CIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH

dokumen-dokumen yang mirip
KONSUMSI DAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA KURANG ENERGI DAN PROTEIN DI NUSA TENGGARA

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan

PROPORSI PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN PADA DAERAH RAWAN BANJIR DI KABUPATEN BOJONEGORO MENUJU EKONOMI KREATIF BERBASIS KETAHANAN PANGAN WILAYAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan

POLA DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA BEBERAPA DESA DI JAWA TIMUR

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial

BAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. 1. Tingkat partisipasi konsumsi rumah tangga di DIY menurut wilayah tempat

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam melakukan kegiatan sehingga juga akan mempengaruhi banyaknya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

ANALISIS PERKEMBANGAN SEWA MENYEWA LAHAN DI PEDESAAN LAMPUNG

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Panel Petani Nasional (PATANAS): Analisis Indikator Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN LAHAN PERTANIAN DI SULAWESI SELATAN*

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

POLA KONSUMSI PANGAN POKOK DI BEBERAPA PROPINSI DI INDONESIA

PERAN SERTA TERNAK SEBAGAI KOMPONEN USAHATANI PADI UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI

POLA PANGAN HARAPAN PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN BANMATI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana mempunyai 13

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINGKAT PENERAPAN DIVERSIFIKASI USAHATANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA

KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

AGRIC Vol.22, No. 1, Juli 2010:67-74 PENDAHULUAN

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA

I. PENDAHULUAN. terlihat dari peranan sektor pertanian dalam penyediaan lapangan kerja, penyedia

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

DESKRIPSI TINGKAT UPAH BURUH TIDAK TERDIDIK DI PEDESAAN, INDONESIA

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENGEMBANGAN MULTI USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

22/02/2017. Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN. Manfaat survei konsumsi pangan. Metode Survei Konsumsi Pangan. Tujuan Survei Konsumsi Pangan

V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BLITAR

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

ANALISIS PROPORSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA PETANI PADI PADA BERBAGAI EKOSISTEM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Analisis Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Perkotaan Dalam Mewujudkan Diversifikasi Konsumsi Pangan (Studi Kasus di Kota Bandar Lampung)

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA

HASIL DAN PEMBAHASAN

ICASEPS WORKING PAPER No. 76

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

PENDAHULUAN Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Tahun Publikasi BPS Kabupaten Lampung Barat

METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur.

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

ANALISIS KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN TINGKAT RUMAH TANGGA (Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Utara)

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang

I. PENDAHULUAN. dalam hal ekonomi rumah tangga mereka. Banyak petani padi sawah khususnya. di pedesaan yang masih berada dalam garis kemiskinan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan

ANALISIS DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI MINA MENDONG PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

PERBEDAAN POLA PANGAN HARAPAN DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN SUKOHARJO (Studi di Desa Banmati dan Kelurahan Jetis)

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

ANALISIS KEBUTUHAN PANGAN DI KECAMATAN RUMBAI PESISIR KOTA PEKANBARU. Niken Nurwati, Enny Mutryarny, Mufti 1)

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan.

ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN DENGAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI PADI DI KABUPATEN KLATEN

BAB V GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gizinya (BKP, 2013). Menurut Suhardjo dalam Yudaningrum (2011), konsumsi

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. terdapat di Indonesia, baik sebagai tanaman liar maupun sebagai tanaman di

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi

Transkripsi:

CIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH Oleh: Achmad Djauhari dan Supena Friyatno*) Abstrak Kelompok rumah tangga adalah sasaran utama dalam program peningkatan dan perbaikan tingkat konsumsi pangan dan gizi. Oleh karena itu, keberhasilan program ini ditentukan oleh kemampuan mengidentifikasi rumah tangga yang menjadi sasaran tersebut. Penelitian ini mencoba mengidentifikasi ciri-ciri rumah tangga defisit energi pada berbagai tipe agroekosistem di pedesaan Jawa Tengah. Penentuan rumah tangga defisit energi dihitung dengan cara membandingkan kebutuhan energi suatu rumah tangga terhadap tingkat konsumsinya. Apabila tingkat konsumsi kurang dari 70 persen dari energi yang dibutuhkannya, maka rumah tangga tersebut dikelompokkan pada kelompok defisit energi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ciri-ciri rumah tangga defisit energi adalah: (a) Adanya perbedaan tingkat konsumsi energi pada berbagai tipe agro-ekosistem dengan sumber energi utama padi-padian; (b) Jumlah anggota rumah tangga umumnya lebih banyak pada semua tipe egro-ekosistem; (c) Sumber pendapatan utama adalah sektor-sektor padat karya (modal dan ketrampilan rendah). (d) Tingkat pendidikan kepala rumah tangga umumnya rendah; dan (e) Penguasaan dan pemilikan lahan sempit, sehingga banyak menjadi sebagai penggarap. Dalam jangka pendek bnplikasi dari penelitan ini, membutuhkan penyuluhan yang lebih intensif tentang konsumsi energi dan gin, seperti melalui peningkatan pemanfaatan lahan pekarangan dan pengadaan asset-asset produktif bagi rumah tangga defisit energi di pedesaan. PENDAHULUAN Tingkat konsumsi energi dan protein secara nasional pada data Neraca Bahan Makanan (NBM) sudah melebihi angka kebutuhan yang ditetapkan oleh Widya Karya Pangan dan Gizi (WKPG) tahun 1988. Berdasarkan data NBM tahun 1987, tingkat konsumsi energi sebesar 2580 Kkal/kapita/hari, sedangkan angka yang ditetapkan oleh Widya Karya Pangan dan Gizi adalah 2380 Kkal/kapita/ hari. Namun demikian, data NBM tidak dapat dipakai sebagai acuan kecukupan konsumsi energi dan protein karena NBM menyajikan data ketersediaan, bukan data yang sebenarnya dikonsumsi oleh rumah tangga ditingkat nasional. Selain itu, tingkat konsumsi energi dan protein ditingkat rumah tangga beragam tergantung dan ciri-ciri demografis, sosial-ekonomi dan potensi sumberdaya setempat. Hasil penelitian kasus di pedesaan Jawa Barat menunjukkan bahwa pola alokasi pengeluaran untuk konsumsi makanan berguna menurut jumlah anggota rumah tangga, saat pencacahan dan potensi desa (Suryana dan Rachman, 1988). Sementara itu, hasil penelitian dengan cakupan yang lebih luas (Indonesia) menunjukkan bahwa ibu rumah tangga mempunyai peran yang besar dalam menentukan pola konsumsi makanan keluarga (Suhardjo, 1989). Dalam program pembangunan pedesaan, khususnya upaya peningkatan dan perbaikan tingkat konsumsi pangan dan gizi kelompok rumah tangga adalah merupakan sasaran utama. Keberhasilan program ini sangat ditentukan oleh kemampuan mengidentifikasi rumah tangga yang menjadi sasaran tersebut, karena karakteristik dan pola hidup rumah tangga pada kondisi kecukupan akan berbeda dengan rumah tangga pada kondisi kekurangan. Berdasarkan hal tersebut, maka tulisan ini bertujuan untuk mencari pengetahuan tentang rumah tangga yang mana patut mendapat perhatian dalam upaya peningkatan dan perbaikan konsumsi pangan dan gizi. Berdasarkan hal ter- *) Staf Peneliti Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. 60

sebut, tulisan ini bertujuan untuk menelaah dan RErt = Kebutuhan energi rumah tangga mengidentifikasi ciri-ciri rumah tangga yang KE = Kebutuhan energi mengalami defisit energi. 'kappa = Kebutuhan energi per kapita N = Jumlah anggota rumah tangga METODA ANALISIS Penentuan suatu rumah tangga yang tergolong ke dalam defisit energi atau tidak, dilakukan dengan membandingkan kebutuhan energi suatu rumah tangga terhadap tingkat konsumsinya. Jika tingkat konsumsi di bawah 70 persen dari kebutuhan, maka rumah tangga tersebut termasuk ke dalam kelompok defisit energi. Kebutuhan energi dihitung dengan menggunakan Unit Konsumen, yaitu satu Unit Kalori (UK) dinilai setara dengan kebutuhan seorang pria dewasa yang bekerja untuk kegiatan ringan yaitu 2380 Kkal/kapita/hari (Hasil Widya Karya Pangan dan Gizi, 1988). Rumus yang digunakan untuk menghitung kebutuhan energi suatu rumah tangga dan perkapita adalah sebagai berikut: UKrt = UKi 1=1 RErt = UKrt x KE REKapita = RE rt : N dimana: UKrt = Unit konsumen RT UKi = Unit konsumsi energi masing-masing anggota rumah tangga. Besar UKi antara 0 dan 1 tergantung umur dan jenis kelamin Jadi unit analisa untuk menentukan rumah tangga defisit energi adalah satu rumah tangga yang didasarkan atas umur dan jenis kelamin anggota rumah tangga, sehingga nilai kebutuhan dan konsumsi energi disetarakan untuk pria dewasa. Data yang dianalisis untuk tulisan ini adalah data PATANAS yang dikumpulkan pada tahun 1989. Kajian ini ditekankan pada identifikasi karakteristik atau ciri-ciri rumah tangga defisit energi yang dibedakan menurut tipe agro-ekosistem. Jumlah contoh rumah tangga keseluruhan adalah 636 rumah tangga yang terbagi dalam 232 rumah tangga di daerah sawah irigasi, 172 rumah tangga di daerah sawah tadah hujan dan 232 rumah tangga di daerah penghasil sayuran (dataran tinggi). Secara rinci nama-nama desa serta jumlah contoh berdasarkan agro-ekosistem tertera pada Tabel 1. Sebagai peubah yang dijadikan ciri rumah tangga defisit energi adalah jumlah anggota rumah tangga, sumber pendapatan utama, pendidikan kepala keluarga dan isteri, pemilikan dan penguasaan lahan. TINGKAT KONSUMSI ENERGI RUMAH TANGGA Dari hasil analisis berdasarkan tipe agroekosistem, tampak bahwa proporsi rumah tangga Tabel 1. Sebaran jumlah rumah tangga contoh dan nama-nama desa berdasarkan agroekosistem, Jawa Tengah 1989. Agro-ekosistem Jumlah RT Nama-nama desa Kabupaten Daerah Sawah 232 1. Banaran Klaten Irigasi 2. Karangwungu Klaten 3. Kabunan Pemalang 4. Karangmoncol Pemalang Daerah Sawah 172 1. Tambirejo Grobogan Tadah Hujan 2. Tuko Grobogan 3. Kemiri Blora Dataran Tinggi 232 1. Larangan ) Brebes Sayuran 2. Mendala Brebes 3. Gembol Banjarnegara 4. Karang Tengah Banjamegara Total 636 Keterangan: ) Daerah sayuran dataran rendah. 61

defisit energi di daerah sawah irigasi lebih rendah dibandingkan di kedua daerah/agro-ekosistem lainnya (tadah hujan dan dataran tinggi). Rata-rata konsumsi energi rumah tangga yang mengalami defisit energi untuk ketiga tipe agroekosistem hampir sama, yaitu 1180,2 Kkal/kapita/ hari (daerah sawah irigasi), 1128,0 Kkal/kapita/ hari (daerah sawah tadah hujan) dan 1222 Kkal/ kapita/hari untuk daerah penghasil sayuran (Tabel 3). Bila dilihat secara agregat sumber bahan makanan yang dikonsumsi, maka peranan padi-padian menduduki tempat teratas dalam sumbangannya terhadap konsumsi energi. Hal ini adalah wajar karena padi-padian merupakan sumber energi utama. Sumber energi pada berikutnya adalah berturut-turut, makanan jadi, umbi-umbian, minyak, kacang-kacangan dan minuman juga yang sangat berperan dalam konsumsi energi untuk rumah tangga yang mengalami defisit energi. Menurut tipe agro-ekosistem, konsumsi energi yang berasal dari padi-padian, umbi-umbian, minyak, kacang-kacangan, minuman dan makanan jadi menduduki tempat teratas pada daerah sawah irigasi. Pada daerah sawah tadah hujan, konsumsi energi tertinggi selain padi-padian adalah umbiumbian, minyak, sayuran, kacang-kacangan, minuman dan makanan jadi, dan pada daerah sayuran adalah padi-padian, umbi-umbian, minyak, minuman dan makanan jadi. Tabel 2. Jumlah rumah tangga contoh defisit energi dan cukup energi berdasarkan tipe agro-ekosistem di pedesaan Jawa Tengah, 1989. Agro-ekosistem Defisit energi Cukup energi Jumlah RT (DE) (CE) contoh Daerah Sawah 14 218 232 Irigasi (6,03) (93,97) (100) Daerah Sawah 20 152 172 Tadah Hujan (11,63) (88,37) (100) Dataran Tinggi 25 207 232 Sayuran (10,78) (89,22) (100) Total 59 577 636 Keterangan: Angka dalam kurung adalah persentase. Tabel 3. Tmgkat konsumsi energi dan jenis bahan makanan pada rumah tangga defisit energi menurut tipe agro-ekosistem di pedesaan Jawa Tengah, 1989. Jenis makanan Daerah sawah irigasi Tipe agro-ekosistem Daerah sawah tadah hujan Daerah sayuran (Kkal/kap/hari) Padi-padian 726,8 688,4 774,5 Umbi-umbian 50,7 66,3 71,0 Daging dan ikan 20,2 9,5 31,0 Susu dan telur 9,8 1,1 35,6 Minyak 66,5 74,3 89,7 Sayuran 36,7 65,2 34,9 Buah-buahan 11,2 22,9 7,8 Kacang-kacangan 65,2 51,9 34,3 Minuman 51,9 57,9 50,1 Makanan jadi 141,2 90,5 93,3 Total 1180,2 1128,0 1222,2 62

JUMLAH ANGGOTA RUMAH TANGGA Salah satu faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pada suatu rumah tangga adalah jumlah anggota rumah tangga. Bagi rumah tangga dengan anggota rumah tangga yang banyak, jumlah anggota rumah tangga biasanya adalah faktor penentu dalam memilih jenis bahan makanan. Biasanya, pada kondisi demikian faktor kuantitas lebih diutamakan dari pada kualitas, sehingga diharapkan seluruh anggota keluarga dapat terbagi secara merata. Untuk melihat lebih dekat Tabel 5 menyajikan rata-rata jumlah anggota rumah tangga defisit energi dan cukup energi. Tabel 4. Rata-rata jumlah anggota rumah tangga pada rumah. tangga defisit energi menurut tipe agro-ekosistem di pedesaan Jawa Tengah, 1989. Tipe agro-ekosistem Jumlah anggota rumah tangga (orang) Defisit energi Cukup energi Daerah sawah irigasi 6,3 5,1 Daerah sawah tadah hujan 5,1 4,2 Daerah sayuran 6,3 5,4 Angka-angka pada tabel tersebut juga menampilkan jumlah anggota rumah tangga cukup energi dibandingkan dengan jumlah anggota rumah tangga defisit energi. Jumlah anggota rumah tangga pada rumah tangga defisit energi lebih tinggi dibandingkan dengan dengan rumah tangga cukup energi pada semua tipe agro-ekosistem. Memperhatikan penyebaran antara tipe agroekosistem, baik rumah tangga defisit energi maupun cukup energi, daerah penghasil sayuran dan sawah irigasi mempunyai jumlah anggota rumah tangga lebih banyak dari pada daerah sawah tadah hujan. Rata-rata jumlah anggota rumah tangga defisit energi di daerah sawah irigasi dan daerah penghasil sayuran adalah enam orang. Kecenderungan seperti di atas berlaku juga untuk rumah tangga cukup energi. Terjadinya kecenderungan jumlah anggota rumah tangga yang banyak pada rumah tangga defisit energi diduga karena rantai permasalahan yang dihadapi oleh rumah tangga tersebut. Biasanya permasalahan utama beranjak dan tingkat pendapatan rumah tangga yang relatif rendah, sehingga dengan banyak anak ekonomi keluarga diharapkan dapat terbantu kelak. Disamping itu rumah tangga yang defisit energi pada umumnya adalah rumah tangga dengan tingkat pendidikan kepala keluarga atau ibu rumah tangga yang relatif rendah, sehingga cara hidup dan pola berpikirnya menjadi lebih sempit. Pada rumah tangga yang demikian kadang-kadang doktrin budaya lama masih tetap diterapkan seperti "banyak anak banyak rezeki". SUMBER PENDAPATAN UTAMA Jenis sumber pendapatan rumah tangga dapat menentukan besarnya pendapatan rumah tangga tersebut. Keragaan jenis sumber pendapatan rumah tangga defisit energi disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Sumber pendapatan utama rumah tangga defisit energi menurut tipe agro-ekosistem di pedesaan Jawa Tengah, 1989. Sumber pendapatan utama Daerah sawah irigasi Tipe agro-ekosistem Daerah sawah tadah hujan Daerah sayuran DE CE DE CE DE CE (Persen) Petani 26,6 50,0 75,0 84,2 40,0 73,9 Buruh tarsi 28,6 21,1 5,0 1,9 52,0 14,3 Usaha industri 0,0 0,5 0,0 0,7 0,0 1,0 Buruh industri 7,1 0,5 5,0 0,0 0,0 1,0 Pekerjaan bangunan 0,0 5,5 0,0 4,6 0,0 1,5 Pekerja angkutan 28,6 0,0 0,0 0,7 0,0 0,5 Pedagang 7,1 9,6 10,0 3,9 8,0 3,9 Pekerja jasa 0,0 0,0 0,0 0,6 0,0 0,5 Profesi administrasi 0,0 0,0 5,0 2,6 0,0 2,5 Menyewakan tanah 0,0 0,0 0,0 0,7 0,0 1,0 Keterangan: DE = Defisit Energi CE = Cukup Energi. 63

Angka-angka pada tabel di atas menunjukkan gambaran yang umum bahwa sektor pertanian masih merupakan sumber pendapatan utama bagi seluruh rumah tangga pada berbagai tipe agroekosistem dengan kisaran sebagai petani antara 28,6 75,0 persen untuk rumah tangga defisit energi dan 50 84 persen untuk rumah tangga cukup energi. Sedangkan kisaran sebagai buruh tani pada rumah tangga defisit energi adalah 5 52 persen dan rumah tangga cukup energi antara 2 21,1 persen. Dari data sumber pendapatan ini terlihat bahwa rumah tangga defisit energi yang berstatus sebagai petani lebih rendah dibanding yang cukup energi dan sebaliknya rumah tangga defisit energi sebagai buruh tani lebih banyak dari pada yang cukup energi. Ini memberi implikasi bahwa rumah tangga defisit energi dalam memilih sumber pendapatan lebih cenderung pada pilihan sumber pendapatan yang tidak memerlukan asset, ketrampilan dan kapital yang tinggi. Hal ini tidak hanya berlaku di sektor pertanian raja, tetapi juga untuk sektor industri. Rumah tangga defisit energi yang bekerja sebagai buruh industri lebih banyak dari pada rumah tangga cukup energi. Sementara itu, sumber pendapatan yang memerlukan kapital dan ketrampilan yang cukup tinggi, seperti usaha industri, hanya diambil oleh rumah tangga yang cukup energi pada semua tipe agro-ekosistem. Kesempatan untuk memperoleh pendapatan dan sumber pendapatan yang ada sangat terbatas dibanding rumah tangga cukup energi karena penguasaan asset, kapital dan ketrampilan yang relatif rendah. TINGKAT PENDIDIKAN KEPALA KELUARGA Dalam memilih menu makanan yang mempunyai kandungan energi dan protein yang memadai serta pemilihan komposisi jenis makanan yang tepat, diperlukan tingkat pengetahuan yang relatif tinggi, terutama tingkat pengetahuan kepala keluarga atau ibu rumah tangga yang berperan sangat penting dalam menentukan keputusan konsumsi rumah tangga. Di dalam penelaahan pendidikan kepala keluarga dan isteri telah diklasifikasikan bahwa yang disebut pendidikan SD itu adalah meliputi yang tamat SD tetapi tidak meneruskan ke SLTP dan termasuk yang tidak tamat. Sedangkan klasifikasi SLTP adalah yang tamat SLTP tetapi tidak meneruskan ke SLTA dan yang tidak tamat SLTP. Begitu juga SLTA adalah yang tamat tetapi tidak melanjutkan dan yang tidak tamat. Keragaan penyebaran proporsi rumah tangga defisit energi menurut tipe agro-ekosistem dan variasi tingkat pendidikan kepala keluarga dan istri disajikan pada Tabel 6. Dari hasil telaahan tampak bahwa pada umur tipe agro-ekosistem kelompok rumah tangga yang defisit energi hampir semuanya tingkat pendidikan kepala keluarga dan isterinya adalah sekolah dasar (SD) ke bawah. Sedangkan kelompok rumah tangga yang cukup energi tingkat pendidikan kepala keluarga dan isterinya bervariasi dan mulai SD sampai SLTS. Dari sini memberikan gambaran bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga atas isteri, maka baik secara langsung Tabel 6. Proporsi rumah tangga defisit energi menurut tipe agro-ekosistem dan pendidikan ibu rumah tangga di pedesaan Jawa Tengah, 1989. Tipe agroekosistem DE Tingkat pendidikan ibu rumah tangga SD SMP SMP CE DE CE DE CE Sawah irigasi 100 Sawah tadah hujan 100 Penghasil sayuran 100 (%) 93,1 0 3,7 0 3,2 96,1 0 2,0 0 2,0 97,0 0 1,5 0 1,5 Keterangan: SD = Sekolah Dasar SMP = Sekolah Menengah Tingkat Pertama. 64

maupun tidak langsung semakin berkurang rumah tangga yang defisit energi. Hal ini dapat dipahami karena semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin tinggi tingkat pengalaman, relasi sehingga tingkat pendapatannya akan semakin tinggi yang pada gilirannya kebutuhan akan konsumsi akan semakin tinggi terpenuhi. Sedangkan secara langsung adalah bahwa dengan bertambahnya tingkat pendidikan, maka pemahaman akan menu makanan akan semakin meningkat, sehingga kebutuhan menu makan untuk keluarga akan terpenuhi. PEMILIKAN DAN PENGUASAAN LAHAN Seperti telah diungkapkan pada bagian uraian sebelumnya, rumah tangga yang miskin biasanya tidak memiliki faktor produksi seperti modal, lahan dan ketrampilan. Begitu juga menurut Sutomo (1988) dalam Suryana dan Kasryno (1989) yang mengemukakan bahwa golongan rumah tangga yang perlu diperhatikan masalah gizinya adalah rumah tangga buruh tani dan petani gurem (penguasaan lahan kurang dari 0,5 ha). Untuk membuktikan pendapat-pendapat tersebut di atas apakah juga berlaku di pedesaan Jawa Tengah atau tidak, maka telaahan mengenai ratarata pemilikan dan penguasaan lahan perlu dikaji lebih lanjut. Tabel 7 menampilkan rata-rata pemilikan lahan rumah tangga defisit energi di pedesaan Jawa Tengah. Dan segi pemilikan lahan, tampak bahwa ragam jenis lahan yang dimiliki rumah tangga defisit energi sangat terbatas dibandingkan dengan rumah tangga yang cukup energi. Jenis lahan yang dimiliki oleh rumah tangga defisit energi pada daerah sawah irigasi hanya sawah irigasi saja (0,33 ha) dan kebun 0,15 hektar, sedangkan rumah tangga yang cukup energi pada daerah yang sama, pemilikan lahan sawah irigasinya seluas 0,55 hektar, sawah tadah hujan 0,20 hektar, tegal 0,27 hektar, kebun dan kolam masing-masing 0,25 dan 0,05 hektar. Pada daerah sawah tadah hujan, pemilikan sawah tadah hujan dan tegal lebih luas, yaitu masing-masing 0,42 dan 0,38 hektar, sedangkan pada rumah tangga yang cukup energi pemilikan sawah tadah hujan dan tegal masing-masing 0,41 dan 0,23 hektar. Namun demikian, ragam jenis lahan yang dimiliki oleh rumah tangga cukup energi lebih banyak dan pada rumah tangga defisit energi. Untuk daerah penghasil sayuran, ragam jenis lahan yang dimiliki oleh rumah tangga defisit energi hanya sawah dan tegal, sementara rumah tangga cukup energi pada daerah ini memiliki sawah irigasi, sawah tadah hujan, tegal, kebun dan kolam dengan rata-rata luas pemilikan lebih besar dibanding rumah tangga yang defisit energi. Bila diperhatikan luas garapan lahan utama, yaitu sawah irigasi dan sawah tadah hujan, ternyata rumah tangga defisit energi lebih banyak menggarap sawah-sawah orang lain untuk mencukupi luas garapannya. Hal ini terlihat dari peningkatan angka luas garapan sawah tersebut dibanding luas pemilikannya. Untuk daerah sawah irigasi, luas pemilikan sawah sebesar 0,33 hektar, luas garapan menjadi 0,35 hektar, begitu juga untuk daerah sawah tadah hujan, luas pemilikan menunjukkan 0,42, sedangkan luas garapan menjadi 0,46 hektar dan pada daerah penghasil sayuran, luas pemilikan adalah 0,22 hektar dan luas garapan menjadi 0,40 hektar. Keadaan sebaliknya terjadi pada rumah tangga yang cukup energi, yang berarti bahwa rumah tangga yang cukup energi lebih sering melepaskan hak garapan kepada orang lain. Dengan perkataan lain, rumah tangga yang cukup energi lebih banyak Tabel 7. Rata-rata pemilikan lahan pada rumah tangga defisit energi menurut tipe agroekosistem di pedasaan Jawa Tengah, 1989. Tipe agro ekosistem Jenis lahan Daerah sawah Daerah sawah Daerah irigasi tadah hujan sayuran DE CE DE CE DE CE (ha) Sawah irigasi 0,33 0,55 0,00 0,00 0,22 0,39 Sawah tadah hujan 0,00 0,20 0,42 0,41 0,00 0,26 Tegal 0,00 0,27 0,28 0,23 0,52 0,91 Kebun 0,15 0,25 0,00 0,29 0,00 0,74 Kolam 0,08 0,05 0,03 0,06 0,00 0,09 65

Tabel 8. Rata-rata penguasaan lahan pada rumah tangga defisit energi menurut agroekosistem dan jenis lahan di pedesaan Jawa Tengah, 1989. Tipe agro-ekosistem Jervis lahan Daerah sawah Daerah sawah Daerah irigasi tadah hujan sayuran DE CE DE CE DE CE (ha) Sawah irigasi 0,35 0,50 0,00 0,36 0,40 0,35 Sawah tadah hujan 0,00 0,20 0,46 0,38 0,00 0,26 Tegal 0,00 0,27 0,28 0,23 0,52 0,91 Kebun 0,15 0,23 0,00 0,29 0,00 0,39 Kolam 0,08 0,08 0,03 0,07 0,00 0,09 bertindak sebagai majikan, sementara rumah tangga yang defisit energi lebih banyak bertindak sebagai penggarap (pemaro, penyewa, penggadai) atau pemilik penggarap. KESIMPULAN DAN SARAN Bahan makanan yang merupakan sumber energi utama rumah tangga defisit energi pada berbagai agro-ekosistem adalah masih bersumber dari padipadian. Berdasarkan data yang ada untuk agroekosistem sawah irigasi, tadah hujan dan dataran tinggi berturut-turut menggunakan energi yang berasal dari padi-padian adalah 276.75, 688.40 dan 774.51 Kkal/kapital/hari. Sementara yang bersumber dari selain padi-padian kurang dan 100 Kkal/kapital/hari. Jumlah anggota rumah tangga yang defisit energi lebih besar dibanding rumah tangga yang cukup energi dengan kisaran antara 5 6 orang per Kepala Keluarga, sementara rumah tangga yang cukup energi 4 5 orang per kepala keluarga. Hal ini terjadi pada semua tipe agro-ekosistem. Sumber pendapatan utama rumah tangga defisit energi pada umumnya berasal sebagai petani dan buruh tani. Yang menarik adalah pada rumah tangga defisit energi ada kecenderungan sumber pendapatan lain berasal dari sektor-sektor padat karya. Sementara sektor yang padat modal dan keterampilan diduduki oleh rumah tangga yang cukup energi. Yang termasuk padat modal dan ketrampilan seperti usaha industri dan yang dapat karya adalah buruh industri dan buruh angkut. Tingkat pendidikan kepala keluarga dan ibu rumah tangga defisit energi umumnya berpendidikan sekolah dasar ke bawah, sedangkan rumah tangga yang cukup energi relatif bervariasi mulai dari SD sampai SLTA. Pemilihan dan penguasaan lahan bagi rumah tangga defisit energi relatif lebih kecil dan jenis lahan terbatas, sementara rumah tangga yang cukup energi luas dan lebih beragam. Dan beberapa kesimpulan tersebut dapat disarankan bahwa untuk jangka pendek, penyuluhan gizi perlu lebih diintensifkan sehingga diharapkan walaupun pendidikan dan penguasaan asset terbatas, tetapi dengan penyuluhan yang intensif kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi oleh keluarga dapat lebih ditingkatkan. Makanan yang bergizi sebetulnya tidak selalu mempunyai harga mahal, tetapi dapat diperoleh dengan mudah dan dengan harga yang murah dan oleh karena itu penyuluhan pemanfaatan lahan pekarangan sangat penting dilakukan kaitannya dengan peningkatan gizi keluarga, terutama pada keluarga-keluarga yang penguasaan modal, asset dan ketrampilan yang relatif rendah. Selain melalui penyuluhan, juga perlu dipertimbangkan upaya pengadaan asset produktif yang dapat dikuasai dan dimanfaatkan secara optimal, misalnya dengan mendistribusikan ternak unggas atau ruminansia kecil. DAFTAR PUSTAKA BPS. 1989. Neraca Bahan Makanan 1987. Biro Pusat Statistik, Jakarta. Muhilal, Adi S., Krisdinamurtirin, Husaini, Rachmat S. dan M. Khumaidi. 1988. Angka Kecukupan Gizi Rata-rata yang Dianjurkan (AKG). Dalam Widya Karya Pangan dan Gizi, Jakarta, 1 3 Juni 1988. LIPI, Jakarta. Suryana, A dan B. Rachman. 1988. Analisa Permintaan Sistem Pangan di Pedesaan Jawa Barat. Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Bogor. 66

Sudaryanto, T., Waluyo, Rosmijati S., Mewa A. dan Aten M.H. 1989. Dampak Program Pembangunan Terhadap Tenaga Kerja, Peningkatan Pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat di Pedesaan Jawa Tengah. Pola Pengeluaran Konsumsi, Investasi dan Tabungan. Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Bogor. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Pusat Antar Universitas (PAU)-IPB. Bogor. 67