BAB VII SUHU TINGGI RENDAH

dokumen-dokumen yang mirip
2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Pengawetan dengan Suhu Tinggi

BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI

Nova Nurfauziawati Kelompok 11A V. HASIL PENGAMATAN. Bilangan Peroksida Tanpa. Perlakuan Waktu Warna Aroma Tekstur.

Teti Estiasih - THP - FTP - UB

PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH. Oleh : ROSIDA, S.TP,MP

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

PEMBEKUAN. AINUN ROHANAH Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Program Studi Mekanisasi Universitas Sumatera Utara

BLANSING. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

Blansing kemudian pembekuan Ditambahkan saus, keuntungannya : - memperbaiki flavor - menutupi off flavor - mencegah oksidasi - menambah kemudahan

TEKNOLOGI HASIL TERNAK. Kuliah ke 2

Prinsip pengawetan. Mencegah/memperlambat kerusakan mikrobial. Mencegah/memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan

Pengolahan dan Pengawetan Ikan

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

Pengolahan dengan suhu tinggi

BLANSING. mrngurangi terjadinya pengkaratan kaleng dan memperoleh keadaan vakum yang baik dalam headspace kaleng. dalam wadah

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

Nova Nurfauziawati Kelompok 11A V. HASIL PENGAMATAN. Tabel 1. Kontak dengan peralatan pengolahan besi. Sampel Warna Tekstur Warna Tekstur

BAB IV RESPONS MIKROBIA TERHADAP SUHU TINGGI

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

Pendinginan dan Pembekuan. Kuliah ITP

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

Pengawetan bahan pangan

BAB II MENGUJI PENYEBAB KERUSAKAN

Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani. 1. Pengertian Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani

Tujuan pengeringan yang tepat untuk produk: 1. Susu 2. Santan 3. Kerupuk 4. Beras 5. Tapioka 6. Manisan buah 7. Keripik kentang 8.

penyimpanan bahan makanan segar

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-4

Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

Pengeringan Untuk Pengawetan

Nama : Fitriyatun Nur Jannah Nim : Makul : Teknologi Pangan TEKNOLOGI PENGAWETAN MAKANAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan sayuran yang

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman,

PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN. ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI. Oleh : Rendra Eka A

Mengenal Marinasi. Oleh Elvira Syamsir (Tulisan asli didalam Kulinologi Indonesia)

Pengolahan dengan Suhu Tinggi

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

MAKALAH PENGANTAR TEKNOLOGI PANGAN PENGAWETAN PANGAN DENGAN SUHU TINGGI DAN RENDAH

MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN

Homogenisasi, Separasi, Susu Steril

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PERANAN AIR DI DALAM BAHAN PANGAN. terjadi jika suatu bahan pangan mengalami pengurangan atau penambahan kadar air. Perubahan

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5

Teti Estiasih - THP - FTP - UB

TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN

BAB II LANDASAN TEORI

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

III. METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

PENGERINGAN SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN

Pengawetan pangan dengan pengeringan

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

TIM DOSEN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

BAB XI MEDIA PENGHANTAR PANAS

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

Pengawetan dengan Suhu Tinggi. Disusun oleh: TIM DASAR THT FAPET UB

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

STERILISASI COCKTAIL NENAS DALAM CUP PLASTIK. Fachraniah, Elfiana, dan Elwina *) ABSTRAK

CABE GILING DALAM KEMASAN

PENGAWETAN. Pengawetan Termal Pengawetan Non Thermal. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Pengolahan Non Thermal 1. Pengolahan Non Thermal

Buah-buahan dan Sayur-sayuran

Karakteristik mutu daging

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi jenis ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) secara sepintas

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pasteurisasi dan Pendinginan Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif

II. TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) Gambar 1. Tanaman jagung (a), jagung (b), dan endosperm jagung (c).

5.1 Total Bakteri Probiotik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng makanan tergantung pada:

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

Gambar 36. Selai sebagai bahan olesan roti

BAB 7 PERUBAHAN SIFAT BENDA. Kamu dapat menyimpulkan hasil penyelidikan tentang perubahan sifat benda, baik sementara maupun tetap.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang didukung dengan studi pustaka.

PASTEURISASI. Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1

STERILISASI. Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1

Transkripsi:

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB VII SUHU TINGGI RENDAH KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2017

BAB 7. PENGGUNAAN SUHU RENDAH DAN SUHU TINGGI A.Kompetensi Inti Menguasai materi, Struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung Mata pelajaran yang diampu. B. Kompetensi Dasar Mengelola penggunaan suhu rendah dan suhu tinggi C. Uraian Materi Pokok Teknik penggunaan suhu rendah dan suhu tinggi 7.1. PENGOLAHAN DENGAN SUHU TINGGI (PROSES THERMAL) Mulai pada tahun 1810. Pada waktu itu, Nicholas Appert dari Perancis memenangkan sebanyak 12.000 franc atas keberhasilannya mengawetkan bahan pangan yang mudah rusak dalam botol dan wadah gelas dengan menggunakan proses termal, untuk pertama kalinya. Sejak penemuan itu, penggunaan proses termal dalam pengolahan dan pengawetan bahan pangan berkembang dengan sangat pesat. Pada mulanya proses termal dalam pengolahan dan pengawetan bahan pangan dimaksudkan untuk menghilangkan atau mengurangi aktivitas biologis yang tidak diinginkan dalam bahan pangan, seperti aktivitas enzim dan mikrobiologis. Ternyata bahwa selama proses termal, terjadi juga secara simultan kerusakan zat-zat nutrisi seperti vitamin serta faktor-faktor yang mempengaruhi mutu bahan pangan seperti warna, tekstur dan citarasa. Adanya kenyataan ini menyebabkan proses termal berkembang menjadi suatu proses optimasi yang bertujuan bukan hanya untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan dalam wadah tertutup, tetapi juga sedapat mungkin berusaha agar proses ini masih dapat mempertahankan zat nutrisi serta mutu bahan pangan semaksimal mungkin. Proses termal adalah suatu bidang ilmu yang cukup luas dan berkembang terus. Oleh karena itu, sangatlah sukar untuk meliput seluruh bahan dalam kesempatan yang terbatas ini. Meskipun demikian, telah diusahakan untuk menulis bahan yang lebih memberikan dasar-dasar pokok penting dalam mendesain maupun mengevaluasi suatu proses termal. 1

7.2.BEBERAPA JENIS PROSES TERMAL DAN PENGGUNAANNYA Ada tiga jenis proses termal yang penting dalam pengolahan atau pengawetan bahan pangan, yaitu blancing, pasteurisasi dan sterilisasi komersial. 7.2.1.Blancing Blancing adalah proses pemanasan bahan pangan dengan uap atau air panas secara langsung pada suhu kurang dari 100 0 C selama kurang dari 10 menit. Meskipun bukan untuk tujuan pengawetan, proses termal ini merupakan suatu tahap proses yang sering dilakukan pada bahan pangan sebelum bahan pangan tersebut dikalengkan, dikeringkan atau dibekukan. Tergantung dari proses selanjutnya, tujuan blancing dapat berbeda-beda. Di dalam proses pengeringan dan pembekuan, blancing bertujuan untuk menginaktifkan enzim yang tidak diinginkan yang mungkin dapat merubah warna, tekstur, citarasa, maupun nilai nutrisi selama penyimpanan. Di dalam pengalengan fungsi blancing adalah untuk melayukan jaringan tanaman agar supaya mudah dikemas, menghilangkan gas dari dalam jaringan, menginaktifkan enzim dan menaikkan suhu awal bahan sebelum disterilisasi. Blansing adalah perlakuan panas singkat dalam air mendidih atau uap panas (dikukus), yang diberikan umumnya pada sayuran dan kadang-kadang pada buah-buahan tertentu, sebelum pengalengan, pembekuan, pengeringan ataupun fermentasi. Meskipun demikian ada pula bahan-bahan yang tidak pernah diberi perlakuan ini, misalnya bawang merah, green pepper dan buah-buahan pada umumnya. Pada pengalengan Tujuan utama blansing adalah : a. Menginaktivasi enzim-enzim dalam bahan yang dapat menimbukan reaksi-reaksi yang merugikan antara lain : 1. Pencoklatan enzimatik oleh polifenol okidasi. 2. Ketengikan oleh enzim lipoligenase. 3. Oksidasi vitamin C oleh ascorbic-acid oksidase. 4. Penguraian pektin oleh poligalakturonase dan pektin-metilesterase. 5. Konversi gula menjadi pati oleh invertasi. 2

b. Membersihkan produk dari partikel-partikel/kotoran-kotoran yang melekat. c. Mengurangi jumlah mikroorganisme. d. Menghilangkan udara yang terdapat dalam rongga-rongga antar sel dalam jaringan bahan: 1. Jaringan sayuran yang hijau tampak lebih hijau. 2. Mempermudah grading berdasarkan berat jenis (misalnya pada kacang polong). 3. Mengurangi reaksi oksidasi. 4. Mencegah timbulnya tekanan yang terlalu besar dalam kaleng selama proses sterilisasi. 5. Melenturkan jaringan agar bahan mudah dikemas. Perlakuan panas pada bahan makanan selalu mempengaruhi sifat-sifat inderawinya. Dampak blansing terhadap sifat-sifat inderawi sayuran adalah sebagai berikut : 1. Tekstur menjadi lebih lunak. 2. Kenampakan menjadi lebih berkerut, kecual pada kacang-kacangan. 3. Warna menjadi lebih mantap : Warna orange yang ditimbulkan oleh pigmen karotenoida menjadi lebih mantap karena kristal-kristal karotenoida larut dalam tetesan minyak yang terdapat dalam vakuola. Dengan demikian reaksi-reaksi oksidan yang memucatkan warna tersebar terhambat. Warna hijau keputihan pada buncis menjadi hijau cerah karena udara dalam jaringan terdesak keluar akibat perlakuan blansing. Pencoklatan non-enzimatis pada kentang dapat dikurangi karena sebagian gula mereduksi larutan dalam air blansing. Cita rasa pada kacang-kacangan menjadi lebih baik karena berkurangnya rasa atau bau langu (susu kedelai; instan jahe). Blansing juga dapat merugikan karena sebagian dari zat-zat gizi yang larut dalam air akan hilang dengan blansing. Blansing dapat dilakukan dengan berbagai macam cara yaitu : a. Dalam air panas bersuhu 87-99 o C selama 1.5 sampai 10-12 menit. 3

b. Dikukus pada 100 o C selama 1.5 sampai 10-12 menit, baik secara statis atau diatas ban berjalan. c. Dengan cara-cara lain misalnya gelombang mikro (microwave), sinar infra-merah. Cara ini umumnya dilakukan untuk produk-produk berukuran besar seperti jagung yang masih pada tongkolnya, brussel sponts (sejenis kubis). Pada umumnya blansing dilakukan dengan air mendidih atau dengan cara dikukus, cara mana yang dipilih lebih dipengaruhi oleh kebiasaan, misalnya pada pengalengan digunakan air panas, pada pembekuan umumnya digunakan pengukusan. Pada blansing dengan air panas lama blansing bervariasi tergantung dari jenis sayuran. Ukuran potongan dan tingkat kualitas produk. Lama blansing harus diatur dengan tepat, tidak boleh terlalu pendek atau terlalu lama dan harus dilakukan sampai uji enzim katalase atau perosidase hasilnya negatif. Air yang digunakan umumnya tidak boleh sadah karena akan mengeraskan, kecuali bila memang diinginkan suatu tekstur yang lebih keras misalnya pada kacang polong yang terlalu muda. Blansing sering kali juga dikombinasikan dengan perlakuan-perlakuan lain antara lain : a. Sulfitasi untuk mencegah pencoklatan enzimatis dan non-enzimatis. b. Penambahan garam-garam kalsium pada air blansing untuk memperoleh produk dengan tekstur yang lebih keras. c. Penambahan senyawa-senyawa fosfat atau senyawa pengikat logam lainnya (chelating agent) untuk mencegah perubahan warna pada produk-produk kentang, wortel, ubi jalar. d. Penambahan Natrium-karbonat untuk mencegah perubahan khlorofil (hijau) menjadi feofitin (hijau kecoklatan). Setelah blansing harus segera dilakukan pendinginan, hal ini dapat dilakukan dengan udara dingn atau dengan air dingin. Pada pendinginan dengan air, bahan juga akan mengalami pembasuhan sehingga mencegah perubahan medium setelah pengisian ke dalam kemasan oleh partikel-partikel yang melekat. 7.2.2.Pasteurisasi Pasteurisasi adalah proses termal yang dilakukan pada suhu kurang dari 100 0 C, akan tetapi dengan waktu yang bervariasi dari mulai beberapa detik sampai beberapa 4

menit tergantung dari tingginya suhu tersebut. Makin tinggi suhu pasteurisasi, makin singkat proses pemanasannya. Pasteurisasi umumnya suatu proses termal yang dikombinasikan dengan proses pengawetan lainnya seperti proses fermentasi atau penyimpanan pada suhu rendah (refrigerasi). Tujuan utama proses termal dalam pasteurisasi adalah untuk menginaktifkan sel-sel vegetatif dari mikroba patogen. Pasteurisasi panas pada susu perlu dilakukan untuk mencengah penularan penyakit dan mencengah kerusakan karena mikroorganisme dan enzim. Kondisi pasteurisai dimaksudkan untuk memberikan perlindungan maksimum terhadap penyakit yang dibawa oleh susu, dengan mengurangi seminimum mungkin kehilangan zat gizinya, dan sementara itu mempertahankan semaksimal mungkin rupa dan citarasa susu mentah segar. Bila dilaksanakan dengan tepat, pasteurisasi dapat menghancurkan semua organisme patogen. Beberapa cara pasteurisasi dengan panas telah dikembangkan 2 cara yang umum dikenal adalah holding method dan high temperature short time (HTST). Cara-cara pasteurisasi dalam holder method sejumlah besar susu dipanaskan seluruhnya sampai sushu tertentu selama suatu jangka waktu tertentu. Waktu dan suhu yang biasa dipergunakan adalah 30 menit pada suhu 65 C. Jika suhu diatas 66 C menyebabkan timbulnya flavor susu masak dan kemungkinan rusaknya lapisan tipis di sekitar butiran lemak sehingga mengurangi kecenderungan susu tersebut untuk membentuk lapisan krim. Dalam metode HTST, susu ditahan selama 15-16 detik pada suhu 71,7 C dan 75 C dengan menggunakan alat pemanas berbentuk lempengan (plate type heatexchanger), suatu sistem pengawasan suhu harus dijaga sebaik mungkin. Untuk mencengah tumbuhnya bakteri yang masih dapat hidup dalam susu yang sudah dipasteurisasi, produk itu didinginkan dengan cepat sesudah dipanaskan. Baik prosedure holder maupun HTST. Menghancurkan 90 899 % bakteri yang ada di dalam susu, dengan kemungkinan kerusakan yang sangat kecil bagi laktosa casein dan unsur lemak, akan tetapi vitamin C dapat dirusak oleh cara ini. Pasteurisasi dengan cara menambahkan hidrogen peroksida kira-kira o,o3 0,04 % pada susu segera setelah pemerahan. Penambahan selanjutnya diperlukan sesudah 12 20 jam karena enzim katalase di dalam susu dapat menghancurkan hidrogen peroksida tersebut. Proses pasteurisasi baru yang disebut proses Ultra High Temperature (UHT), 5

susu dipanaskan sampai 125 C selama 15 detik atau 131 C selama 0,5 detik. Pemanasan dilakukan di bawah tekanan tinggi untuk menghasilkan perputaran (turbulense) dan mencengah terjadinya pembakaran pada lempeng-lempeng alat pemanas. Susu yang dihasilkan boleh dikatakan steril dan bila dikemas secara aseptik dapat disimpan pada suhu kamar biasa selama beberapa bulan. 7.2.3.Sterilisasi Komersial Berbeda dengan sterilisasi absolute yang berarti bebas dari mikroorganisme. Sterilisasi komersial berarti produk telah mengalami proses sterilisasi, tidak ada lagi mikroorganisme hidup, akan tetapi masih terdapat spora bakteri yang setelah proses sterilisasi bersifat dorman. Dari ketiga termal di atas, jelas bahwa karakteristik utama masing-masing proses berbeda-beda. Blancing mempunyai karakteristik menginaktifkan enzim, pasteurisasi untuk menginaktifkan sel vegetatif mikroba patogen atau pembusuk, sedangkan sterilisasi komersial untuk menginaktifkan spora mikroba pembusuk khususnya yang anaerobik. 7.2.4.Pengalengan Sayuran dan Buah-buahan Pengalengan makanan mula-mula dilakukan persiapan nenas yang akan digunakan. Nenas dicuci dengan air bersih, kemudian dipotong kedua bagian ujungnya dengan pisau stainless steel yang tajam. Selanjutnya dikupas dengan pisau tersebut sampai bagian matanya, kemudian mata yang tertinggal dihilangkan. Setelah itu dibelah melintang kira-kira 1-1,5 cm, kemudian bagian berbentuk lingkaran yang kosong tengahnya. tengahnya dihilangkan sehingga Nenas yang sudah siap dimasukkan ke dalam kaleng sampai batas 0.25 inchi dari permukaan kaleng, atau 0,5 inchi bila digunakan gelas jars. Selanjutnya ditambahkan sirup mendidih yang telah disaring sampai batas 0.25 inchi dari permukaan baik kaleng maupun gelas jars. Syrup yang digunakan yaitu medium syrup, yang dibuat dengan cara menambahkan satu bagian gula pasir ke dalam dua bagian (volume) air bersih. Kaleng atau gelas yang sudah diisi tersebut di exhaust dengan cara memanaskan di dalam water bath sampai 2/3 bagian gelas jars atau kaleng terendam, dan mencapai 6

suhu 160 0 F. (kira-kira 5-10mnit) kemudian kaleng atau gelas jars cepat-cepat ditutup (penutupan kaleng dengan menggunakan double seamer). Kaleng atau gelas jangan dibiarkan menjadi dingan sebelum processing. Setelah siap kaleng atau gelas jars yang sudah ditutup tersebut dimasukkan segera dalam retort kemudian disterilisasi pada suhu 212 0 F selama 30 menit (dapat juga dilakukan dengan cara merebus didalam air mendidih). Setelah proses sterilisasi selesai, kaleng segera didinginkan dalam air mengalir sampai kira-kira mencapai suhu 100 0 F (gelas jars biarkan dingin udara). Kemudian keringkan dengan lap bersih, lalu disimpan untuk dianalisa. Parameter-parameter yang dapat diamati antara lain kekerasan, ph, total asam dari bahan sebelum diolah dan bahan yang telah dikalengkan serta bahan yang telah dikalengkan dengan disimpan selama 2 minggu. 7.2. PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH Setiap bahan pangan memiliki suhu optimum untuk berlangsungnya proses metabolisme secara normal. Suhu penyimpanan yang lebih tinggi dari suhu optimum akan mempercepat metabolisme dan mempercepat terjadinya proses pembusukan. Suhu rendah di atas suhu pembekuan dan di bawah 15 0 C efisien dalam mengurangi laju metabolisme. Suhu seperti ini diketahui sangat berguna untuk pengawetan jangka pendek. Seperti diketahui bahwa setiap penurunan suhu 8 0 C laju metabolisme akan berkurang setengahnya. Menyimpan bahan makanan pada suhu sekitar -2 0 C sampai 10 0 C diharapkan dapar memperpanjang masa simpan bahan pangan. Hal ini disebabkan karena suhu rendah dapat memperlambat aktivitas metabolisme dan menghambat pertumbuhan mikroba. Selain itu juga mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia hilangnya kadar air dari bahan pangan. 7.2.1. PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN Alat pendingin yang pertama digunakan manusia adalah gua-gua alam, terutama didaerah vulkanik dengan cuaca dingin dan kering. Dari sini manusia mempelajari bahwa 7

bila dia menggali lubang didalam tanah, mereka dapat menyimpan makanannya untuk jangka waktu yang cukup lama. Menyimpan makanan didalam air ternyata juga efektif. Setelah manusia dapat membangun rumah, mereka mulai melihat bahwa ruang bawah (basement or cellor) disa digunakan sebagai tempat menyimpan sayuran seperti umbiumbian, ketimun, wortel dan seledri. Suhu pada tempat ini ternyata kadang-kadang melebihi 15 0 C, untuk mempertahankan suhu ini maka ruang bawah tanah harus diberi konstruksi yang dapat menjamin terjadinya penghambatan panas oleh tanah. Suhu dalam lemari es berbeda untuk masing-masing tempat di dalam ruang refrigerator. Suhu yang paling tinggi adalah pada suhu bagian terbawah dari kabinet dan yang terendah pada tempat tepat dibawah ruang beku. Umumnya suhu didalam laci buah dan sayuran kira-kira 10 0 C atau lebih rendah. Suhu pada bagian tengah lemari pendingin biasanya antara 3.3-5.5 0 C, dan suhu di bawah ruang beku adalah 1.6 0 C atau lebih rendah. Setiap saat perlu dilakukan pemeriksaan suhu pada masing-masing lokasi tadi. Hal ini disebabkan bahan pangan mempunyai suhu dingin yang berbeda untuk mempertahankan mutunya. Suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan berpengaruh tidak baik pada beberapa bahan pangan. Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku. Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu -12 sampai -24 0 C. Pembekuan cepat (quick freezing) dilakukan pada suhu -24 sampai -40 0 C. Pembekuan cepat ini dapat terjadi dalam waktu kurang dari 30 menit. Sedangkan pembekuan lambat biasanya berlangsung selama 30-72 jam. Pembekuan cepat mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan cara lambat karena kristal es yang terbentuk kecil-kecil sehingga kerusakan mekanis yang terjadi lebih sedikit, pencegahan pertumbuhan mikroba juga berlangsung cepat dan kegiatan enzim juga cepat berhenti. Bahan makanan yang dibekukan dengan cara cepat mempunyai mutu lebih baik daripada pembekuan lambat. Teknik-teknik pembekuan termasuk: a. Penggunaan udara dingin yang ditiupkan atau gas lain dengan suhu suhu rendah kontak langsung dengan makanan. Misalnya dengan alat-alat pembeku tiup (blast), terowongan (tunnel), bangku fluidisasi (fluidised bed), spiral, tali (belt) dan lain-lain. 8

b. Kontak tidak langsung misalnya alat pembeku lempeng (plate freezer), makanan atau cairan yang telah dikemas kontak dengan permukaan logam (lempengan, silindris) yang telah didin ginkan dengan mensirkulasi cairan pendingin. c. Perendaman langsung makanan ke daalam cairan pendingin. Atau menyemprotkan cairan pendingin di atas makanan (misalnya nitrogen cair dan freon, larutan gula atau garam). Nitrogen cair (titik didih -196 C) dan bahan pendingin bersuhu rendah menjadi sangat penting dalam perannya pembekuan makanan secara cepat (rapid freezing). 7.3.SYARAT KONDISI PENYIMPANAN BAHAN PANGAN DAN SIFAT BAHAN PANGAN 7.3.1. Beban Produk Dalam sistem air conditioning, beban pendinginan yang diperlukan untuk suatu ruangan dihitung atas dasar panas laten dan sensibel dari berbagai komponen, antara lain: manusia, lampu, mesin-mesin, pipa, dan lain-lain sebagai komponen-komponen yang disebut sumber panas internal. Di dalam cold storage, beban pendinginan yang diperlukan untuk komponen-komponen di atas mungkin tidak ada atau sangat sedikit akan tetapi diperlukan beban pendinginan untuk menghilangkan panas yang terdapat dalam produk yang disimpan. Panas dari roduk terdiri dari (1) panas awal, yaitu panas yang dimiliki produk pada saat awal dimasukkan kedalam cold storage, dan (2) panas respirasi selama penyimpanan. Panas respirasi dari suatu produk akan semakin tinggi jika suhu penyimpanan semakin besar. E. Referensi Buckle, K.A., et. al. Hari Purnomo dan Adiono (penerjemah). 1987. Ilmu Pangan. UI- Press. Jakarta. Muchtadi, T. R., Fitriyono A. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Alfabeta. Bandung. 9