menyerukan pada seluruh negara untuk memberlakukan sanksi tersebut

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN. Rencana Iran menjadi tuan rumah KTT Non Blok mendapat perlawanan dari

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Iran merupakan negara salah satu dengan penghasilan minyak bumi terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA

Dalam bidang ekonomi, krisis keuangan yang menimpa negara-negara Eropa seperti Portugal

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut.

: Diplomasi dan Negosiasi : Andrias Darmayadi, M.Si. Memahami Diplomasi

BAB I PERANAN LIGA ARAB DALAM USAHA MENYELESAIKAN KONFLIK DI SURIAH. Organisasi yang bertujuan untuk menciptakan perdamaian antar negara-negara

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

Andy Rachmianto Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri RI KORINWAS 12 Mei 2016

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB IV FAKTOR-FAKTOR IRAN MEMPERTAHANKAN PROGRAM PENGEMBANGAN NUKLIR. Iran dibawah kepemimpinan Ahmadinejad memilih untuk mempertahankan

Lampiran. Timeline Konflik Yang Terjadi Di Suriah Kekerasan di kota Deera setelah sekelompok remaja

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB.

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

DIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia

DIPLOMASI PEMERINTAH IRAN TERHADAP TEKANAN INTERNASIONAL PADA PROGRAM PENGEMBANGAN NUKLIR TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional.

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terdapat berbagai macam-macam jenis kebudayaan, budaya Jawa,

Artikel hubungan internasional antara indonesia dengan negara lain. Artikel hubungan internasional antara indonesia dengan negara lain.

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

BAB V. Kesimpulan. Seperti negara-negara lain, Republik Turki juga telah menjalin kerja sama

Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

Konferensi Asia Afrika: Pentingnya Diplomasi dalam Menggalang Ingatan Dunia

BAB I PENDAHULUAN. konteks hubungan internasional guna mengatasi berbagai masalah dengan

melakukan Revolusi Kuba dan berhasil menjatuhkan rezim diktator Fulgencio merubah orientasi Politik Luar Negeri Kuba lebih terfokus pada isu-isu high

Hubungan Internasional (daring), 1 November 2013, <

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Islam masuk ke Rusia tidak lama setelah kemunculannya pada pertengahan kedua

PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001

SENGKETA INTERNASIONAL

PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA. New York, 23 September 2003

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF)

BAB I PENDAHULUAN. listrik dalam wujud reaktor nuklir. Pengembangan teknologi nuklir tidak hanya

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya.

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan pasca- perang dingin ini juga mempunyai implikasi strategis baik

Keterangan Pers Bersama Presiden RI dan Presiden Korsel, Seoul, 16 Mei 2016 Senin, 16 Mei 2016

BAB IV STRATEGI IRAN DALAM MENGATASI SANKSI EMBARGO. buruk bagi perekonomia negara nya. Dalam mengatasi permasalahan sanksi

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB V: PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

BAB I PENDAHULUAN. kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih

BAB V KESIMPULAN. mencari mitra kerjasama di bidang pertahanan dan militer. Karena militer dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kajian hubungan internasional, perkembangan dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk

Indonesia-Maroko; Peluang Peningkatan Hubungan Bilateral melalui Kerjasama Ekonomi (533/M)

SEJARAH PEPERANGAN ABAD MODERN DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI

Digantung karena menjadi seorang Kristen di Iran

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

[Studi Keamanan Internasional] MEMAHAMI KONFLIK. Dewi Triwahyuni

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut perspektif sebuah negara, diplomasi terdiri dari perumusan,

Unsur-Unsur Tata Kepemerintahan Global (Global Governance)

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Pengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL

BAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008

Keterangan Pers Bersama Presiden RI dengan Perdana Menteri Perancis, Jakarta, 1 Juli 2011 Jumat, 01 Juli 2011

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

Bab V. Kesimpulan. Namun hal ini berubah di tahun 2005 saat Mahmoud Ahmadinejad terpilih sebagai Presiden

RESUME. Amerika Latin merupakan salah satu wilayah di dunia. yang mengalami dinamika sosial-politik yang menarik.

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Hubungan Internasional untuk memenuhi national interest nya masingmasing.

BAB II PERKEMBANGAN BRIC. signifikan pasca krisis ekonomi besar yang melanda beberapa Negara-negara besar.

Globalisasi. 1. Pengertian Globalisasi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) DALAM UPAYA PENYELESAIAN KONFLIK ISRAEL-PALESTINA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengisolasian Iran dari pergaulan internasional telah berkali-kali diserukan oleh negara Barat. Pengisolasian ini dilakukan dengan dengan embargo dan sanksi. Salah satu embargo tersebut dilakukan oleh Amerika Serikat. Amerika Serikat sudah memulai embargo pasca tahun 1979 sampai dengan saat ini (El-Gogary, 2007, h. 209). Setali tiga uang dengan AS, negara-negara seperti Perancis dan Jerman juga melakukan hal yang sama, meskipun Perancis dan Jerman tidak melakukan embargo secara menyeluruh seperti AS. Tidak hanya AS secara individual yang melakukan sanksi, akan tetapi Iran sudah mendapatkan empat kali sanksi dari DK PBB. Sanksi tersebut mulai dilakukan sejak tahun 2006 sampai dengan 2012 (Kompas,10 Juni 2010), hal ini terjadi pada saat Iran mulai memperkaya uraniumnya. Setiap sanksi yang dikeluarkan DK PBB selalu menguatkan sanksi yang terdahulu. Hal ini dilakukan disebabkan ketidakefektifan sanksi sebelumnya. Dan pada setiap akhir draft sanksi, DK PBB menyerukan pada seluruh negara untuk memberlakukan sanksi tersebut (www.un.org). Secara eksplisit sanksi tersebut mengajak seluruh negara untuk melakukan isolasi terhadap Iran. Sanksi yang diberlakukan oleh DK PBB juga dikuatkan oleh otoritas Uni Eropa (Republika, 31 Agustus 2012). Setiap sanksi yang dikeluarkan PBB, maka Uni Eropa juga akan membuat sanksi yang lebih eksplisit dari apa yang telah ditentukan 1

oleh DK PBB. Hal itu sampai pada taraf pelarangan penerbangan dari dan menuju Eropa oleh maskapai Iran. Larangan ekspor-impor minyak dari Iran dan pembatasan transaksi keuangan (www.mcnairchambers.com). Sanksi yang diberikan oleh DK PBB dan Uni Eropa dikawal ketat oleh AS (www.dw-world.de). Sehingga pemberlakuan sanksi, seringkali dikaitkan dengan perdagangan dengan AS. Setiap negara yang mempunyai hubungan perdagangan dengan AS harus berfikir dua kali untuk dan tetap melakukan perdangan dengan Iran. Upaya yang dilakukan oleh AS, DK PBB dan Uni Eropa untuk mengisolasi Iran dalam pergaulan internasional setidaknya terlihat berjalan di tempat. Negara yang memberlakukan sanksi dan isolasi terhadap Iran, hanyalah negara yang berada di sebagian Eropa dan Amerika (Kompas, 2010, Juni, 12). Seruan AS untuk mengisolasi Iran ternyata tidak maksimal (Martin Khor, 2012, h, 13). Ketidakmaksimalan isolasi AS, DK PBB dan Uni Eropa dibuktikan pada saat berlangsungnya konfrensi tingkat tinggi Non Blok. Meskipun AS dan Israel menyerukan untuk mengisolasi Iran dalam pergaulan internasional dan juga mengajak seluruh negara anggota GNB untuk tidak ikut menjadi peserta dalam KTT di Iran, ternyata yang terjadi malah sebaliknya. Seruan AS dan Israel disampaikan langsung oleh perdana menterinya sebagai upaya untuk menimalisir peranan Iran dalam organisasi internasional (www.search.proquest). Iran berhasil meyakinkan anggota GNB untuk hadir dalam KTT ke XVI. Keberhasilan Iran dalam penyelenggaran KTT Non Blok setidaknya dibuktikan dengan beberapa hal, pertama, konfrensi ini dihadiri oleh seluruh perwakilan negara 2

anggota GNB, yang terdiri dari 25 Kepala negara dan Perdana Menteri, 95 perwakilan dari negara anggota baik penasehat presiden, menteri dan staf, terakhir perwakilan dari 16 negara yang berstatus sebagai observer (Third Word Resurgence Issue, 2012, h. 23). Sedangkan negara yang mengajukan diri untuk mendapatkan waktu untuk berbicara di forum tersebut kurang lebih 56 negara, padahal kuotanya hanya 30 negara. Secara umum, maka total jumlah negara ini setara dengan tiga perempat negara yang ada di Majelis Umum. Kedua, Iran berhasil mendapatkan amanah dari GNB untuk menjadi ketua priode 2012-2015 (Dilip Hiro, 2012, h, 19). Sudah menjadi sistem baku bagi GNB, bahwa negara penyelenggara KTT secara otomatis akan menjadi ketua. Pemberian mandat pada Iran untuk mengomandani GNB tentu merupakan pencapaian yang sangat strategis. Iran berhasil membawa Ahmadinejad sebagai pimpinan tertinggi dalam GNB. Padahal Ahmadinejad menjadi sosok yang kontroversial dalam percaturan politik internasional. Selama beberapa tahun belakangan ini AS dan negara-negara Eropa menyerukan kutukan dan ketidaksukaanya terhadap Ahmadinejad. Amadinejad dianggap sebagai kekuatan dibalik keberhasilan para teroris di Libanon (Stephen Johnson, 2012, h, 45). Ketiga, konfrensi ini berjalan aman. Selama penyelenggaraan berlangsung tidak ada kekhawatiran atau ketakutan dari delegasi negara anggota Non Blok terkait dengan serangan Israel atau AS. Dalam konfrensi ini juga tidak ditemukan perdebatan panjang, saling serang antar perwakilan. Perwakilan negara juga diajak oleh 3

Ahmadinejad untuk melihat fasilitas pengayaan nuklir Iran, bertemu dengan rahbar dan para pimpinan tertinggi Iran (www.irib.ir). Keempat, konfrensi ini berhasil melahirkan sebuah deklarasi yang disebut Deklarasi Teheran ( Third Word Resurgence Issue, 2012, h. 25). Deklarasi berisi poin-poin kesepakatan para anggota GNB dalam rangka mewujudkan sistem global yang berorientasi pada keamanan dan persamaan seluruh negara. Dan yang paling maksimal adalah pernyataan anggota GNB yang menekankan bahwa setiap negara memiliki hak yang sama dalam memanfaatkan teknologi nuklir untuk tujuan damai, termasuk di dalamnya dukungan terhadap Iran yang selama ini menggunakan teknologi nuklir untuk kepentingan sipil (Third Word Resurgence issue, 2012, h, 25-26). Deklarasi Teheran juga berisikan tentang penegaskan peningkatan peran GNB dalam tatanan global. Peningkatan partisipasi kolektif untuk merealisasikan tujuan Gerakan Non Blok. Dan harapan itu dapat diraih melalui solidaritas, kerjasama, persaudaraan dan upaya kontinyu berdasarkan kesepahaman dan keadilan. Konferensi di Teheran membuktikan kepada seluruh dunia bahwa Iran telah berhasil menjalankan tugasnya sebagai tuan rumah KTT Non Blok. Dari sini penulis melihat bahwa keberhasilan Iran menjadi tuan rumah di tengah sanksi, embargo dan boikot dari Amerika serikat menunjukkan bahwa Iran telah berhasil meyakinkan anggota Non Blok untuk mengadakan konfrensi di Teheran. Keberhasilan ini tentu melalui proses dan komunikasi intensif. Sebab keberhasilan Iran tidak datang dengan 4

sendirinya. Sehingga perlu dilihat lebih lanjut proses yang dilalui Iran agar konfrensi tersebut berjalan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang sudah disampaikan di atas, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana diplomasi Iran terhadap negara-negara anggota Non Blok sehingga Iran Berhasil menyelenggarakan KTT GNB ke-xvi di Teheran? C. Studi Pustaka Dalam penelitian ini penulis menemukan beberapa literatur yang relevan dengan judul dan pertanyaan penelitian. Pertama, literatur dalam journal Third Word Resurgence Issu yang ke 263. Dalam jurnal tersebut terdapat beberapa tulisan tentang GNB yang diadakan di Teheran. Salah satunya tulisan dari Dilip Hiro (2012), berjudul Non Aligned Summit Belies Isolation of Iran.Tulisan ini sebenarnya sudah dipublikasikan oleh Yale Global Online (yaleglobal.yale.edu). Dilip Hiro memaparkan bahwa kehadiran lebih dari 100 perwakilan negara di Teheran menjadi bukti bahwa Iran tidak terisolasi dari pergaulan internasional. Iran dalam satu dekade belakangan ini sering mendapatkan sanksi dari AS, DK PBB dan Uni Eropa. Sanksi isolasi dalam politik dan ekonomi tidak berjalan maksimal, dibuktikan dengan partisipasi negara Non Blok berkunjung ke Iran. 5

Isolasi yang dilakukan oleh Negara Barat hanya isapan jempol semata. Sebab, Iran mendapatkan dukungan dalam pengembangan nuklirnya dengan tujuan damai (final document nam). Padahal selama ini, program nuklir Iran-lah yang menjadi penyebab utama jatuhnya sanksi dari lembaga internasional. Hal ini pula yang merupakan moment penting yang harus dimanfaatkan Iran. Iran harus membuktikan bahwa nuklirnya ditujukan dengan tujuan damai. Dalam menguatkan argumentasi Iran bahwa nuklirnya damai, dalam pembukaan GNB Ayatullah Khomeini menyampaikan bahwa nuklir yang ditujukan untuk senjata nuklir dilarang oleh agama, dan bersifat haram (www.abna.ir). Sebagai tuan rumah, Iran berhasil meyakinkan pada negara anggota GNB bahwa kedatangan mereka ke Teheran tidak sia-sia. Iran memperlihatkan bahwa mereka hanyalah korban dari kejahatan terorisme yang dilakukan oleh Mossad (Israel). Termasuk pembunuhan terhadap ilmuan-ilmuan Iran. Iran menunjukkan pada perwakilan negara terkait dengan program nuklir yang mereka miliki. Ini dilakukan dengan mengajak perwakilan untuk langsung menuju reaktor nuklir yang ada di negaranya. Lebih jauh Hiro mengungkapkan bahwa boikot yang dilakukan oleh Israel dan AS sangat salah, dan tidak memberikan dampak apapun terkait dengan kehadiran negara anggota GNB. Ban Ki Mon juga mengkritik penanganan nuklir Iran yang dilakukan oleh Negara Barat. Sebagai penulis dalam Iranian Labyrin di New York, Hiro juga mengangkat isu Suriah dengan menyebutkan bahwa keberadaan Iran disana 6

tidak memberikan dampak yang luas. Pemberian senjata pada pemerintah hanya sekedar isu saja. Kedua, tulisan dalam journal issue brief Indian council and world affairs dari Dr. Zakir Hussain (2012) dengan judul Tehran NAM Summit and Future Arab Politics. Dalam tulisanya Zakir lebih banyak menganalisis tentang arti penting pertemuan di Iran dengan keamanan di Timuir Tengah. Dalam prespektif Zakir, ada dua point penting dari pertemuan di Teheran, pertama terkait dengan program nuklir Iran. Kedua, tentang dampak sanksi yang telah dilakukan oleh AS, DK PBB dan Uni Eropa. Dalam poin kedua ini, Zakir memaparkan data seputar kondisi ekonomi politik Iran dalam kurung empat tahun ke belakang. Dimulai dari tingkat pengangguran serta kondisi sektor makro ekonomi. Data menunjukkan bahwa Iran telah mengalami peningkatan jumlah pengangguran. Tingkat pengangguran untuk laki-laki bertambah sebesar empat persen, sedangkan untuk perempuan mencapai sepuluh persen. Dalam ekonomi makro, Iran hanya mampu meningkatkan ekonomi makronya sebesar dua persen pada 2009. Dalam konteks ini Iran mengalami stagnasi dalam ekonominya. Pertemuan anggota GNB di Iran merupakan keuntungan sejarah yang harus dimanfaatkan. Bukan hanya dalam konteks anggota GNB, tapi juga terkait dengan hubungan Iran dengan beberapa negara tetangganya. Sebab, hubungan Iran dengan beberapa tetangganya, terutama dengan Mesir, dan negara teluk mengalami 7

degradasi. Hubungan Iran dengan tetangganya seringkali tidak harmonis, dan salah satu penyebabnya adalah upaya Iran dalam meningkatkan kapasitas uraniumnya. Sehingga keberhasilan Iran untuk menjadikan pertemuan GNB sebagai modal besar dalam membangun hubungan diplomasi yang lebih transparan. Kedatangan presiden mesir untuk pertama kalinya pasca perjanjian Camp David dapat dijadikan sebagai momentum dalam membangun relasi yang lebih kooperatif dan sinergis. Dalam tulisanya Zakir juga menyebutkan bahwa sanksi barat telah berdampak pada ekonomi Iran, sehingga Iran mengharapkan keberlanjutan perdagangan dengan negara anggota GNB, lebih khusunya sesama negara Timur Tengah. Iran juga menjadikan forum tersebut sebagai pertemuan silaturrahmi dengan negara Arab untuk dapat menunjukkan jati dirinya sebagai muslim brotherhood. Negara yang menunjung tinggi kebersamaan yang didasarkan pada persamaan agama, meskipun mayoritas Syiah, Iran tetap akan melanjutkan hubunganya dengan muslim Sunni. Dalam essay yang ditulis oleh Multilateralism and the Non-Aligned Movement: What Is the Global South Doing and Where Is It Going?. Essay yang ditulis oleh Sally Morphet (2004) ini lebih menjelaskan arti penting GNB dalam percaturan politik global. Hal ini disebabkan perubahan arah perpolitikan yang tidak lagi tersentral pada kekuatan AS dan Rusia saja, namun telah muncul kekuatan lain yang mampu mengalahkan AS dan Rusia. Yaitu kekuatan ekonomi yang dimiliki oleh China. Sehingga arah diplomasi, hubungan antar negara GNB bisa terpecah dalam klan negara-negara tertentu. Maka GNB diarahkan untuk bisa memandang kembali arah kebijakan yang diambil. 8

Disisi lain Morphet juga mencoba melihat perjalanan GNB terutama Pasca Perang Dingin. Peran dan pengaruh GNB sebagai wadah yang bisa menyatukan GNB tidak terlalu signifikan. Jumlah anggota GNB yang begitu besar telah membawa dampak pada pola hubungan yang tidak idiologis, tapi mengarah pada pragmatis. Maka tidak heran, beberapa negara yang termasuk dalam GNB sering terlibat pertikaian, baik dalam bentuk terror maupun dalam bentuk perang fisik. Secara menyeluruh telah terjadi perubahan spirit yang dilakukan oleh anggota GNB. Hal ini diakibatkan oleh semakin menguatnya China. Negara ini memberi warna tersendiri bagi keberlanjutan GNB. Padahal jika ditilik lebih lanjut, maka sebenarnya GNB merupakan mayor dalam politik internasional. Artinya GNB harus mampu merubah arah perpolitikan internasional, menjadi pioner dalam perubahan global. Tidak hanya berkutat pada wacana, dan deklarasi yang tidak memberikan dampak real. Dari segi jumlah, GNB seharusnya mampu membawa perubahan, meskipun mereka secara keseluruhan merupakan negara-negara yang sedang berkembang (James Martin Center for Nonproliferation Studies, 2012). Arah hubungan antar anggota GNB perlu disingkronkan dengan agenda yang ingin dicapai. Sehingga GNB kedepan mampu menjadi aktor penting, seperti yang terjadi pada masa awal berdirinya. Dalam konteks kasus Iran, maka terlihat bahwa pemerintah Iran berupaya untuk mencapai target diplomatiknya dengan Government to Government. Dengan melakukan dialog langsung antar pemerintah yang hadir di forum GNB. Iran 9

memanfaatkan kesempatan ini untuk menguatkan posisinya dalam politik internasional. Termasuk memperlihatkan pada dunia, bahwa isolasi yang dikumandangkan oleh Negara Barat tidak mempunyai korelasi positif dengan fakta yang sesungguhnya. Pemerintah Iran berupaya melakukan diplomasi multilateral dalam forum GNB (www.searh.proquest). Diplomasi yang dijalankan untuk mencapai kepentingan nasional yang maksimal. Iran ingin memperlihatkan bahwa Iran sedang tidak berada pada posisi tertekan, melainkan menjadi pemain baru dalam tatanan perekonomian dunia. D. Kerangka Berpikir Diplomasi Pelaksanaan politik luar negeri sebuah negara salah satunya dijalankan melalui diplomasi. Diplomasi dalam kamus Chamber s Twentieth Century (S.L Roy, 1995, h. 2) seni berunding, terutama dalam hal perjanjian antar negara. Sedangkan menurut K. M Panikar seni mengedepankan, atau menjalankan kepentingan suatu negara terhadap negara lain (S.L Roy, 1995, h, 3). Artinya, jika ingin mendapatkan sebuah pencapaian politik luar negeri, maka salah satu cara, metodologi yang digunakan adalah diplomasi. Diplomasi merupakan manajemen hubungan antar negara. Dari prespektif negara, diplomasi merupakan proses implementasi politik luar negeri yang dilakukan melalui korespondensi, pertukaran pandangan, lobi, kunjungan maupun ancaman 10

(R.P Barston, 1988, h. 1-2). Proses ini dilakukan melalui pengiriman, penerimaan, penginterpretasian pesan baik secara lisan maupun tulisan dengan tujuan menyampaikan niat maupun ketertarikan terhadap sebuah isu. Termasuk didalamnya untuk mendapatkan dukungan atau persetujuan dalam bidang tertentu. Diplomasi dalam prespektif ini adalah suatu format negosiasi yang memiliki keberlanjutan dimana terjadi pertukaran pandangan untuk mendapat persetujuan, bisa dilakukan secara terbuka maupun tertutup (Mark Webber and Michael Smith, 2002). G.R Barrige menyebutkan bahwa cara pengimplementasian diplomasi dapat dilakukan melalui beberapa bentuk. 1. Direct tellecomunication, 2. Bilateral Diplomacy, 3.Multilateral Diplomacy, 4.Summitry, 5.Mediation. Tiap-tiap cara tergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Sehingga dalam konteks ini penulis lebih menitik beratkan pada cara yang kedua dan ketiga, yaitu bilateral dan multilateral diplomasi. Disebut bilateral karena hanya dilakukan oleh dua negara, sedangkan multilateral diplomasi karena melibatkan banyak negara didalamnya. Di abad ini, diplomasi multilateral banyak bermunculan dan digunakan dalam hubungan antar negara. Diplomasi multilateral terrefleksi melalui organisasi internasional seperti PBB, IMF, dan GNB. Nicholas Bayne menjelaskan bahwa unsur resmi pemerintah sebagai aktor yang berperan dalam diplomasi dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu lembaga eksekutif dan lembaga legeslatif. Kedua lembaga tersebut memiliki peran dan fungsi dalam diplomasi. Lembaga eksekutif memiliki peran sebagai lembaga yang secara praktis mennetukan strategi, koordinasi antar departemen dan terlibat langsung dalam 11

perundingan dan lobi-lobi. Dan untuk menghasilkan diplomasi yang optimal diperlukan sinergi diantara aktor tersebut. 1. Bilateral Diplomacy Diplomasi bilateral juga sering disamakan dengan diplomasi konvensional. Diplomasi yang sering dipakai dalam hubungan antar negara. Istilah ini sudah mulai diperkenalkan sejak adanya perjanjian di Wina. Arti diplomasi bilateral itu sendiri merupakan komunikasi antara dua negara dalam satu waktu, dan tidak lebih dari dua negara (G.R. Berridge, 2005, h, 108). Sehingga dalam prakteknya diplomasi bilateral sering dijadikan ajang yang paling tepat dalam membangun kerjasama yang konstruktif antar negara. Bilateral diplomasi dapat dilakukan dengan beberapa cara. Diantaranya dengan mendirikan perwakilan diplomatik antar kedua negara. Perwakilan tersebut berfungsi sebagai sumber informasi dan konsolidasi antar kedua negara yang melakukan kerjasama. Formulasi pendirian perwakilan diplomatik sudah diatur dalam konvensi Wina (G.R. Berridge, 2005, h, 115). Dengan memberikan penjelasan tentang fungsi dan kedudukanya. Fungsi perwakilan diplomatik yang disebutkan oleh konvensi Wina diantaya sebagai representasi negara, negosiator dan mempererat hubungan negara tersebut. Sedangkan kekebalan diplomatik yang didapatnaya menjadi tanda kedaulatan negara tersebut. 12

Disamping pendirian perwakilan, bilateral diplomasi juga dapat dilakukan melalui komunikasi langsung. Bisa dilaksanakan via vis to vis atau melalui telepon maupun telekonfrens. Dalam beberapa kasus, seringkali pendirian perwakilan diplomatik ditandai dengan nota kesepahaman kedua negara. Baik berupa MoU maupun perjanjian biasa. Setelah itu baru diadakan pembicaraan proses pendirian diplomatik. Adapun di dalam melakukan kerjasama bilateral, biasanya negara memperhatikan beberapa variabel yang bisa dijadikan analisis mendasar dalam melakukan kerjasama antara dua negara. Menurut Holsti (1980: 210), variabel-variabel dalam kerjasama bilateral diantaranya yaitu: 1. Kualitas dan kuantitas kapabilitas yang dimiliki suatu negara 2. Keterampilan mengarahkan kapabilitas tersebut untuk mendukung berbagai tujuan 3. Kredibilitas ancaman dan ketergantungan 4. Derajat kebutuhan dan ketergantungan 5. Responsibilitas dikalangan pembuat keputusan Pemaparan Holsti menjadi basis yang bisa digunakan dalam menganalisis jalinan kerjasama bilateral antar negara. 13

2. Multilateral Diplomacy Diplomasi secara konseptual merupakan hal yang baru dalam hubungan internasional. Diplomasi sendiri mulai diterapkan pada abad ke 20-, terutama pasca terjadinya Perang Dunia kedua. Multilateral diplomasi sebenarnya masih dalam tahap pengembangan secara konseptual (G.R.Barridge, 2005, h, 151). Dan pembahasanya masih tergolong sangat muda, baik sebagai teori maupun sebagai bahan kajian. Namun sudah ada pengertian dari Berridge yang mengatakan bahwa multilateral diplomacy adalah konfrensi yang dihadiri oleh tiga atau bahkan lebih negara. Defenisi ini kemudian dikuatkan oleh Tariqul Islam mendefenisikanya multilateral diplomasi merujuk pada jumlah negara yang hadir dalam pertemuan tersebut. Tariqul Islam mendefenisikanya sebagai sebuah hubungan tiga negara atau lebih untuk mencari solusi terhadap permasalahan yang dihadapi (Angela Kingsley, 2009, h, 28). Keohane (1990: 731) negara diangggap telah melakukan diplomasi multilateral, praktis koordinasi kebijakan nasional dalam tiga negara atau lebih, termasuk pengaturan secara ad hoc oleh sebuah instutusi (Angela Kingsley, 2009). Sehingga jika ditilik lebih jauh ketiga pendapat diatas sepakat untuk mengatakan bahwa multilateral diplomasi merupkan proses komunikasi oleh tiga negara atau lebih. Multilateral diplomasi juga erat kaitanya dengan proses pengambilan keputusan oleh negara dan diidentifikasi oleh adanya tujuan bersama, atau target bersama ketiga atau lebih negara tersebut. Dalam konteks sekarang ini maka keberadaan multilateral diplomasi juga terjadi pada konteks global goverment. Hal ini terjadi pasca menguatkanya organisasi 14

regional, maupun internasional pasca perang dunia kedua. Konteks global governance juga erat kaitanya dengan struktur pemerintahan bersama dalam wadah sebuah organisasi. Seperti yang terjadi pada UN, GNB, dan WTO. Lebih jauh Kaufaman (1988, h. 1-2) mengidentifikasikan bahwa mengutanya multilateral diplomasi diakibatkan oleh kebutuhan terhadap model dan metode hubungan diplomatik yang menuntut negara secara obejektif untuk melakukan komunikasi yang lebih umum. Dalam penjelesanya Kaufmann mengatakan bahwa konfrensi diplomasi dan multilateral diplomacy mempunyai subtansi yang berbeda. Jika multilateral diplomasi dikaitkan dengan kontak atau komunikasi yang melibatkan dua tau lebih negara, tapi tidak mesti dalam sebuah framework intergovernmental. Secara jelas yang dimaksud adalah tidak semua multilateral diplomasi merukan konfrensi diplomasi, tapi semua konfrensi diplomasi merupkan multilateral diplomasi (Angela Kingsley, 2009, h. 29-30). Dalam konteks kasus Iran, maka terlihat bahwa pemerintah Iran berupaya untuk mencapai target diplomatiknya dengan Government to Government. Pemerintah Iran berupaya melakukan diplomasi multilateral dalam forum GNB. E. Argumen Utama Keberhasilan Iran dalam menyelenggarakan KTT GNB ke XVI di Teheran ditengah sanksi dan isolasi negara Barat, dikarenakan Iran melakukan beberapa hal penting, Pertama, Iran melakukan dialog dengan negara-negara angggota GNB baik yang secara langsung dengan Ahmadinejad, menteri luar negeri dan para Rahbar. 15

Dialog ini mengarahkan pada kerjasama, terutama dalam bidang politik dan ekonomi. Termasuk didalamnya kedatangan perwakilan Iran dalam pertemuan antar menteri yang diadakan di Bali, menjelang lima puluh tahun lahirnya GNB. Kedua, Iran mengajak dan memberikan keleluasaan bagi para anggota GNB untuk meninjau langsung pusat pengayaan uranium nuklir Iran. Sebenarnya bukan hanya anggota GNB, namun juga pengawas IAEA. Meskipun dengan IAEA selalu terjadi tarik ulur. Namun dengan negara anggota GNB, Iran ingin membuktikan bahwa nuklir yang sedang mereka kembangkan ditujukan buat kepentingan public, bukan kepentingan militer. Ketiga, Iran meyakinkan negara anggota dengan memberikan pemahaman bahwa nuklir yang digunakan untuk membuat senjata, tidak dibenarkan oleh agama. Hal ini ditunjukkan pada saat pembukaan GNB di Iran. Pimpinan tertinggi Iran Ayatullah Ali Khameini secara gambling menyatakan bahwa penggunaan nuklir dengan tujuan sebagai senjata permusnah masal merupakan hal yang haram. Bukan hanya Ali Khameini para rahbar juga mengatakan hal yang sama. Iran ingin menunjukkan bahwa secara idiologis pembuatan senjata nuklir merupakan tindakan yang amoral berlawanan dengan akidah yang diyakini oleh Iran. F. Metode Penelitian Jenis penelitian berdasarkan judul dan permasalahan diatas adalah deskriptif analitis, yaitu penelitian yang bermaksud untuk membuat deskripsi mengenai suatu situasi atau kejadian secara sistematis dan faktual. Metode penelitian yang digunakan 16

adalah metode penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang mencoba memahami arti peristiwa dan kaitanya pada situasi-siuasi tertentu (pendekatan fenomenologis). Untuk mendapatkan data-data yang berhubungan dengan penelitian ini, penulis menggunakan teknik kepustakaan dengan data sekunder yang tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen baik buku teks, jurnal, serta data-data dari internet. G. Jangkauan Penelitian Agar lebih fokus dalam melakukan penelitian ini, maka penulis menggunakan waktu pada tahun 2012. Waktu tersebut sebelum dan sesudah koferensi. Namun demikian, jika ada data terkait dan mempunyai hubungan yang dapat mempengaruhi studi diatas tetap akan dijadikan sebagai rujukan. H. Sistematika Penulisan Penelitian ini akan dibagi ke dalam lima bagian yang terdiri dari Bab I, yang merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, kerangka pemikiran, argumen utama, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan. Selanjutnya pada Bab II membicarakan tentang sanksi yang didapatkan Iran, dan cara Iran mengatasi masalah tersebut. Bab III akan dibahas diplomasi yang dijalankan Iran menjelang KTT Non Blok di Teheran, Bab VI akan membahas diplomasi yang dijalankan Iran selama berlangsungnya GNB. Bab V Kesimpulan. 17