BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut perspektif sebuah negara, diplomasi terdiri dari perumusan,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut perspektif sebuah negara, diplomasi terdiri dari perumusan,"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut perspektif sebuah negara, diplomasi terdiri dari perumusan, pembentukan dan implementasi kebijakan luar negeri. Diplomasi adalah instrumen negara melalui perwakilan formal maupun tidak formal, serta aktoraktor lain yang mengartikulasikan, mengkoordinasikan dan mewujudkan kepentingan yang lebih luas menggunakan korespondensi, pembicaraan rahasia, pertukaran pandangan, lobi-lobi, kunjungan-kunjungan dan aktivitas lainnya. Hal tersebut juga ditunjukkan oleh Sumaryo Suryokusumo dalam bukunya Praktik Diplomasi dimana diplomasi dipahami sebagai bagian yang vital dalam kehidupan negara dan menjadi sarana utama dalam menangani masalah internasional demi terwujudnya idealisme perdamaian dunia. Pemerintah melaksanakan diplomasi dengan tujuan mendapatkan dukungan bagi terlaksananya kepentingan-kepentingan nasional. Diplomasi

2 adalah sebuah proses politik untuk memelihara kebijakan luar negeri suatu negara dalam mempengaruhi sikap dan kebijakan negara lainnya. 1 G. R. Berridge dalam bukunya Diplomacy: Theory and Practice menjelaskan bahwa kegiatan diplomasi dapat dilakukan secara bilateral maupun multilateral. Bilateral diplomasi berbasis state-to-state di mana masing-masing negara menekankan pada efektifitas komunikasi diplomatik melalui perwakilan formal kedua pihak. Multilateral diplomasi lebih melibatkan banyak pihak, termasuk beberapa negara dan organisasi internasional. Pemerintah melaksanakan diplomasi multilateral di mana kesepakatan internasional dibutuhkan dalam isu-isu tertentu. Konsep ini mengandung pemahaman liberal yang menekankan pada pentingnya perhatian khalayak akan keberlangsungan kekuasaan pemerintah. 2 Asumsinya jika pemerintah bertanggung jawab secara demokratis di dalam negeri, secara tidak langsung akan berimplikasi pada tanggungjawabnya pada dunia internasional. Otoritas sebuah negara akan lebih efektif jika dapat membawa perhatian pemerintahan internasional. Alat utama dalam melaksanakan pekerjaan diplomasi adalah perundingan-perundingan dan permusyawaratan-permusyawaratan. 1 Sumaryo Suryokusumo, Praktik Diplomasi, (Cetakan I, Jakarta: BP Iblam, 2004), hlm G. R. Berridge, Diplomacy: Theory and Practice, 2nd Edition, (Basingstoke: Palgrave MacMillan, 2002), hlm

3 Perundingan-perundingan ini ada yang dilahirkan atau dilaksanakan dengan mengadakan pertemuan-pertemuan dan konferensi-konferensi dan ada pula yang dilakukan dengan perantaraan surat atau pertukaran nota serta yang lainnya. Menurut hukum internasional dan yang biasa diakui secara umum bahwa hak untuk membuka hubungan diplomatik itu berasal dari pengakuan sebagai suatu negara yang berdaulat. Dalam prakteknya, suatu negara memberikan pengakuan terlebih dahulu dan kemudian membuka hubungan diplomatik. Suatu negara membuka hubungan diplomatik dengan negara yang lain atas dasar persamaan hak dan kedaulatan. Para pihak saling mengirim wakilnya ke wilayah negara yang lain. Selain mengirim wakilnya, juga dirundingkan hal-hal yang merupakan kepentingan bersama untuk meningkatkan hubungan antar kedua pihak, mencegah kesalahpahaman ataupun menghindari terjadinya sengketa. Pada tahun 1974 terdapat suatu perkembangan baru dalam hukum internasional, yaitu mengenai pengakuan terbatas kepada gerakan-gerakan pembebasan nasional yang dimungkinkan untuk ikut dalam United Nations (PBB) atau organisasi-organisasi internasional lainnya. Akan tetapi pengakuan terbatas mengenai gerakan-gerakan pembebasan tersebut masih bersifat universal dan masih mendapat penolakan khususnya dari negaranegara barat, dikarenakan dalam UN Charter (Piagam PBB) tidak ada isi

4 ketentuan mengenai peninjauan dan gerakan-gerakan pembebasan yang bukan bagian dari subjek hukum internasional. 3 Banyaknya negara-negara dan berbagai macam organisasi internasional yang mendukung kemerdekaan Palestina tetapi sampai hari ini sama sekali belum merubah wajah Palestina. Berbicara mengenai negara sebagai salah satu subjek hukum internasional, maka yang harus diketahui adalah syarat tentang pembentukan negara itu sendiri. Selanjutnya untuk dikatakan sebagai negara haruslah memenuhi unsur-unsur tertentu. Palestina merupakan kasus yang sangat kontroversial di dalam hukum internasional. Beberapa alasannya adalah: 1. Palestina mengklaim dirinya sebagai negara merdeka namun pada kenyataannya tidak mampu mengontrol wilayah yang diklaimnya. 2. Palestina mampu mengadakan hubungan diplomatik dengan negara lain, yakni diakui oleh semua negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI). 3. Palestina belum menjadi negara anggota PBB, hanya sebatas sebagai negara observer. 4. Palestina mempunyai penduduk yang tetap, pemerintahan yang berdaulat tetapi ada dualisme kepemimpinan, yakni Harakah Muqawammah Al-Islamiyyah (HAMAS) dan Fatah. 3 Andrian Kamil, Status Kedudukan Negara Palestina Di Dunia Internasional Berdasarkan Hukum Internasional, tanggal 9 Desember 2011.

5 5. Israel ketika mendeklarasi diri sebagai negara yang merdeka justru diakui oleh mayoritas negara-negara termasuk PBB walaupun batas wilayahnya masih bermasalah dengan negara-negara tetangganya. 4 Isu pengajuan keanggotaan Palestina sebagai anggota penuh PBB dipandang sebagai sebuah proses diplomasi meskipun pada tanggal 11 November Sidang Umum Majelis PBB tidak dapat menerima Palestina sebagai anggota penuh PBB. Dengan mengamati perkembangan isu pengajuan keanggotaan Palestina dalam PBB, banyak yang berargumen bahwa Palestina akan menggunakan dua jalur diplomasi baik secara bilateral maupun multilateral. Hal tersebut dipilih untuk mencapai tujuan utama diakuinya Palestina sebagai entitas negara berdaulat. Adapun Palestina dipercaya mampu mempengaruhi pemikiran para kepala negara yang bukan merupakan sekutu atau aliansi dari negara-negara besar dengan pendekatan persuasif atas nama keadilan dan perdamaian internasional. Palestina adalah sebuah negara yang sedang memperjuangkan kemerdekaannya. Dalam tujuannya itu terbentuklah Gerakan Pembebasan Palestina (Palestine Liberation Organization/PLO) yang merupakan wakil 4 Hanief, Subjek Hukum Internasional, tanggal 9 Desember 2011.

6 resmi Palestina di dunia internasional. Setelah menjadi observer tetap di PBB, banyak negara memberikan pengakuan kepada PLO dan membuka hubungan diplomatikya. Walaupun umumnya hubungan diplomatik dilakukan oleh negara-negara yang merdeka dan berdaulat, namun hal ini tidak menghalangi negara-negara yang mengakui PLO untuk membuka hubungan diplomatik dengan Palestina. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis sangat tertarik untuk memilih judul HUBUNGAN DIPLOMATIK PALESTINA DENGAN NEGARA LAIN DALAM STATUSNYA SEBAGAI SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL. B. Perumusan Masalah Dari fakta-fakta tersebut maka dalam skripsi ini akan dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana sebenarnya status Palestina sebagai suatu subjek hukum internasional dalam perspektif hukum internasional? 2. Bagaimana hubungan diplomatik yang dilakukan oleh Palestina dengan Indonesia? C. Tujuan Penulisan Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :

7 1. Untuk mengetahui status Palestina sebagai subjek hukum internasional dalam perspektif hukum internasional. 2. Untuk mengetahui hubungan diplomatik yang dilakukan Palestina dengan Indonesia. D. Keaslian Penulisan Judul skripsi ini adalah HUBUNGAN DIPLOMATIK PALESTINA DENGAN NEGARA LAIN DALAM STATUSNYA SEBAGAI SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL, yang diajukan dalam rangka memenuhi tugas-tugas dan syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum. Judul skripsi ini sudah ada sebelumnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, namun skripsi ini memuat materi yang berbeda dan membahas lebih jauh mengenai status Palestina di mata internasional dan hubungan diplomatik yang dilakukan oleh Palestina. Penulisan skripsi ini berdasarkan referensi buku-buku, media cetak, dan elektronik. Oleh karena itu, penulisan ini merupakan sebuah karya asli sehingga tulisan ini dapat dipertanggungjawabkan. E. Tinjauan Kepustakaan Diplomasi adalah instrumen negara melalui perwakilan formal maupun tidak formal, serta aktor-aktor lain yang mengartikulasikan,

8 mengkoordinasikan dan mewujudkan kepentingan yang lebih luas menggunakan korespondensi, pembicaraan rahasia, pertukaran pandangan, lobi-lobi, kunjungan-kunjungan dan aktivitas lainnya. Secara umum, subjek hukum diartikan sebagai setiap pemegang, pemilik, atau pendukung hak dan pemikul kewajiban berdasarkan atau menurut hukum.dengan kemampuan sebagai pemilik, pemegang, ataupun pendukung hak dan pemikul kewajiban, secara tersimpul juga adanya kemampuan untuk mengadakan hubungan-hubungan hukum antara sesamanya. Hubungan-hubungan hukum itulah yang selanjutnya melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang bersangkutan. Pada awal mula dari kelahiran dan pertumbuhan hukum internasional, hanya negaralah yang dipandang sebagai subjek hukum internasional. Hal ini bisa dimengerti, sebab pada masa awal tersebut tidak ada atau jarang sekali ada pribadi-pribadi hukum internasional yang lain selain daripada negara yang melakukan hubungan-hubungan internasional. Menurut teori ini seperti yang dikemukakan Hans Kelsen dalam bukunya Principles of International Law dengan logika dan analisis yang sukar dibantah, apa yang dinamakan hak dan kewajiban negara sebenarnya adalah hak dan kewajiban semua manusia yang merupakan anggota masyarakat yang mengorganisir dirinya dalam negara itu. Dalam pandangan

9 teori Kelsen ini, negara tidak lain dari suatu konstruksi yuridis yang tidak akan mungkin ada tanpa manusia-manusia sebagai anggota masyarakat negara itu. Dewasa ini, yang diakui sebagai subjek hukum internasional adalah: 1. Negara Negara merupakan subjek hukum internasional yang paling tua usianya karena negaralah yang pertama-tama muncul sebagai subjek hukum internasional dan belakangan baru diikuti oleh kemunculan subjek-subjek hukum internasional lainnya. Demikian pula negara merupakan subjek hukum internasional yang paling utama, sebab negara dapat mengadakan hubungan-hubungan internasional dalam segala bidang kehidupan masyarakat internasional, baik dengan sesama negara maupun dengan subjeksubjek hukum internasional lainnya. 2. Organisasi Internasional Berdirinya organisasi internasional pada hakekatnya didorong oleh keinginan untuk meningkatkan dan melembagakan kerjasama internasional secara permanen dalam rangka mencapai tujuan bersama. Pelembagaan kerjasama internasional dengan cara mendirikan organisasi internasional dalam beberapa hal memang

10 lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan kerjasama internasional secara multilateral maupun bilateral saja. 3. Palang Merah Internasional (International Committee for the Red Cross ICRC). Palang Merah Internasional yang berkedudukan di Jenewa, Swiss mempunyai tempat tersendiri dalam sejarah hukum internasional. Boleh dikatakan bahwa organisasi ini sebagai subjek hukum yang lahir karena sejarah. Pada awal mulanya, Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam ruang lingkup nasional yang bertujuan memberikan bantuan dan pertolongan yang berlandaskan dan berjiwakan kemanusiaan universal kepada setiap orang anggota pasukan yang menjadi korban dalam pertempuran yang sedang berlangsung tanpa memandang kawan maupun lawan, kebangsaan, etnis, agama, dan lain-lain. 4. Takhta Suci (Vatikan) Takhta Suci (Vatikan) merupakan suatu contoh dari suatu subjek hukum internasional yang telah ada sejak dahulu di samping negara. Hal ini merupakan peninggalan sejarah sejak zaman dahulu ketika Paus bukan hanya merupakan kepala gereja Roma, tetapi memiliki pula kekuasaan duniawi. Hingga sekarang Takhta Suci (Vatikan) mempunyai perwakilan diplomatik di banyak ibukota

11 terpenting di dunia yang sejajar kedudukannya dengan wakil diplomatik negara-negara lain. 5. Organisasi Pembebasan atau Bangsa yang Memperjuangkan Hak- Haknya. Organisasi pembebasan atau bangsa yang sedang berjuang ini dapat diakui sebagai subjek atau pribadi hukum internasional, sifatnya hanyalah sementara waktu saja, yakni selama dia berjuang untuk mewujudkan cita-cita dan tujuannya. 6. Kaum Pemberontak (Belligerent). Berbeda dengan organisasi pembebasan yang munculnya karena rakyat wilayah jajahan menghadapi penjajahnya atau bergolak menghadapi bangsa lain yang menindasnya, kaum pemberontak ini pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam negeri suatu negara berdaulat. 7. Orang Perorangan (Individu) Kedudukan individu sebagai subjek hukum internasional sudah tidak perlu diragukan lagi. Dalam perjanjian Versailles tahun 1919 yang mengakhiri Perang Dunia I antara Jerman dengan Inggris dan Prancis, dengan masing-masing sekutunya, sudah terdapat pasalpasal yang memungkinkan orang perorangan mengajukan perkara ke hadapan Mahkamah Arbitrase Internasional, sehingga dengan

12 demikian sudah ditinggalkan dalil lama bahwa negara yang bisa menjadi pihak di hadapan suatu peradilan internasional. Meningkatnya kerja sama antarnegara dalam menggalang perdamaian dunia demi kesejahteraan manusia berdasarkan kemerdekaan dan keadilan social maka tugas misi diplomatik dalam pelaksanaannya semakin meningkat pula. Pengaturan diplomatik khususnya perkembangan kodifikasi hukum diplomatik memang tidak begitu pesat sebelum didirikannya Badan Perwakilan Bangsa-Bangsa. Dewasa ini, sebagai landasan yuridis untuk membuka hubungan diplomatik antarnegara, dapat kita pergunakan ketentuan Pasal 2 Konvensi Wina 1961 yang menggariskan: the establishment of diplomatic relations between states, and of permanent diplomatic missions, take place by mutual consent. yang artinya, pembentukan hubungan diplomatik antara negara-negara, dan misi diplomatik tetap, berlangsung dengan kesepakatan bersama. Pada umumnya fungsi seorang agen diplomatik akan berakhir jika sudah habis masa jabatan yang dipercayakan kepadanya untuk menjalankan misi diplomatik di negara penerima. Tugas itu dapat pula berakhir jika ia ditarik kembali (recall) oleh pemerintahnya karena tidak disukai lagi persona non-grata yang tentu saja mengakibatkan diplomat yang bersangkutan

13 diakhiri tugasnya. Jika antara negara pengirim dan negara penerima terlibat dalam suatu konflik bersenjata atau perang, tugas seorang diplomat juga dapat terganggu (terhenti), dan lazimnya ia dipanggil pulang. Apabila kepala negaranya dan kepala negara penerima adalah Raja/Ratu wafat atau turun takhta karena bukan kematian biasa tetapi dikudeta, dapat mengakibatkan seorang agen diplomatik diganti oleh yang baru bila agen diplomatik yang bersangkutan sudah jelas terbukti terlibat dalam kasus terbunuhnya sang Raja/Ratu yang bersangkutan. Berdasarkan perkembangan sejarah, Palestina masih berjuang untuk mendapat pengakuan sebagai negara merdeka melalui jalan kekerasan (perjuangan militan) maupun diplomasi (perundingan). Adapun upaya Palestina menjadi anggota penuh PBB adalah sebuah proposal diplomatik bagi terwujudnya terhadap Palestina merdeka. Dalam hukum internasional, rujukan bagi sebuah bangsa untuk menjadi sebuah negara merdeka adalah Konvensi Montevideo Berdasarkan Pasal 1 disebutkan bahwa negara harus memenuhi empat syarat. Keempat syarat tersebut adalah ada penduduk, wilayah, pemerintahan, dan kemampuan untuk berhubungan dengan negara lain. Syarat terakhir ini membutuhkan pengakuan dari negara lain. Palestina sebenarnya telah memenuhi keempat persyaratan tersebut. Hanya saja terkait dengan pengakuan, meski banyak negara telah mengakui adanya negara

14 Palestina, termasuk Indonesia, Israel dan negara Barat seperti Amerika Serikat (AS) belum memberi pengakuan. Pada tanggal 16 Nopember 1988, Indonesia secara resmi menyambut baik dan mendukung keputusan Palestine National Council (PNC) yang telah memproklamirkan pembentukan Negara Palestina merdeka pada tanggal 15 Nopember 1988 di Alger, Aljazair. Keputusan Pemerintah RI untuk mengakui negara Palestina merdeka sejalan dengan dukungan Indonesia yang konsisten selama ini kepada perjuangan rakyat Palestina untuk memperoleh keadilan dalam memulihkan hak-haknya yang sah maupun dalam menentukan nasib sendiri termasuk mendirikan negara merdeka di tanah Palestina. Sebagai tindak lanjut pengakuan Indonesia terhadap proklamasi kemerdekaan negara Palestina dan dukungan Indonesia terhadap perjuangan rakyat Palestina, maka pada tanggal 19 Oktober 1989 di Jakarta telah ditandatangani Komunike Bersama Pembukaan Hubungan Diplomatik RI- Palestina Tingkat Duta Besar antara Menteri Luar Negeri RI, Ali Alatas dan Menteri Luar Negeri Palestina, Farouq Kaddoumi. Pada hari itu juga, Menteri Luar Negeri Palestina membuka Kedutaan Besar Palestina di Jakarta. F. Metode Penelitian

15 Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, karena dalam penelitian yang dilakukan penulis untuk skripsi ini berdasarkan pada data sekunder yang berasal dari data kepustakaan. G. Sistematika Penulisan Di dalam menguraikan pembahasan skripsi ini, penulis telah berusaha untuk menjabarkan dalam bab per bab. Kelima bab tersebut masing- masing terurai pula dalam sub-sub bab yang penulis sesuaikan pembagiannya dengan maksud dan isi yang diuraikan sebagai berikut: 1. BAB I: PENDAHULUAN Adalah merupakan pendahuluan yang memberikan gambaran umum yang menguraikan mengenai Latar Belakang, Rumusan Permasalahan, Tujuan Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan 2. BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL Adalah bab yang membahas mengenai definisi subjek hukum internasional, perkembangan subjek hukum internasional, dan macam-macam subjek hukum internasional. 3. BAB III: HUBUNGAN DIPLOMATIK ANTAR NEGARA

16 Adalah bab yang membahas mengenai sejarah perkembangan hubungan diplomatik, pembukaan dan berakhirnya misi diplomatik, kekebalan dan keistimewaan diplomatik. 4. BAB IV: HUBUNGAN DIPLOMATIK PALESTINA SEBAGAI SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL Adalah bab yang membahas mengenai perjuangan Palestina menjadi negara merdeka, status Palestina dalam perspektif hukum internasional, dan hubungan diplomatik antara Palestina dan Indonesia. 5. BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN Adalah merupakan bagian penutup yang memuat kesimpulan dan saran.

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL. A. Pengertian Subjek Hukum Internasional

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL. A. Pengertian Subjek Hukum Internasional BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL A. Pengertian Subjek Hukum Internasional Secara umum, subjek hukum diartikan sebagai setiap pemegang, pemilik, atau pendukung hak dan pemikul kewajiban

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Subyek hukum: pemegang, pemilik, atau pendukung hak dan pemikul kewajiban (individu dan badan hukum). Subyek hukum Internasional adalah setiap pemilik, pemegang, atau pendukung

Lebih terperinci

: Diplomasi dan Negosiasi : Andrias Darmayadi, M.Si. Memahami Diplomasi

: Diplomasi dan Negosiasi : Andrias Darmayadi, M.Si. Memahami Diplomasi Mata Kuliah Dosen : Diplomasi dan Negosiasi : Andrias Darmayadi, M.Si Memahami Diplomasi Pada masa kini dengan berkembang luasnya isu internasional menyebabkan hubungan internasional tidak lagi dipandang

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal kemerdekannya, Indonesia memiliki kondisi yang belum stabil, baik dari segi politik, keamanan, maupun ekonomi. Dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol tambahannya serta sumber hukum lain yang menguatkan

Lebih terperinci

HUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

HUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL HUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL Oleh : IKANINGTYAS, SH.LLM Fakultas Hukum Universitas Brawijaya 1 Pengertian Hk. Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional Pengertian Subjek Hukum Internasional

BAB II TINJAUAN UMUM. 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional Pengertian Subjek Hukum Internasional 19 BAB II TINJAUAN UMUM 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional 1.1.1 Pengertian Subjek Hukum Internasional Secara umum subyek hukum diartikan sebagai pendukung / pemilik hak dan kewajiban.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang hampir sama tuanya dengan peradaban kehidupan manusia. Perang merupakan suatu keadaan dimana

Lebih terperinci

Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun

Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun 1967 1972 Oleh: Ida Fitrianingrum K4400026 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian seperti yang diuraikan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 1. Ketentuan UUD 1945: a. Pra Amandemen: Pasal 11: Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan negara lainnya untuk saling memenuhi kebutuhan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan negara lainnya untuk saling memenuhi kebutuhan masing-masing 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hubungan Diplomatik merupakan hubungan yang dijalankan antara negara satu dengan negara lainnya untuk saling memenuhi kebutuhan masing-masing negara, hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa atau lebih dikenal sebagai United Nations

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa atau lebih dikenal sebagai United Nations BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perserikatan Bangsa-Bangsa atau lebih dikenal sebagai United Nations Organization (UNO) lahir pada tanggal 24 Oktober 1945 setelah diratifikasinya Piagam yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya menggunakan pendekatan diplomasi atau negosiasi. Pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya menggunakan pendekatan diplomasi atau negosiasi. Pendekatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara tidak akan mampu berdiri sendiri tanpa mengadakan hubungan internasional dengan negara maupun subyek hukum internasional lainnya yang bukan negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak lahirnya negara-negara di dunia, semenjak itu pula berkembang prinsipprinsip

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak lahirnya negara-negara di dunia, semenjak itu pula berkembang prinsipprinsip BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak lahirnya negara-negara di dunia, semenjak itu pula berkembang prinsipprinsip hubungan internasional, hukum internasional dan diplomasi. Sebagai entitas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promosi dan proteksi Hak Asasi Manusia (HAM) boleh dikatakan telah menjadi agenda internasional. Jika sebelumnya, selama lebih dari 40 tahun, ide dan pelaksanaan HAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan internasional diidentifikasikan sebagai studi tentang interaksi antara beberapa faktor yang berpartisipasi dalam politik internasional, yang meliputi negara-negara,

Lebih terperinci

BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memberikan argumentasi terhadap penyelesaian sengketa internasional secara damai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL A. PENDAHULUAN Dalam pergaulan dunia internasional saat ini, perjanjian internasional mempunyai peranan yang penting dalam mengatur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN

Lebih terperinci

BAB V SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

BAB V SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL BAB V SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memahami kedudukan subyek hukum dalam hukum internasional. SASARAN BELAJAR (SB) Setelah mempelajari

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM DIPLOMATIK TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA PRAKTIK SPIONASE YANG DILAKUKAN MELALUI MISI DIPLOMATIK DILUAR PENGGUNAAN PERSONA NON-GRATA

TINJAUAN HUKUM DIPLOMATIK TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA PRAKTIK SPIONASE YANG DILAKUKAN MELALUI MISI DIPLOMATIK DILUAR PENGGUNAAN PERSONA NON-GRATA TINJAUAN HUKUM DIPLOMATIK TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA PRAKTIK SPIONASE YANG DILAKUKAN MELALUI MISI DIPLOMATIK DILUAR PENGGUNAAN PERSONA NON-GRATA Oleh I. Gst Ngr Hady Purnama Putera Ida Bagus Putu Sutama

Lebih terperinci

JUDUL: NEGARA MIKRO (MICRO NATION)

JUDUL: NEGARA MIKRO (MICRO NATION) KARYA TULIS JUDUL: NEGARA MIKRO (MICRO NATION) DISUSUN OLEH KELOMPOK V: 1. RIKA PUSPITA (10411733000103) 2. NADYA OKTAVIANI C. (10411733000020) 3. SOMA WIJAYA (10411733000099) 4. TUBAGUS REZA (10411733000108)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang berkaitan dengan kepentingan negara yang diwakilinya

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang berkaitan dengan kepentingan negara yang diwakilinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan diplomatik merupakan hal yang penting untuk dijalin oleh sebuah negara dengan negara lain dalam rangka menjalankan peran antar negara dalam pergaulan internasional.

Lebih terperinci

H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si

H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si PASAL 3, DEKLARASI MONTEVIDEO 1933: Keberadaan politik suatu negara, bebas dari pengakuannya oleh negara lain. PERMASALAHAN: 1. Recognition is a political act with legal consequences.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia Tengah dan Asia Tenggara yang terlingkup dalam satu kawasan, yaitu Asia Selatan. Negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah membentuk dunia yang tanpa batas, karena itu negara-negara tidak

BAB I PENDAHULUAN. telah membentuk dunia yang tanpa batas, karena itu negara-negara tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu negara tidak pernah dapat berdiri sendiri dan menjadi mandiri secara penuh tanpa sama sekali berhubungan dengan negara lain. Negaranegara di dunia perlu melakukan

Lebih terperinci

Isi. Pro dan Kontra Palestina masuk PBB

Isi. Pro dan Kontra Palestina masuk PBB Isi Pro dan Kontra Palestina masuk PBB Dari 193 negara anggota Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), 138 negara anggota menyetujui Palestina tidak lagi hanya berstatus sebagai entitas pengamat

Lebih terperinci

PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL

PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL Oleh Ngakan Kompiang Kutha Giri Putra I Ketut Sudiartha Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

ORGANISASI DAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL 2013 ILMU ADMINISTRASI NEGARA UNY UTAMI DEWI

ORGANISASI DAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL 2013 ILMU ADMINISTRASI NEGARA UNY UTAMI DEWI ORGANISASI DAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL 2013 ILMU ADMINISTRASI NEGARA UNY UTAMI DEWI Utami.dewi@uny.ac.id Kedudukan atau kepribadian hukum (legal personality)diperlukan untuk memperoleh keabsahan hukum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a b c d e f bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah suatu negara yang kita kenal seperti udara dan darat juga lautan. Namun masalah kelautan atau wilayah laut tidak dimiliki oleh setiap negara, hanya negara-negara

Lebih terperinci

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA Pada bab ini penulis akan bercerita tentang bagaimana sejarah konflik antara Palestina dan Israel dan dampak yang terjadi pada warga Palestina akibat dari

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL I. UMUM Dalam melaksanakan politik luar negeri yang diabdikan kepada kepentingan nasional, Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periode perjuangan tahun 1945-1949 sering disebut dengan masa perjuangan revolusi fisik atau periode perang mempertahankan kemerdekaan. Periode tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM

Lebih terperinci

PENGAKUAN. AKIBAT: PERMASALAHAN: PASAL 3, DEKLARASI MONTEVIDEO 1933: POLITIK SUATU NEGARA, BEBAS DARI PENGAKUANNYA OLEH NEGARA LAIN

PENGAKUAN. AKIBAT: PERMASALAHAN: PASAL 3, DEKLARASI MONTEVIDEO 1933: POLITIK SUATU NEGARA, BEBAS DARI PENGAKUANNYA OLEH NEGARA LAIN PENGAKUAN. AKIBAT: PERMASALAHAN: PASAL 3, DEKLARASI MONTEVIDEO 1933: POLITIK SUATU NEGARA, BEBAS DARI PENGAKUANNYA OLEH NEGARA LAIN PENGAKUAN Iman Prihandono, Prihandono, SH., MH., LL.M Departemen Hukum

Lebih terperinci

PENGAKUAN. Akibat: Permasalahan: Pasal 3, Deklarasi Montevideo 1933: politik suatu negara, bebas dari pengakuannya oleh negara lain.

PENGAKUAN. Akibat: Permasalahan: Pasal 3, Deklarasi Montevideo 1933: politik suatu negara, bebas dari pengakuannya oleh negara lain. PENGAKUAN Iman Prihandono, SH., MH., LL.M Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Airlangga E-Mail: iprihandono@unair.ac.id Blog: imanprihandono.wordpress.com Pasal 3, Deklarasi Montevideo

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hakikat serta keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa serta

BAB 1 PENDAHULUAN. hakikat serta keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa serta BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat serta keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa serta merupakan anugerah Nya yang

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan Organisasi Internasional itu sendiri, yang sudah lama timbul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan ini memberikan dinamika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah memproklamasikan Kosovo sebagai Negara merdeka, lepas dari Serbia. Sebelumnya Kosovo adalah

Lebih terperinci

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL 1.0 Pendahuluan Hukum internasional, pada dasarnya terbentuk akibat adanya hubungan internasional. Secara spesifik, hukum internasional terdiri dari peraturan-peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewan keamanan PBB bertugas untuk menjaga perdamaian dan keamanan antar negara dan dalam melaksanakan tugasnya bertindak atas nama negaranegara anggota PBB.

Lebih terperinci

2. Perundingan: Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional.

2. Perundingan: Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional. 1. Penjajakan: Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional. 2. Perundingan: Merupakan tahap kedua untuk membahas substansi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing.

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 yang diucapkan oleh Soekarno Hatta atas nama bangsa Indonesia merupakan tonggak sejarah berdirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunant. Bemula dari perjalanan bisnis yang Ia lakukan, namun pada. Kota kecil di Italia Utara bernama Solferino pada tahun 1859.

BAB I PENDAHULUAN. Dunant. Bemula dari perjalanan bisnis yang Ia lakukan, namun pada. Kota kecil di Italia Utara bernama Solferino pada tahun 1859. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Palang Merah terbentuk dari situasi sulit di dunia seperti peperangan dan bencana alam. Awal mula terbentuknya Palang Merah yaitu pada abad ke-19, atas prakarsa seorang

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 185, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 9 HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 9 HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 9 HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER A. Sejarah Hukum Diplomatik Semenjak lahirnya negara-negara di dunia, semenjak itu pula berkembang prinsipprinsip hubungan

Lebih terperinci

Hukum Internasional. Pertemuan XXXIV. Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1

Hukum Internasional. Pertemuan XXXIV. Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1 Hukum Internasional Pertemuan XXXIV Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1 Topik Istilah dan Pengertian Ruang Lingkup Hubungan HI dengan Hukum Nasional Subjek Hukum Internasional Sumber Hukum Internasional

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEMENTERIAN LUAR NEGERI. Dalam sejarah perkembangan Kementerian luar negeri dapat dijelaskan bahwa: 16

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEMENTERIAN LUAR NEGERI. Dalam sejarah perkembangan Kementerian luar negeri dapat dijelaskan bahwa: 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEMENTERIAN LUAR NEGERI A. Sejarah Perkembangan Kementerian Luar Negeri Dalam sejarah perkembangan Kementerian luar negeri dapat dijelaskan bahwa: 16 Tahun 1945-1950 Tugas

Lebih terperinci

HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PERTEMUAN XXVII, XXVIII & XXIX. By Malahayati, SH, LLM

HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PERTEMUAN XXVII, XXVIII & XXIX. By Malahayati, SH, LLM HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PERTEMUAN XXVII, XXVIII & XXIX By Malahayati, SH, LLM 1 TOPIK PRINSIP UMUM JENIS SENGKETA BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA PENYELESAIAN POLITIK PENYELESAIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membedakan ideologi, sistem politik, sistem sosialnya. Maksud memberikan

BAB I PENDAHULUAN. membedakan ideologi, sistem politik, sistem sosialnya. Maksud memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penjelasan umum Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1982 tentang pengesahan Konvensi Wina Tahun 1961 mengenai hubungan Diplomatik beserta protokol

Lebih terperinci

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* Institut Internasional untuk Demokrasi dan Perbantuan Pemilihan Umum didirikan sebagai organisasi internasional antar pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sekumpulan orang yang secara permanen. tertentu, memiliki pemerintahan, dan kedaulatan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sekumpulan orang yang secara permanen. tertentu, memiliki pemerintahan, dan kedaulatan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan sekumpulan orang yang secara permanen menempati wilayah tertentu, memiliki pemerintahan, dan kedaulatan. Keadulatan ini berupa kekuasaan yang dimiliki

Lebih terperinci

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace Pasal 2 (3) dari Piagam PBB - Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa sehingga perdamaian, keamanan dan keadilan internasional tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dapat mengadakan hubungan-hubungan internasional dalam segala bidang

BAB I PENDAHULUAN. negara dapat mengadakan hubungan-hubungan internasional dalam segala bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan subjek hukum internasional yang paling utama, sebab negara dapat mengadakan hubungan-hubungan internasional dalam segala bidang kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN

Lebih terperinci

Westget Mall diperkirakan merupakan supermarket milik Israel yang sering dikunjungi orang-orang asing.

Westget Mall diperkirakan merupakan supermarket milik Israel yang sering dikunjungi orang-orang asing. Westget Mall diperkirakan merupakan supermarket milik Israel yang sering dikunjungi orang-orang asing. Balas campur tangan militer Kenya di Somalia, kelompok al Shabab menyerang sebuah mal di Nairobi,

Lebih terperinci

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan BAB V KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini, penulis akan menyimpulkan jawaban atas pertanyaan pertama yaitu mengapa Kanada menggunakan norma keamanan manusia terhadap Afghanistan, serta pertanyaan kedua yaitu

Lebih terperinci

Konvensi Montevideo 1933

Konvensi Montevideo 1933 Konvensi Montevideo 1933 N E G A R A 1. Penduduk yang tetap; 2. Wilayah yang pasti; 3. Pemerintah; 4. Kemampuan untuk mengadakan hubungan internasional (kedaulatan) PENGERTIAN NEGARA Kelsen Kesatuan ketentuan

Lebih terperinci

1 BAB I 2 PENDAHULUAN

1 BAB I 2 PENDAHULUAN 1 1 BAB I 2 PENDAHULUAN 2.1 1.1 Latar Belakang Masalah Hubungan diplomatik yang terjadi antara dua negara tentu dapat meningkatkan keuntungan antara kedua belah pihak negara dan berjalan dengan lancar.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Wilayah atau teritori adalah salah satu manifestasi paling utama dari kedaulatan suatu negara.oleh karena itu dalam lingkungan wilayahnya tersebut suatu negara

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Hak untuk Menentukan Nasib Sendiri menurut Hukum Internasional dihubungkan dengan Gerakan Organisasi Papua Merdeka Right to Self-Determination Based on International

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human rights atau Hak Asasi Manusia menjadi pembahasan penting setelah perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945. Istilah hak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konflik Hizbullah-Israel dimulai dari persoalan keamanan di Libanon dan Israel yang telah

I. PENDAHULUAN. Konflik Hizbullah-Israel dimulai dari persoalan keamanan di Libanon dan Israel yang telah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik Hizbullah-Israel dimulai dari persoalan keamanan di Libanon dan Israel yang telah terjadi atau mempunyai riwayat yang cukup panjang. Keamanan di wilayah Libanon

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. mempengaruhi sikap kedua negara terhadap negara-negara lain yang tidak terlibat.

BAB IV KESIMPULAN. mempengaruhi sikap kedua negara terhadap negara-negara lain yang tidak terlibat. BAB IV KESIMPULAN Terjadinya Perang Dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat turut mempengaruhi sikap kedua negara terhadap negara-negara lain yang tidak terlibat. Salah satunya adalah sikap yang ditunjukkan

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Pasal 2 (3) dari Piagam PBB Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa

Lebih terperinci

Mengapa HT terus mendesak pemerintah mengirimkan tentara perang melawan Israel?

Mengapa HT terus mendesak pemerintah mengirimkan tentara perang melawan Israel? Hafidz Abdurrahman Ketua Lajnah Tsaqafiyah DPP HTI Inggris melakukan berbagai upaya untuk mendudukkan Yahudi di Palestina namun selalu gagal. Tapi setelah khilafah runtuh dan ruh jihad mati barulah negara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagi berikut. 1. Pandangan Hukum Humaniter Internasional

Lebih terperinci

Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008

Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008 Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008 Perangkat Ratifikasi International Committee of the Red Cross 19 Avenue de la Paix, 1202 Geneva, Switzerland T +41 22 734 6001 F+41 22 733 2057 www.icrc.org KETAATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ikan (illegal fishing), namun juga penangkapan ikan yang tidak dilaporkan

BAB I PENDAHULUAN. ikan (illegal fishing), namun juga penangkapan ikan yang tidak dilaporkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam definisi internasional, kejahatan perikanan tidak hanya pencurian ikan (illegal fishing), namun juga penangkapan ikan yang tidak dilaporkan (unreported

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ANTI KORUPSI, 2003) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK ISLAM PAKISTAN TENTANG KEGIATAN KERJA SAMA DI BIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL Organisasi Kerjasama Islam (OKI) ASEP GINANJAR PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 1. Organisasi Kerjasama Islam (OKI)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban akibat perang seminimal mungkin dapat dikurangi. Namun implementasinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penderitaan. Manusia diciptakan bersuku suku dan berbangsa bangsa untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. penderitaan. Manusia diciptakan bersuku suku dan berbangsa bangsa untuk saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya semua manusia mendambakan untuk hidup dalam suasana damai, tenteram, dan sejahtera, bahkan tak satupun makhluk hidup ini yang suka akan penderitaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efektif dalam mengatur kehidupan serta pergaulan masyarakat internasional.

BAB I PENDAHULUAN. efektif dalam mengatur kehidupan serta pergaulan masyarakat internasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum internasional yang ada pada saat ini memiliki peranan yang sangat efektif dalam mengatur kehidupan serta pergaulan masyarakat internasional. Berkembangnya hukum

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama 1. Berdasarkan ruang

BAB I PENDAHULUAN. kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama 1. Berdasarkan ruang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama 1. Berdasarkan ruang lingkupnya, hukum dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PRESIDEN Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Asia Tenggara yang sangat strategis serta memiliki kekayaan alam yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk menguasai wilayah di Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara sebagai suatu organisasi kekuasaan tertinggi memiliki peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara sebagai suatu organisasi kekuasaan tertinggi memiliki peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara sebagai suatu organisasi kekuasaan tertinggi memiliki peran penting dalam melindungi hak-hak warga negaranya. Dalam menjalankan perannya tersebut, negara

Lebih terperinci

BAB IV DAMPAK PENGGUNAAN DIPLOMASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INDONESIA BELANDA. A. Peran Dunia Internasional dalam Diplomasi

BAB IV DAMPAK PENGGUNAAN DIPLOMASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INDONESIA BELANDA. A. Peran Dunia Internasional dalam Diplomasi BAB IV DAMPAK PENGGUNAAN DIPLOMASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INDONESIA BELANDA A. Peran Dunia Internasional dalam Diplomasi Perundingan yang dilakukan pemimpin Republik Indonesia bertujuan untuk menciptakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melindungi segenap

Lebih terperinci

maka dunia internasional berhak untuk memakai kembali wilayah laut Indonesia dengan bebas seperti sebelumnya 298.

maka dunia internasional berhak untuk memakai kembali wilayah laut Indonesia dengan bebas seperti sebelumnya 298. 115 maka dunia internasional berhak untuk memakai kembali wilayah laut Indonesia dengan bebas seperti sebelumnya 298. Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 tidak hanya memberi keuntungan-keuntungan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak terpisahkan, sehingga apabila kita substitusikan kepada

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak terpisahkan, sehingga apabila kita substitusikan kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adalah suatu menjadi pendapat umum bahwa hakekat manusia itu adalah sebagai kepribadian dan masyarakat.dua unsur eksistensi ini merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan,

Lebih terperinci

RESUME. Amerika Latin merupakan salah satu wilayah di dunia. yang mengalami dinamika sosial-politik yang menarik.

RESUME. Amerika Latin merupakan salah satu wilayah di dunia. yang mengalami dinamika sosial-politik yang menarik. RESUME Amerika Latin merupakan salah satu wilayah di dunia yang mengalami dinamika sosial-politik yang menarik. Salah satu kasus yang mengemuka adalah tergulingnya presiden Honduras, Manuel Zelaya pada

Lebih terperinci

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata 12 Februari 2002 Negara-negara yang turut serta dalam Protokol ini,terdorong oleh dukungan yang melimpah atas Konvensi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia

BAB V KESIMPULAN. Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia BAB V KESIMPULAN Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia berubah dari super power state menjadi middle-power state (negara dengan kekuatan menengah). Kebijakan luar

Lebih terperinci

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM Sebelum PD I studi Hubungan Internasional lebih banyak berorientasi pada sejarah diplomasi dan hukum internasional Setelah PD I mulai ada

Lebih terperinci