BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat influenza. PCT merupakan analgesik-antipiretik, dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meringankan gejala batuk dan pilek, penyakit yang seluruh orang pernah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sediaan pemutih wajah. Hal ini dikarenakan efektivitas kerja dari hidrokuinon

LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Betametason (Bm) dan Deksklorfeniramin Maleat (Dk) adalah kombinasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. A (retinol) atau disebut juga tretinoin. Bahan ini sering dipakai pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kembali pada awal tahun 1920-an. Pada tahun 1995-an, metode kromatografi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam. : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbagai infeksi virus pada manusia disebabkan oleh virus herpes. Infeksi

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam buku British pharmacopoeia (The Departemen of Health, 2006) dan

III. BAHAN DAN METODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Trichomoniasis vaginalis, Amoebiasi dan Giardasis. Metronidazol bekerja efektif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk tabung pipih atau siskuler, kedua permukaannya rata atau cembung,

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nistatin sebagai obat antijamur poliena secara alami berasal dari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKAA Sifat. Fisikokimia. berikut: Rumus struktur : Nama Kimia. Rumus Molekul. : C 6 H 12 NNaO. Berat Molekul.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigitan serangga dan eksim scabies (Anonim, 2008). Fluosinolon asetonid

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minuman energi adalah minuman ringan non-alkohol yang dirancang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai (Ditjen POM RI, 1995).

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus:

BAB I PENDAHUUAN PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis

Kata kunci : deksametason, jamu pegal linu, KCKT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

Analisis Fenobarbital..., Tyas Setyaningsih, FMIPA UI, 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen BKAK (2014), uraian mengenai teofilin adalah sebagai. Gambar 2.1 Struktur Teofilin

RINGKASAN. Kata kunci : Optimasi; Fase Gerak; Campuran dalam Sirup; HPLC

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yaitu dapat menginaktivasi enzim tirosinase melalui penghambatan reaksi oksidasi

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN Febriyanti Diah Puspita Sari*, Pri Iswati Utami*

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE ANALISIS SUKROSA UNTUK MENENTUKAN KEASLIAN MADU PERDAGANGAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. menghambat enzim HMG-CoA reduktase. HMG-CoA merupakan pembentuk

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen BKAK., (2014) uraian tentang parasetamol sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENGUJIAN. Industri PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang beralamat di Jl.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011,

4 Hasil dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

VALIDASI METODE ANALISIS TABLET LOSARTAN MERK B YANG DITAMBAH PLASMA MANUSIA DENGAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK

UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI LAPORAN PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH

BAB III METODE PENELITIAN

VALIDASI METODE ANALISIS PENENTUAN KADAR HIDROKINON DALAM SAMPEL KRIM PEMUTIH WAJAH MELALUI KLT-DENSITOMETRI

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kombinasi parasetamol (PCT) dan klorfeniramin maleat (CTM) sering digunakan sebagai obat influenza. PCT merupakan analgesik-antipiretik, dalam pemakaiannya secara terus-menerus dapat mengakibatkan gangguan pada hati, sedangkan CTM sebagai antihistamin derivat alkilamin, akan menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos, serta bekerja dengan mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai pelepasan histamin endogen berlebihan, senyawa ini dapat menyebabkan efek sedasi yang akan berbahaya apabila dikonsumsi oleh pasien yang memerlukan kesadaran tinggi saat berkendara (Nafrialdi dan Setawati, 2007). Menurut FI Edisi IV tahun 1995 kadar PCT dapat ditentukan dengan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) menggunakan kolom (3,9 mm x 30 cm) dengan fase gerak campuran air-metanol (3:1), dideteksi pada panjang gelombang 243 nm dengan laju alir 1,5 ml/menit. PCT dapat juga ditentukan menggunakan spektrofotometri. Menurut FI Edisi V tahun 2004 Kadar CTM dapat ditentukan secara kromatografi gas menggunakan helium kering sebagai gas pembawa. Rajunkar (2011) melakukan penelitian tentang validasi penetapan kadar CTM, PCT dan PE menggunakan metode KCKT. Fase diam yang digunakan adalah C 18 (150 x 4,6 mm, 5 µ) dan fase gerak menggunakan campuran 1

2 methanol:sodium perklorat (0,043 M, 2 ml triethylamin, ph 5,0) pada panjang gelombang untuk PCT 300 nm dan CTM dan PE 204 nm, laju alir yang digunakan 1,0 ml. Hasil koefisien korelasi CTM, PCT dan PE adalah 0, 995, standar deviasi yang didapatkan kurang dari 2%. Validasi hasil menunjukkan bahwa metode ini selektiv, linier, akurat dan tepat tetapi pada penelitian ini panjang gelombang yang digunakan tidak pada titik potong isobastik. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan menggunakan fase gerak campuran asetonitril:metanol:air dengan perbandingan (15:10:75 v/v). Redasani dkk., (2013) telah melakukan penetapan kadar CTM, PE, PCT dan kafein menggunakan KCKT dalam sediaan tablet, fase diam yang digunakan adalah C18 dan fase gerak yang digunakan adalah buffer fosfat:asetonitril (93:07 v/v) pada panjang gelombang 215 nm, laju alir yang digunakan adalah 1,5 ml/men. Hasil uji linieritas memenuhi syarat dengan nilai koefisien korelasi CTM, PE, PCT dan kafein berturut-turut adalah 0,999, 0,998, 0,999 dan 0,999, % RSD didapatkan kurang dari 2%, metode ini cocok untuk penentuan obat dalam bentuk tablet tanpa ada gangguan dari eksipien tetapi laju alirnya lebih lama yaitu 1,5 ml/menit, sehingga waktu analisis yang dibutuhkan lebih lama. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan menggunakan sediaan sirup dengan fase gerak campuran asetonitrol:metanol:air (15:10:75 v/v) pada laju alir 1,0 ml/menit. Penelitian oleh Gulo (2016) tentang aplikasi spektrofotometer UV dan kalibrasi multivariate untuk analisis PCT, GG dan CTM dalam sediaan sirup. Hasil validasi diperoleh r 2 PCT 0,99, GG 0,99 dan CTM 0,998, nilai RMSECV PCT 0,116, GG 0,084 dan CTM 0,219. Metode ini tidak dapat digunakan karena

3 nilai akurasi dan presisi yang dihasilkan tidak seragam. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan menggunakan metode KCKT. Dilihat dari strukturnya, CTM memiliki gugus kromofor berupa cincin pirimidin, cincin benzen dan ikatan C=C- yang mengandung elektron pi (π) terkonjugasi yang dapat mengasorbsi sinar pada panjang gelombang tertentu didaerah UV (200-400 nm), sehingga dapat memberikan nilai serapan (Siswandono, 1998). Secara teoritis serapan maksimum untuk PCT adalah 244 nm, terjadi pergeseran karena pada PCT memiliki gugus auksokrom yang terikat pada gugus kromofor. Apabila Auksokrom terikat pada gugus kromofor akan mengakibatkan pergeseran pita absorbansi menuju ke panjang gelombang yang lebih besar/pergeseran batokromik (Dachriyanus, 2004). Berdasarkan latar belakang di atas, maka akan dilakukan penelitian validasi metode penetapan kadar PCT dan CTM dengan metode KCKT yang belum pernah dilakukan dan aplikasinya dalam sediaan sirup. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah validasi metode penetapan kadar PCT dan CTM menggunakan KCKT dengan fase diam C18 dan fase gerak campuram asetonitril:metanol:air (15:10:75 v/v) dapat dilakukan? 2. Apakah metode yang telah divalidasi dapat diaplikasikan dalam sediaan sirup? 3. Apakah kadar PCT dan CTM dalam sediaan sirup memenuhi persyaratan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995)?

4 C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Melakukan validasi terhadap metode penetapan kadar PCT dan CTM dengan fase diam C18 dan fase gerak campuran asetonitril:metanol:air (15:10:75 v/v) menggunakan KCKT. 2. Mengaplikasikan metode yang telah divalidasi dalam sediaan sirup. 3. Mengetahui kadar PCT dan CTM dalam sediaan sirup dan kesesuainnya dengan persyaratan yang ditetapkan Farmakope Indonesia Edisi IV (1995). D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan metode yang dapat digunakan sebagai acuan untuk analisis campuran PCT dan CTM dalam sediaan sirup. E. Tinjauan Pustaka 1. Parasetamol Nama kimia dari PCT adalah 4-Hidroksiasetanilida dengan rumus molekul C8H9NO2 berat molekul 151,16 pemeriaan serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit dan kelarutannya larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1N, mudah larut dalam etanol, panjang gelombang maksimum PCT adalah 243 nm (Depkes RI, 1995). Struktur kimia parasetamol dapat dilihat pada Gambar 1.

5 Gambar 1. Struktur Kimia Parasetamol (Depkes RI, 1995) Rajunkar (2011) melakukan penelitian tentang validasi penetapan kadar CTM, PCT dan PE menggunakan metode KCKT dengan fase diam kolom C 18 (150 x 4,6 mm, 5 µ) fase gerak campuran metanol:sodium perklorat (0,043 M, 2 ml triethylamin, ph 5,0) pada panjang gelombang untuk PCT 300 nm dan untuk CTM dan PE 204 nm, laju alir yang digunakan 1,0 ml, sampel yan digunakan adalah kapsul sebanyak 20. Hasil koefisien korelasi CTM, PCT dan PE adalah 0, 995, standar deviasi yang didapatkan kurang dari 2%, uji akurasi semuanya memenuhi kriteria rentang nilai yang dapat diterima. 2. Klorfeniramin Maleat Nama kimia dari CTM adalah 2-(p-kloro-α (dimetilamino) benzyl) piridina maleat (1:1) dengan rumus molekul C16H19C1N2.C4H4O4, berat molekul 390,87, pemerian serbuk hablur, putih, tidak berbau, larutan mempunyai ph antara 4 dan 5, kelarutannya mudah larut dalam air; larut dalam etanol dan dalam kloroform, sukar larut dalam eter dan dalam benzen. Panjang gelombang maksimum CTM adalah 262 nm (Depkes RI, 1995). Struktur kimia klorfeniramin maleat dapat dilihat pada Gambar 2.

6 Gambar 2. Struktur Kimia Klorfeniramin Maleat (Depkes RI, 1995) Redasani dkk., (2013) telah melakukan penetapan kadar CTM, PE, PCT dan kafein menggunakan KCKT dalam sediaan tablet, fase diam yang digunakan adalah C18 dan fase gerak yang digunakan adalah buffer fosfat:asetonitril (93:07 v/v) pada panjang gelombang 215 nm, laju alir yang digunakan adalah 1,5 ml/men. Hasil koefisien korelasi CTM, PE, PCT dan kafein berturut-turut adalah adalah 0.999, 0,998, 0,999 dan 0,999, % RSD didapatkan kurang dari 2%, hasil akurasi CTM, PE, PCT dan kafein masingmasing didapatkan 99,38-101,48%, 100,29-101,68%, 100,65-101,29% dan 98,74-100,25%, ini menunjukkan semuanya memenuhi kriteria rentang nilai yang dapat diterima. 3. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Pressure Liquid Chromatography (HPLC) merupakan salah satu metode kimia dan fisikokimia. KCKT termasuk metode analisis terbaru suatu tekhnik kromatografi denga fase gerak cairan dan fase diam cairan atau padat. Banyak kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan metode lainnya (Putra, 2004). Kelebihan KCKT antara lain: mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran, mudah melaksanakannya, kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi, dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis, resolusi yang baik, dapat digunakan bermacam-macam detektor,

7 kolom dapat digunakan kembali, mudah melakukan sample recovery (Putra, 2004). Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian (impurities) dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap (nonvolatil). KCKT paling sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat dan protein-protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain-lain (Gandjar dan Rohman, 2007). Skema komponen KCKT dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Skema Komponen KCKT (Putra, 2004) Keterangan: 1. Eluent (wadah fase gerak) 2. Pompa 3. Injektor 4. Kolom 5. Detektor 6. Pengolah data 1. Wadah fase gerak pada KCKT Wadah fase gerak harus bersih dan lembab (inert). Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase

8 gerak. Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama dipompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis, pada saat membuat pelarut untuk fase gerak, maka sangat dianjurkan untuk menggunakan pelarut, dapar dan reagen dengan kemurnian yang sangat tinggi dan lebih terpilih lagi jika pelarut yang akan digunakan untuk KCKT berderajat KCKT (HPLC grade). Adanya pengotor dalam reagen dapat menyebabkan gangguan pada sistem kromatografi. Adanya partikel yang kecil dapat terkumpul dalam kolom atau dalam tabung yang sempit, sehingga dapat mengakibatkan suatu kekosongan pada kolom atau tabung tersebut. Karenanya, fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari partikel-partikel kecil ini (Gandjar dan Rohman, 2007). 2. Pompa Pompa yang digunakan untuk KCKT adalah pompa yang inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, teflon dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 ml/menit. Tujuan preparative, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 ml/ menit (Gandjar dan Rohman, 2007). 3. Tempat injeksi Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan

9 alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sampel loop) internal atau eksternal (Gandjar dan Rohman, 2007). 4. Kolom KCKT Kolom adalah komponen terpenting dari kromatografi. Berhasil atau tidaknya suatu analisis tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Ada 2 jenis kolom (Putra, 2004), yaitu: a) Kolom analitik: Diameter dalam 2-6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis material pengisi kolom. Untuk kemasan pellicular, panjang yang digunakan adalah 50-100 cm. Untuk kemasan mikropartikel berpori, 10-30 cm. Dewasa ini ada yang 5 cm. b) Kolom preparative: Umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25-100 cm. 5. Detektor KCKT Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik dan tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektrometri massa dan golongan detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi dan elektrokimia (Gandjar dan Rohman, 2007). 6. Fase Gerak Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas

10 fase diam dan sifat komponen-komponen sempel, untuk fase normal (fase diam lebih polar dari pada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar dari pada fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut (Gandjar dan Rohman, 2007). 4. Validasi Validasi metoda analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004), validasi metode analisis diuraikan dan didefinisikan sebagai berikut: a. Kecermatan (accuracy) Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan hasil analis sangat tergantung kepada sebaran galat sistematik di dalam keseluruhan tahapan analisis, oleh karena itu untuk mencapai kecermatan yang tinggi hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi galat sistematik tersebut seperti menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu dan pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur (Harmita, 2004). Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) atau metode penambahan baku (standard

11 addition method). Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya). Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel dicampur dan dianalisis lagi. Nilai perolehan kembali suatu metode analisis yang dapat diterima berdasarkan besarnya konsentrasi analit dapat dilihat pada Tabel 1 (Harmita, 2004). Tabel 1. Nilai Perolehan Kembali Suatu Metode Analisis yang Dapat Diterima Berdasarkan Besarnya Konsentrasi Analit b. Keseksamaan (precision) Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogeni (Harmita, 2004).

12 Dokumentasi presisi seharusnya mencakup: simpangan baku, simpangan baku relative (RSD) atau koefisien variasi (CV) dan kisaran kepercayaan. Menghitung RSD dirumuskan dengan (Gandjar dan Rohman, 2007): RSD = SD X x 100% Keterangan : SD = Standar Deviasi X = Kadar rata-rata sampel c. Selektivitas (Spesifisitas) Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas sering kali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan (Harmita, 2004). Penentuan spesifitas metode dapat diperoleh dengan 2 jalan, yang pertama (dan yang paling diharapkan) adalah dengan melakukan optimasi sehingga diperoleh senyawa yang dituju terpisah secara sempurna dari senyawa-senyawa lain (resolusi senyawa yang dituju 2). Cara kedua untuk memperoleh spesifitas adalah dengan menggunakan detektor selektif, terutama untuk senyawa-senyawa yang terelusi secara bersama-sama (Gandjar dan Rohman, 2007).

13 d. Liniearitas Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan dan linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004). Linearitas biasanya dinyatakan dalam istilah variansi sekitar arah garis regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematik data yang diperoleh dari hasil uji analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit. Perlakuan matematik dalam pengujian linearitas adalah melalui persamaan garis lurus dengan metode kuadrat terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit. Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier Y = a + bx. Hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai b = 0 dan r = +1 atau 1 bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan (Harmita, 2004). e. Sensitivitas (LOD/LOQ) atau Batas Deteksi Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. LOD merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit diatas atau dibawah nilai tertentu (Gandjar dan Rohman, 2007). Nilai LOD diperoleh dari persamaan Y=YB + 3 SB. Nilai LOQ diperoleh dari persamaan Y= YB + 10 SB (Harmita, 2004).

14 5. Sirup Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula atau pengganti gula dengan atau tanpa bahan penambahan bahan pewangi, dan zat obat. Sirup merupakan alat yang menyenangkan untuk pemberian suatu bentuk cairan dari suatu obat yang rasanya tidak enak, sirup-sirup efektif dalam pemberian obat untuk anak-anak, karena rasanya yang enak biasanya menghilangkan keengganan pada anak-anak untuk meminum obat (Ansel, 1989). Sebagian besar sirup mengandung Komponen komponen berikut disamping air murni dan semua zat-zat bat yang ada (Ansel, 1989): 1. Sirup-sirup dengan dasar sukrosa dan bukan sukrosa 2. Pengawet anti mikroba 3. Pemberi rasa 4. Pemberi warna F. Landasan Teori Dilihat dari strukturnya, CTM memiliki gugus kromofor berupa cincin pirimidin, cincin benzen dan ikatan C=C- yang mengandung elektron pi (π) terkonjugasi yang dapat mengasorbsi sinar pada panjang gelombang tertentu didaerah UV (200-400 nm), sehingga dapat memberikan nilai serapan (Siswandono, 1998). Secara teoritis serapan maksimum untuk PCT adalah 244 nm, terjadi pergeseran karena pada PCT memiliki gugus auksokrom yang terikat pada gugus kromofor. Apabila Auksokrom terikat pada gugus kromofor akan mengakibatkan pergeseran pita absorbansi menuju ke panjang gelombang yang lebih besar/pergeseran batokromik (Dachriyanus, 2004).

15 Kelebihan KCKT antara lain: mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran, mudah melaksanakannya, kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi, dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis, resolusi yang baik, dapat digunakan bermacam-macam detektor, kolom dapat digunakan kembali, mudah melakukan sample recovery (Putra, 2004). Rajunkar (2011) melakukan penelitian tentang validasi penetapan kadar CTM, PCT dan PE menggunakan metode KCKT menggunakan kolom C18 (150 x 4,6 mm, 5 µ) fase gerak campuran metanol:sodium perklorat (0,043 M, 2 ml triethylamin, ph 5,0) pada panjang gelombang untuk PCT 300 nm, CTM dan PE 204 nm, laju alir yang digunakan 1,0 ml. Metode ini cocok untuk penentuan obat tablet tanpa adanya gangguan dari eksipien. Redasani dkk., (2013) telah melakukan penetapan kadar CTM, PE, PCT dan Kafein menggunakan KCKT dalam sediaan tablet, fase diam yang digunakan adalah C18 dan fase gerak yang digunakan adalah buffer fosfat:asetonitril (93:07 v/v) pada panjang gelombang 215 nm, laju alir yang digunakan adalah 1,5 ml/men. Penelitian ini menghasilkan metode yang cocok, spesifik, presisi, tepat dan linier. Penelitian oleh Gulo (2016) tentang aplikasi spektrofotometer UV dan kalibrasi multivariate untuk analisis PCT, GG dan CTM dalam sediaan sirup, evaluasi metode didasarkan pada nilai koefisien determinasi (R 2 ), root mean square error of calibration (RMSEC) dan root mean square error od calibration validation (RMSECV). Metode ini belum tepat karena nilai akurasi dan presisi yang tidak seragam.

16 Abdulbari dan Ihsan (2013) telah melakukan validasi penetapan kadar CTM, PCT, PPA dan Kafein menggunakan KCKT pada sediaan tablet, fase diam yang digunakan adalah C18 dan fase gerak yang digunakan campuran asetonitril:air:metanol (15:75:10 v/v) pada panjang gelombang 220 nm dengan laju alir 1,7 ml/menit. G. Hipotesis Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka disusun hipotesis sebagai berikut: 1. Metode penetapan kadar PCT dan CTM dapat dilakukan menggunakan KCKT dengan fase diam C18, fase gerak campuran asetonitril:metanol:air yang memenuhi uji validasi metode meliputi presisi, akurasi, selektivitas, linieritas dan sensitivitas. 2. Penetapan kadar PCT dan CTM dalam sediaan sirup menggunakan metode yang telah tervalidasi dapat dilakukan dan diaplikasikan pada beberapa sediaan sirup. 3. Metode penetapan kadar PCT dan CTM memenuhi persyaratan yang ditetapkan Farmakope Indonesia Edisi IV (1995).