BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
|
|
- Hadian Hadiman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN Kepuasan pernikahan adalah perasaan yang bersifat sujektif dari pasangan suami istri mengenai perasaan bahagia, puas, dan menyenangkan terhadap pernikahannya secara menyeluruh. Salah satu faktor yang memengaruhi kepuasan adalah masa perkenalan. Masyarakat saat ini umumnya mencari calon teman hidupnya melalui proses pacaran. Proses lain yang juga dapat dilakukan adalah melalui ta aruf. Umumnya, proses ta aruf dilakukan oleh para pemeluk agama Islam. Ta aruf merupakan komunikasi timbal balik antara laki-laki dan perempuan untuk saling mengenal dan saling memperkenalkan diri yang berkaitan dengan masalah pernikahan. Perbedaaan yang mendasar antara pacaran dan ta aruf dalam mencari pasangan hidup adalah proses pertemuannya. Fenomena mengenai pernikahan yang melalui proses ta aruf khususnya terkait dengan kepuasan pernikahan masih jarang diteliti. Bab ini akan dipaparkan latar belakang yang menjelaskan mengenai kepuasan pernikahan dan ta aruf, disertai rumusan masalah penelitian dan tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti serta manfaat yang akan diperoleh melalui penelitian ini. A. Latar Belakang Dalam kehidupannya manusia tidak akan terlepas perannya sebagai mahluk sosial yang selalu melakukan interaksi dengan manusia lainnya dan membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Sebagai mahluk sosial, manusia terdorong untuk melakukan berbagai bentuk interaksi sosial dan menjalin hubungan-hubungan dengan manusia lainnya. Hubungan- 1
2 2 hubungan yang terjalin dengan orang lain tersebut dapat berbentuk seperti hubungan pertemanan, persahabatan, dan hubungan pernikahan. Dariyo (2003) mengatakan bahwa masa transisi peran sosial menuntut individu untuk segera menikah, agar dapat membentuk dan memelihara kehidupan rumah tangga yang baru yakni terpisah dari kedua orang tuanya. Hal ini sejalan dengan tugas perkembangan masa dewasa awal menurut Havighurst (dalam Dariyo,2003) yaitu mencari dan menemukan calon pasangan hidup serta menikah dan membina kehidupan rumah tangga. Hubungan pernikahan merupakan salah satu bentuk dari intimate relationships. Menurut Erikson (dalam Papalia, 2009) membangun intimate relationships ini merupakan tugas perkembangan yang krusial dan penting bagi individu dalam tahap perkembangan dewasa muda, karena pada dasarnya dalam diri individu terdapat kebutuhan untuk membentuk suatu hubungan yang bersifat kuat, stabil, dekat, dan bersifat merawat. Pernikahan adalah komitmen emosional dan legal dari dua orang untuk berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi tugas, dan sumber ekonomi (Olson & DeFrain, 2006). Dalam UU RI No. 1 Thn 1974 (dalam Walgito, 2004) disebut bahwa perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang kekal dan bahagia berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Perkawinan itu sendiri harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai, tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Hal ini sesuai dengan hak asasi manusia atas perkawinan dan tujuan
3 3 perkawinan itu sendiri. Perkawinan ataupun pernikahan pada dasarnya memiliki makna yang sama. Suryani (2007) mengatakan pengertian perkawinan lebih ditafsirkan telah melakukan hubungan seksual, sedangkan pernikahan erat hubungannya dengan melakukan upacara agama, adat atau aturan tertentu. Terdapat beberapa alasan orang menikah, sebagian memutuskan menikah karena didorong oleh kebutuhan akan pertemanan (companionship), ingin berbagi, membutuhkan cinta dan kedekatan, mendapatkan dukungan dari orang lain, memiliki pasangan untuk berhubungan seksual, dan untuk memiliki anak (Olson & DeFrain, 2006). Suatu pernikahan yang berhasil tentulah yang diharapkan setiap pasangan. Studi yang dilakukan oleh Tittle (dalam Duval & Miller, 1985) mengatakan bahwa seorang pria yang akan memasuki dunia pernikahan menginginkan pernikahan yang akan memberikan mereka kehidupan rumah tangga yang normal, rumah milik sendiri, dan perasaan memimpin rumah tangga. Wanita dari sampel yang sama mengharapkan akan mendapatkan keamanan finansial, dukungan emosional, dan status atau kedudukan. Akan tetapi, banyak orang tertarik untuk menikah tanpa benarbenar menyadari konsekuensinya. Kepekaan mereka akan realitas terganggu oleh khayalan, fantasi, dan ilusi romantik yang sangat emosional ini dapat menetralkan pertumbuhan positif dari pernikahan mereka. Pengharapan dan fantasi yang tak realitis menciptakan jurang antara keduanya dan akibatnya, banyak pasangan yang terkejut dan kecewa setelah menikah (Wright, 2008). Ada beberapa kriteria yang dicetuskan para ahli dalam
4 4 mengukur keberhasilan pernikahan. Kriteria itu antara lain: awetnya suatu pernikahan, kebahagiaan suami istri, kepuasan pernikahan, penyesuaian seksual, dan kesatuan pasangan (Burgess dan Locke dalam Ardhinita, 2005). Disini kepuasan pernikahan menjadi salah satu faktor yang penting dalam keberhasilan suatu pernikahan. Bahr, Chapell, dan Leigh (dalam Burpee dan Langer 2005) mengatakan bahwa kepuasan pernikahan adalah suatu hal yang dihasilkan dari penyesuaian antara yang terjadi dengan yang diharapkan, atau dibandingkan dari hubungan yang aktual dengan pilihan jika hubungan yang dijalani akan berakhir. Kepuasan dalam pernikahan dipengaruhi oleh harapan pasangan itu sendiri terhadap pernikahannya, yaitu harapan terhadap nilai-nilai pernikahan, harapan yang tidak jelas, tidak adanya harapan yang cukup. dan harapan yang berbeda. Sejalan dengan Teori pertukaran sosial dari Thibout dan Kelley (dalam West dan Turner, 2005) menjelaskan bahwa seseorang dalam melakukan hubungan interpersonal akan selalu mempertimbangkan cost dan benefit yang didapatkannya. Bila individu merasa hubungan itu memberi lebih banyak benefit daripada cost maka ia akan menilai hubungan tersebut memuaskan sehingga akan meneruskan hubungan. Sebaliknya jika individu merasa hubungan itu memberi lebih banyak cost daripada benefit maka ia akan menilai hubungan tersebut tidak memuaskan hingga pada umumnya individu tidak meneruskan hubungan tersebut. Olson dan Defrain (2006) mengatakan bahwa kepuasan pernikahan adalah perasaan yang bersifat subjektif dari pasangan suami istri
5 5 mengenai perasaan bahagia, puas, dan menyenangkan terhadap pernikahanya secara menyeluruh. Menurut Dariyo (2003) kebahagiaan lahir batin dalam membina kehidupan rumah tangga dapat diraih dengan berupaya mencari calon teman hidup yang cocok untuk dijadikan pasangan dalam pernikahan. Hal yang sama diungkapkan oleh Duvall dan Miller (1985) bawa faktor latar belakang yaitu masa perkenalan dapat memengaruhi kepuasan pernikahan. Masyarakat saat ini umumnya mencari calon teman hidupnya melalui proses pacaran. Menurut DeGenova dan Rice (2005) pacaran adalah menjalankan suatu hubungan diantara dua orang yang dapat bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas bersama agar saling mengenal satu sama lain. Berpacaran bisa didefinisikan sebagai kegiatan berkasih-kasihan antara dua muda-mudi yang sedang jatuh cinta (Surbakti, 2008). Pacaran ditandai dengan adanya kedekatan emosional dan daya tarik seksual terhadap lawan jenis serta perasaan cocok yang dirasakan oleh kedua individu (laki-laki dan perempuan lajang). Hurlock (1999) menyatakan banyak pemuda yang mencoba mendekati beberapa wanita untuk menemukan apakah mereka itu merupakan wanita yang bisa menjadi seorang istri yang akan mendampinginya seumur hidup. Demikian juga dengan wanita, mereka berpacaran sering dengan lebih dari satu orang pria sebelum menentukan pasangan hidup yang dirasanya cocok baginya.
6 6 Gambar 1 Berpacaran sebagai instrumen seleksi PACARAN ALAT SELEKSI TUJUAN PERNIKAHAN Sumber : Surbakti. Sudah siapkah menikah? : Paduan bagi siapa saja yang sedang dalam proses menentukan hal penting dalam hidup. penerbit Gramedia. Gambar diatas memberikan gambaran mengenai tujuan seseorang berpacaran. Masa pacaran adalah kesempatan paling baik untuk mengenal calon pasangan secara menyeluruh. Saling menjajaki antara kedua belah pihak tentang berbagai kemungkinan, baik sisi positif maupun sisi negatif pasangan. Hal ini menunjukan bahwa apabila dalam proses pacaran tersebut, merasa tidak ada kecocokan maka hubungan tersebut dapat berakhir sebelum sampai ke pernikahan. Pacaran bukanlah satu-satunya cara untuk mendapatkan pasangan hidup yang tepat. Dalam Islam pacaran sendiri tidak perbolehkan karena pacaran adalah salah satu jalan mendekati zina.
7 7 Allah SWT melarang hamba-hambanya untuk mendekati zina sesuai dengan firmannya : Janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (Q.S Al-Isra ayat 32). Islam telah menawarkan konsep yang syar i untuk menuju sebuah pernikahan yaitu melalui proses ta aruf. Ta aruf berasal dari bahasa Arab yang artinya saling mengenal. Berkenalan bisa dengan siapa saja, laki-laki atau perempuan. Namun, makna ta aruf menjadi lebih spesifik ketika ditujukan untuk seseorang yang sedang mencari jodoh. Ta aruf pada asasnya, adalah proses yang dijalani seseorang yang telah mantap hati dan memastikan diri sehingga siap untuk melangkah ke jenjang pernikahan (Takariawan, 2006) Alasan orang memilih pacaran atau ta aruf dalam proses pencarian pasangan hidupnya berbeda-beda. Menurut Dion dan Dion (dalam Newman, 2006), masyarakat Amerika dan masyarakat lain yang menganut budaya individualis mempercayai bahwa cinta yang romantis (romantic love) merupakan alasan utama bagi seseorang dalam memilih pasangan hidupnya. Menurut masyarakat yang berorientasi kolektif, cinta bukanlah faktor yang relevan dalam memilih pasangan hidup. Pemilihan pasangan hidup dalam masyarakat berorientasi kolektif dapat dilakukan oleh anggota keluarga, berdasarkan religious (hal yang bersangkutan dengan agama), finansial, atau latar belakang keluarga calon pasangan yang akan dipilih. Beberapa faktor pertimbangan dipercayai memiliki kontribusi yang tepat atas pilihan yang
8 8 diambil, tidak hanya untuk individu yang akan menikah tetapi juga bagi sistem keluarga yang lebih luas. Pacaran ataupun ta aruf pada intinya merupakan proses untuk mendapatkan pasangan hidup yang cocok. Hal paling mendasar yang membedakan proses pacaran dan ta aruf adalah pada proses pertemuannya. Pacaran menurut Chudori (1997) membutuhkan waktu yang lebih lama, bahkan ada yang sampai bertahun-tahun. Waktu yang lebih ini memberikan kesempatan kepada masingmasing pihak untuk berusaha saling mengenal karakter, sifat, watak, kebiasaan, kelebihan dan kekurangan dari orang yang dicintainya untuk saling menyesuaikan diri sebelum memasuki pernikahan. Hal ini berbeda dengan yang dialami pada proses ta aruf. Waktu yang dibutuhkan dalam proses ta aruf hingga sampai ke tahap pernikahan hanya berkisar satu hingga tiga bulan saja, namun tidak menutup kemungkinan proses ini bisa berlangsung lebih lama bila terjadi beberapa kendala dalam prosesnya. Proses perkenalan dan pertemuan pria dan wanita dalam proses ta aruf dilakukan dengan didampingi mediator. Menurut Ajaran Islam, hal ini sesuai dengan Hadist Rasulullah Saw yang berbunyi: Janganlah seorang laki-laki bertemu sendirian (bersepisepian)dengan seorang perempuan yang tidak halal baginya, karena yang ketiganya adalah setan. (HR Imam Ahmad dari Amir bin Robi ah ra). Rasulullah telah memperingatkan agar pria dan wanita yang bukan muhrim untuk tidak bertemu berduaan tanpa ada yang
9 9 mendampingi. Hal inilah yang menjadi pedoman utama dalam ta aruf. Setiap pertemuan dalam ta aruf, pria dan wanita tidak bertemu berdua saja melainkan harus selalu didampingi mediator. Mediator dalam proses ta aruf adalah orang yang paling dekat dan mengenal kepribadian calon pasangan yang akan melakukan ta aruf, bisa orang tua, guru ngaji atau sahabat karib yang dipercayai, sehingga diharapkan mereka dapat memberikan informasi yang benar, akurat serta menyeluruh mengenai diri calon tersebut (Imtichanah, 2012). Berbeda dengan pasangan yang berpacaran, mereka dapat bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas bersama berdua saja tanpa didampingi mediator. Berkembang dan matangnya organorgan biologis pada masa dewasa membuat kecenderungan untuk berdekatan secara fisik dengan lawan jenis sulit dihindarkan, apalagi ketika dua orang berlawanan jenis bertemu hanya berdua saja tanpa ada yang mendampingi. Hal inilah yang bisa membelokkan tujuan awal pacaran, dari ingin mengenal pasangan lebih baik menjadi cenderung mengarah pada perbuatan-perbuatan amoral yang bertentangan dengan norma dan agama. Hasil penelitian Setyawan (2008) menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara pacaran dengan perilaku seksual pranikah. Dilihat dari hasil penelitian didapat bahwa perilaku seksual subyek yang ditunjukan dari tingkatan saling memandang dengan mesra hingga menyentuh jari atau tangan pasangan (17,26%), tingkatan saling berpegangan tangan hingga memeluk/dipeluk pada bagian pinggang oleh pasangan (22,36%), tingkatan mencium/dicium pada bagian kening oleh pasangan hingga berciuman bibir dengan
10 10 pasangan (22,84%), tingkatan berciuman disertai dengan menyentuh wajah dan rambut pasangan hingga berciuman disertai dengan menyentuh alat kelamin melalui pakaian (21,83%) dan tingkatan mencumbu bagian dada tanpa pembatas hingga bersanggama dengan pasangan (15,74%). Melakukan seks pranikah dianggap sesuatu yang wajar dalam kehidupan modern. Tidak sedikit orang yang berpacaran melakukan seks dalam masa pacaran untuk menunjukan besarnya kadar cinta (Surbakti, 2008). Pernikahan dapat langgeng selamanya atau dapat pula bercerai di tengah perjalanannya. Pada kenyataan, tidak sedikit pernikahan harus diakhiri dengan perceraian karena kesalahan ketika memilih pasangan. Pasangan yang menikah melalui ta aruf dengan waktu perkenalan yang singkat membuat individu kurang mengenali pasangannya dengan baik, sehingga di awal-awal pernikahan mengalami kesulitan dalam penyesuaian dengan pasangan yang berdampak pula pada kepuasan pernikahan. Hurlock (1999) mengatakan bahwa salah satu kondisi yang menyumbang terhadap kesulitan dalam penyesuaian perkawinan adalah persiapan yang terbatas untuk perkawinan dan pacaran yang dipersingkat. Akan tetapi, pada masa pacaran biasanya semua terlihat indah, karena masing-masing menampilkan perilaku-perilaku ideal dan terbaik kepada pasangan agar bisa selalu bersama. Sehingga memunculkan persepsi dan penilaian diri pribadi terhadap pasangan, yang akhirnya dapat memengaruhi standar penilaian individu terhadap diri pasangannya (Adhim, 2004). Namun setelah menikah dan saling memiliki, mereka merasa tidak ada lagi yang harus ditutup-tutupi dan masing-masing akan memperlihatkan sifat
11 11 aslinya. Menurut Adhim (2004) perbedaan pada masa pacaran dengan kenyataan yang dialami setelah pernikahan inilah yang seringkali dapat menimbulkan ketidakpuasan dalam pernikahan. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Linda (bukan nama sebenarnya) yang menikah setelah melalui masa pacaran selama 4 tahun, berikut ini :... Pekawinan saya menginjak tahun ketiga, namun sekarang banyak diwarnai konflik dan ketegangan yang semakin melelahkan. Saya merasa kecewa karena suami saya sudah berubah, dan tidak seperti yang saya harapkan (Sumber: Subiyanto. Pernak-Pernik Perkawinan (Tanya Jawab). Penerbit : Yayasan Pustaka Nusantara). Pernikahan dengan melalui proses pacaran ataupun ta aruf pastinya mempunyai sisi positif dan sisi negatifnya. Sepanjang kehidupan pernikahan, semua pasangan akan menghadapi tekanan- tekanan baru. Tekanan-tekanan tersebut mungkin berasal dari luar pernikahan, mungkin juga dari dalam pernikahan itu sendiri. Sebuah studi yang dilakukan oleh Gupta & Singh (dalam Gamal, 2007) membandingkan cinta romantis antara orang-orang yang menikah karena cinta, dijodohkan, dan hidup bersama tanpa nikah, selang mereka hidup bersama selama sepuluh tahun. Menurut studi tersebut, cinta romantis yang biasanya terjadi pada pasangan yang berpacaran sebelum menikah akan berkurang setelah pasangan tersebut menikah. Beberapa hal yang menyebabkan hal ini adalah masing-masing pasangan pada saat berpacaran mengagumi pasangannya dan meminimalisasi hal-hal yang kurang pada diri pasangan. Akan tetapi setelah menikah, mereka baru mengalami realita kehidupan, fantasi hilang, tidak ada
12 12 lagi atau menurun perasaan cinta romantis. Selanjutnya adalah hal baru, pengalaman baru dalam menjalin cinta menimbulkan semangat dalam cinta romantis. Jika hal-hal baru ini sudah tidak ada, maka cinta romantis akan berkurang. Terakhir adalah adanya penurunan arousal, yang mengakibatkan menurunnya frekuensi berhubungan seks. Dari studi tersebut, dapat ditarik bahwa terbukti pacaran hanya akan mengurangi kepuasan menikah pada saat pasangan tersebut menjalani kehidupan bersama. Hal-hal seperti fantasi, hal-hal baru dan arousal hanya akan terdapat pada pasangan yang menikah dengan berpacaran. Alasan ini semakin memperkuat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa pacaran memang tidak diperlukan, bahkan cenderung merugikan pernikahan itu sendiri. Bahkan "cinta" yang menyebabkan pasangan menikah seringkali beda dengan "cinta" yang membuat pasangan tetap saling mencintai. Berkebalikan dengan studi tersebut, studi tentang manajemen konflik rumah tangga yang dilakukan Blood (dalam Gamal, 2007) menyatakan bahwa pacaran itu dibutuhkan sebelum pernikahan. Blood mengatakan "courtship is the entire process that leads up to marriage". Dalam hal ini, Blood mengatakan bahwa ada suatu proses untuk menuju suatu pernikahan dan itu dinamakan sebagai proses courtship. Masa courtship ini sangat penting untuk dioptimalkan dengan baik. Menurut studi ini, fenomena cerai sebagian besar disebabkan oleh kegagalan dalam masa courtship (pacaran). Kebanyakan pasangan yang pada akhirnya memutuskan untuk bercerai disebabkan pengalaman courtship yang tidak dimanfaatkan secara baik. Dengan kata lain, bahwa seseorang yang
13 13 tidak mengoptimalkan masa courtship atau bahkan tidak sama sekali mengalami masa courtship (menikah tanpa pacaran) dikatakan akan mengalami banyak konflik. Akhir dari manajemen konflik yang kurang baik dalam rumah tangga adalah perceraian. Dengan masa perkenalan yang semakin lama maka penyesuaian antar pasangan akan lebih baik. Seorang akan lebih mengerti kebiasaan-kebiasaan, perilaku ataupun kepribadian pasangannya. Dengan demikian, ketika mereka akan melanjutkan ke jenjang pernikahan tidak akan ada keterkejutan-keterkejutan karena menemui kebiasaan dan kepribadian yang berbeda yang mungkin akan menganggu kebahagiaan dan kepuasan dalam pernikahan. Studi Blood yang menyatakan bahwa perceraian disebabkan karena menikah tanpa pacaran, dibantah oleh temuan Musaddad (dalam Gamal, 2007). Musaddad meneliti tentang gambaran konflik dan manajemen konflik pada pasangan yang menikah tanpa pacaran. Hasil studi Musaddad menunjukkan bahwa walaupun partisipan menikah tanpa pacaran, mereka tetap bisa melakukan manajemen konflik dengan cukup baik. Studi tersebut menyatakan bahwa partisipan mempunyai komitmen untuk mempertahankan pernikahan yang tinggi, sehingga mereka mampu mempertahankan pernikahan mereka sampai melewati masa krisis perceraian dalam suatu pernikahan. Komitmen partisipannya tersebut terbangun atas dasar pemahaman agama yang dipahami oleh pasangan itu. Dari tinjauan pustaka di atas tampak bahwa proses sebelum pernikahan menjadi topik pembahasan yang masih diperdebatkan. Dengan demikian, model menikah melalui proses ta aruf merupakan fenomena yang menarik. Maka dari itu peneliti
14 14 mengambil judul Kepuasan Pernikahan Pada Wanita yang Menikah Melalui Proses Ta aruf. Penelitian ini akan menggali bagaimana kepuasan pernikahan pada wanita yang menikah melalui proses ta aruf. Ruang lingkup penelitian ini adalah pada wanita yang menikah melalui proses ta aruf, yang berada pada usia tergolong dalam rentang usia antara 20 sampai 40 tahun. Menurut Holahan dan Levenson (dalam Lemme, 1995) wanita lebih sulit merasakan kepuasan pada pernikahannya dan pada umumnya wanita lebih sensitif daripada pria dalam menghadapi masalah dalam hubungan pernikahannya. Disamping itu Hurlock (1999) menyatakan rentang usia tersebut tergolong masa dewasa muda. Adapun pemilihan usia tersebut karena penulis berasumsi pernikahan dengan usia pernikahan yang cukup untuk penelitian umumnya berada pada rentang usia tersebut. Jika pernikahan dilakukan sebelum atau setelah masa ini, maka penyesuaian serta konflik yang terjadi dapat berbeda. Kepuasan pernikahan sebagai seorang dewasa lanjut misalnya, dipengaruhi pula oleh kemampuan masing-masing pasangan untuk menghadapi konflik-konflik personal, termasuk penuaan, sakit dan tentunya kematian (Duvall & Miller dalam Santrock, 2012). B. Rumusan Masalah Untuk memudahkan penelitian, maka perlu dirumuskan masalah apa yang menjadi fokus penelitian. Untuk itu, peneliti mencoba merumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut yaitu bagaimana
15 15 dinamika kepuasan pernikahan pada wanita yang menikah melalui proses ta aruf, yang mencakup : 1. Bagaimana gambaran kepuasan pernikahan pada wanita yang menikah melalui proses ta a ruf? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepuasan pada wanita yang menikah melalui proses ta aruf? C. Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kepuasan pernikahan pada wanita yang menikah melalui proses ta aruf, serta faktor-faktor yang menyebabkannya. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis yang ingin dicapai adalah diharapkan agar hasil penelitian ini dapat memberikan informasi di bidang psikologi pada umumnya dan pada bidang psikologi perkembangan khususnya, terutama yang berkaitan dengan kepuasan pernikahan pada wanita yang menikah melalui ta aruf. 2. Manfaat Praktis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada masyarakat, khususnya bagi individu yang belum menikah, mengenai gambaran kepuasan pernikahan pada wanita yang menikah melalui proses ta aruf, sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan proses apa yang akan jalani dalam pemilihan pasangan hidup kelak.
16 16 b. Memberikan informasi pada masyarakat tentang hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan pada wanita yang menikah melalui proses ta aruf. c. Diharapkan agar penelitian ini dapat memberi pengetahuan pada pasangan yang menikah dengan pacaran maupun ta aruf, terkait dengan faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi kepuasan pernikahan.
BAB I PENDAHULUAN. Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia mengalami banyak transisi dalam kehidupannya. Menurut Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi secara fisik, transisi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat seseorang memutuskan untuk menikah, maka ia akan memiliki harapan-harapan yang tinggi atas pernikahannya (Baron & Byrne, 2000). Pernikahan merupakan awal terbentuknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan anak kenalannya untuk dinikahkan. Pada proses penjodohan itu sendiri terkadang para anak tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia melewati beberapa fase dalam siklus kehidupannya. Fase kedua dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di mana
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan. Sudah menjadi fitrah manusia yang mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya serta mencari pasangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara sosial, biologis maupun
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada Bab I telah dikemukakan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah melalui proses ta aruf. Bagian ini memaparkan deskripsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pernikahan merupakan langkah awal untuk membentuk suatu keluarga. Sangat penting bagi calon pasangan baru untuk memahami bahwa pernikahan merupakan suatu keputusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi melangsungkan eksistensinya sebagai makhluk. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan psikologis dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menciptakan manusia yaitu laki-laki dan perempuan secara berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk setiap masing-masing
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia akan mencari pasangan hidupnya dan menjalin suatu hubungan serta melanjutkannya ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan yang sah dan membentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Pernikahan Menurut Dariyo (dalam Sukmadiarti, 2011) pernikahan merupakan ikatan kudus antara pasangan dari seorang laki-laki
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda. Pernikahan juga memerlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 1 tahin 1974 pasal 1 tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: Ikatan lahir dan batin antara seorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja ditandai oleh perubahan yang besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini sering terjadi di belahan bumi manapun dan terjadi kapanpun. Pernikahan itu sendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan yang berbeda pada masing-masing tahapannya, pada masa dewasa merupakan masa yang paling lama dialami
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya zaman banyak perubahan yang terjadi, salah satunya adalah perubahan dalam pandangan orang dewasa mengenai pernikahan. Hal ini didukung
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pernikahan adalah salah satu proses penting dalam kehidupan sosial manusia. Pernikahan merupakan kunci bagi individu untuk memasuki dunia keluarga, yang di dalamnya terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Pada masa ini, individu dituntut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah adalah bagian dari ibadah, karena itu tidak ada sifat memperberat kepada orang yang akan melaksanakannya. Perkawinan atau pernikahan menurut Reiss (dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya, setiap individu pada tahap perkembangan dewasa awal menjalin suatu hubungan dengan lawan jenis yang berujung pada jenjang pernikahan. Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan perempuan. Kemudian ketertarikan tersebut, diwujudkan dalam bentuk perkawinan atau pernikahan.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pernikahan Pernikahan atau perkawinan merupakan salah satu kejadian paling penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya yang sifatnya paling intim dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini adalah bagian dari jenjang atau hierarki kebutuhan hidup dari Abraham Maslow, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pernikahan menjadi hal yang paling penting dalam fase kehidupan manusia. Tahapan ini adalah bagian dari jenjang atau hierarki kebutuhan hidup dari Abraham Maslow,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pernikahan merupakan perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan resmi (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1984). Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia mengalami berbagai proses perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa kanak-kanak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Setiap orang berkeinginan untuk membangun sebuah rumah tangga yang bahagia bersama orang
Lebih terperinciBAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pernikahan merupakan awal terbentuknya kehidupan keluarga. Setiap pasangan yang mengikrarkan diri dalam sebuah ikatan pernikahan tentu memiliki harapan agar pernikahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan
13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari makhluk hidup lainnya. Mereka memiliki akal budi untuk berpikir dengan baik dan memiliki kata hati.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan bersatunya dua orang ke dalam suatu ikatan yang di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta meneruskan keturunan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan bahwa kawin sama dengan perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami istri. Sedangkan menurut Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hubungan-hubungan yang terjalin tersebut dapat berupa pertemanan, persahabatan, pacaran dan hubungan perkawinan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu melakukan interaksi dengan makhluk sosial lainnya. Dalam kehidupannya untuk menjalin hubungan-hubungan dengan manusia
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah
7 TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah Duvall (1971) menyatakan bahwa kesiapan menikah adalah laki-laki maupun perempuan yang telah menyelesaikan masa remajanya dan siap secara fisik, emosi, finansial, tujuan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
Lebih terperinciHubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf
Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf Helda Novia Rahmah, Ahmad, Ratna Mardiati Fakultas Psikologi, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya Abstrak Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di zaman yang semakin maju dan modern, teknologi semakin canggih dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di zaman yang semakin maju dan modern, teknologi semakin canggih dari berbagai sosial media chating, calling, hingga video call membuat beberapa pasangan kekasih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain, dimana setiap manusia selalu membutuhkan bantuan orang lain dan hidup dengan manusia lain.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas perkembangan individu dewasa adalah merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis yang akan menimbulkan hubungan interpersonal sebagai bentuk interaksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini persoalan-persoalan yang dihadapi oleh umat muslim semakin kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang dihadapi ataupun ditanggung
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan teknologi semakin canggih membuat komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin canggih dan berbagai sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu proses penyatuan dua individu yang memiliki komitmen berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.
Lebih terperinciKEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI
KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Islam sebagai salah satu dari lima agama yang diakui di Indonesia, sangat menekankan tentang bagaimana seorang muslim seharusnya menjalankan pernikahan. Namun sebelum
Lebih terperinciGAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK
GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK Penelitian deskriptif ini berdasar pada fenomena bahwa kehadiran anak memiliki peran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari lahir, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia melewati tahap demi tahap perkembangan dalam kehidupannya. Setiap manusia akan mengalami banyak perubahan dan menyelesaikan tugastugas perkembangan dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia akan mengalami peristiwa penting dalam hidupnya, salah satunya adalah momen perkawinan dimana setiap orang akan mengalaminya. Manusia diciptakan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tercipta sebagai mahkluk sosial. Sebagai mahkluk sosial manusia harus saling berinteraksi, bertukar pikiran, serta berbagi pengalaman. Setiap manusia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan
1 BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan setiap individu. Hal tersebut menjadi suatu kabar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rini Yuniati, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Untuk membagi kedekatan emosional dan fisik serta berbagi bermacam tugas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada usia dewasa awal tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk menjalani suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seksual umumnya dibahas seolah-olah hanya merupakan karakteristik individu,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orientasi seksual mengacu pada pola abadi emosional, atraksi romantis, dan seksual dengan laki-laki, perempuan, atau kedua jenis kelamin. Orientasi seksual
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk hidup bersama dengan sesamanya. Manusia dilahirkan untuk saling melengkapi satu dengan yang lain,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan. Rentang kehidupan dapat dibagi menjadi sembilan periode, yaitu sebelum kelahiran, baru dilahirkan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran
Lebih terperinciPERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA
PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu utama bagi individu yang ada pada masa perkembangan dewasa awal. Menurut Erikson,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah menjadi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang senantiasa memerlukan interaksi dengan orang lain. Saat berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas tentang landasan teori berupa definisi, dimensi, dan faktor yang berpengaruh dalam variabel yang akan diteliti, yaitu bahasa cinta, gambaran tentang subjek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan emosional antara dua orang untuk saling berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi tanggung jawab,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Membangun dan mempertahankan hubungan dengan pasangan merupakan
BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Membangun dan mempertahankan hubungan dengan pasangan merupakan salah satu aspek yang penting perkembangan individu dewasa (Kelley & Convey dalam Lemme, 1995).
Lebih terperinciPENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA
PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh : FAJAR TRI UTAMI F 100 040 114 FAKULTAS PSIKOLOGI
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perkawinan Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan atau masyarakat. Sekalipun makna pernikahan berbeda-beda, tetapi praktekprakteknya pernikahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masa dewasa merupakan masa dimana setiap individu sudah mulai matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011), rentang
Lebih terperinciBAB 5 Simpulan, Diskusi, dan Saran
BAB 5 Simpulan, Diskusi, dan Saran Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai simpulan yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan pada bab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti saat masih menjadi teman dekat atau pacar sangat penting dilakukan agar pernikahan bertahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang sempurna yang diciptakan oleh Allah SWT, karena setiap insan manusia yang ada dimuka bumi ini telah ditentukan pasangannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada usia dewasa awal tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah intimacy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk menjalin suatu hubungan
Lebih terperinciMENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA)
GUIDENA, Vol.1, No.1, September 2011 MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA) Nurul Atieka Universitas Muhammadiyah Metro PENDAHULUAN Semua orang dalam membina keluarga, menginginkan keluarga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkawinan didefinisikan sebagai suatu ikatan hubungan yang diakui secara
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkawinan didefinisikan sebagai suatu ikatan hubungan yang diakui secara agama dan sosial antara pria dan wanita. Dalam perkawinan terdapat hak dan kewajiban,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. orang lain untuk mendapatkan kenyamanan, pemenuhan kebutuhan makanan, pertolongan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial selalu menjalin hubungan dengan sesamanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sejak lahir manusia belajar untuk bergantung pada orang lain
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pernikahan 2.1.1 Pengertian Pernikahan Secara umum, pernikahan merupakan upacara pengikatan janji nikah yang dilaksanakan dengan menggunakan adat atau aturan tertentu. Sedangkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam kehidupan manusia, terutama di kota besar di Indonesia, seperti Jakarta. Sampai saat ini memang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk yang tidak pernah berhenti berubah, semenjak pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan baik dalam kemampuan fisik maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fenomena berpacaran sudah sangat umum terjadi dalam masyarakat. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan memahami lawan jenisnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri, saling membutuhkan dan saling tergantung terhadap manusia lainnya, dengan sifat dan hakekat
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
101 BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini merupakan sebuah upaya untuk memperoleh gambaran mengenai kebutuhan intimacy melalui wawancara mendalam. Berdasarkan hasil analisis,
Lebih terperinci