UTAMI TRIE WAHYUNI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014

Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB III METODE PENELITIAN

EFEKTIFITAS TEKNIK SHAPING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGENAL NAMA-NAMA BINATANG BAGI ANAK AUTIS X KELAS DII/C DI SLB PERWARI PADANG

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang tua yang mendambakannya. Para orang tua selalu. di karuniai anak seperti yang diharapkan tersebut.

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

HASIL PENELITIAN Uji validitas dan reliabilitas Uji signifikansi

BAB III METODE PENELITIAN

TERAPI APPLIED BEHAVIOUR ANALYSIS UNTUK MENINGKATKAN KOMUNIKASI ANAK AUTIS SKRIPSI. Oleh: Prestisia Noviarta Hapsari

INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DENGAN METODE BERMAIN PERAN DI SLB ABSTRACT

JURNAL PENDIDIKAN KHUSUS PENGARUH BERMAIN LOTTO TERHADAP KONSENTRASI BELAJAR ANAK AUTIS DI SDLB BHAKTI WIYATA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Pada awal tahun 1990-an, jumlah penyandang autisme diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang

X₁ X₂ X₃ X₄ X₅... O₁ O₂ O₃ O₄ O₅ O₁ O₂ O₃ O₄ O₅... O₁ O₂ O₃ O₄ O₅ Baselin1 (A1) Intervensi (B) Baseline (A2)

BAB I PENDAHULUAN. Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Kelainan ini dikenal dan

JASSI_anakku Volume 18 Nomor 2, Desember 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari

SISTEM INFORMASI MONITORING PERKEMBANGAN TERAPI AUTISME PADA SEKOLAH INKLUSI

EFEKTIVITAS METODE PRETEND PLAY TERHADAP KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTISTIK KELAS II SDLB DI SLB MA ARIF MUNTILAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan

BAB III. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen.

THE EFFECTS OF PRECISION TEACHING TECHNIQUES AND FUNCTIONALCOMMUNICATION TRAINING ON PROBELEM BEHAVIOR FOR A 12 YEAR OLD MALE WITH AUTISM


Universitas Mercu Buana BAB I PENDAHULUAN

MENGURANGI PERILAKU REPETITIF MENEPUK TANGAN SAAT PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN TEKNIK TOKEN ECONOMIC PADA ANAK AUTIS DI SLB TUNAS KASIH SURABAYA

BAB III METODE PENELITIAN

Penerapan Reinforcement Theory Pada Anak

THE EFFECTS OF THE USE OF SERIES CARD MEDIA ON TOILET TRAINING SKILL TOWARD AUTISM CHILDREN

BAB I PENDAHULUAN. memaksa manusia untuk berkomunikasi. Komunikasi juga merupakan hal

Penelitian ini bertujuan untuk menurunkan perilaku mengabaikan tugas di kelas pada anak ADHD. Peneliti memberikan intervensi berupa video

FUZZY LOGIC METODE MAMDANI UNTUK MEMBANTU DIAGNOSA DINI AUTISM SPECTRUM DISORDER

Anak Penyandang Autisme dan Pendidikannya. Materi Penyuluhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan setiap manusia pasti diikuti dengan beberapa macam

MODUL PSIKOEDUKASI MENINGKATKAN REGULASI EMOSI PADA ANAK MENTAL RETARDASI. : Menjalin rapport dengan anak serta membuat peraturan-peraturan dengan

PENANGANAN LAYANAN PENDIDIKAN ANAK AUTISTIK. Mata Kuliah PENDIDIKAN ANAK AUTIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

menyebabkan perkembangan otaknya terhambat, sehingga anak mengalami kurang dapat mengendalikan emosinya.

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan adalah desain Single Subject Research (Rancangan Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. (single case experimental design) yang merupakan sebuah desain

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari

PENERAPAN PENDEKATAN MULTISENSORI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN MAKNA KATA PADA ANAK AUTISTIK ABSTRAK

GANGGUAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK AUTIS DI SEKOLAH LUAR BIASA SEMESTA MOJOKERTO ATNAN MUSYAROFA NIM

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK

Moh. Saifudin, S.Kep., Ns., S.Psi., M.Kes.*, Iwanina Syadzwina** Program Studi S1 Keperawatan STIKes Muhammadiyah Lamongan ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN. tunggal (single case experimental design). Menurut Kazdin (dalam Latipun,

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

DUKUNGAN VISUAL DENGANSEQUENCE CARD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGGUNAKAN KAOS BERKERAH PADA ANAK AUTISM SPECTRUM DISORDER

BAB I PENDAHULUAN. Dari hari ke hari istilah autisme semakin banyak diperbincangkan di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak. Autis pertama kali ditemukan oleh Kanner pada tahun

Sandu Siyoto* *Progam Studi Pendidikan Ners STIKES Surya Mitra Husada Kediri Jl. Manila Sumberece No. 37 Kediri

Bihavioral Interventian For Young Children With Autism. Mengajarkan Keterampilan Baru Untuk Anak Yang Mengalami Autis

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat berkembang secara baik atau tidak. Karena setiap manusia memiliki

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Analisis Kemampuan Berkomunikasi Verbal dan Nonverbal pada Anak Penderita Autis (Tinjauan psikolinguistik)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. memberikan intervensi pada sasaran penelitian. Eksperimen yang dilakukan

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Kata kunci: Anak autis, pengajaran berstruktur, metode TEACCH.

MENGURANGI PERILAKU HIPERAKTIF PADA ANAK AUTIS MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL EGRANG DI SLB NEGERI KOTA PARIAMAN

2015 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROGRAM SON-RISE PADA KELUARGA DALAM MENGURANGI PERILAKU OFF-TASK PADA ANAK AUTIS

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.

Latihan Sensitivitas Proprioseptic Menggunakan Tongkat Beroda pada Anak Tunanetra

BAB III METODE PENELITIAN

Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung

PEMBELAJARAN ANAK AUTIS. Sukinah,M.Pd Staf pengajar Jurusan Pendidikan luar Biasa FIP UNY

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK

PENDIDIKAN BAGI ANAK AUTIS. Mohamad Sugiarmin

BAB III METODE PENELITIAN. termasuk dalam penelitian subjek tunggal. Variabel merupakan atribut atau

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

Indonesian Journal of Early Childhood Education Studies

KATA PENGANTAR. Hormat saya, Penyusun

BABI PENDAHULUAN. Anak adalah permata bagi sebuah keluarga. Anak adalah sebuah karunia

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA SIL (Pengembangan Afeksi) Silabus. Yulia Ayriza, Ph.D

PENDAHULUAN. rasanya bila kita terus menerus membicarakan anak-anak normal, sementara

MENINGKATKAN EMPATI MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA SISWA KELAS X.2 SMA NEGERI 1 BRINGIN TAHUN PELAJARAN 2013/2014

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang

PENGARUH PERMAINAN CONGKLAK TERHADAP KEMAMPUAN OPERASI HITUNG PENJUMLAHAN PESERTA DIDIK TUNAGRAHITA KELAS III SDLB

JASSI_anakku Volume 18 Nomor 1, Juni 2017

LAYANAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENURUNKAN PERILAKU AGRESIF PADA PESERTA DIDIK DI SMP MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA

POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1

ABSTRAK Program Magister Psikologi Universitas Kristen Marnatha

PELATIHAN KETRAMPILAN SOSIAL UNTUK MENGURANGI PERILAKU AGRESIF PADA ANAK

PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah rancangan Case Experimental

BAB I PENDAHULUAN. informasi baik media cetak maupun media elektronik. Perusahaan telah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

PENGARUH PERMAINAN ULAR TANGGA TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BAHASA EKSPRESIF ANAK AUTIS

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam melaksanakan suatu penelitian diperlukan adanya suatu metode yang akan

Transkripsi:

UTAMI TRIE WAHYUNI 07.9.0 am_000@yahoo.com SERI KAJIAN ILMIAH, Volume, Nomor, Januari 0 EFEK METODE PRIMING DALAM MENINGKATKAN INISIASI SPONTAN ANAK AUTIS TERHADAP TEMAN SEBAYA Yang Roswita, Utami Trie Wahyuni Fakultas Psikologi, Unika Soegijapranata ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah efek dari metode priming dapat meningkatkan inisiasi spontan anak autis terhadap teman Subjek penelitian ini adalah seorang anak autis berusia 6 tahun dan belum memiliki inisiasi spontan terhadap teman sebaya. Anak autis jarang untuk mempunyai inisiasi sosial terhadap teman Metode priming adalah suatu metode intervensi yang berisi tuntutan yang rendah, sesi penguatan yang tinggi di dalam aktivitas di sekolah yang digunakan untuk meningkatkan inisiasi spontan anak autis terhadap teman sebayanya di sebuah lembaga prasekolah. Penelitian ini menggunakan model rancangan kasus tunggal dengan desain AB dimana A merupakan baseline dan B merupakan treatment dari metode Priming yang terdiri dari tahap yaitu Activity Sessions ( Aktivitas), Priming Sessions ( Priming), Whole Class Sessions and Reduce Priming Sessions. Setelah baseline, teman sebayanya dilatih untuk melakukan inisiasi sosial secara langsung kepada anak autis. Guru memberikan prompt untuk mendekatkan anak-anak ini dalam berinteraksi sosial ketika memang diperlukan dan diberikan reinforcement positif berupa reward sosial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis diterima dimana metode priming dapat meningkatkan inisiasi spontan anak autis terhadap teman Kata kunci: Autis, metode priming, inisiasi spontan, prompting, reinforcement positif, teman sebaya PENDAHULUAN Autisme terjadi pada dari setiap 0.000 kelahiran, dimana jumlah penderita laki-laki empat kali lebih besar dibandingkan penderita perempuan. Jumlah anak autis semakin meningkat pesat di berbagai belahan dunia. Di Indonesia yang berpenduduk 00 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah penyandang namun diperkirakan jumlah anak autis dapat mencapai 0-00 ribu orang (dalam Maulana, 007). Kata autis berasal dari kata auto yang berarti sendiri, yang ditujukan pada seseorang yang menunjukkan gejala seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah autisme infantile (early infantile autism) baru diperkenalkan sejak tahun 9 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad yang lampau. Kanner beranggapan bahwa penyandang autisme tidak mampu mengadakan interaksi sosial dan seakan-akan berada dalam dunianya sendiri (Handojo, 00). Anak autis yang bersekolah tentunya akan mempunyai interaksi yang sulit dengan guru maupun teman-teman di sekolah karena anak autis memiliki gangguan pada kemampuan komunikasi dan interaksi sosial. Dalam Buku Makalah (Seminar Autism Update, 006) anak autis biasanya memiliki ketidakmampuan untuk berhubungan dengan orang lain, dan bersikap acuh terhadap orang lain yang mencoba berkomunikasi dengannya, kurang responsif, menghindari kontak mata, interaksi sosial dan kurang dapat memahami aturan-aturan dalam berinteraksi sosial. Ciri-ciri interaksi sosial pada anak autis dalam Peeters (00) yaitu : [Type your address] [Type your phone number] [Type your e-mail address]

Menjauhkan diri secara sosial, antara lain: menyendiri dan tidak peduli dalam sebagian besar situasi. Interaksi pasif, antara lain: terbatasnya pendekatan sosial secara spontan; kepasifan mungkin mendorong terjadinya interaksi dari anakanak lain; Interaksi aktif tapi aneh, antara lain: kelihatan adanya pendekatan sosial secara spontan (paling sering dengan orang dewasa dan kurang dengan anak-anak lain); interaksi mungkin melibatkan keasyikan yang bersifat repetitif dan idiosinkratik/aneh (tak henti-hentinya bertanya dan rutinitas verbal). Penelitian yang dilakukan oleh Shafer, dkk (98) menunjukkan bahwa teman sebaya dapat meningkatkan perilaku sosial yang positif bagi anak autis dan selama proses bermain dengan teman sebaya ini maka anak autis belajar untuk meniru (modeling) berbagai macam interaksi sosial yang dilakukan oleh teman sebaya. Menurut Shafer, dkk (98), inisiasi adalah setiap respon perilaku apapun yang dilakukan di dalam proses interaksi sosial terhadap anak-anak lainnya. Carney dalam Cartledge & Milburn (99). Hauck memberikan definisi inisiasi sosial sebagai berikut: Inisiasi positif yang meliputi memberikan afeksi (inisiasi secara fisik atau ekspresi secara verbal); memberikan informasi (tentang sesuatu yang orang lain tidak tahu); menyapa (berbicara ataupun gerak-gerik tubuh); bermain inisiasi dengan orang lain; memberi perhatian terhadap orang lain, benda ataupun suatu aktivitas; mencari informasi dari orang lain secara verbal atau non-verbal. Inisiasi negatif yang meliputi sikap agresi (agresi secara fisik atau merusak barang orang lain); provokator (mengucapkan kata-kata atau gerak-gerik tubuh yang negatif, menyerobot mainan atau tempat duduk temannya). Inisiasi level rendah yang meliputi imitasi (anak menirukan perilaku anak lain); ekolali; melihat muka, badan atau perilaku anak lain; anak berpindah lebih dekat dengan anak lain; anak berkontak mata dengan anak lain; interaksi ritual dimana anak melakukan inisiasi yang khusus pada anak lain. Inisiasi mencari perhatian yang meliputi verbal dan nonverbal. Menghindar yaitu anak berpindah atau menjaga jarak dari anak yang lain (move out of proximity). Inisiasi sosial menurut Zanolli, dkk (996), meliputi inisiasi verbal dan inisiasi non-verbal. Inisiasi verbal antara lain menyapa temannya, memperkenalkan diri kepada orang lain, menyebutkan nama salah satu temannya, menawarkan sesuatu kepada orang lain, mengatakan secara spontan keinginannya, sedangkan inisiasi non-verbalnya antara lain tersenyum dan tertawa dengan sudut mulut yang naik keatas, melihat wajah temannya selama kurang lebih detik, menyentuh salah satu anggota tubuh temannya dan juga termasuk memukul ataupun mencubit temannya. Priming dalam bahasa inggris berarti dasar atau insight untuk memulai sesuatu atau yang mendasari atau diawal sekali (Echols & Shadily, 00, h.7). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Zanolli, dkk (996, h.06), metode Priming merupakan suatu metode intervensi yang dapat digunakan untuk meningkatkan inisiasi spontan anak autis prasekolah terhadap teman-teman sebayanya dalam pendidikan di kelas regular. Priming meliputi tiga aspek yaitu : () Dilaksanakan lebih dahulu dan menggunakan materi yang sama seperti yang digunakan didalam aktivitas nyata yang ada. Artinya, priming adalah usaha mempersiapkan diri anak sebelum

melaksanakan aktivitas nyata yang ada. () Tidak terlalu menuntut anak untuk melakukan hal-hal tertentu, karena priming terdiri dari tugas-tugas yang mudah sekali dilaksanakan oleh anak. () Penuh dengan sumber-sumber yang memiliki potensi atau kemungkinan tinggi untuk terus memperkuat perilaku-perilaku positif yang sudah berhasil dilakukan anak (Zanolli & Daggett, 998). Dalam penelitian yang telah dilakukan Zanolli, dkk (996), tahapan priming dilakukan menjelang anak autisme menjalani suatu aktivitas permainan anakanak. Dalam hal ini, tugas anak autisme adalah mengarahkan perilaku sosialnya sendiri kepada seorang teman sebaya yang terlebih dahulu telah diberitahu dan dilatih tentang cara merespon perilaku anak autisme tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah efek dari metode priming dapat meningkatkan inisiasi spontan anak autis terhadap teman HIPOTESIS Metode Priming meningkatkan inisiasi spontan anak autis terhadap teman METODE Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuasi eksperimen dengan rancangan subjek tunggal (Single subject design). Subjek Subjek dalam penelitian ini adalah seorang anak yang sudah mendapatkan diagnosa autis berusia 6 tahun dan belum memiliki inisiasi spontan untuk berinteraksi terhadap teman-teman Penelitian dilakukan di sebuah lembaga prasekolah dan didalam satu kelas berisi anak-anak yang berusia -6 tahun dimana salah satu anak autis dan selebihnya adalah anak-anak yang merupakan anak-anak normal prasekolah. Peneliti juga memberikan Informed Consent untuk ditandatangani orangtua subjek. Teman sebaya Teman sebaya merupakan anak-anak normal di prasekolah yang sesuai dengan kriteria-kriteria yaitu: teman sebaya bersedia mendekati subjek secara suka rela tanpa desakan atau perintah dari guru atau pengamat; secara verbal telah mengemukakan rasa tertarik pada subjek; teman sebaya terlihat sering bermain-main dengan subjek; memiliki kemampuan sosial yang baik (penilaian guru kelas). Dari anak yang ada di kelas subjek maka dipilih tiga orang teman sebaya (berinisial S, L dan V) yang akan mendampingi subjek di tahap treatment I dan tahap treatment II. Lalu pada ketiga teman sebaya diberikan pelatihan. Pemberi Perlakuan dan Pengamat Pemberi perlakuan adalah guru kelas subjek dimana di kelas subjek ada dua orang guru yang mendampingi. Pemberi perlakuan diberikan pelatihan tentang metode priming yang akan dilakukan di dalam kelas. Didalam penelitian ini, pengamat adalah sarjana psikologi yang pernah menangani anak autis. Tugas pengamat adalah melihat rekaman video selama penelitian dan mengamati perilaku yang dilakukan subjek lalu mengisi lembar Anecdotal Records. Prosedur Pengukuran 6

Alat pengumpulan data yang digunakan adalah Anecdotal Records. Pada Anecdotal Records disediakan kolom keterangan untuk setiap tingkah laku yang dilakukan subyek serta kolom untuk penulisan apakah perilaku diberi prompt (dibantu) oleh guru atau unprompt (perilaku inisiasi spontan). Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data perilaku inisiasi spontan yang berupa perilaku nonverbal dan perilaku verbal. Perilaku nonverbal meliputi tersenyum (subjek tersenyum dan tertawa dengan sudut mulut yang naik keatas), melihat wajah teman sebaya (subjek melihat wajah teman sebaya selama detik atau sampai teman sebaya merespon kembali), dan menyentuh teman sebaya termasuk memukul, mencubit serta perilaku non verbal lainnya. Perilaku verbal meliputi perkataan tunjukkan gambarmu ; lihat saya ; lihat kepunyaan saya ; berikan kepada saya dan menyebutkan salah satu nama teman sebaya serta perilaku verbal lainnya (perkataan apa saja yang dikatakan ketika melihat muka teman sebaya atau objek yang dipegang teman sebaya). Setiap perilaku diatas ini akan diberikan satu tanda ( ) di kolom yang sudah disediakan di lembar Anecdotal Records. Jadi skor berarti mendapatkan satu tanda ( ) untuk inisiasi spontan dan skor 0 berarti tidak ada terjadi inisiasi spontan yang terjadi. Pengukuran dilihat dari banyak sedikitnya skor unprompt (inisiasi spontan) yang dikumpulkan setiap tahapnya. Penilaian persetujuan (agreement) diberikan apabila kategori perilaku ditandai ( ) oleh ketiga pengamat maupun dua pengamat. Disagreement diberikan bila hanya satu pengamat yang memberikan tanda ( ) pada lembar pengukuran. Reliabilitas dalam penelitian ini dihitung dengan cara = agreement / (agreements + disagreements) x 00. Desain Eksperimen Penelitian ini menggunakan model single subject design yaitu suatu desain penelitian eksperimen untuk mengevaluasi efek suatu perlakuan (intervensi) dengan subjek tunggal. Tahap A adalah pengamatan baseline terhadap target perilaku yang natural dilakukan subyek dalam penelitian. Tahap B adalah treatment yang akan diberikan kepada subjek dan perubahan perilaku yang terjadi akan dicatat (Barlow & Hersen, 976, h.). Treatment dari metode Priming yang digunakan terdiri dari tahap yaitu Activity Sessions ( Aktivitas), Priming Sessions ( Priming), Whole Class and Reduce Priming. Prosedur Penelitian Baseline Baseline adalah tahap dimana subjek tidak diberi perlakuan apapun juga. Subjek dan tiga teman sebaya berada di dalam kelas bersama dengan pemberi perlakuan (guru) dan pengambil gambar (handycam). Subjek dan teman sebaya diberikan kertas bergambar dan diminta untuk mewarnai gambarnya. Baseline ini dilakukan selama x pertemuan dan setiap pertemuan dibutuhkan waktu menit. Treatment I Treatment pertama adalah Activity Sessions ( Aktivitas), sesi ini teman sebaya diarahkan untuk berinisiasi terhadap subjek dan di setiap kesempatan guru memberikan reinforcement positif apabila teman sebaya dan subjek melakukan inisiasi. Treatment pertama ini 7

dilakukan selama x pertemuan dan setiap pertemuan dibutuhkan waktu menit. Treatment II Treatment kedua adalah Priming Sessions ( Priming), subjek bersama ketiga teman sebaya diberikan kertas bergambar untuk diwarnai dan guru melakukan prompt dengan membisikkan Behavior Definitions sebanyak 0x kepada subjek agar berinisiasi dengan teman sebaya. Guru juga memberikan reinforcement positif apabila teman sebaya dan subjek melakukan inisiasi. Treatment ini dilakukan selama x pertemuan, setiap pertemuan dibutuhkan waktu menit. Treatment III Treatment ketiga adalah whole class dimana merupakan gabungan sesi aktivitas dan sesi priming di sini subjek berada di dalam kelas bersama teman-teman sebaya yang berjumlah anak diberikan kertas bergambar untuk diwarnai. Di sesi ini, teman sebaya diarahkan untuk berinisiasi terhadap subjek dan di setiap kesempatan guru memberikan reinforcement positif apabila teman sebaya dan subjek melakukan inisiasi. Treatment ini dilakukan x pertemuan dan setiap pertemuan dibutuhkan menit. Treatment IV Treatment keempat adalah reduce priming dimana merupakan sesi yang sama dengan sesi priming namun guru membisikkan Behavior Definition kepada subjek diturunkan menjadi sebanyak x dan di setiap kesempatan guru memberikan reinforcement positif apabila teman sebaya dan subjek melakukan inisiasi. Subjek berada di dalam kelas bersama temanteman sebayanya diberikan kertas bergambar untuk diwarnai. Treatment keempat ini dilakukan selama x pertemuan dan setiap pertemuan dibutuhkan waktu menit. Analisis Data Analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif berdasarkan penghitungan hasil dari lembar Anecdotal Records selama treatment dilakukan dan dapat dilihat dari hasil gambar grafik subjek yang berupa peningkatan dari hasil baseline sampai hasil treatment. HASIL PENELITIAN Baseline Baseline dilaksanakan di sekolah subjek selama x pertemuan. Subjek tidak diberikan perlakuan atau treatment sama sekali dan bermain bebas bersama-sama teman sebaya. Subjek jarang sekali melakukan inisiasi spontan terhadap teman sebayanya bahkan pada sesi pertama dan sesi kedua subjek sama sekali tidak melakukan inisiasi spontan terhadap teman Treatment I Treatment pertama dilaksanakan x pertemuan dilakukan di dalam kelas subjek ditemani oleh tiga orang teman sebayanya dan seorang guru. Subjek duduk berdekatan dengan tiga teman sebaya sehingga sangat memungkinkan bagi subjek untuk melakukan inisiasi spontan dengan teman-teman sebaya. Treatment II Treatment kedua dilaksanakan x pertemuan dilakukan didalam kelas ditemani oleh tiga orang teman dan guru membisikkan 0x behavior definition. Treatment III Treatment ketiga dilaksanakan x pertemuan di dalam kelas subjek ditemani 8

oleh keempatbelas orang teman sebayanya dan seorang guru. Disini ada peningkatan perilaku inisiasi spontan yang dilakukan subjek dibandingkan sesi baseline. Treatment IV Treatment keempat dilaksanakan x pertemuan di dalam kelas subjek ditemani keempat belas teman sebayanya dan seorang guru yang membisikkan x behavior definition. Tabel 6. Hasil Perilaku Inisiasi Spontan pada Baseline, Activity, Priming, Whole Class, Reduce Priming Tahap Skor Baseline Activity Priming Whole Class Reduce Priming 0 0 9 0 9 7 0 0 9 7 8 6 PEMBAHASAN Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa metode priming berpengaruh untuk meningkatkan perilaku inisiasi spontan pada anak autis terhadap teman-teman Berdasarkan hasil tabel dan grafik secara keseluruhan dapat dilihat bahwa ada peningkatan dari baseline sampai ke sesi reduce priming. Namun pada sesi priming hasil perilaku inisiasi spontan mengalami penurunan dari sesi sebelumnya terutama pada pertemuan pertama dan kedua dimana inisiasi spontan tidak muncul sama sekali. Hal tersebut terjadi karena pada pertemuan pertama dan kedua, pemberi perlakuan (guru) belum paham dan terlatih untuk memberikan 0x behavior definition. Selain itu dari pengamatan, pemberi perlakuan (guru) belum bisa memahami kondisi subjek dan kapan harus memberikan behavior definition kepada subjek sehingga treatment sesi priming ini tidak terlihat efektivitasnya. Subjek juga terlihat teriak-teriak kepada guru karena disuruh untuk melakukan suatu perilaku tertentu ketika subjek asyik mewarnai tugas yang disukainya. Pada sesi activity, perilaku inisiasi spontan terlihat mulai lebih banyak muncul dibandingkan tahap baseline. Hal ini disebabkan karena prosedur dari metode priming dapat dilaksanakan dengan baik seperti teman-teman sebaya yang dapat memberikan prompt dengan tepat serta reinforcement positif yang sudah mulai diberikan oleh guru. Namun juga terlihat grafik naik turun, hal ini karena subjek masih terlihat lebih fokus mengerjakan tugasnya mewarnai yang disukainya dan tidak menghiraukan teman-temannya. Pada sesi whole class dan sesi reduce priming, subjek berada di dalam kelas dengan keseluruhan anak. Peningkatan 9

skor inisiasi spontan yang terjadi itu karena penambahan teman-teman sebaya yang banyak memancing inisiasi subjek. Guru juga memberikan reinforcement positif apabila subjek dan teman sebaya melakukan suatu inisiasi sosial. Naikturunnya perilaku subjek ini juga dipengaruhi oleh emosi subjek yang masih labil dimana subjek kurang suka diganggu ketika sedang mengerjakan tugas mewarnai yang disukainya. Pada sesi reduce priming juga dapat dilihat bahwa subjek mengalami naik-turun perilaku inisiasi spontan hal ini dapat terjadi karena guru membisikkan behavior definitions sebanyak x sehingga hanya ada sedikit waktu untuk subjek melakukan inisiasi spontan terhadap teman sebaya. Subjek juga sering merasa terganggu oleh guru karena harus melakukan suatu perilaku ketika subjek sedang asyik mewarnai gambarnya. Namun di sesi reduce priming ini mulai terlihat mengalami peningkatan daripada sesi priming, hal ini karena guru yang mulai terlatih untuk membisikkan behaviour definition kepada subjek dengan tepat. Keseluruhan proses diatas tidak lepas dari yang dinamakan proses modeling, dimana berarti seseorang membentuk dirinya serupa sosok orang lain. Menurut Bandura bahwa orang belajar dengan cara mengamati orang lain melakukan suatu tindakan belajar tanpa melakukan tindakan tersebut sendiri dan tanpa secara langsung mendapatkan reinforcement atau hukuman atas perilaku tersebut (Friedman&Schustack, 008). Dalam hal ini subjek menerima semua perilaku verbal maupun nonverbal dari teman-teman sebaya maupun guru tanpa mempertimbangkan apa akibat dari perilaku yang baru saja ditirukan subjek, Bandura dalam George, C.B. (00), menyebut hal ini sebagai observasional/modeling atau biasa disebut Social Learning Theory (Teori Pembelajaran Sosial). Metode priming ini secara efektif sangat mempengaruhi munculnya inisiasi spontan pada subjek, hal ini dapat terlihat pada saat kondisi subjek diisolasi dengan tiga teman sebaya maupun pada kondisi generalisasinya yaitu pada kondisi kelas yang sebenarnya. Hal ini memperlihatkan bahwa inisiasi spontan tidak akan terjadi tanpa menggunakan metode priming pada setiap tahap. Metode ini juga didukung oleh reinforcement positif dengan reward social. Peneliti sadar bahwa penelitian ini tentu saja tidak terlepas dari kelemahankelemahan. Kelemahan dalam penelitian ini terjadi karena penelitian ini menggunakan setting sekolah sehingga waktu penelitian harus disesuaikan dengan libur sekolah. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa ada peningkatan inisiasi spontan dari tahap baseline sampai tahap treatment. Pada setiap tahap treatment skor inisiasi spontan anak autis ini mengalami peningkatan dibandingkan saat baseline. Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini diterima, hal ini berarti bahwa ada pengaruh penerapan metode priming yang efektif dalam meningkatkan inisiasi spontan pada anak autis. Saran a. Bagi pihak sekolah Diharapkan dapat melanjutkan intervensi dengan menggunakan metode priming untuk meningkatkan 0

inisiasi spontan pada subjek agar perilaku inisiasi spontannya konsisten. b. Bagi terapis dan Psikolog Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh terapis maupun psikolog sebagai metode untuk membantu meningkatkan inisiasi spontan anak autis yang sesuai dengan karakteristik subjek dalam penelitian ini dalam berinteraksi dengan teman DAFTAR PUSTAKA Cartledge, G. & Milburn, J.F. 99. Teaching Social Skills to Children and Youth. USA: Allyn and Bacon. Echols, J. M. & Shadily, H. 00. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT Gramedia. Friedman, H.S. & Schustack. 008. Psikologi Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern, Edisi Ketiga, Jilid. Jakarta: Erlangga. George, C.B. 00. Personality Theories: Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia. Yogyakarta: Prismasophie. Handojo, Y. 00. Autisma. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia. Maulana, M. 007. Anak Autis: Mendidik Anak Autis dan Gangguan Mental Lain Menuju Anak Cerdas dan Sehat. Yogyakarta: Katahati. Peeters, T. 00. Autisme. Jakarta: Dian Rakyat. Seminar Autism Update, Buku Makalah Hari Ketiga. 006. Jakarta: PROKIDS Shafer, M.S., Egel, A.L., & Neef, N.A. 98. Training Mildly Handicapped Peers To Facilitate Changes In The Social Interaction Skills Of Autistic Children. Journal of Applied Behavior Analysis. Virginia Commonwealth University and The University of Maryland, College Park (Vol. 7, No., Hal 6-76). Zanolli, K., Daggett, J. & Adams, T. 996. Teaching Preschool Age Autistic Children to Make Spontaneous Initiations to Peers Using Priming. Journal of Autism and Developmental Disorders. University of Kansas (Vol. 6, No., Hal. 07-). Zanolli, K. & Daggett, J. 998. The Effects of Reinforcement Rate on The Spontaneous Social Initiations of Socially Withdrawn Preschoolers. Journal of Applied Behavior Analysis. University of Kansas (Vol.,No., Hal. 7-).