METODE PENELITIAN Sumber Data

dokumen-dokumen yang mirip
PERBANDINGAN METODE PENDUGAAN PARAMETER DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL LA MBAU

TINJAUAN PUSTAKA Spesifikasi Model Berbagai model dalam pemodelan persamaan struktural telah dikembangkan oleh banyak peneliti diantaranya Bollen

II LANDASAN TEORI Definisi 1 (Prestasi Belajar) b. Faktor Eksternal Definisi 2 (Faktor-Faktor yang mempengaruhi prestasi) a.

(Σλ i ) METODE. Data

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram kotak garis

Ketakbiasan Dalam Model Analisis Faktor Konfirmatori Pada Metode Pendugaan Kuadrat Terkecil Tak Terboboti (Unweighted Least Square) Untuk Data Ordinal

3.7 Further Results and Technical Notes. Yenni Angraini-G

Ketakbiasan Dalam Model Analisis Faktor Konfirmatori (CFA) Pada Metode Pendugaan Kuadrat Terkecil Terboboti (Weighted Least Square) Untuk Data Ordinal

Ketakbiasan Dalam Model CFA (Confirmatory Factor Analysis) Pada Metode Estimasi DWLS (Diagonally Weighted Least Squares) Untuk Data Ordinal

Ketakbiasan Dalam Model Analisis Faktor Konfirmatori Pada Metode Pendugaan Maximum Likelihood Untuk Data Ordinal

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Plot jenis pengamatan pencilan.

Analisis Komponen Utama (Principal component analysis)

BAB II LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. Model Regresi Linier Ganda

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

Bab 2 LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. Matriks adalah suatu susunan bilangan berbentuk segi empat. Bilangan-bilangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemrograman nonlinear, fungsi konveks dan konkaf, pengali lagrange, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dengan kendala menjadi model penuh tanpa kendala,

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

DATA DAN METODE Sumber Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini dibahas tentang matriks, metode pengganda Lagrange, regresi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tujuan Penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA = (2.2) =

METODOLOGI HASIL DAN PEMBAHASAN

INDEKS KECOCOKAN DARI BEBERAPA METODE ESTIMASI UNTUK UKURAN SAMPEL TERTENTU PADA MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses pengumpulan data, peneliti sering menemukan nilai pengamatan

III. METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Usman dan Warsono (2000) bentuk model linear umum adalah :

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Mahasiswa Ditinjau dari Karakteristik Lingkungan Kampus (Studi Kasus di Jurusan Matematika FMIPA Unsri)

BAB II LANDASAN TEORI. : Ukuran sampel telah memenuhi syarat. : Ukuran sampel belum memenuhi syarat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan landasan teori tentang optimasi, fungsi, turunan,

BAB III MODEL STATE-SPACE. dalam teori kontrol modern. Model state space dapat mengatasi keterbatasan dari

BAB ΙΙ LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB. IX ANALISIS REGRESI FAKTOR (REGRESSION FACTOR ANALYSIS)

LANDASAN TEORI. linear (intrisnsically linear) dan nonlinear secara intrinsik nonliear (intrinsically

Resume Regresi Linear dan Korelasi

Oleh : Muhammad Amin Paris, S.Pd., M.Si (Dosen Fak. Tarbiyah IAIN Antasari Banjarmasin) Abstrak

BAB III MARKOV SWITCHING AUTOREGRESSIVE (MSAR)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

x 1 x 3 x 4 y 1 x 5 x 6 x 7 x 8 BAHAN DAN METODE δ 1 λ 41 ξ 1 δ 4 λ 51 γ 21 δ 6 λ 61 ε 1 δ 3 η 1 γ 31 δ 7 λ 71 ξ 2 λ 81 ξ 3 λ 31 δ 5

BAB III. Model Regresi Linear 2-Level. Sebuah model regresi dikatakan linear jika parameter-parameternya bersifat

BAB III ANALISIS FAKTOR. berfungsi untuk mereduksi dimensi data dengan cara menyatakan variabel asal

BAB II LANDASAN TEORI. landasan pembahasan pada bab selanjutnya. Pengertian-pengertian dasar yang di

BAB Ι PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Algoritma Cepat Penduga GS

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Biplot Biasa

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Gerombol

BAB 2 LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. Model Linier dengan n pengamatan dan p variable penjelas biasa ditulis sebagai

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses penelitian untuk mengkaji karakteristik penduga GMM pada data

VI. PEMBAHASAN. dengan metode kemungkinan maksimum, tetapi terhadap

PERTEMUAN 2 STATISTIKA DASAR MAT 130

METODE ORDINARY LEAST SQUARES DAN LEAST TRIMMED SQUARES DALAM MENGESTIMASI PARAMETER REGRESI KETIKA TERDAPAT OUTLIER

ANALISIS FAKTOR (FACTOR ANALYSIS)

REGRESI KUANTIL (STUDI KASUS PADA DATA SUHU HARIAN) Abstrak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. Sebuah Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu peubah prediktor dengan satu peubah respon disebut analisis regresi linier

BAB 2 LANDASAN TEORI

SISTEM PERSAMAAN LINEAR ( BAGIAN II )

Bab 2 LANDASAN TEORI. : Ukuran sampel telah memenuhi syarat. : Ukuran sampel belum memenuhi syarat

Karakteristik Pendugaan Emperical Best Linear Unbiased Prediction (EBLUP) Pada Pendugaan Area Kecil

BAB III REGRESI TERSENSOR (TOBIT) Model regresi yang didasarkan pada variabel terikat tersensor disebut

ESTIMASI REGRESI ROBUST M PADA FAKTORIAL RANCANGAN ACAK LENGKAP YANG MENGANDUNG OUTLIER

Korelasi Linier Berganda

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERBANDINGAN REGRESI ROBUST PENDUGA MM DENGAN METODE RANDOM SAMPLE CONSENSUS DALAM MENANGANI PENCILAN

VIII ANALISIS SERVICE QUALITY DALAM MEMBENTUK KEPUASAN DAN LOYALITAS

LANDASAN TEORI. menyatakan hubungan antara variabel respon Y dengan variabel-variabel

ANALISIS STRUCTURAL EQUATION MODEL (SEM)

BAB IX ANALISIS REGRESI

III. METODE PENELITIAN. topik penelitian secara keseluruhan. Dalam kaitannya dengan hal ini, metode

BAB 2 LANDASAN TEORI

g(x, y) = F 1 { f (u, v) F (u, v) k} dimana F 1 (F (u, v)) diselesaikan dengan: f (x, y) = 1 MN M + vy )} M 1 N 1

PEMODELAN HUBUNGAN IMT DAN DEPRESI DENGAN TEKNIK ANALISIS MULTIVARIAT PADA KASUS DATA TAK NORMAL

BAB III METODE FULL INFORMATION MAXIMUM LIKELIHOOD (FIML)

SBAB III MODEL VARMAX. Pengamatan time series membentuk suatu deret data pada saat t 1, t 2,..., t n

BAB 2 LANDASAN TEORI

III. METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode Regresi 2.2 Model Aditif Terampat ( Generalized additive models , GAM)

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengantar Proses Stokastik

BAB 2 LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. Rancangan petak teralur (strip plot design) merupakan susunan petak-petak (plotplot)

III. METODE PENELITIAN

Jurnal Penelitian Sains Volume 12 Nomer 3(A) 12303

III. METODOLOGI PENELITIAN

KORELASI LINIER BERGANDA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

AL-ADZKA, Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Volume II, Nomor 02 Juli 2012

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Transkripsi:

13 METODE PENELITIAN Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil simulasi melalui pembangkitan dari komputer. Untuk membangkitkan data, digunakan desain model persamaan struktural dengan nilai parameternya seperti dinyatakan pada Gambar 1. Model ini terdapat dalam file EX64D.LS8 pada paket program LISREL 8.30 (Jöreskog & Sörbom 1996a). Alasan digunakan model ini adalah kelengkapan dan kesederhanaannya (Suwarno 1). Lengkap dalam arti model ini memuat peubah laten bebas dan tak bebas. Sederhana karena model ini hanya terdiri dari tiga peubah laten dan enam peubah manifes. 8 0.77 Y 1 0 9 9 X 1 X 2 0.84 4 ξ 1-6 1 η 1 7 0.85 0.81 Y 2 Y 3 7 5 0.13 0.04 η 2 0 0.83 Y 4 1 Keterangan : Gambar 1 Desain model persamaan struktural. ξ 1 = social economic status η 1 = alien67 η 2 = alien71 Χ 1 = education index Χ 2 = social economic index

14 Y 1 = anomia67 Y 2 = powerless67 Y 3 = anomia71 Y 4 = powerless71 Spesifikasi parameter model yang bersesuaian dengan diagram lintas pada Gambar 1 adalah : Λ y y λ 0.77 0 11 0 y λ 0.85 0 21 0 = =, y 0 λ 0 0.81 32 y 0 λ 0 0.83 42 Λ x = x λ 0.84 11 x =, λ 4 21 0 0 0 0 В = = β21 0, 7 0 Ψ = diag ( ψ11, ψ 22 ) = diag(8, 0), Φ = φ 11 = 1.00, Г = γ11 6 = γ, 21 1 Θ δ = diag( δ δ θ 11, θ 22 ) = diag(9, 9), Θ = θ 11 0 0 θ 0 7 22 = θ 0.13 0 5 31 0 θ 33 0 θ 0 0.04 0 1 42 0 θ 44

15 Prosedur Penelitian Prosedur dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini. Matriks Koragam Model Ukuran Contoh N=,,, dan Pembangkitan Data ( PRELIS 2.30 ) Pendugaan Parameter (LISREL 8.30) Sebaran - Normal - Tidak Normal Kelayakan Model Bandingkan MARB Simpulkan Gambar 2 Diagram alur penelitian. Berdasarkan diagram pada Gambar 2, maka tahap-tahap dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menentukan matriks koragam yang dihasilkan dari parameter-parameter model. 2. Membangkitkan data berdasarkan matriks segitiga bawah ( lihat Lampiran 2) dari matriks input model pada Gambar 1 dengan ukuran contoh,,, dan. Dari masing-masing gugus data digunakan dua asumsi yaitu menyebar

16 normal ganda dan tidak menyebar normal ganda. Program yang digunakan adalah PRELIS 2.30. 3. Menduga parameter model persamaan struktural berdasarkan matriks koragam contoh yang diperoleh pada tahap 2 dengan menggunakan program LISREL 8.30. Metode yang digunakan dalam pendugaan parameter ini adalah,, dan. 4. Membandingkan besarnya nilai MARB parameter dugaan masing-masing metode serta ukuran kelayakan model dugaan untuk masing-masing gugus data. 5. Menyimpulkan kekonsistenan masing-masing metode berdasarkan besarnya MARB parameter dugaannya. Dalam hal ini MARB yang lebih kecil menunjukkan bahwa metode yang digunakan lebih baik atau relatif konsisten. Sementara ketepatan masing-masing metode didasarkan pada ukuran kelayakan model. Bias dan MARB Bias adalah selisih antara nilai harapan suatu statistik dengan parameternya. Misalkan $θ adalah statistik penduga parameter θ, maka bias dugaan parameter $ θ dilambangkan dengan b( $ θ ) yang dirumuskan sebagai: b( $ θ ) = E( $ θ ) θ (21) di mana E( $ θ ) adalah nilai harapan atau nilai tengah dari $ θ. Untuk mengetahui bias yang terjadi pada suatu metode terhadap suatu model secara menyeluruh digunakan ukuran Mean Absolute Relative Bias (MARB) yaitu rata-rata dari nilai mutlak bias relatif keseluruhan parameter model. Menurut Hoogland dan Boomsma (1998), nilai MARB didefinisikan sebagai berikut: MARB ( ˆ θ i ) = 1 t ˆ θi θi ; i = 1, 2, 3,..., t (22) t θ i= 1 i

17 Kajian Metode Penduga Parameter HASIL DAN PEMBAHASAN Fungsi pengepasan untuk metode,, dan yang dinyatakan pada persamaan (11), (12), (13) dan (14) merupakan fungsi minimum tak berkendala. Syarat perlu untuk menentukan minimum suatu fungsi, katakanlah f(θ) adalah dengan menyamakan turunan parsial f(θ) terhadap θ i dengan nol untuk mendapatkan nilai θ i. Jika θ berukuran t 1, maka f ( θ ) = 0, θ i untuk i = 1, 2,, t (23) Syarat cukup bagi nilai θ i untuk meminimumkan f(θ) adalah matriks dari turunan parsial kedua, 2 f ( θ )/ θθ ' definit positif pada θ i. Dari persamaan (23) diperoleh sejumlah persamaan θ i dalam θ. Dalam beberapa kasus aljabar sederhana, solusi dari θi dapat diturunkan dari t persamaan (23). Misalnya, dalam regresi linier berganda di mana fungsi f(θ) adalah jumlah dari kuadrat sisaan dan θ terdiri dari parameterparameter regresi yang tidak diketahui, maka persamaan (23) menghasilkan t persamaan linier dalam θ i. Solusi eksplisit dari parameter-parameter regresi ini baik jika diketahui. Dalam model persamaan struktural umum di mana f ( θ) adalah fungsi pengepasan F, F, F dan F, maka persamaan (23) menghasilkan t persamaan parameter yang secara tipikal tak linier sehingga solusi eksplisit dari parameter-parameter ini biasanya tidak dapat diperoleh. Dalam kasus peminimuman seperti ini diperlukan metode numerik. Metode numerik dalam kasus peminimuman ini dimulai dari sebuah fungsi objektif yang akan diminimumkan. Dalam hal ini, fungsi objektifnya adalah F, F, F dan F. Tujuan dari metode ini adalah mengembangkan sederetan nilai-nilai θ sedemikian sehingga vektor terakhir dalam deretan itu meminimumkan salah satu fungsi objektif di atas. Nilai pertama dari θ diberi simbol θ (1), yang kedua θ (2) dan seterusnya sampai θ (l). Tiga kunci pokok dalam peminimuman numerik adalah : 1. Pemilihan nilai awal.

18 2. Aturan perpindahan dari suatu iterasi keiterasi berikutnya. 3. Aturan pemberhentian iterasi. Nilai awal mempengaruhi peminimuman numerik, antara lain menentukan jumlah iterasi yang diperlukan untuk memperoleh solusi akhir. Pengambilan nilai awal yang dekat dengan solusi akhir biasanya akan mengurangi iterasi yang diperlukan. Sebaliknya, nilai awal yang jauh dari solusi akhir akan meningkatkan kemungkinan untuk mendapatkan minimum lokal daripada minimum global atau tidak menemukan suatu solusi yang konvergen. Ada beberapa strategi untuk menyeleksi nilai awal. Salah satunya adalah menggunakan suatu prosedur noniteratif untuk menduga parameter model. Program LISREL 8.30 dari Jöreskog and Sörbom (1989) menyediakan suatu teknik variabel instrumental secara otomatis untuk tujuan ini. Kunci berikutnya adalah bagaimana aturan untuk melangkah dari θ (i) ke θ (i+1). Kriteria dasarnya adalah bahwa pergerakan θ (1), θ (2),..., θ (l) harus berakibat pada menurunnya nilai-nilai fungsi pengepasan. Idealnya, untuk setiap langkah nilai F(θ (i+1) ) kurang dari F(θ (i) ). Walaupun demikian, deretan nilai-nilai fungsi pengepasan tidak selalu turun secara monoton. Dalam hal ini, gradien fungsi pengepasan dapat dijadikan petunjuk ke arah mana nilai fungsi pengepasan akan menurun atau sebaliknya. Secara umum, suatu gradien negatif menyarankan bahwa pemilihan nilai parameter harus meningkat demikian pula sebaliknya. Misalkan $ θ adalah vektor dugaan dari parameter yang tidak diketahui maka pemilihan nilai $ ( i 1) i 1) $( θ i+ mengikuti prosedur : θ + = $() θ - C (i) g (i) (24) dengan g (i) adalah gradien vektor F / $ θ pada $() θ i dan C (i) adalah matriks definit positif. Umumnya C (i) merupakan matriks identitas. Kunci terakhir dalam peminimuman numerik adalah kapan berhentinya suatu iterasi. Beberapa kriteria di antaranya adalah jika perbedaan nilai fungsi pengepasan dari suatu iterasi ke iterasi berikutnya kurang dari suatu bilangan yang sangat kecil yang telah ditetapkan sebelumnya. Kriteria lain adalah jika terdapat perbedaan yang kecil nilai parameter yang diduga dari suatu iterasi ke iterasi berikutnya. Ini menunjukkan bahwa metode telah konvergen.

19 Metode Kemungkinan Maksimum () Fungsi pengepasan untuk metode dapat dilihat pada persamaan (11). Dalam hal ini diasumsikan bahwa Σ(θ) dan S adalah definit positif. Umumnya, F adalah fungsi tak linier yang lebih kompleks dari parameter-parameter struktural sehingga solusi eksplisitnya tidak selalu ditemukan. Oleh karena itu, prosedur numerik secara iteratif diperlukan untuk menemukan parameter-parameter model yang tidak diketahui. Penduga mempunyai beberapa sifat penting. Pertama, meskipun tak bias pada sampel yang kecil, penduga adalah tak bias secara asimtotis. Kedua, penduga adalah konsisten (plim $ θ = θ di mana $ θ adalah penduga dan θ adalah parameter populasi). Ketiga, penduga efisien secara asimtotis sehingga di antara penduga yang konsisten tak satupun yang mempunyai ragam asimtotis yang lebih kecil. Selanjutnya, sebaran dari penduga mendekati suatu sebaran normal jika ukuran sampel meningkat Atau dengan kata lain, penduga-penduga tersebut menyebar normal asimtotis sehingga jika diketahui standar error dari parameter yang diduga maka rasio antara parameter yang diduga dengan standar errornya harus mendekati distribusi-z pada contoh yang besar. Metode Kuadrat Terkecil Umum () Penduga menyebar normal ganda dan efisien secara asimtotis. Walaupun demikian, F mempunyai batasan-batasan yang ketat. Jika sebaran peubah-peubah pengamatan mempunyai nilai kurtosis yang terlalu besar atau terlalu kecil maka koragam asimtotis dari s ij dan s gh dapat diturunkan dari N 1 ( σ σ + σ σ ). Pertimbangan lain ig jh ih jg adalah agar ketika asumsi dari S terpenuhi, sifat-sifat dari penduga adalah asimtotis. Sangat kurang diketahui bagaimana prilaku penduga pada ukuran contoh yang kecil, tetapi kelihatan bahwa ia mempunyai bias yang menuju nol dalam ukuran sampel yang kecil. Metode Kuadrat Terkecil Tak Terboboti () Metode meminimumkan jumlah dari kuadrat setiap elemen di dalam matriks sisaan S - Σ(θ). Matriks sisaan dalam kasus ini terdiri dari selisih antara matriks koragam sampel dengan matriks koragam model yang bersesuaian. Fungsi pengepasan dari metode

20 ini dinyatakan pada persamaan (13). Sama seperti fungsi penduga parameter yang lain, penduga juga merupakan penduga yang konsisten dan ia tidak memerlukan asumsi khusus dari sebaran peubah yang diamati sepanjang parameternya teridentifikasi. Metode Kuadrat Terkecil Terboboti () Adalah metode penduga alternatif yang mengizinkan ketidaknormalan data. Fungsi pengepasan dari metode ini dinyatakan pada persamaan (14). Pada persamaan tersebut s adalah vektor yang terdiri dari 1 2 ( p + q )( p + q + 1) elemen yang diperoleh dengan menempatkan elemen-elemen S dalam sebuah vektor, σ(θ) adalah vektor berorde sama yang bersesuaian dengan Σ(θ), θ adalah vektor t 1 dari parameter bebas dan W -1 matriks pembobot definit positif yang berukuran 1 ( p+ q)( p+ q+ 1) 1 ( p+ q)( p+ q+ 1). 2 2 W dipilih menjadi penduga yang konsisten dari matriks koragam asimtotis s. Secara umum koragam asimtotis dari s ij dengan s gh adalah ACOV( s ij, s gh ) = N 1 ( σ σσ ) (25) ijgh ij gh di mana σ ijgh adalah EX ( i μi)( X j μj)( Xg μg)( Xh μh), σ ij dan σ gh adalah masing-masing koragam populasi dari X i dengan X j dan X g dengan X h. Perbandingan Ketepatan dan Kekonsistenan Metode Penduga Parameter Suatu penduga $ θ N dikatakan penduga yang konsisten bagi θ apabila p lim $ θ N N = θ (26) Dari persamaan (26) jelas bahwa $ θ N konvergen dalam peluang ke θ jika ukuran contoh semakin besar. Barisan peubah acak $ θ N berkorespondensi dengan serangkaian fungsi sebaran F N. Jika F N konvergen ke suatu fungsi sebaran F untuk N menuju tak hingga, maka $ θ N dikatakan konvergen dalam sebaran ke F untuk N. Ketika p lim $ θ N sama dengan suatu konstanta, maka F adalah sebaran pembangkit jika ia konvergen pada suatu nilai tunggal. Sebaran dari $ θ N sering dipelajari sebagai pendekatan fungsi sebaran. Studi tentang asimtotis atau batasan sebaran berguna dalam situasi batasan sebaran sampel tidak diketahui atau sulit diturunkan. Pada ukuran sampel yang

21 besar, batasan sebaran menjadi pendekatan yang masuk akal untuk sebaran dari suatu peubah acak atau penduga. Fungsi pengepasan untuk metode dirumuskan berdasarkan sebaran normal ganda dari sebaran peubah pengamatan. Apabila sebaran bagi peubah pengamatan adalah normal ganda maka metode akan menghasilkan penduga yang efisien untuk ukuran contoh yang cukup besar. Asumsi kunci dari metode adalah ukuran contoh yang besar. Ini diperlukan untuk memperoleh penduga yang tak bias secara asimtotis (ada kemungkinan akan berbias pada ukuran contoh yang kecil). Menurut Engel (3), jika data pengamatan menyebar normal ganda, spesifikasi model dilakukan secara benar dan ukuran contoh cukup besar maka metode akan menghasilkan parameter dugaan dan standar error yang tak bias, konsisten dan efisien secara asimtotis. Metode menghasilkan penduga yang konsisten. Asumsi yang harus dipenuhi adalah sebaran asimtotis bagi unsur-unsur S adalah normal ganda. Hal ini dapat dipenuhi jika peubah pengamatan menyebar normal ganda. Walaupun demikian asumsi ini juga dipenuhi untuk data pengamatan yang menyebar secara simetrik meskipun bukan normal ganda. Oleh karena itu, metode juga bekerja baik pada data yang tidak menyebar normal ganda dengan ukuran contoh yang besar yakni lebih dari 2 (Garson 0). Kurang diketahui perilaku penduga pada contoh yang berukuran kecil, tetapi kelihatannya ia mempunyai bias yang menuju nol pada contoh yang berukuran kecil. Berbeda dengan F dan F, F tidak memerlukan asumsi sebaran normal ganda dari data pengamatan. Salah satu keuntungan dari metode adalah sifat kekonsistenan penduganya. Sehingga pada ukuran sampel yang bertambah besar maka $ θ umumnya konvergen ke θ. Oleh karena itu, walaupun sebaran peubah pengamatan tidak normal tetapi kekonsistenan penduganya dapat dijamin. Penduga mempunyai beberapa kelebihan di antaranya adalah baik digunakan pada data pengamatan yang tidak memenuhi asumsi sebaran normal ganda. Menurut Engel (3), metode memerlukan asumsi minimal tentang sebaran peubah pengamatan. Studi simulasi dengan menggunakan data yang tidak menyebar normal menunjukkan bahwa hasil uji statistik dengan metode tidak dipengaruhi oleh karakteristik sebaran. Menurut Garson (0), metode baik digunakan bila data pengamatan memiliki ukuran contoh yang sangat besar.

22 Pembangkitan Data Dari hasil simulasi dengan beberapa pengulangan diperoleh sejumlah gugus data. Persentase bias dugaan parameter selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Gambaran nilai bias dan keragaman dugaan parameter dengan menggunakan metode,, dan untuk berbagai bentuk sebaran dan ukuran contoh disajikan dalam bentuk boxplot. Nilai bias dan keragaman dugaan parameter yang relatif kecil dari masing-masing metode menunjukkan kekonsistenan metode tersebut. Hasil-hasil ini dapat diuraikan sebagai berikut: Model Struktural Gambaran nilai-nilai bias dan keragaman dugaan parameter model struktural pada semua ukuran contoh dan sebaran disajikan pada Gambar 3 dan Gambar 4. - Boxplot of,,, vs GA11 - Boxplot of,,, vs GA11 - - - - - - - -0.7-0.7-0.8 GA11 W LS -0.8-0.9 GA11 W LS Boxplot of,,, vs GA21 Boxplot of,,, vs GA21 0.1 0.0 0.0-0.1-0.1 - - - - - - - - GA21 GA21 W LS W LS Boxplot of,,, vs BE21 Boxplot of,,, vs BE21 0.8 0.8 0.7 0.7 BE21 BE21 W LS W LS Gambar 3 parameter 11 γ (GA11), 21 γ (GA21) dan 21 β (BE21) pada bebagai ukuran contoh dan bentuk sebaran (normal ganda pada kolom kiri dan tak normal ganda pada kolom kanan).

23 Terlihat bahwa pada kedua bentuk sebaran, semua metode relatif lebih konsisten dalam menduga parameter γ 11 (GA11) pada N =. Untuk parameter γ 21(GA21) pada data yang menyebar normal ganda, semua metode relatif lebih konsisten pada N =, sedangkan pada sebaran tak normal ganda semua metode relatif lebih konsisten pada N = dan N =. Sementara untuk parameter β 21 (BE21) baik pada sebaran normal ganda maupun pada sebaran tak normal ganda semua metode relatif lebih konsisten pada N =. Boxplot of,,, vs PS11 Boxplot of,,, vs PS11 0.9 0.9 0.8 0.7 0.8 0.7 PS11 PS11 Boxplot of,,, vs PS22 Boxplot of,,, vs PS22 0.7 0.8 0.7 PS22 PS22 Gambar 4 parameter ψ 11 (PS11) dan ψ 22 (PS22) pada berbagai ukuran contoh dan sebaran (normal ganda pada kolom kiri dan tak normal ganda pada kolom kanan). Gambar 4 menyajikan nilai dugaan untuk matriks koragam bagi ζ yaitu parameter dalam Ψ. Untuk parameter ψ 11, pada sebaran normal ganda maupun pada sebaran tak normal ganda semua metode relatif konsisten pada N =. Sementara untuk ψ 22, pada sebaran normal ganda semua metode relatif lebih konsisten pada N = dan pada sebaran tak normal ganda semua metode juga relatif konsisten pada N =.

24 Model Pengukuran Gambaran nilai-nilai bias dan keragaman dugaan parameter bagi model pengukuran x x untuk parameter-parameter λ 11 dan λ 21 disajikan pada Gambar 5. Terlihat bahwa untuk x menduga parameter λ 11 walaupun semua metode menghasilkan bias pada sebaran normal ganda namun keragaman yang kecil dihasilkan pada N =. Dalam hal ini semua metode relatif konsisten pada N =. Pada sebaran tak normal ganda semua metode x relatif konsisten pada N =. Untuk parameter λ 21, pada sebaran normal ganda maupun pada sebaran tak normal ganda semua metode relatif konsisten pada N =. Boxplot of,,, vs LX11 Boxplot of,,, vs LX11 1.1 1.05 1.00 1.0 0.95 0.9 0.8 0.90 0.85 0.80 0.75 0.7 LX11 0.70 5 LX11 Boxplot of,,,, vs LX21 Boxplot of,,, vs LX21 0.9 0.8 0.8 0.7 0.7 LX21 LX21 x x Gambar 5 parameter λ 11 (LX11) dan λ 21 (LX21) pada berbagai ukuran contoh dan sebaran (normal ganda pada kolom kiri dan tak normal ganda pada kolom kanan). Gambaran nilai bias dan keragaman dugaan parameter bagi model pengukuran untuk y disajikan pada Gambar 6.

25 Boxplot of,,, vs LY11 Boxplot of,,, vs LY11 0.95 0.90 0.85 0.90 0.85 0.80 0.75 0.80 0.75 0.70 0.70 5 0 LY11 5 0 LY11 Boxplot of,,, vs LY21 Boxplot of,,, vs LY21 1.05 1.00 1.00 0.95 0.95 0.90 0.85 0.90 0.85 0.80 0.80 0.75 0.70 LY21 0.75 LY21 Boxplot of,,, vs LY32 Boxplot of,,, vs LY32 1.1 1.00 1.0 0.95 0.90 0.9 0.8 0.85 0.80 0.75 0.7 0.70 LY32 5 LY32 Boxplot of,,, vs LY42 Boxplot of,,, vs LY42 0.95 1.00 0.90 0.95 0.90 0.85 0.80 0.85 0.80 0.75 0.75 0.70 LY42 0.70 LY42 y y y y Gambar 6 parameter λ 11 (LY11), λ 21 (LY21), λ 32 (LY32) dan λ 42 (LY42) pada berbagai ukuran contoh dan sebaran (normal ganda pada kolom kiri dan tak normal ganda pada kolom kanan).

26 y Dari Gambar 6 terlihat bahwa untuk menduga parameter λ 11 (LY11) pada kedua sebaran semua metode relatif lebih konsisten pada N =. Sementara itu, untuk y menduga parameter λ 21 (LY21) pada sebaran normal ganda semua metode relatif lebih konsisten pada N = dan N =, sedangkan pada sebaran tak normal ganda semua metode relatif konsisten pada N =. Hal ini berlaku juga untuk parameter-parameter y y λ 32 (LY32) dan 42 Gambar 7. λ (LY42). δ δ Gambaran nilai bias dan keragaman dugaan parameter θ 11 dan θ 22 disajikan pada Boxplot of,,, vs TD11 Boxplot of,,, vs TD11 0.1 0.0 0.1-0.1 0.0 TD11 - - TD11 Boxplot of,,, vs TD22 Boxplot of,,, vs TD22 0.8 0.8 0.7 0.7 TD22 TD22 δ δ Gambar 7 parameter θ 11 (TD11) dan θ 22 (TD22) pada berbagai ukuran contoh dan sebaran (normal ganda pada kolom kiri dan tak normal ganda pada kolom kanan). δ Terlihat bahwa pada sebaran normal ganda dalam menduga parameter θ 11 semua metode relatif lebih konsisten pada N =, sedangkan pada sebaran tak normal ganda semua metode relatif lebih konsisten pada N =. Sementara itu, dalam menduga δ parameter θ 22, pada sebaran normal ganda semua metode relatif lebih konsisten pada N = dan N =, demikian pula pada sebaran tak normal ganda.

27 Gambaran nilai bias dan keragaman dugaan parameter θ 11, θ22 dan θ 33 disajikan pada Gambar 8. Terlihat bahwa untuk menduga parameter θ 11 pada sebaran normal ganda, semua metode relatif konsisten pada N =, sedangkan pada sebaran tak normal ganda semua metode relatif lebih konsisten pada N =. Sementara itu, untuk menduga parameter θ 22 baik pada sebaran normal ganda maupun tak normal ganda, semua metode relatif konsisten pada N = dan N =. Untuk menduga parameter θ 33 pada sebaran normal ganda semua metode relatif konsisten pada N = dan N =, sedangkan pada sebaran tak normal ganda semua metode relatif konsisten pada N =. Boxplot of,,, vs TE11 Boxplot of,,, vs TE11 TE11 TE11 Boxplot of,,, vs TE22 Boxplot of,,, vs TE22 0.1 0.0 TE22 0.1 0.0 TE22 Boxplot of,,, vs TE33 Boxplot of,,, vs TE33 0.1 0.0 TE33 0.1 TE33 Gambar 8 parameter θ 11 (TE11), θ 22 (TE22) dan θ 33 (TE33) pada berbagai ukuran contoh dan sebaran (normal ganda pada kolom kiri dan tak normal ganda pada kolom kanan).

28 Gambar 9 menyajikan gambaran nilai bias dan keragaman dugaan untuk parameter θ 31 dan 42 θ. Terlihat bahwa pada sebaran normal ganda, untuk menduga parameter θ 31 semua metode relatif lebih konsisten pada N =, sedangkan pada sebaran tak normal ganda semua metode relatif konsisten pada N =. Sementara untuk parameter θ 42 kekonsistenan dugaan semua metode pada sebaran normal ganda terjadi pada N =, sedangkan pada sebaran tak normal ganda pada N =. Boxplot of,,, vs TE31 Boxplot of,,, vs TE31 0 5 0 0.1 0.15 0.10 0.0-0.1 TE31 0.05 0.00-0.05 TE31 Boxplot of,,, vs TE42 Boxplot of,,, vs TE42 0 0 0.15 0.15 0.10 0.10 0.05 0.00-0.05-0.10-0.15 TE42 W LS 0.05 0.00-0.05-0.10 TE42 W LS Gambar 9 parameter θ 31 (TE31) dan θ 42 (TE42) pada berbagai ukuran contoh dan sebaran (normal ganda pada kolom kiri dan tak normal ganda pada kolom kanan). Dari uraian di atas terlihat bahwa nilai parameter dugaan masing-masing metode mengalami fluktuasi seiring dengan bertambahnya ukuran contoh. Fluktuasi nilai parameter dugaan ini terjadi di sekitar parameter penduga dengan bias yang bervariasi. Persentase bias parameter dugaan ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Persentase bias terbesar umumnya dihasilkan dalam pendugaan parameter θ 44 (TE44) oleh semua metode pada semua ukuran contoh, sedangkan persentase bias terkecil umumnya dihasilkan dalam pendugaan parameter ϕ 11 (PH11) oleh semua metode pada semua ukuran contoh.

29 Kekonsistenan Metode Penduga Parameter Kekonsistenan metode penduga parameter untuk keseluruhan parameter model diukur berdasarkan nilai MARB hasil dugaannya. Dalam hal ini, suatu metode dikatakan konsisten jika nilai MARB dugaannya kecil. Gambar 10 menyajikan boxplot MARB dugaan parameter ditinjau dari metode dan ukuran contoh pada sebaran normal ganda. Boxplot Metode pada Sebaran Normal Ganda Boxplot Ukuran Contoh pada Sebaran Normal Ganda MARB MARAB 0.1 0.1 0.0 METODE 0.0 CONTOH Gambar 10 Boxplot MARB pada sebaran normal ganda. Dari Gambar 10 terlihat bahwa pada data yang menyebar normal ganda, semakin besar ukuran contoh maka semakin konsisten metode penduga parameter. Hal ini dapat dilihat dari nilai MARB yang semakin kecil. Ini disebabkan karena semakin besar ukuran contoh maka sebaran dari parameter dugaan mendekati normal sehingga parameter-parameter hasil dugaan mendekati parameter model. Dari Gambar 10 terlihat bahwa nilai MARB semua metode mengalami fluktuasi seiring dengan bertambahnya ukuran contoh. Ini menyebabkan terjadinya perubahan kekonsistenan masing-masing metode. Ini menunjukkan bahwa kekonsistenan metode sensitif terhadap ukuran contoh. Sensitivitas dari kekonsistenan metode ini terjadi pada N = dan N =. Untuk mengetahui adanya perbedaan kekonsistenan masing-masing metode pada setiap ukuran contoh maka dilakukan uji Tukey terhadap MARB dengan menggunakan General Linear Model. Uji ini dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan uji kehomogenan ragam dan beda nilai MARB masing-masing metode pada setiap ukuran contoh dengan taraf signifikan 5%. Hasil uji menunjukkan bahwa keragaman nilai MARB masingmasing metode pada setiap ukuran contoh tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hasil uji juga menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan nilai MARB masing-

30 masing metode pada N =, N =, N = dan N =. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil uji Tukey terhadap nilai MARB yang menunjukkan adanya perbedaan kekonsistenan masing-masing metode pada setiap ukuran contoh terlihat pada Tabel 1 sampai Tabel 5. Tabel 1 Hasil Uji MARB untuk sebaran normal ganda pada ukuran contoh Subset METODE N 1 2 25.23660284 25.23733504 25.27954384 25.28079144 Dari Tabel 1 di atas terlihat bahwa metode dan berada pada satu kelompok yang homogen dan memiliki nilai MARB dengan rata-rata terkecil. Dengan demikian, pada N = metode dan lebih konsisten. Tabel 2 Hasil Uji MARB untuk sebaran normal ganda pada ukuran contoh Subset METODE N 1 2 25.18978248 25.19016836 25.19126920 25.23409864 Dari Tabel 2 di atas terlihat bahwa metode, dan berada pada satu kelompok yang homogen dan memiliki nilai MARB dengan rata-rata terkecil. Dengan demikian, pada N = metode, dan lebih konsisten. Tabel 3 Hasil Uji MARB untuk sebaran normal ganda pada ukuran contoh METODE N Subset 1 2 25.15812 25.15772182 25.19736212 25.19739376

31 Dari Tabel 3 di atas terlihat bahwa metode dan berada pada satu kelompok yang homogen dan memiliki MARB dengan rata-rata terkecil. Ini menunjukkan bahwa pada N = metode dan lebih konsisten. Tabel 4 Hasil Uji MARB untuk sebaran normal ganda pada ukuran contoh METODE N Subset 1 2 25.15232060 25.15524612 25.15605 25.19934328 Dari Tabel 4 di atas terlihat bahwa metode, dan berada pada satu kelompok yang homogen. Hal ini menunjukkan bahwa pada N = ketiga metode tersebut lebih konsisten. Tabel 5 Hasil Uji MARB untuk sebaran normal ganda pada ukuran contoh METODE N Subset 1 25.12398404 25.12690 25.13017812 25.14866312 Dari Tabel 5 di atas terlihat bahwa keempat metode berada pada satu kelompok yang homogen. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kekonsistenan antara keempat metode. Ini berarti bahwa pada N = semua metode memiliki kekonsistenan yang sama. Berdasarkan hasil uji Tukey terhadap MARB di atas terlihat bahwa pada data yang menyebar normal ganda metode lebih konsisten pada semua ukuran contoh. Hal ini sesuai dengan Garson (0) bahwa metode baik digunakan pada data yang menyebar normal ganda. Hal ini disebabkan oleh terpenuhinya asumsi kenormalan ganda peubah-peubah pengamatan dan sifat definit positif pada matriks koragam sampel S. Karakteristik matriks S sangat mempengaruhi kekonsistenan metode ini. Metode konsisten pada N =, N = dan N =. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja

32 metode lebih baik dari. Hal ini disebabkan oleh karakteristik matriks koragam S sebagai matriks pembobot W. Karakteristik matriks S ini erat kaitannya dengan ukuran contoh. Sementara metode lebih konsisten pada N = dan N =. Metode ini juga baik digunakan pada data yang menyebar ganda. Menurut Bollen (1989), hal ini disebabkan karena sifat matriks pembobotnya yang merupakan matriks koragam asimtotis. Meskipun metode tidak memerlukan asumsi sebaran, namun ukuran contoh erat kaitannya dengan unsur-unsur matriks S. Boxplot Metode pada Sebaran Tak Normal Ganda Boxplot Ukuran Contoh pada Sebaran Tak Normal Ganda MARB MARB 0.1 0.1 0.0 METODE 0.0 CONTOH Gambar 11 Boxplot MARB pada sebaran tak normal ganda. Gambar 11 menyajikan nilai MARB dugaan parameter pada sebaran tak normal ganda ditinjau dari metode dan ukuran contoh. Tampak bahwa nilai MARB semua metode semakin kecil dengan bertambahnya ukuran contoh. Ini menunjukkan bahwa kekonsistenan semua metode semakin meningkat dengan bertambahnya ukuran contoh. Hal ini disebabkan karena semakin besar ukuran contoh maka sebaran dari parameter dugaan mendekati normal sehingga parameter-parameter hasil dugaan mendekati parameter model. Dari Gambar 11 terlihat bahwa nilai MARB semua metode mengalami fluktuasi seiring dengan bertambahnya ukuran contoh. Ini menyebabkan terjadinya perubahan kekonsistenan semua metode. Ini menunjukkan bahwa kekonsistenan metode sensitif terhadap ukuran contoh. Sensitivitas metode ini terjadi pada N =, N = dan N =. Untuk mengetahui adanya perbedaan kekonsistenan masing-masing metode pada setiap ukuran contoh maka dilakukan uji Tukey terhadap MARB dengan menggunakan General Linear Model. Uji ini dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan uji kehomogenan ragam dan beda nilai MARB masing-masing metode pada setiap ukuran contoh dengan taraf signifikan 5%. Hasil uji menunjukkan bahwa keragaman nilai

33 MARB semua metode pada setiap ukuran contoh tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hasil uji juga menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan nilai MARB semua metode pada setiap ukuran contoh. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil uji Tukey terhadap nilai MARB yang menunjukkan adanya perbedaan kekonsistenan masing-masing metode pada setiap ukuran contoh terlihat pada Tabel 6 sampai Tabel 10. Tabel 6 Hasil Uji MARB untuk sebaran tak normal ganda pada ukuran contoh METODE N Subset 25.16117647 1 2 25.27125112 25.28153721 25.28637420 Dari Tabel 6 di atas terlihat bahwa metode, dan berada pada satu kelompok yang homogen dan memiliki nilai MARB dengan rata-rata relatif besar. Dengan demikian, pada N = metode lebih konsisten. Tabel 7 Hasil Uji MARB untuk sebaran tak normal ganda pada ukuran contoh METODE N Subset 1 2 25.18001499 25.18330854 25.23098116 25.23832935 Dari Tabel 7 di atas terlihat bahwa metode dan berada pada satu kelompok yang homogen dan memiliki nilai MARB dengan rata-rata terkecil. Dengan demikian, pada N = metode dan lebih konsisten.

34 Tabel 8 Hasil Uji MARB untuk sebaran tak normal ganda pada ukuran contoh METODE N Subset 25.14927563 25.15399203 1 2 25.19113350 25.19939 Dari Tabel 8 di atas terlihat bahwa metode dan memiliki nilai MARB dengan rata-rata terkecil. Dengan demikian, pada N = metode dan lebih konsisten. Tabel 9 Hasil Uji MARB untuk sebaran tak normal ganda pada ukuran contoh METODE N Subset 25.15798614 25.16014318 25.16237082 1 2 25.20847099 Dari Tabel 9 di atas terlihat bahwa metode, dan berada pada satu kelompok yang homogen dan memiliki nilai MARB dengan rata-rata terkecil. Dengan demikian, pada N = metode, dan lebih konsisten. Tabel 10 Hasil Uji MARB untuk sebaran tak normal ganda pada ukuran contoh METODE N Subset 1 2 25.12584138 25.12744794 25.12949074 25.17008787 Dari Tabel 10 di atas terlihat bahwa metode, dan berada pada satu kelompok yang homogen dan memiliki nilai MARB dengan rata-rata terkecil. Ini berarti bahwa pada N = ketiga metode tersebut lebih konsisten. Dari uraian di atas terlihat bahwa metode tidak konsisten pada data pengamatan yang tidak menyebar normal ganda. Hal ini terjadi karena tidak terpenuhinya asumsi

35 kenormalan ganda bagi peubah-peubah pengamatan. Metode digunakan jika data pengamatan tidak menyebar normal ganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada data yang tidak menyebar normal ganda metode tidak konsisten pada N = dan N =. Hal ini disebabkan karena sifat-sifat ketaknormalan peubah pengamatan. Sementara itu, dari hasil analisis menunjukan bahwa metode konsisten pada data yang tidak menyebar normal ganda khususnya pada N =, N = dan N =. Hal ini disebabkan karena walaupun bentuk sebarannya tak normal tapi ia masih simetris. Metode konsisten pada ukuran contoh tertentu baik pada data yang menyebar normal ganda maupun pada data yang tidak menyebar normal ganda. Dari hasil uraian di atas jelas bahwa masing-masing metode konsisten tidak hanya pada suatu gugus data dengan sebaran dan ukuran contoh tertentu. Informasi ini sangat menarik dan memungkinkan digunakannya suatu metode pada data pengamatan dengan karakteristik yang berbeda. Di samping itu, secara realistis sulit untuk mendapatkan data pengamatan yang menyebar normal ganda. Hasil di atas dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menggunakan alternatif sebaran yang lain yang menghasilkan dugaan parameter dengan konsistensi yang relatif sama. Ketepatan Metode Penduga Parameter Ketepatan metode penduga parameter didasarkan pada hasil uji kelayakan model. Hasil uji kelayakan model yang pendugaan parameternya menggunakan metode,, dan masing-masing dapat dilihat pada Tabel 11 sampai Tabel 14. Berdasarkan Tabel 11 terlihat bahwa metode relatif lebih baik untuk pengepasan data. Hal ini terlihat dari nilai khi-kuadrat yang relatif kecil dengan nilai p-value lebih dari 0.05. Perubahan nilai khi-kuadrat seiring dengan bertambahnya ukuran contoh disebabkan oleh perubahan nilai fungsi pengepasan pada masing-masing ukuran contoh. Secara umum, metode lebih baik dalam mengepas data walaupun dengan tingkat ketepatan yang berbeda.

36 Tabel 11 Hasil Uji Kelayakan Model dengan metode Sebaran Kriteria Kritis Ukuran Contoh Khi-Kuadrat Relatif kecil 4.7424 4.8096 6.1700 6.7404 5.8996 p-value 0.05 905 348 553 276 238 NORMAL RMSEA 0.08 0.0355 0.0404 0.0336 0.0338 0.0232 RMSR Relatif kecil 020 0.1354 0.1238 0.1111 0.0935 GFI 0.90 0.9884 0.9924 0.9944 0.9956 0.9988 AGFI 0.80 0.9344 0.9628 0.9676 0.9724 0.9808 Khi-Kuadrat Relatif kecil 3.9788 5.5172 4.8680 5.9992 5.9440 p-value 0.05 093 932 437 267 545 TAK RMSEA 0.08 0.0453 0.0349 0.0233 0.0313 0.0274 NORMAL RMSR Relatif kecil 0.0153 0.0211 0.0091 0.0087 0.0077 GFI 0.90 0.9896 0.9940 0.9964 0.9952 0.9980 AGFI 0.80 0.9428 0.9600 0.9744 0.9756 0.9808 Untuk metode nilai uji kelayakan model pada semua ukuran contoh dan bentuk sebaran dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Hasil Uji Kelayakan Model dengan metode Sebaran Kriteria Kritis Ukuran Contoh Khi-Kuadrat Relatif kecil 3.9452 4.3176 5.6220 6.2432 5.5952 p-value 0.05 283 601 727 396 357 NORMAL RMSEA 0.08 0.0248 0.0256 0.0303 0.0312 0.0217 RMSR Relatif kecil 0.1788 0.1254 0.1160 0.1052 0.0898 GFI 0.90 0.9872 0.9924 0.9944 0.9956 0.9988 AGFI 0.80 0.9288 0.9624 0.9672 0.9724 0.9447 Khi-Kuadrat Relatif kecil 3.3532 4.8828 4.5628 5.6332 5.6428 p-value 0.05 547 192 526 417 647 TAK RMSEA 0.08 0.0180 0.0299 0.0244 0.0291 0.0259 NORMAL RMSR Relatif kecil 0.0170 0.0141 0.0538 0.0082 0.0074 GFI 0.90 0.9900 0.9936 0.9960 0.9948 0.9980 AGFI 0.80 0.9420 0.9584 0.9740 0.9752 0.9804 Pada Tabel 12 terlihat bahwa nilai khi-kuadrat mengalami fluktuasi seiring dengan bertambahnya ukuran contoh. Hal ini disebabkan karena nilai khi-kuadrat ini dipengaruhi oleh nilai fungsi pengepasan. Namun demikian secara umum metode sudah baik dalam mengepas data pada semua ukuran contoh walaupun dengan tingkat ketepatan yang berbeda. Hasil uji kelayakan model dengan metode dan pada berbagai ukuran contoh dan bentuk sebaran dapat dilihat pada Tabel 13 dan Tabel 14.

37 Tabel 13 Hasil Uji Kelayakan Model dengan metode Sebaran Kriteria Kritis Ukuran Contoh Khi-Kuadrat Relatif kecil 3.9424 4.3212 5.6072 6.1768 34.6704 p-value 0.05 282 611 729 998 128 NORMAL RMSEA 0.08 0.0251 0.0257 0.0301 0.0592 0.0218 RMSR Relatif kecil 0.1636 0.1497 0.1082 0.0944 0.0812 GFI 0.90 1.0000 1.0000 1.0000 0.9626 1.0000 AGFI 0.80 0.9952 0.9992 0.9988 1.0000 0.9984 Khi-Kuadrat Relatif kecil 3.4112 4.8556 4.5608 5.6144 5.6380 p-value 0.05 440 202 524 421 647 TAK RMSEA 0.08 0.0178 0.0538 0.0214 0.0290 0.0259 NORMAL RMSR Relatif kecil 0.0123 0.0133 0.0081 0.0076 0.0069 GFI 0.90 1.0000 0.9604 1.0000 1.0000 1.0000 AGFI 0.80 0.9976 0.9992 0.9992 1.0000 1.0000 Tabel 13 memperlihatkan bahwa hasil uji kelayakan model dengan metode pada kedua bentuk sebaran dan semua ukuran contoh sudah memenuhi titik kritis. Ini berarti bahwa metode relatif tepat dalam menduga parameter model tanpa mempertimbangkan asumsi sebaran dari peubah pengamatan. Tabel 14 Hasil Uji Kelayakan Model dengan metode Sebaran Kriteria Kritis Ukuran Contoh Khi-Kuadrat Relatif kecil 4.2948 4.2424 5.6012 6.5 5.7712 p-value 0.05 748 653 709 291 295 NORMAL RMSEA 0.08 0.0358 0.0249 0.0303 0.0327 0.0225 RMSR Relatif kecil 212 0.1837 0.1575 0.1282 0.1088 GFI 0.90 0.9912 0.9932 0.9940 0.9952 0.9988 AGFI 0.80 0.9548 0.9684 0.9704 0.9740 0.9816 Khi-Kuadrat Relatif kecil 3.3528 4.9632 4.6248 5.7428 5.2256 p-value 0.05 378 513 347 664 TAK RMSEA 0.08 0.0143 0.0303 0.0222 0.0 0.0260 NORMAL RMSR Relatif kecil 0.0197 0.0139 0.0 0.0098 0.0104 GFI 0.90 0.9984 0.9988 0.9996 1.0000 1.0000 AGFI 0.80 0.9820 0.9848 0.9908 0.9908 0.9924 Pada Tabel 14 terlihat bahwa pada data yang tidak menyebar normal ganda semua ukuran kelayakan model sudah memenuhi titik kritis. Hal ini menunjukkan bahwa pada data yang tidak menyebar normal ganda, metode relatif lebih tepat dalam menduga parameter model.

38 Dari uraian diatas terlihat bahwa semua ukuran kelayakan model dari semua metode pada semua ukuran contoh sudah memenuhi titik kritis. Ini berarti bahwa semua metode sudah layak mengepas data pengamatan pada berbagai ukuran contoh dan bentuk sebaran. Namun demikian, besaran nilai ukuran kelayakan model bervariasi. Perbedaan nilai ukuran kelayakan model ini sangat dipengaruhi oleh ukuran contoh dan bentuk sebaran.