BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
Mulyadi *, Mudatsir ** *** ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Mycobacterium tuberculosis. Tanggal 24 Maret 1882 Dr. Robert Koch

BAB IV METODE PENELITIAN. Dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2015 di klinik VCT RSUP Dr.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering

jenis penelitian deskriptif analitik dengan rancangan penelitian cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui gambaran profil penderita

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan cross-sectional terhadap data sekunder berupa rekam

BAB 4 METODE PENELITIAN. Semarang, dimulai pada bulan Mei 2014 sampai dengan Juni 2014.

BAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Penyakit Dalam sub bagian Reumatologi. Penelitian ini dilakukan di poliklinik Penyakit Dalam sub bagian

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. o Riwayat Operasi Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 3 KERANGKA KONSEP. Gambar 3.1: Kerangka konsep tentang pola kelainan kulit pada pasien AIDS.

Kegiatan Pemberantasan Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sakti Kabupaten Pidie Tahun 2010)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelasi yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan desain cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. Semarang Jawa Tengah. Data diambil dari hasil rekam medik dan waktu

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Tempat dan waktu penelitian. 3.3 Populasi dan sampel penelitian

NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran. Diajukan Oleh : Hasbullah Kasim J

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB III METODE PENELITIAN. cross sectional. Dalam penelitian cross sectional peneliti melakukan

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat saat ini dan termasuk ke dalam global emergency. TB adalah

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional).

BAB III METODE PENELITIAN

Sikap Sikap adalah perilaku wanita terhadap pemeriksaan mammografi a. Cara Ukur : metode angket

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kedokteran Jiwa.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr.Kariadi Semarang setelah ethical

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

BAB III METODE PENELITIAN. waktu penelitian di laksanakan selama 1 bulan dari tanggal 10 Mei sampai

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PROFIL RADIOLOGIS TORAKS PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI POLIKLINIK PARU RSUD DR HARDJONO-PONOROGO SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif menggunakan metode observasional korelatif dengan jenis

I. PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO)

BAB IV METODE PENELITIAN. Penyakit Dalam sub bagian Infeksi Tropis. Bagian /SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi Semarang mulai 1

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. menitikberatkan pada prevalensi terjadinya DM pada pasien TB di RSUP

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang muncul dilingkungan masyarakat. Menanggapi hal itu, maka perawat

BAB IV METODE PENELITIAN. Ginjal-Hipertensi, dan sub bagian Tropik Infeksi. RSUP Dr.Kariadi, Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr.

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. mengaitkan bidang Ilmu Penyakit Dalam, khususnya bidang infeksi tropis yaitu. Rumah Sakit Umum Pusat dr. Kariadi Semarang.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV METODE PENELITIAN

HUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN PENDERITA TB DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN TAHUN 2016

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pasien penyakit ginjal kronik ini mencakup ilmu penyakit dalam.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang ilmu kesehatan jiwa.

BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui jenis-jenis efek samping pengobatan OAT dan ART di RSUP dr.

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Infeksi dan Penyakit Tropis dan Mikrobiologi Klinik. RSUP Dr. Kariadi Semarang telah dilaksanakan mulai bulan Mei 2014

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB III METODE PENELITIAN. observasional analitik dengan desain cross sectional study dimana pengukuran

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN. Pulmonologi serta Ilmu Mikrobiologi Klinik.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi analitik dengan desain studi cross-sectional.

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu anestesi dan terapi intensif.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang Ilmu. Mikrobiologi Klinik dan ilmu penyakit infeksi.

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan

BAB IV METODE PENELITIAN. Infeksi dan Penyakit Tropis dan Mikrobiologi Klinik. RSUP Dr. Kariadi Semarang dilaksanakan pada bulan Mei Juni 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan case

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, observasional dengan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan rancangan

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

30 BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1. Kerangka Teori Terinhalasi M.tuberculosis Patogenesis M.tuberculosis di paru DIAGNOSIS Pemeriksaan BTA pada sputum Pemeriksaan BTA pada sputum Hasil : 1+ 2+ 3+ Luas Lesi: Minimal Moderate Far Advanced Faktor Resiko: Umur Status Gizi Immunoco mpromised Faktor Toksik Faktor Virulensi Kuman M. tuberculosis: Faktor Perlekatan Invasi ke sel inang dan jaringan

31 3.2. Kerangka Konsep Variabel Independent Luas Lesi pada Foto Toraks Penderita TB paru Variabel Dependent BTA Positif Sputum Penderita TB 3.3. Hipotesis Terdapat hubungan bermakna antara luas lesi foto toraks dengan BTA positif sputum pada penderita TB paru.

32 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik crosssectional dengan menggunakan data sekunder berupa rekam medik. 26 4.2. Tempat penelitian dan periode penelitian Tempat pelaksanaan dilakukan di poli paru rawat jalan RSUP Haji Adam Malik, beberapa puskesmas, dan praktik dokter swasta di kota Medan dan dilakukan selama Maret sampai dengan Desember 2016. 4.3. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi Target : Pasien dengan gejala klinis TB paru yang berobat di tempat pelayanan kesehatan di Medan. Populasi terjangkau : Pasien TB paru yang rawat jalan di RSUP Haji Adam Malik, beberapa puskesmas, dan praktik dokter swasta selama Maret- Desember 2016. Estimasi besar sampling Dengan ketetapan absolut (d) = 0,1 Maka, = α x x = Zα 2 x x d 2 =,9 2.,.,, 2 =76 Jadi penelitian cross sectional ini membutuhkan paling sedikit 76 sampel. Kriteria Inklusi : - Pasien dengan umur 18-65 tahun - Pasien TB paru kategori 1 (pasien baru)dengan BTA positif

33 - Pasien TB paru dengan gambaran foto toraks positif berupa bayangan berawan/nodular, kavitas, bercak Milier, dan efusi. - Pasien TB paru yang bersedia mengikuti penelitian dan telah menandatangani informed consent. Kriteria Eksklusi : - Pasien TB dengan kondisi penyakit DM ataupun HIV. - Pasien TB dengan penyakit berat lainnya yang sedang mengikuti kemoterapi. - Pasien TB yang sedang mengkonsumsi obat immunosupresive, misalnya kortikosteroid. 4.4. Teknik pengumpulan data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari rekam medik. Teknik pengambilan sampel adalah consecutive sampling. Pada teknik ini semua subjek yang datanya memenuhi kriteria pemilihan dan berurutan dimasukan ke dalam penelitian sampai jumlah subjek terpenuhi. Kriteria subjek adalah pasien TB paru yang berobat jalan di Medan yang termasuk kriteria inklusi dan tidak didapati kriteria eksklusi. 4.5. Teknik Pengolahan dan Analisa Data Untuk mengetahui adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara variable dependen dan variable independen mengunakan analisis bivariat dengan uji Chi-square. Uji Chi-square dilakukan untuk mengetahui hubungan variable bebas dan variable terikat yang mana kedua variable bersifat kategorik. Melalui uji statistic Chi-square akan diperoleh nilai p (p-value) dengan tingkat kemaknaan 0,05. Jika nilai p 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan kata lain terdapat hubungan yang bermakna antara dua variabel yang diujikan. Namun, apabila p > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan kata lain tidak terdapat hubungan yang bermakna antara dua variabel yang diujikan.

34 4.6. Variabel Variabel Independen = Kepositifan BTA sputum pada hapusan langsung Variabel Dependen = Luas Lesi pada foto toraks pada penderita TB paru Definisi Operasional Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Pengukuran BTA sputum Pemeriksaan Rekam Obser Secara skala IULTD: Ordinal bakteriologi Medik vasi - tidak ditemukan BTA yang dalam 100 lapangan dilakukan pandang = negative kepada pasien - ditemukan 1-9 BTA TB dengan dalam 100 lapangan memeriksa pandang = jumlah bakteri sputum atau - ditemukan 10-99 BTA dahak dalam 100 lapangan menggunakan pandang = 1+ pewarnaan - ditemukan 1-10 BTA Ziehl-Neelsen dalam 1 lapangan pandang = 2+ - - ditemukan >10 BTA dalam 1 lapangan pandang = 3+ Foto Toraks Pemeriksaan Rekam Baca Klasifikasi ATA: Ordinal radiologi yang Medik - lesi minimal : bila dilakukan hanya mengenai sebagian kepada kecil dari satu/dua paru penderita TB dengan luas tidak lebih paru dari volume paru yang terletak di chondrosternal junction dari iga

35 kedua dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis IV & tidak ada kavitas. - lesi sedang : lebih luas dibandingkan lesi minimal dan luas proses tidak boleh lebih luas dari satu paru. Bila disertai kavitas, maka diameter semua kavitas tidak boleh lebih dari 4 cm. - lesi luas : lebih luas dari lesi sedang. Umur Usia penderita Rekam Baca - 18-25 tahun Interval TB paru pada Medik - 26-35 tahun saat - 36-45 tahun dilakukannya - 46-55 tahun penelitian -56-65 tahun BMI Berat badan Rekam Baca Dengan rumus : Ordinal dan Tinggi Medik B r t badan Ti ggi penderita TB - Underweight(<18,5) saat pertama - Normal (18,5-24,9) kali - Overweight(25-29,9) didiagnosa. - Obesitas (>30) 4.7. Perencanaan Waktu Kegiatan dimulai dari pencarian literatur, pemilihan masalah, pembuatan proposal sampai dengan penyusunan hasil penelitian skripsi ini direncanakan selama 10 bulan mulai dari Maret 2016 hingga Desember 2016. Tahapan penyusunan skripsi ini akan dimuat dalam tabel 4.7.1.

36 Tabel 4.7.1. Rencana Waktu dan Tahapan Kegiatan Penelitian Kegiatan Bulan ke 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Persiapan (Pemilihan masalah dan pencarian literatur) Bimbingan dan pembuatan proposal Seminar proposal X X X X X X Penelitian lapangan X x X Bimbingan, pengolahan data dan penyusunan hasil penelitian X x x

37 BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian 5.1.1Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan RSUP Haji Adam Malik dengan menggunakan rekam medik yang diperoleh dari poli paru, beberapa puskesmas, dan praktik dokter swasta. RSUP Haji Adam Malik berlokasi di Jalan Bunga Lau No.17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia yang telah ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa dimulai sejak tanggal 6 September 1991 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/Menkes/IX/1991. RSUP Haji Adam Malik Medan memiliki fasilitas pelayanan yang terdiri atas pelayanan medis dan non medis. Selain itu, RSUP Haji Adam Malik merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990 yang merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayan pembangunan A meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan Riau. Puskesmas atau Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan primer untuk masyarakat di Indonesia dan berperan sebagai ujung tombak kesehatan masyarakat. Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatau wilayah kerja. 5.1.2. Karakteristik Sampel Sampel yang digunakan untuk penelitian adalah sebanyak 90 penderita TB paru kategori 1 atau kasus baru dengan karakteristik yang berbeda-beda. Pasien TB paru yang menjadi sampel telah diseleksi melalui kriteria inklusi dan eksklusi sebelumnya.semua data sampel diambil dari data sekunder berupa rekam medik. Adapun karakteristik demografi pasien yang diteliti dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat pendidikan, dan indeks massa tubuh.

38 A. Karakteristik Pasien Berdasarkan Umur Usia pasien dinyatakan dalam tahun berdasarkan tanggal lahir,dihitung sampai ulang tahun terakhir. Distribusi responden berdasarkan kategori usia dapat dilihat dalam tabel dibawah. Tabel 5.1. Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia Kategori Usia Frekuensi Persentase (%) 18 25 26 28,9 26 35 36 45 46 55 56 65 24 13 16 11 26,7 14,4 17,8 12,2 90 100 Berdasarkan table 5.1. diketahui bahwa 26 orang (28,9%) sampel penelitian berusia di antara 18-25 tahun, 24 orang (26,7%) sampel penelitian berusia di antara 26-35 tahun, 13 orang (14,4%) sampel penelitian berusia di antara 36-45 tahun, 16orang (17,8%) sampel penelitian berusia di antara 46-55 tahun, dan 11 orang (12,2%) sampel penelitian berusia di antara 56-65 tahun. B. Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien yang menjadi sampel penelitian terbagi menjadi dua, yaitu laki-laki dan perempuan.distribusi responden berdasarkan kategori jenis kelamin dapat dilihat di tabel bawah. Tabel 5.2. Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%) Laki-Laki 62 68,9 Perempuan 28 21,1 90 100 Berdasarkan tabel 5.2.diketahui bahwa 90 responden yang mengikuti penelitian terdiri dari 62 laki-laki (68,9%) dan 28 perempuan (21,1%).

39 C. Karakteristik Pasien Berdasarkan Status Gizi Status gizi pasien penelitian diukur melalui Indeks Massa Tubuh (IMT).Adapun IMT terdiri dari beberapa kategori yaitu underweight, normal, overweight.distribusi responden berdasarkan kategori IMT dapat dilihat di tabel bawah. Tabel 5.3. Karakteristik Pasien Berdasarkan Indeks Massa Tubuh IMT Frekuensi Persentase (%) Underweight 40 44,4 Normal 50 55,6 90 100 Berdasarkan tabel 5.3.diketahui bahwa 40 orang (44,4%) responden penelitian memiliki indeks massa tubuh underweight atau kurus dan 50 orang (55,6%) responden penelitian memiliki indeks massa tubuh normal. Tidak dijumpai responden penelitian yang memiliki indeks massa tubuh overweight dan obesitas. 5.1.3. Luas Lesi Foto Toraks Pasien Luas lesi foto toraks pasien yang didapatkan berupa gambaran aktif TB paru dan dikategorikan sesuai dengan klasifikasi ATA (American Thoracic Society) yaitu minimal, sedang, dan luas. Distribusi frekuensi luas lesi foto toraks pada responden penelitian dapat dilihat dalam tabel dibawah. Tabel 5.4. Distribusi Luas Lesi Foto Toraks Responden Klasifikasi ATS Frekuensi Persentase (%) Lesi Minimal 17 18,9 Lesi Sedang 47 52,2 Lesi Luas 26 28,9 90 100 Dari tabel 5.4.diketahui bahwa sebagian besar responden penelitian memiliki lesi sedang yaitu 47 orang (52,2%), diikuti dengan lesi luas sebanyak 26 orang (28,9%), dan lesi minimal sebanyak 17 orang (18,9%).

40 5.1.4. Kepositifan BTA pada Penderita TB Paru Kepositifan BTA responden yang didapatkan dikategorikan dengan skala IULTD sesuai dengan rekomendasi WHO.Distribusi frekuensi kepositifan BTA pada responden penelitian dapat dilihat dalam tabel di bawah. Tabel 5.5. Distribusi Kepositifan Basil Tahan Asam Responden Skala IULTD Frekuensi Persentase (%) 1+ 30 33,3 2+ 29 32,2 3+ 31 34,3 90 100 Dari tabel 5.5. diketahui 30 responden (33,3%) memiliki BTA dengan skala 1+, 29 responden (32,2%) memiliki BTA dengan skala 2+, dan 31 responden (34,3%) memiliki BTA dengan skala 3+. 5.1.5. Uji Bivariat Uji bivariat yang dilakukan adalah mencari hubungan faktor umur dengan kepositifan BTA dan luas lesi foto toraks, hubungan faktor IMT dengan kepositifan BTA dan luas lesi foto toraks, dan hubungan luas lesi foto toraks dengan BTA positif sputum pada responden. A. Hubungan Faktor Usia dengan Kepositifan BTA Berdasarkan tabel 5.6., jumlah pasien TB dengan BTA 3+ paling banyak berusia antara 18-25 tahun.

41 Tabel 5.6. Hubungan Faktor Usia dengan Kepositifan Basil Tahan Asam Responden Usia (tahun) BTA 1+ 2+ 3+ Total p 18-25 6 10 19 26 26-35 10 6 8 47 36-45 6 1 6 13 46-55 4 7 5 16 56-65 4 5 2 11 0,651 Total 30 29 31 90 pasien TB dengan BTA 2+ paling banyak berusia antara 18-25 tahun juga, dan jumlah pasien TB dengan BTA 1+ paling banyak berusia antara 26-35 tahun. Hasil analisis data ini juga menunjukkan p-value sebesar 0,651 (p>0,05) yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan kata lain, tidak ada hubungan bermakna antara faktor usia dengan kepositifan BTA. B. Hubungan Faktor Usia dengan Luas Lesi Foto Toraks Hasil analisis data yang diperoleh dari tabel 5.7.ialah jumlah pasien TB dengan luas lesi luas antara pasien yang berumur 18-25 tahun dan pasien yang berusia 26-35 tahun sama, yaitu 7 orang, Tabel 5.7. Hubungan Faktor Usia dengan Luas Lesi Foto Toraks Responden Usia (tahun) Luas Lesi Foto Toraks Minimal Sedang Luas Total p 18-25 4 15 7 26 26-35 6 10 7 23 36-45 4 5 5 14 0,835 46-55 2 11 3 16 56-65 1 6 4 11 Total 17 47 26 90

42 pasien TB dengan luas lesi sedang paling banyak berusia antara 18-25 tahun yaitu 15 orang dan jumlah pasien TB dengan luas lesi minimal paling banyak berusia antara 26-35 tahun yaitu 6 orang. Hasil analisis data ini juga menunjukkan p-value sebesar 0,835(p>0,05) yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan kata lain, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara faktor usia dengan luas lesi foto toraks. C. Hubungan Faktor IMT dengan Kepositifan BTA Hasil analisis data yang diperoleh dari tabel 5.8.ialah pasien TB dengan IMT underweight paling banyak memiliki luas lesi luas yaitu 20 orang dan pasien TB dengan IMT normal paling banyak memiliki luas lesi sedang yaitu 21 orang. Tabel 5.8. Hubungan Faktor Indeks Massa Tubuh dengan Kepositifan Basil Tahan Asam Responden BMI BTA 1+ 2+ 3+ Total p Underweight 12 8 20 40 Normal 18 21 11 50 0,013 Total 30 29 31 90 Hasil analisis data ini juga menunjukkan p-value sebesar 0,013 (p 0,05) yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan kata lain terdapat hubungan bermakna antara faktor IMT dan kepositifan BTA. D. Hubungan Faktor IMT dengan Luas Lesi Foto Toraks Hasil analisis data dapat dilihat dari tabel 5.9.yaitu pasien TB dengan IMT underweight paling banyak memiliki luas lesi sedang dan pasien TB dengan IMT normal paling banyak memiliki luas lesi sedang juga.

43 Tabel 5.9. Hubungan Faktor Indeks Massa Tubuhdengan Luas Lesi Foto Toraks Responden IMT Luas Lesi Foto Toraks Minimal Sedang Luas Total p Underweight 5 23 12 40 Normal 12 24 14 50 0,373 Total 17 47 26 90 Analisis data ini juga menunjukkan p-value sebesar 0,373 (p>0,05) yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan kata lain, tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor IMT dan luas lesi foto toraks. E. Hubungan Luas Lesi Foto Toraks dan BTA Positif Dari tabel 5.10.dapat dilihat hasil analisa data hubungan luas lesi foto toraks dengan BTA positif responden dan didapat nilai p-value sebesar 0,972 (p > 0,05). Tabel 5.10.Hubungan Luas Lesi Foto Toraks dengan Basil Tahan Asam Positif Responden. Luas Lesi BTA 1+ 2+ 3+ Total p Minimal 5 5 7 17 Sedang 16 15 16 47 0,972 Luas 9 9 8 26 Total 30 29 31 90 Pada penelitian ini Ho ditolak yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara luas lesi foto toraks dengan BTA positif. 5.2. Pembahasan 5.2.1. Karakteristik Responden Penelitian Menurut data Riskesdas 2007, 75% dari kasus TB adalah kelompok umur produktif antara umur 15-50 tahun.berdasarkan tabel 5.1. didapati bahwa jumlah

44 pasien TB terbanyak pada kelompok umur 18-25 tahun yaitu 26 orang (28,9%) dan diikuti dengan kelompok umur 26-35 tahun yaitu 24 orang (26,7%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Merryani Girsang dkk yang menyatakan bahwa kelompok umur antara 15 hingga 44 tahun atau usia produktifas memiliki angka kejadian TB lebih tinggi dibandingkan kelompok umur yang lebih tua dan besar kemungkinan disebabkan karena lebih banyak aktifitas pada kelompok umur yang muda sehingga lingkungan rumah dan tempat kerja ada pengaruhnya terhadap kejadian TB. Hal ini juga berpengaruh terhadap tingkat keproduktifitas pasien TB dan mempengaruhi ekonomi dari pasien. 26 Sedangkan untuk jumlah pasien TB paling sedikit pada kelompok umur 56-65 tahun yaitu 11 orang(12,2%). Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Wang dkk yang mengatakan bahwa frekuensi orang tua untuk terkena TB lebih rendah dibandingkan dengan kelompok umur produktif karena lebih sering terkena penyakit kronik lainnya. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa hal ini bisa jadi karena keterlambatan diagnosis yang disebabkan oleh karena gejala klinis yang tidak pasti dan kurangnya kesadaran akan penyakit ini dikalangan orangtua. 27 Pada penelitian ini didapati bahwa jumlah pasien TB laki-laki yaitu 62 orang (68,9%) lebih banyak dibandingkan pasien TB perempuan yaitu 28 orang(21,1%). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Merryani Girsang dkk yang mengatakan bahwa kelompok perempuan lebih tinggi insidensi TB dibandingkan kelompok laki-laki. 26 Hal ini mungkin juga disebabkan karena perbedaan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini dan penelitian Merryani dkk.sedangkan laporan WHO menyatakan tidak ada perbedaan kemungkinan timbulnya kasus tuberkulosis paru antara laki-laki dan perempuan, diperkirakan jumlah penderita laki-laki sama banyak dengan perempuan. kasus yang selama ini dilaporkan bahwa perempuan lebih sedikit mungkin disebabkan karena tidak terdiagnosis sebagaimana mestinya. Hal ini bisa disebabkan karena berbagai hal seperti mungkin karena perempuan lebih lama berada di tempat tinggal yang padat penghuni dibandingkan dengan laki-laki,

45 perempuan juga lebih sibuk akan pekerjaan rumahnya sehingga tidak ada waktu untuk memeriksakan, dan juga berbagai faktor lainnya. 26 Menurut hasil analisa data dari tabel 5.2.didapati bahwa jumlah pasien dengan indeks massa tubuh normal lebih banyak yaitu 50 orang (55,6%) dibandingkan dengan jumlah pasien dengan indeks massa tubuh underweight atau kurus yaitu 40 orang (44,4%). Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Van Lettow dkk yang menyatakan bahwa orang dengan indeks massa tubuh dibawah normal akan lebih beresiko terkena TB dibandingkan indeks massa tubuh normal. 28 Foto toraks merupakan pemeriksaan penting dalam menegakkan diagnosis TB, akan tetapi foto toraks bukan metode emas dalam menegakkan diagnosis TB. Dengan penggunaan yang tepat, foto toraks dapat mendeteksi TB paru dini Luas lesi pada pasien TB ditentukan berdasarkan luas infiltrat pada paru. Hal ini diklasifikasikan oleh ATS. Hasil penelitian yang digambarkan di tabel 5.4.menunjukkan bahwa jumlah pasien TB terbanyak dengan luas lesi sedang yaitu 47 orang (52,2%) dibandingkan dengan jumlah pasien TB paling sedikit dengan luas lesi minimal yaitu 17 orang (18,9%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nasution dkk yang mengatakan bahwa gambaran luas lesi sedang paling banyak ditemukan. 29 Kultur atau biakan dahak merupakan metode baku emas (gold standard) dalam menegakkan diagnosis TB. Tingkat kepositifan BTA pada sputum pasien TB menggunakan skala IULTD berdasarkan rekomendasi WHO.Pada tabel 5.5.distribusi pasien TB dengan BTA 3+ terbanyak yaitu 31 orang (34,3%). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa perbandingan diantara jumlah pasien TB dengan BTA 1+, 2+, dan 3+ hampir sebanding. Hasil analisa pada tabel 5.5. tidak sesuai dengan hasil penelitian Mulyadi dkk yang mengatakan bahwa jumlah pasien TB terbanyak adalah pasien TB dengan BTA 1+ (44,4%). 25 Hal ini juga disebabkan oleh karena resiko penularan setiap tahun atau Annual Risk of Tuberculosis Infection di Indonesia cukup tinggi dan bervariasi yaitu 1-3%. 5 Kepositifan BTA sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor umur dan faktor status nutrisi.

46 5.2.2. Hubungan Faktor Usia dengan Kepositifan BTA Dari tabel 5.6.dengan menggunakan metode Kruskal-Wallis Test didapatkan p-value sebesar 0,651 (p>0,05) yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan kata lain tidak ada hubungan bermakna antara faktor usia dengan kepositifan BTA pada pasien TB. Penelitian yang dilakukan oleh Perez-Guzman dkk juga menunjukkan hasil yang sama bahwa tidak ada perbedaan hasil BTA sputum pada pasien TB berusia muda dan berusia tua, sehingga tidak ada hubungan bermakna antara faktor usia dan kepositifan BTA. 30 5.2.3. Hubungan Faktor Usia dengan Luas Lesi Foto Toraks Dari tabel 5.7.dengan menggunakan metode Kruskal-Wallis Test didapatkan p-value sebesar 0,835 (p>0,05) yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan kata lain tidak ada hubungan bermakna antara fakto usia dengan kepositifan BTA pada pasien TB. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Van den Brande dkk yang menyatakan tidak ada hubungan antara hasil radiologi pasien TB usia tua dengan usia muda. 31 5.2.4. Hubungan Faktor IMT dengan Kepositifan BTA Dari tabel 5.8.dengan menggunakan metode chi square didapatkan p-value sebesar 0,013 (p 0,05) yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan kata lain terdapat hubungan bermakna antara faktor IMT dengan luas lesi foto toraks. Hasil analisa data ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Wokas dkk yang menggunakan uji Spearman dan mendapatkan tidak adanya hubungan antara status gizi dengan hasil pemeriksaan sputum BTA. 32 Secara teori, pasien dengan status gizi yang buruk dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh sehingga dapat lebih memudahkan untuk terinfeksi kuman tuberkulosis. Malnutrisi menyebabkan sistem imun menurun. Hal ini juga menyebabkan penurunan dari kadar IFN-γ dan IL-2, peningkatan TGF-ß, dan penurunan produksi limfosit akibat atrofi timus. Sehingga semakin mudahnya

47 kuman TB menginfeksi pasien, semakin banyak dijumpai kuman TB pada sputum pasien dan risiko diseminasi. Hal ini dapat dilihat dari pemeriksaan SPS. 33 5.2.5. Hubungan Faktor IMT dengan Luas Lesi Foto Toraks Dari tabel 5.9.dengan menggunakan metode chi square didapatkan p-value sebesar 0,373 (p>0,05) yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan kata lain tidak ada hubungan bermakna antara faktor IMT dengan luas lesi foto toraks. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wokas dkkyang juga mendapatkan p-value sebesar 0,348 (p>0,05) yang telah dianalisa dengan uji Spearman. 32 Secara teori, status gizi yang buruk akan menyebabkan penurunan sistem imun sehingga infeksi kuman TB akan semakin parah dan bermanifestasi dalam keparahan luas lesi foto toraks. Beberapa hasil penelitian juga mendukung teori tersebut, seperti yang dilakukan Van Lettow dkk. 28 Menurut Cegielsky dkk sulit untuk menentukan dengan tepat apakah status nutrisi dari pasien TB itu sebelum atau sesudah onset penyakit. Hal ini membuat sulit menentukan apakah malnutrisi yang mengakibatkan TB atau TB yang mengakibatkan malnutrisi. 34 Seorang pasien bisa terinfeksi TB juga merupakan kombinasi daripada faktor-faktor lain seperti menurunnya nafsu makan sehingga respon imun juga terganggu. 5.2.6. Hubungan Luas Lesi Foto Toraks dan Kepositifan BTA Pada penelitian ini telah didapatkan data luas lesi foto toraks dan hasil sputum responden yang TB aktif dari rekam medik yang berada di poli paru rawat jalan RSUP H. Adam Malik, beberapa puskesmas, dan praktik dokter swasta di Medan. Hasil untuk luas lesi foto toraks menunjukkan bahwa perbandingan jumlah pasien dengan luas lesi foto sedang dan sputum 1+ sama dengan jumlah pasien dengan luas lesi foto sedang dan sputum 3+ yaitu 17,8%. Mencari hubungan antara luas lesi foto toraks dan kepositifan sputum dapat menggunakan metode chi-square karena membandingkan dua kategori. Dari tabel 5.11.didapatkanp-value sebesar 0,972 (p>0,05) yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan kata lain tidak

48 ada hubungan bermakna antara luas lesi foto toraks dan kepositifan BTA. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian di Banda Aceh yang dilakukan oleh Mulyadi dkk yang menyatakan tidak ada hubungan bermakna antara tingkat kepositifan BTA dengan gambaran luas lesi radiologi toraksdan juga penelitian di Surakarta yang dilakukan oleh Khair dkk yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara hasil pemeriksaan sputum BTAdengan gambaran foto toraks pada penderita TB paru. 25,35 Secara teori apabila secara pemeriksaan radiologi dijumpai lesi luas seharusnya secara pemeriksaan bakteriologi yaitu SPS ditemukan BTA yang lebih banyak dan lebih berpotensi menyebar sehingga menimbulkan infiltrat pada paru. Teori ini didukung oleh penelitian yang dilakukan di Yogyakarta oleh Suganda dkk yang menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara gambaran foto toraks dengan pemeriksaan BTA pada sputum (p=0,000). Penelitian Gomes dkk juga mendukung teori ini dengan hasil p-value sebesar 0,003. Perbedaan hasil penelitian ini mungkin juga disebabkan karena banyak faktor lain yang mempengaruhi luas lesi foto toraks selain kepositifan BTA. 36,37 Seperti penelitian yang dilakukan oleh Saragih dkk yang mengatakan bahwa ada hubungan antara vitamin D dengan luas lesi foto toraks, akan tetapi belum ada variabel yang dapat menjelaskan hubungan tersebut. 38 Faktor lain yang mempengaruhi ialah dalam pengambilan sputum. Hal-hal yang mempengaruhi ditemukannya BTA dalam pemeriksaan SPS antara lain kondisi bahan sputum yang diambil apakah yang diambil sputum atau saliva, jumlah atau konsentrasi kuman dan luas lesi di paru, dan cara pemeriksaan. Sputum BTA positif baru akan ditemukan apabila di dalam sediaan sebanyak 1 ml dahak terkandung 5.000 kuman. Pada pemeriksaan sering pasien mengalami kesulitan saat mengeluarkan sputum sehingga jumlah sediaan sputum tidak sesuai dengan ketentuan pemeriksaan sediaan hapusan langsung. 39 Selain itu, kondisi laboratorium dan keahlian laboran juga dapat mempengaruhi nilai kepositifan. Pada penelitian ini, subjek penelitian berasal dari berbagai pusat kesehatan sehingga penelitian ini dilakukan oleh masing-masing laboratorium dan hasil pembacaan foto juga dapat berbeda-beda karena dikerjakan di berbagai tempat. Faktor lain yang

49 mempengaruhi juga ialah dalam pembaca foto toraks. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas foto toraks antara lain faktor ekposi atau faktor penyinaran yang terdiri dari kv (kilovolt), ma (mili ampere), dan s (second) dan posisi inspirasi pasien saat sedang melakukan foto toraks. Adapun hal-hal yang dapat mempengaruhi faktor eksposi adalah filter yang digunakan, jarak pemotretan, film, dan lain-lain. Hal yang perlu juga diperhatikan pada interpretasi TB paru melalui foto toraks ialah pengetahuan mengenai gambaran TB paru yang klasik dan atipikal.

50 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Tidak ada hubungan bermakna antara luas lesi foto toraks dengan kepositifan BTA pada pasien TB paru. 2. Berdasarkan usia, pada pasien TB paru lebih banyak didapati pada kelompok usia 18-25 tahun.berdasarkan jenis kelamin, pada pasien TB paru lebih banyak didapati pasien dengan jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan.berdasarkan status gizi, pada pasien TB paru lebih banyak didapati pasien dengan IMT normal dibandingkan underweight dan pasien TB paru dengan IMT overweight tidak dijumpai. 3. Berdasarkan luas lesi foto toraks, didapati bahwa pasien TB paru umumnya memiliki gambaran foto toraks dengan luas lesi sedang. 4. Berdasarkan kepositifan BTA, lebih banyak didapati pasien TB paru dengan BTA 3+. 5. Tidak ada hubungan bermakna antara faktor usia dengan luas lesi foto toraks. 6. Tidak ada hubungan bermakna antara faktor usia dengan kepositifan BTA. 7. Tidak ada hubungan bermakna antara faktor IMT dengan luas lesi foto toraks. 8. Terdapat hubungan bermakna antara faktor IMT dengan kepositifan BTA. 6.2. Saran Dalam proses penulisan penelitian ini, ada beberapa saran yang akan disampaikan oleh peneliti dengan harapan saran tersebut akan bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut yaitu:

51 1. Bagi Instansi Terkait Dapat memperlengkapi data rekam medik pasien sehingga semua datadata yang dapat dipakai untuk penelitian dapat dijadikan sebagai bahan penelitian lebih lanjut. 2. Bagi Tenaga Kesehatan Dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai tambahan wawasan untuk penelitian sejenis selanjutnya. Dan pemeriksaan untuk diagnosis dapat dilakukan dengan tehnik dan cara yang benar sehingga hasilnya adalah valid. 3. Bagi Dokter Dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai pembanding untuk menegakkan diagnosis TB tidak hanya melalui satu pemeriksaan, tetapi didukung juga oleh pemeriksaan penunjang lainnya.