BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Energi Metabolis. makanan dalam tubuh, satuan energi metabolis yaitu kkal/kg.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

,Vol. 32, No. 1 Maret 2014

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Syahrial Amaluddin Hamid, Mahasiswa Peternakan, Syukri I. Gubali, Syahruddin

PENDAHULUAN. telurnya karena produksi telur burung puyuh dapat mencapai

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. unggas membutuhkan pakan untuk hidup, pertumbuhan, dan produksi. Burung

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Tabel 8. Rataan Konsumsi Ransum Per Ekor Puyuh Selama Penelitian

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. Peternakan ayam broiler merupakan salah satu usaha yang potensial untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemberian Tepung Daun Lamtoro (Leucaena Leucocephala) Dalam Ransum Terhadap Performans Burung Puyuh (Coturnix-coturnix Javonica) Nova Sarah Pardede

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

I. PENDAHULUAN. dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat. Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bagi kesehatan. Pengobatan tradisional telah banyak digunakan sebagai

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

BAB I PENDAHULUAN. Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak. peternakan. Gulma tanaman pangan mempunyai potensi untuk dapat

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB I PENDAHULUAN. Burung puyuh mempunyai potensi besar karena memiliki sifat-sifat dan

I. PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap peningkatan produksi ternak. Namun biaya pakan

I. PENDAHULUAN. sangat cepat dibandingkan dengan pertumbuhan unggas lainnnya. Ayam broiler

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. dapat mencapai 60%-80% dari biaya produksi (Rasyaf, 2003). Tinggi rendahnya

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Penggunaan...Trisno Marojahan Aruan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi

I. PENDAHULUAN. pakan ternak. Produksi limbah perkebunan berlimpah, harganya murah, serta tidak

0,00% 0,25% 0,50% 0,75% 1,00% Perlakuan Daun Kayu Manis

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

I. PENDAHULUAN. yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pedaging yang sering disebut sebagai ayam broiler merupakan jenis

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas,

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Rataan Tebal Cangkang telur puyuh.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 8. Performa Ayam Petelur Strain ISA-Brown Umur Minggu

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05)

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

Transkripsi:

22 A. Kecernaan Protein Burung Puyuh BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Nilai Kecernaan Protein Kasar berdasarkan bahan kering Ulangan Perlakuan R 0 R 1 R 2 R 3 R 4 Total ---------------------------------%-------------------------------- 1 68,58 75,95 69,05 66,01 61,96 2 72,18 74,87 65,25 74,79 62,77 3 61,83 74,75 65,43 67,37 70,25 4 71,18 80,12 71,13 70,77 72,76 Total 273,77 305,69 270,85 278,94 267,74 1396,99 Rerata 68,44 bc 76,42 a 67,71 c 69,73 b 66,94 c Keterangan : Perlakuan: R 0 :Ransum tanpa tepung daun lamtoro R 1 :Ransum dengan 2% tepung daun lamtoro R 2 :Ransum dengan 4% tepung daun lamtoro R 3 : Ransum dengan 6% tepung daun lamtoro R 4 : Ransum dengan 8% tepung daun lamtoro Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Tabel 7 menunjukkan bahwa ransum perlakuan menghasilkan rataan kecernaan protein yang tertinggi dicapai oleh puyuh yang diberi ransum R 1 sebesar 76,42%, kemudian berturut-turut diikuti oleh R 3, R 0, R 2, dan R 4 sebesar 69,73%; 68,44%; 67,71% dan 66,94%. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap nilai kecernaan protein kasar ransum dilakukan dengan analisis sidik ragam. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan tepung daun lamtoro dalam ransum memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap kecernaan protein. Terdapat pengaruh yang nyata terhadap kecernaan protein

23 disebabkan oleh kandungan protein dalam ransum yang dikonsumsi ternak. Tinggi rendahnya kecernaan protein dipengaruhi oleh kandungan protein bahan ransum dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran pencernaan (Tillman et al., 1998). Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa kandungan protein dari semua perlakuan pakan adalah berkisar 21,28-22,99% (Tabel 6). Meningkatnya penggunaan tepung daun lamtoro menurunkan kecernaan protein, keadaan ini diduga karena adanya zat anti nutrisi yang terkandung dalam bahan pakan pada tepung daun lamtoro. Tepung daun lamtoro mengandung tanin, dimana tanin merupakan senyawa poliphenolic yang mampu mengikat protein dan membentuk senyawa kompleks. Makkar (1993) menyatakan bahwa tanin dapat berikatan dengan enzim-enzim pencernaan sehingga aktivitasnya terganggu atau berikatan dengan protein pakan sehingga tidak dapat dicerna. Kumar dan Singh (1984) melaporkan bahwa tanin pada daun leguminosa dapat mengurangi kecernaan karbohidrat dan protein, dengan menghambat kerja enzim pencernaan seperti enzim-enzim pemecah protein. Kranaveld dan Djaenoedin (1947) yang disitasi oleh Soebarinoto (1986) menyatakan bila kandungan tanin dalam pakan terlalu tinggi dapat menurunkan kecernaan protein karena tanin dapat menghambat kerja enzim protease dan selulase. Kemungkinan lain yang menyebabkan penurunan kecernaan protein adalah kandungan serat kasar. Serat kasar yang tinggi akan menyebabkan laju pergerakan zat makanan tinggi, sehingga kerja enzim pencernaan tidak optimal dan akhirnya akan menurunkan kecernaan. Tillman et al., (1998) menyatakan

24 faktor-faktor yang mempengaruhi daya cerna diantaranya komposisi zat makanan, yaitu serat kasar. B. Pengaruh Perlakuan Terhadap Energi Metabolisme Hasil penelitian tingkat penggunaan tepung daun lamtoro terhadap energi metabolisme dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Rerataan konsumsi energi dan energi metabolisme Parameter konsumsi energi (kkal/ekor/hari) EMS (Kkal/kg) Perlakuan R 0 R 1 R 2 R 3 R 4 52,37 b 3782,19 b 52,01 b 3816,84 ab 55,23 ab 3645,77 c 59,56 a 3883,11 a 49,40 c 3679,63 c EMM (Kkal/kg) 4124,85 ab 4158,50 ab 3965,20 b 4202,51 a 4046,49 b EMSn (Kkal/kg) 3754,08 ab 3786,15 ab 3618,29 b 3853,96 a 3650,29 b EMMn (Kkal/kg) 4096,74 b 4127,81 ab 3937,72 c 4173,36 a 4017,15 b Keterangan : Perlakuan: R 0 :Ransum tanpa tepung daun lamtoro R 1 :Ransum dengan 2% tepung daun lamtoro R 2 :Ransum dengan 4% tepung daun lamtoro R 3 : Ransum dengan 6% tepung daun lamtoro R 4 : Ransum dengan 8% tepung daun lamtoro Parameter: EMS : Energi Metabolisme Semu EMM : Energi Metabolisme Murni EMSn : Energi Metabolisme Semu terkoresi Nitrogen EMMn: Energi Metabolisme Murni Terkoresi Nitrogen Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) pada konsumsi energi, EMM,EMMn dan bebeda sangat nyata (P<0,01) pada EMS dan EMSn. Dari hasil pengamatan (Tabel 8) diperoleh tingkat penggunaan tepung daun lamtoro 0, 2, 4, 6, dan 8% berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi energi dan energi metabolisme (EMM dan EMMn) serta berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap energi metabolisme (EMS dan EMSn). Tingkat penggunaan

25 tepung daun lamtoro terhadap konsumsi ransum R 0, R 1, R 2, R 3 dan R 4 masingmasing sebesar 52,37; 52,01; 55,23; 59,56 dan 49,40. Rataan konsumsi energi tertinggi terdapat pada R3 dan yang terendah R4. Sibald dan Wolynetz (1985) menyatakan bahwa variasi konsumsi pakan akan mempengaruhi ketersediaan energi bagi unggas. Rataan nilai energi metabolis (EMS, EMM, EMSn, dan EMMn) tertinggi terdapat pada R3 dan yang terendah pada R4. Hal ini di duga adanya kandungan serat kasar dalam ransum. Menurut Wahyunto (1989), rendahnya daya cerna suatu bahan makanan dapat disebabkan karena tingginya serat kasar bahan tersebut sehingga nilai energi metabolis bahan menjadi rendah. Menurut James dan Gropper (1990), serat bersifat adsorptif dan mempunyai daya ikat kation terhadap nutrien pada saluran pencernaan, sehingga kadar nutrien yang diabsorpsi menjadi rendah. Serat kasar yang tinggi akan menurunkan energi metabolis pakan, karena terjadinya penurunan kecernaan bahan, sehingga terjadinya penurunan penyerapan zat zat makanan. Lebih lanjut Wahju (1977) menyatakan kandungan serat kasar dalam pakan akan menurunkan energi metabolis karena selulosa yang menyusun dinding sel tidak dapat dicerna oleh ayam karena tidak mempunyai enzim selulase dalam saluran pencernaannya. Selain itu yang menyebabkan pengaruh perlakuan terhadap energi metabolisme adalah kemampuan masing-masing individu ternak dalam mencerna zat makanan dalam pakan. Anggorodi (1994) menyatakan bahwa ternak perindividu dari spesies yang sama agak berbeda dalam kesanggupannya untuk mencerna setiap macam pakan yang diberikan.

26