. Dalam Santrock (2007) aktivitas pacaran dalam hal ini jika dilihat dari peran gender sangat sesuai dengan batas norma gender yang ada. Laki-laki akan menggunakan aturan pacaran yang proaktif sementara perempuan reaktif. Dalam laki-laki aturan tersebut meliputi memulai merencanakan dan meminta sebuah kencan, mengendalikan domain publik dan memulai interaksi sosial seperti kontak fisik, bermesraan, dan berciuman. Sementara perempuan sendiri lebih berfokus kepada penampilan, menikmati pacaran, dan merespon terhadap gerak-gerik seksual. Perbedaan inilah yang membuat laki-laki cenderung lebih dominan dalam sebuah hubungan. 2.4 Teori Segitiga Cinta (The Triangular Theory of Love) Sternberg Bahasa cinta menurut Chapman (1992) adalah bentuk-bentuk perilaku kasih sayang terhadap orang yang dikasihi untuk membangun kesejahteraan mental dan fisik, bentuk-bentuk perilaku ini adalah perilaku individu yang yang sedang jatuh cinta dan biasanya berada dalam tahap pacaran. Lebih jauh lagi mengenai cinta, Sternberg (1986) menjelaskan komponen cinta yang memiliki 3 bentuk, yaitu keintiman (intimacy), gairah (passion) dan komitment (commitment). Kompenen keintiman (intimacy), menurut Sternberg (1986) berbicara tentang perasaan yang dapat meningkatkan kedekatan, keterikatan dan keterkaitan. Keintiman sendiri mengandung elemen afeksi
6 yang mendorong individu untuk melakukan kedekatan secara emosional terhadap individu yang menjadi pasangannya; gairah adalah merupakan ekspresi hasrat dan kebutuhan seksual atau dengan kata lain bisa dibilang gairah adalah elemen fisiologis yang menyebabkan indivdu ingin merasa dekat secara fisik dan menikmati aktivitas didalamnya seperti hubungan seksual; komitment adalah ketetapan seseorang untuk tetap dalam sebuah hubungan atau berakhir. Aspek di dalam komitmen ada dua yaitu aspek jangka panjang dan aspek jangka pendek. Aspek jangan panjang adalah keputusan untuk menjaga cinta selama berhubungan dan aspek jangka pendek adalah keputusan untuk mencintai seseorang. Dalam berpacaran ketiga hal ini harus seimbang jika hanya ada 2 atau 1 saja kompenen akan terjadi ketimpangan dalam berhubungan menurut Sternberg (1986). Ketimpangan hubungan jika ada keintiman dan gairah saja maka akan terjadi hubungan yang romantis namun kehilangan komitmen sehingga hubungan hanya terjadi berdasarkan pemenuhan hasrat masing-masing; jika hubungan terdapat 2 komponen gairah dan komitmen maka hubungan akan seperti seperti permainan cinta anak-anak atau lebih dikenal dengan istilah cinta monyet; sedangkan untuk aspek keintiman dan komitmen membuat hubungan relatif stabil tetapi tidak ada gairah akan membuat hubungan terasa hambar. 2.5 Kerangka Berpikir Dalam menjalin hubungan berpacaran individu yang sedang berpacaran sering mengarah kepada pacaran yang tidak sehat, seperti salah satunya melakukan hubungan sex luar nikah seperti yang diungkapkan oleh Elhasani (2013). Sejalan dengan itu Sternberg (1986) mengatakan bahwa dalam menjalin hubungan berpacaran tidak semata-mata hanya ada unsur gairah atau passion saja, melainkan keseimbangan ketiga unsur yang ada didalamnya yaitu intimacy, passion dan commitment. Keseimbangan ketiga unsur inilah yang menentukan masa lama berpacaran seorang individu. Unsur dalam hubungan romantis adalah perpaduan antara intimacy dan passion. Kekurangan unsur commitment maka akan berdampak pada lama masa berpacaran dan hal itu serupa dengan fitur dewasa muda awal yang diungkapkan oleh Arnett (2004) yaitu age of instability, di mana individu yang sedang dalam proses pencarian diri akan terus berganti-ganti pacar, arah pendidikan, pekerjaan, dan pola hidup. Ditambahkan juga
7 oleh Arnett (2004) bahwa di tahapan dewasa muda awal inilah individu mencari dan memulai sebuah hubungan dengan individu yang disukai. Dalam menjalankan hubungan berpacaran tidak selalu membawa-bawa unsur passion kedalam sebuah hubungan yang pada akhirnya akan membuat hubungan menjadi tidak sehat. Menurut Chapman (1992), bahasa cinta bisa menjadi jembatan untuk sebuah hubungan yang sehat, di mana individu tetap merasa dicintai dengan memberikan ekspresi cinta yang tepat kepada orang yang dicintai. Chapman (1992) juga menambahkan bahwa setiap individu punya wadah emosi yang perlu diisi supaya tetap merasa dicintai yaitu dinamakan love tank. Bahasa cinta penting untuk diketahui supaya untuk meningkatkan kualitas hubungan karena meningkatkan kesejahteraan secara fisik dan mental (Chapman, 1992). Dengan mengetahui bahasa cinta diharapkan bisa membantu individu dewasa muda awal yang sedang berpacaran dalam memenuhi kebutuhan akan dicintai. Individu berpacaran Love language Merasa dicintai Hubungan yang sehat Gambar 2.1 Kerangka berpikir
8