BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008, kanker payudara menduduki peringkat keempat penyebab kematian akibat kanker yaitu 458.000 kasus. Menurut American Cancer Society (ACS) tahun 2012, kanker payudara merupakan penyebab kematian kedua terbanyak pada wanita (14%) setelah kank er paru-paru (26%) di Amerika Serikat. Pada tahun 2012 diperkirakan sebanyak 226.870 kasus baru kanker payudara yang invasif terjadi pada wanita, dan 2190 kasus baru pada pria. Data dari Instalasi Kanker Terpadu Tulip di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta, tampak adanya kenaikan kasus kanker payudara dari tahun ke tahun. Kanker yang paling banyak terjadi pada 1269 kunjungan penderita di Instalasi Kanker Terpadu Tulip pada tahun 2005 adalah karsinoma payudara (31,1%), disusul karsinoma leher rahim (4,9%) dan usia penderita karsinoma payudara terbanyak adalah 46 sampai 50 tahun (Aryandono, 2008). 1
2 Karsinoma payudara invasif adalah kelompok tumor ganas epitelial yang menginvasi jaringan sekitar dan cenderung metastasis ke organ yang jauh. Tumor berasal dari epitel kelenjar payudara terutama sel-sel pada struktur terminal duct-lobular unit (TDLU) (Ellis et al., 2003). Karsinoma duktal invasif atau infiltratif adalah tipe histologis terbanyak (70% sampai 80%) karsinoma payudara (DeVita et al., 2008). Metastasis merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Pada kanker payudara, metastasis limfogen merupakan rute utama penyebaran sel kanker (Björndahl et al., 2005). Metastasis sel tumor dimulai dengan invasi tumor ke pembuluh limfe, kemudian ke limfonodi, dan selanjutnya ke organ jauh (Schoppmann et al., 2002; Rosen, 2009). Organ yang paling sering terkena metastasis karsinoma payudara adalah tulang, paru-paru, hati dan otak (Zhou et al., 2012). Penelitian Irianiwati et al. (2013) di Yogyakarta menunjukkan bahwa 63,5% karsinoma payudara metastasis ke limfonodi dan 30,2% metastasis yang terjadi mencapai lebih dari 3 limfonodi. Tumor associated macrophages (TAMs) berasal dari monosit dalam pembuluh darah yang direkrut ke area
3 tumor oleh molekul-molekul yang diproduksi oleh sel neoplastik dan sel stromal (Solinas et al., 2009). Makrofag adalah komponen utama infiltrat sel radang pada beberapa tumor padat, dan mencapai 50% dari seluruh massa tumor pada karsinoma payudara (Lewis et al., 1995). TAMs pada tumor dapat berasal dari monosit dalam darah tepi maupun dari proliferasi lokal TAMs (Campbell et al., 2011). TAMs pada jaringan tumor dapat diamati dengan pemeriksaan imunohistokimiawi menggunakan antibodi CD68 (Halon et al., 2004). TAMs dapat berperan sebagai antitumor maupun protumor. Pada karsinoma payudara, peran protumor TAMs lebih dominan. TAMs mendorong pertumbuhan tumor secara langsung dengan memproduksi mitogen misalnya epidermal growth factor (Leek et Harris, 2002). Akumulasi TAMs berhubungan dengan produksi faktor-faktor angiogenik misalnya vascular endothelial growth factor (VEGF) dan platelet-derived growth factor (PDGF). TAMs memproduksi matrix-metallloprotease yang mendegradasi protein matriks ekstraseluler untuk memfasilitasi invasi sel neoplastik (Mantovani et al., 2006). TAMs memproduksi VEGF-C, VEGF-D, dan reseptor VEGFR-3 yang berperan dalam limfangiogenesis (Schoppmann et al., 2002).
4 Peningkatan ekspresi VEGF-C pada tumor primer berkorelasi dengan peningkatan metastasis sel tumor ke limfonodi regional (Pepper, 2001). TAMs adalah petanda prognosis baik pada karsinoma kolorektal dan karsinoma tiroid karena TAMs berkorelasi dengan tumor yang kurang invasif dan ketahanan hidup lebih lama ( Lackner et al., 2004; Fiumara, 1997). Infilrasi TAMs berkorelasi dengan status limfonodi serta ketahanan hidup yang rendah pada karsinoma paru (Zhang et al., 2011). TAMs sebagai petanda prognosis buruk juga ditemukan pada karsinoma sel skuamosa kulit karena dapat mengkoordinasi metastasis lebih awal (Kluger et Colegio, 2011). Penelitian Campbell et al., (2011) menunjukkan bahwa jumlah TAMs tidak berkorelasi dengan status limfonodi, namun jumlah TAMS adalah indikator prognosis buruk dan kekambuhan lebih awal. Penelitian Schoppmann et al., (2006) juga mendapatkan bahwa TAMs tidak berhubungan dengan status limfonodi pasien. Hal itu menunjukkan bahwa hubungan antara TAMs dengan status limfonodi masih belum jelas sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut. Terdapat 3 aspek dari TAMs yang dapat menjadi sasaran terapi: (1) inhibisi perekrutan dan/atau
5 kelangsungan hidup TAMs di area tumor, (2) inhibisi efek positif TAMs pada angiogenesis dan remodelling jaringan, (3) membalikkan ak tivitas imunosupresi TAMs dan restorasi sitotoksisitas anti tumor (Allavena et al., 2008). Penelitian Luo et al. (2006) pada model tikus dengan kanker payudara menunjukkan bahwa legumain yang banyak diekspresikan TAMs dapat menjadi target terapi. Vaksin legumain-based DNA menginduksi respon sel T sitotoksik melawan TAMs sehingga kepadatan TAMs pada tumor menurun, terjadi supresi angiogenesis dan pertumbuhan tumor serta metastasis dapat dihambat. I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana hubungan antara jumlah TAMs dengan status limfonodi pada karsinoma payudara? I.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jumlah TAMs dengan status limfonodi pada karsinoma payudara.
6 I.4. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian sebelumnya yang pernah meneliti tentang TAMs dan status limfonodi karsinoma payudara yaitu: 1. Bolat et al. (2006). Penelitian ini menggunakan 48 sampel karsinoma duktal invasif dan 30 sampel karsinoma lobular invasif. Pengecatan makrofag pada penelitian ini menggunakan petanda makrofag HAM56- antibody. Hasil penelitian ini adalah terdapat korelasi yang bermakna secara statistik antara TAMs dengan status limfonodi karsinoma duktal invasif. 2. Guntersah et al. (2010). Sampel penelitian ini adalah 15 blok parafin penderita karsinoma duktal invasif grade 1 dan 15 blok parafin penderita karsinoma duktal invasif grade 3. Pengecatan imunohistokimia penelitian ini menilai ekspresi CD68, VEGF, dan von Willebrand Factor. Hasil penelitian ini adalah TAMs memiliki korelasi negatif dengan status limfonodi. 3. Campbell et al. (2011). Penelitian ini menggunakan proliferating macrophages (promacs) sebagai variabel bebas. Promacs adalah TAMs yang mengalami proliferasi lokal dalam tumor. Metode penelitian ini
7 adalah double-staining dengan anti-cd68 (petanda makrofag) dan anti-pcna (petanda proliferasi). Hasil penelitian ini adalah tidak terdapat korelasi antara promacs dengan status limfonodi. Dengan demikian perlu diketahui bahwa penelitian ini merupakan penelitian asli dan bukan merupakan plagiat dari penelitian sebelumnya, melainkan hanya merupakan pengembangan dari yang sudah ada. I.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui hubungan antara jumlah TAMs dengan status limfonodi pada karsinoma payudara. Dengan mengetahui hubungan tersebut dapat diambil beberapa manfaat di antaranya : Mengetahui patogenesis proses metastasis secara limfogen. Mengetahui peran TAMs dalam prognosis karsinoma payudara. Menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut dalam rangka pengembangan terapi target anti limfangiogenesis melalui penekanan jumlah TAMs.