1 BAB I PENGANTAR I.1 Latar Belakang Perkembangan fisik kota merupakan konsekuensi dari peningkatan jumlah penduduk dan segala aktivitasnya di suatu wilayah kota. Peningkatan jumlah penduduk tersebut dapat disebabkan oleh pertambahan angka kelahiran dan pertambahan laju migrasi dari desa ke kota. Seiring meningkatnya aktivitas penduduk, maka permintaan atas lahan di kota juga semakin tinggi. Penduduk kota membutuhkan lahan untuk memenuhi segala aktivitasnya. Meningkatnya permintaan kebutuhan lahan mengundang persoalan tersendiri karena lahan di kota bersifat tetap dan terbatas. Oleh karena itu pemenuhan kebutuhan lahan pada akhirnya mengarah ke pinggiran kota. Hal ini terutama banyak terjadi di negara-negara berkembang yang kemampuan ekonomi dan teknologinya masih terbatas untuk mengembangkan kota secara vertikal. Penduduk kota memanfaatkan lahan-lahan di pinggiran kota yang relatif masih tersedia luas. Sifat-sifat kekotaan, seperti bangunan dan jalan, kemudian akan merembet secara horizontal keluar dari inti kota (urban) ke arah wilayah periurban. Gejala perembetan kota tersebut pada akhirnya mengubah wilayah alami menjadi wilayah dengan sifat kekotaan dan membawa perubahan terhadap banyak aspek di wilayah peri-urban. Ritohardoyo (2013) menyebutkan bahwa meskipun latar belakang pertumbuhan setiap kota memiliki karakteristik beragam, namun implikasi keruangan yang ditimbulkannya mirip satu sama lain, yakni 1
2 kecendrungan kompetisi penggunaan lahan di daerah pinggiran atau sekitar kota. Perubahan lainya adalah meningkatnya ciri-ciri kehidupan sosial ekonomi kota di perdesaan sehingga membawa gejolak sosial dan perubahan gaya hidup di perdesaan. Perubahan ciri kota juga mendorong proses reklasifikasi desa atau secara administratif terjadi perubahan status dari desa menjadi kelurahan (Muta ali, 2013). Perkembangan fisik kota secara horizontal tersebut telah menjadi perhatian serius para pemerhati wilayah kota dan lingkungan, dan merupakan permasalahan yang melanda seluruh kota besar di Indonesia. Perkembangan fisik kota cenderung mengalami perkembangan yang tidak terkendali (unmanaged growth) sehingga berpengaruh terhadap deteriorisasi lingkungan di suatu wilayah (Yunus, 2011). Wilayah peri-urban perlu mendapat perhatian khusus karena merupakan wilayah yang terimbas langsung perkembangan fisik kota yang merembet ke luar. Wilayah peri-urban memiliki keunikan tersendiri, yaitu berbatasan dengan wilayah perkotaan dan wilayah perdesaan sehingga keadaan wilayah peri-urban hari ini sangat menentukan masa depan wilayah perkotaan dan wilayah perdesaan sekaligus (Yunus, 2008). Wilayah peri-urban sebetulnya adalah wilayah pra-urban atau calon kota itu sendiri. Oleh karena itu identifikasi sejak dini terhadap persoalan wilayah periurban sangat penting dilakukan agar kota dapat tumbuh dan berkembang secara terencana dan tidak mengulang persoalan-persoalan kota sebelumnya. Perhatian terhadap wilayah peri-urban juga berkaitan dengan perlindungan lahan pertanian
3 yang merupakan ciri khas suasana perdesaan. Perkembangan fisik kota di wilayah peri-urban yang tidak terkendali dapat mengancam keberlanjutan lahan pertanian sehingga nantinya menukik kepada persoalan ketahanan pangan secara nasional (Yunus, 2008). Kota Makassar dalam dekade terakhir mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pertumbuhan ekonomi Kota Makassar termasuk sebagai pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia, rata-rata di atas 9% per tahun (BPS, 2012). Laju pertumbuhan penduduk Kota Makassar juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan, dari 1.157.905 jiwa pada tahun 2001 menjadi 1.352.136 pada tahun 2011, atau rata-rata 1,56% tiap tahunnya (BPS, 2012). Pertumbuhan ekonomi dan penduduk tersebut menunjukkan tingginya dinamika kehidupan Kota Makassar sehingga membawa konsekuensi terhadap meningkatnya permintaan kebutuhan lahan di kota. Gejala urban sprawl atau perembetan kota sudah nampak di permukaan, dan dikhawatirkan dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan di Kota Makassar dan wilayah pinggirannya (Ihsan, 2012). Kota Makassar juga merupakan pusat dari rencana pengembangan megapolitan Mamminasata yang meliputi satu kota dan tiga kabupaten di Sulawesi Selatan, yaitu Kota Makassar, Kabupaten Maros, Sungguminasa (Gowa), dan Takalar (Perpres No.55 Tahun 2011). Rencana pengembangan ini semakin membutuhkan perhatian agar kepentingan pembangunan kota dan keberlanjutan lingkungan, khususnya di wilayah peri-urban, dapat berlangsung.
4 I.2 Permasalahan Penelitian Dinamika wilayah yang cepat di dalam kota membuat perkembangan Kota Makassar telah merembet secara fisikal ke wilayah peri-urban di sekitarnya. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus mengingat perembetan kota dapat menimbulkan persoalan tersendiri di wilayah peri-urban, terutama berkaitan dengan perubahan lingkungan fisikal dan sosial-ekonomi. Wilayah peri-urban adalah wilayah campuran antara kekotaan dan kedesaan sehingga identifikasi dini terhadap persoalan di wilayah peri-urban sangat bermanfaat bagi pengambilan kebijakan untuk antisipasi terjadinya deteriorisasi lingkungan kota di masa depan dan juga sekaligus sebagai perlindungan terhadap lahan pertanian berkelanjutan. Perubahan lingkungan fisikal berkaitan dengan implikasi perkembangan fisik kota yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan di wilayah peri-urban. Lahan terbuka dan pertanian di wilayah peri-urban menjadi sasaran pembangunan sehingga keberadaannya terancam akan semakin berkurang dan bahkan hilang jika tidak segera diantisipasi sedini mungkin. Adapun perubahan sosial-ekonomi yaitu berkaitan dengan perubahan masyarakat di wilayah peri-urban yang semula adalah masyarakat desa dan akan menjadi masyarakat kota di masa akan datang. Aspek sosial-ekonomi seringkali terpinggirkan dari perumusan kebijakan perkembangan kota, dan berakibat pada terganggunya kepentingan masyarakat di wilayah periurban. Contohnya saja terkait dengan masa depan mata pencaharian masyarakat peri-urban yang dulunya adalah petani, dan kini harus berhadapan dengan kenyataan akan hilangnya lahan pertanian. Perubahan sosial-ekonomi dari
5 perkembangan kota seperti tersebut perlu mendapat tempat untuk dikaji secara mendalam agar keberlanjutan wilayah peri-urban dapat lebih terjamin. Selain perubahan ke arah negatif, perkembangan fisik kota juga membawa makna positif di wilayah peri-urban, seperti berkembangnya kegiatan ekonomi baru dan kemudahan akses fasilitas sosial ekonomi masyarakat. Oleh karena itu menjadi penting untuk dikaji agar perubahan ke arah positif tersebut dapat dikelola dan dipertahankan dengan baik. Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagaimana tingkat perkembangan fisik kota di wilayah peri-urban Kota Makassar? b. Bagaimana tingkat perubahan lingkungan fisikal dan sosial-ekonomi di wilayah peri-urban Kota Makassar? c. Bagaimana pengaruh perkembangan fisik kota terhadap perubahan lingkungan di wilayah peri-urban Kota Makassar? I.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Menganalisis tingkat perkembangan fisik kota di wilayah peri-urban Kota Makassar b. Menganalisis tingkat perubahan lingkungan fisikal dan sosial-ekonomi di wilayah peri-urban Kota Makassar
6 c. Menganalisis pengaruh perkembangan fisik kota terhadap perubahan lingkungan di wilayah peri-urban Kota Makassar I.4 Manfaat Penelitian Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu lingkungan kaitannya dengan pengembangan wilayah dan kota, secara khusus mengenai kajian kelingkunganan di wilayah peri-urban. Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi pengambil kebijakan atau dalam hal ini pemerintah daerah dalam mengantisipasi pengaruh negatif dari perkembangan kota di wilayah peri-urban yang tidak terkendali, dan juga sebagai pertimbangan dalam pengembangan kawasan megapolitan Mamminasata agar lebih berwawasan lingkungan. I. 5 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai perubahan lingkungan akibat perkembangan fisik kota di wilayah peri-urban atau pinggiran kota telah banyak dilakukan, baik yang mengangkat lokasi penelitian di luar negeri maupun di dalam negeri. Akan tetapi, sepanjang pengetahuan penulis, kebanyakan penelitian tersebut hanya mengangkat satu sisi perubahan saja, misalnya hanya terfokus terhadap aspek perubahan penggunaan lahan, seperti penelitian Jun Yu and Nam Ng (2006), serta Furberg and Ban (2012) atau perubahan sosio-spasial seperti penelitian Wahyu Pribadi (2005).
7 Penelitian mengenai perubahan fisik secara keruangan dan sosial-ekonomi yang dikaji secara bersamaan pernah dilakukan oleh Dani Ramdan (2005), Azocar et al. (2005), Prihantio (2010), dan Haregeweyn et al. (2012). Penelitian Azocar et al. (2005), dan Haregeweyn et al. (2012) mengangkat kasus luar negeri, dan pada pembahasan perubahan struktur sosial dan ekonomi hanya membahas mengenai segregasi sosial yang terjadi di wilayah pinggiran. Dani Ramdan (2005) dan Prihanto (2010) melakukan penelitian yang lebih komprehensif dan mengangkat lokasi penelitian di dalam negeri. Namun, metode penelitian keduanya lebih kepada analisis data sekunder terkait perubahan lahan di wilayah pinggiran dan implikasi sosialnya. Penelitian yang penulis lakukan mengkaji secara bersamaan perubahan lingkungan fisikal dan sosial-ekonomi dengan menggunakan metode interpretasi peta dan citra satelit penginderaan jauh untuk lingkungan fisikal, sedangkan untuk lingkungan sosial-ekonomi dikaji mengenai demografi, mata pencaharian, tingkat kesejahteraan, dan tingkat pendidikan dengan menggunakan data sekunder dan wawancara. Penulis menggunakan unit desa/kelurahan sebagai unit analisis untuk melihat fenomena perubahan lingkungan di wilayah peri-urban. Adapun terkait lokasi, sepanjang pengetahuan penulis, penelitian dengan tema serupa untuk wilayah Kota Makassar sebagai kawasan penting di bagian Timur Indonesia belum pernah dilakukan. Perbandingan penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.1.
8 Tabel 1.1 Perbandingan Penelitian Serupa Peneliti/ Tahun/ No. Judul 1. Dani Ramdan (2000) Urbanisasi di Daerah Pinggiran Kota Metropolitan. Studi Kasus di Kelurahan Cigondewah Kaler Kecamatan Bandung Kulon Kota Bandung 2. Gerardo Azocar, et.al. (2005) Urbanization Patterns and Their Impacts on Social Restructuring of Urban Space in Chilean mid-cities: The Case of Los Angeles, Central Chile 3. Wahyu Pribadi (2005) The Impact of Urbanisation on the pattern of Socio- Spatial Transformation 4. Nigussie Haregeweyn et.al. (2012) The Dynamics of Urban Expansion and Its Impact on Land Use/ Land Cover Change and Small-Scale Farmers Living Near the Urban Fringe: A Case Study of Bahir Dar, Ethiopia Tujuan Metode Hasil Mengkaji gejala urbanisasi dan tahapan perkembangan fisik dan sosial di daerah pinggiran kota metropolitan. Mengkaji pola pertumbuhan kota dan dampaknya terhadap struktur sosio-spasial Menggali dan menemukenali pengaruh yang timbul dari proses urbanisasi yang terjadi pada transformasi sosialekonomi pada kehidupan rumah tangga asli di daerah peripheri metropolitan jakarta Mengevaluasi dinamika ekspansi kekotaan dan dampaknya terhadap perubahan penggunaan dan tutupan lahan, serta kehidupan petani di wilayah pinggiran kota - Survey - Analisis kualitatif Kuantitatif foto udara tahun 1961-1998 - Analisis kualitatif Studi kasus Wawancarakualitatif foto udara tahun 1957, 1984, 1994, dan 2009. - Wawancara terhadap informan kunci (key informants). - Perubahan pemanfaatan ruang dapat mendorong perubahan sosial, budaya, dan ekonomi - Kehadiran suatu kegiatan produksi baru dapat menjadi rangsangan yang cukup kuat terhadap perubahan sosial. - Pertumbuhan fisik kota Los Angeles mengalami peningkatan selama periode 1995 dan 1978, dengan rata-rata 22,3 ha per tahun. - Area kekotaan cenderung bertambah, sementara lahan subur di pinggiran kota terus menerus mengalami penurunan. - Urbanisasi berpengaruh pada perikehidupan rumah tangga penduduk asli seperti transformasi mata pencaharian. - Pada bidang sosial, penduduk lokal mentransformasi cara berpikirnya untuk mendapatkan peluang di bidang pendidikan, kesehatan dan peran sosial di masyarakat - Ekspansi kekotaan berlangsung setiap tahunnya berkisar 12%, 14%, dan 5% untuk masing-masing periode. - Ekspansi lahan kekotaan juga berdampak terhadap meningkatnya konflik antara petani dan masyarakat pendatang di pinggiran kota.
9 Lanjutan Tabel 1.1 5. Teguh Prihanto (2010) Perubahan Spasial dan Sosial-Budaya sebagai Dampak Megaurban di Daerah Pinggiran Kota Semarang 6. Dorothy Furberg and Yifang Ban (2012) Satellite Monitoring of Urban Sprawl and Assessment of Its Potential Impact in the Greater Toronto Area Between 1985 dan 2005 7. Xi Jun Yu and Cho Nam Ng (2006) Spatial and Temporal Dynamics of Urban Sprawl Along Two Urban-Rural Transects: A Case Study of Guangzhou, China 8. Fitrawan Umar (2014) Pengaruh Perkembangan Fisik Kota terhadap Perubahan Lingkungan Fisikal dan Sosial-Ekonomi di Wilayah Peri- Urban Kota Makassar Sumber: Analisis Penulis, 2014 - Mengkaji faktorfaktor yang menyebabkan terjadinya proses megaurban - Mengkaji dampak yang timbul dari proses megaurban Monitoring urban sprawl di GTA antara tahun 1985 dan 2005, dan menghitung potensi dampak lingkungan Membandingkan perbedaan ekspansi kekotaan dari waktu ke waktu dan mengetahui faktorfaktor pendorongnya Menganalisis: - Tingkat perkembangan fisik kota di WPU - Tingkat perubahan lingkungan fisikal dan sosialekonomi di WPU - Pengaruh perkembangan fisik kota terhadap perubahan lingkungan di WPU Studi pustaka, kuisioner, dan wawancara mendalam dengan analisis kualitatif. citra Landsat TM tahun 1985-2005. - Urban compactness indicators dan landscape metrics citra Landsat TM tahun 1988, 1993, 1998, dan 2002. citra Landsat ETM+ tahun 2003 dan 2013 - Wawancara dan analisis kualitatif kuantitatif terhadap data sekunder - Uji hubungan statistik korelasi. - Terjadi pergeseran mata pencaharian penduduk daerah pinggiran kota dari pertanian ke non pertanian. - Terjadi alih fungsi lahan daerah pinggiran kota, dari lahan pertanian menjadi lahan permukiman, perdagangan, dan industri. - Hasil menunjukkan area kekotaan tumbuh sebesar 20% antara tahun 1985 dan 1995, dan 15% antara tahun 1995 dan 2005. - The landscape metrics menunjukkan area kekotaan berkepadatan rendah meningkat signifikan di GTA. - Area kekotaan di Guangzhou mengalami peningkatan dari 29.036 Ha di tahun 1988 menjadi 74.643 Ha di tahun 2002, sedangkan lahan pertanian, perkebunan, dan hutan mengalami penurunan. - Perkembangan fisik kota telah menjalar ke WPU dengan faktor dominan yaitu luas lahan terbangun - Lingkungan fisikal dan sosial-ekonomi mengalami perubahan seiring dengan perkembangan fisik kota - Perkembangan fisik kota mempengaruhi perubahan lingkungan dan membagi wilayah menjadi empat tipologi