BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Kejahatan merupakan perilaku anti sosial dan juga

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi. semakin merisaukan segala pihak.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi. penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. Angka kematian tidak wajar yang kadang-kadang belum. diketahui penyebabnya saat ini semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Kematian yang disebabkan oleh kecelakaan lalu. lintas banyak terjadi di dunia. Tidak hanya di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia menurut laporan hak asasi manusia

BAB I PENDAHULUAN. Infantisid yaitu pembunuhan dengan sengaja. terhadap bayi baru lahir oleh ibunya (Knight, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Di rumah sakit Dr. Sardjito, angka kejadian kasus forensik klinik (hidup) yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu

TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Senjata tajam adalah hal yang tidak asing yang. digunakan dalam banyak kegiatan sehari-hari, seperti

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Otopsi merupakan pemeriksaan yang diperlukan untuk. mengetahui penyebab kematian jenazah.

Pengertian Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum Pembagian Visum et Repertum

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata. membawa dampak sampingan terhadap jenis, kualitas dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab. terbanyak terjadinya cedera di seluruh

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jalan yang cukup serius, menurut data dari Mabes Polri pada tahun 2008

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Keracunan adalah suatu kejadian apabila substansi. yang berasal dari alam ataupun buatan yang pada dosis

BAB III PENUTUP. Dari pembahasan yang telah diuraikan mengenai peranan Visum Et Repertum

VISUM et REPERTUM dr, Zaenal SugiyantoMKes

KONSEP MATI MENURUT HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dunia, jumlah. kriminalitas yang disertai kekerasan juga ikut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 50% kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan. selamat akan mengalami disabilitas permanen (Widiyanto, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN

BAB I PENDAHULUAN. dan penyebab pertama kematian pada remaja usia tahun (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah keselamatan lalu lintas jalan saat ini. sudah merupakan masalah global yang mendapat perhatian

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bagi pasien mempunyai kedudukan dan martabat yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Masalah lalu lintas melalui darat, laut, dan udara

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI PENUTUP. 1. Prosedur tetap (protap) pembuatan visum et repertum. a. Pemeriksaan korban hidup. b. Pemeriksaan korban mati

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Dalam proses hukum untuk kasus kecelakaan lalu. lintas, peran dokter sangat penting, baik itu

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Berbagai peristiwa yang terjadi ditanah air seperti. kecelakaan pesawat, kecelakaan mobil, pencurian organ,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IMPLEMENTASI OTOPSI FORENSIK DI INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR

SURAT KETERANGAN MEDIS

K homo homini lupus ketidakseimbangan dalam kehidupan manusia:pembunuhan, penganiayaan pemerkosaan, pencurian, dan tindak kejahatan lainnya sering ter

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

PERAN DOKTER AHLI FORENSIK DALAM MENGUNGKAP PERKARA PIDANA SAMPAI PADA TINGKAT PENYIDIKAN. Skripsi

Lex Administratum, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar. Pemeriksaan ini

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 9/Okt-Des/2016

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

MODUL FORENSIK FORENSIK KLINIK dan VeR. Penulis : Dr.dr. Rika Susanti, Sp.F Dr. Citra Manela, Sp.F Dr. Taufik Hidayat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

TINJAUAN ALUR PROSEDUR PEMBUATAN VISUM ETREPERTUM DI RUMAH SAKIT PANTI WALUYO SURAKARTA TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari Hukum Acara Pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. M DENGAN POST OPERASI ORIF FRAKTUR FEMUR DISTAL DEXTRA DI BANGSAL AB RSU PANDANARANG BOYOLALI

Kualitas Visum et Repertum Perlukaan di RSUD Indrasari Kabupaten Indragiri Hulu Periode 1 Januari Desember 2013

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 436 / MENKES / SK / VI / Tentang

BAB II PENGERTIAN, KEWENANGAN DAN TUGAS PENYIDIKAN, JENIS, MENURUT HUKUM ACARA PIDANA ISLAM tentang Hukum Acara Pidana.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Ilmu Kedokteran Forensik (Interaksi dan Dependensi Hukum pada Ilmu Kedokteran)

Pencatatan, Pelaporan Kasus Keracunan dan Penanganan Keracunan. Toksikologi (Teori)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kasus bunuh diri di Indonesia belakangan ini. dinilai cukup memprihatinkan karena angkanya cenderung


PERANAN VISUM ET REPERTUM PADA KASUS PEMBUNUHAN OLEH IBU TERHADAP ANAK (BAYI)

KARAKTERISTIK SEBAB DAN MEKANISME KEMATIAN PADA KORBAN YANG DIDUGA DIBUNUH YANG DIOTOPSI DI INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK RSUP SANGLAH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seluruh makhluk biologis akan mengalami kematian. dengan cara yang bermacam macam yang pada dasarnya

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2014

PERANAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DALAM MENGUNGKAP KORBAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (STUDI KASUS PEMBUNUHAN WARIA DI GUNUNGPATI, SEMARANG) SKRIPSI

BAB XX KETENTUAN PIDANA

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. sampai pembunuhan bahkan banyak pula jenis-jenis kejahatan baru yang. muncul seiring perkembangan umat manusia salah satunya adalah

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan pada 80 (delapan puluh) lembar putusan dari 7

BAB III PENUTUP. pidana pembunuhan berencana yang menggunakan racun, yaitu: b. Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang merupakan dasar

RELEVANSI Skm gatra

FUNGSI DAN KEDUDUKAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PIDANA ARSYADI / D

BAB III HAMBATAN DALAM PEMBUATAN VISUM ET REPERTUM PADA PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN MENGGUNAKAN RACUN

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Program Pascasarjana Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM Universitas Brawijaya

KEWENANGAN PENYIDIK POLISI TERHADAP PEMERIKSAAN HASIL VISUM ET REPERTUM MENURUT KUHAP 1. Oleh : Yosy Ardhyan 2

PERANAN VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

BAB I PENDAHUUAN. lainya, mengadakan kerjasama, tolong-menolong untuk memperoleh. pertikaian yang mengganggu keserasian hidup bersama.

FUNGSI DAN KEDUDUKAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PIDANA ARSYADI / D

Lex Privatum, Vol.IV/No. 5/Juni/2016. FUNGSI OTOPSI FORENSIK DANKEWENANGAN KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN KUHAP 1 Oleh: Indra Makie 2

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang. tahun 2010 jumlah kecelakaan yang terjadi sebanyak sedangkan pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka

BAB II. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang KUHP. yang dibuat tertulis dengan mengingat sumpah jabatan atau dikuatkan dengan

Pelayanan Forensik Klinik terhadap Perempuan & Anak Korban Kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Racun merupakan substansi ( kimia maupun fisik) yang dapat menimbulkan cidera atau kerusakan pada

ALAT BUKTI SAH SURAT: PENEMUAN, PEMBUKTIAN, DAN KETERTERIMAAN Budi Sampurna 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kejahatan sudah ada sejak manusia dan masyarakat ada, demikian

Lex Crimen Vol. III/No. 4/Ags-Nov/2014. BEDAH MAYAT DAN AKIBAT HUKUMNYA 1 Oleh : Yukilfi Poluan 2

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN KERJA SAMA PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. dapat diungkap karena bantuan dari disiplin ilmu lain. bantu dalam penyelesaian proses beracara pidana sangat diperlukan.

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Kejahatan merupakan perilaku anti sosial dan juga gejala sosial yang bersifat universal. Pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, hingga kejahatan-kejahatan lainnya telah dimulai dari dulu sampai sekarang. Pada saat ini, banyak terjadi pelanggaran dan kejahatan yang mengakibatkan korban mengalami luka, bahkan sampai meninggal yang menjadi perkara tindak pidana (Catur, 2012). Trauma merupakan penyebab utama kematian pada populasi di bawah 45 tahun, dan merupakan penyebab kematian nomor 4 di dunia. Lebih dari 50% kematian disebabkan oleh trauma kepala (Widyanto, 2007). Angka kejadian lokasi trauma kepala pada laki-laki 58% lebih banyak dibandingkan perempuan. Trauma pada kepala akan memberikan gangguan yang sifatnya lebih kompleks bila dibandingkan dengan trauma pada bagian organ tubuh lainnya. Ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan usia produktif, sedangkan untuk menjaga keselamatan diri masih rendah (Angela et al., 2011). Kasus kriminal semakin meningkat dengan motif dan modus yang beragam, hal ini menyebabkan semakin 1

2 pentingnya Ilmu Kedokteran Forensik. Otopsi atau pemeriksaan post mortem, berfungsi sebagai prosedur medik untuk menentukan penyebab, lama kematian, mengevaluasi proses penyakit, trauma yang terjadi pada korban, dan lokasi trauma pada organ tubuh sehingga menyebabkan kematian korban. Otopsi dapat dilakukan dengan dua cara, otopsi luar dan otopsi dalam (Amir, 2008). Jumlah kejahatan pembunuhan di Indonesia tahun 2009 mencapai 1.311 kasus, kemudian pada tahun 2010 sekitar 1.058 kasus, dan terakhir pada tahun 2011 menginjak angka 1.467 kasus. Pembunuhan juga masuk dalam jenis kejahatan yang dialami rumah tangga, yakni pada tahun 2009 mencapai 2.529 kasus, dan meningkat pada tahun 2011 dengan angka 3.416 kasus (Badan Pusat Statistik, 2012). Maka dari itu, untuk mengungkap kebenaran dari suatu kasus tindak kriminal, khususnya pembunuhan diperlukan alat bukti yang dapat dibuktikan kebenarannya dalam sidang peradilan. Keterbatasan alat dan pengetahuan yang dimiliki oleh pihak penyidik, maka dalam perkara pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan, dan nyawa manusia diperlukan pengetahuan khusus, yaitu Ilmu Kedokteran Forensik yang bertujuan untuk

3 menyelidiki apa yang menjadi penyebab kematian korban (Idries dan Tjiptomartono, 2010). Sesuai dengan KUHAP pasal 133 ayat (2), terutama untuk korban mati, permintaan keterangan ahli oleh penyidik harus dilakukan secara tertulis. Permintaan Visum et Repertum, yang tertera kop surat, pihak yang meminta visum, pihak yang dituju, identitas korban, dugaan penyebab kematian, permintaan apakah pemeriksaan luar dan atau bedah mayat dan tanda tangan yang bersangkutan (Senoadji, 1981). Seorang dokter, hendaknya dapat membantu pihak penegak hukum dalam melakukan pemeriksaan terhadap pasien atau korban tindak kriminal. Dokter sebaiknya dapat menyelesaikan permasalahan mengenai jenis luka apa yang ditemui, jenis kekerasan/senjata apakah yang menyebabkan luka dan bagaimana kualifikasi dari luka itu. Sehingga dengan membaca visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang, dan dari hasil tersebut dapat digunakan sebagai alat bukti oleh para praktisi hukum dalam menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia (Budiyanto, 1997). Berdasarkan permasalahan di atas, lokasi trauma pada organ vital merupakan salah satu faktor utama

4 dalam penyebab kematian. Dan pada tindak kasus pembunuhan setiap tahunnya mengalami peningkatan, oleh karena itu peneliti berinisiatif untuk melakukan penelitian tentang Variasi lokasi trauma penyebab kematian pada kasus pembunuhan yang diotopsi di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP DR. Sardjito Tahun 2009-2013. I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas penulis merumuskan masalah yang diteliti sebagai berikut: Bagaimana variasi lokasi trauma penyebab kematian pada kasus pembunuhan yang diotopsi di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP DR. Sardjito Yogyakarta tahun 2009-2013? I.3. Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui variasi lokasi trauma penyebab kematian pada kasus pembunuhan yang diotopsi di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP DR. Sardjito Yogyakarta tahun 2009-2013. I.4. Keaslian Penelitian Sejauh pengetahuan penulis, belum pernah dilakukan penelitian dengan judul Variasi Lokasi Trauma Sebab Kematian pada Kasus Pembunuhan yang Diotopsi di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito

5 Yogyakarta Tahun 2009-2013. Namun, penelitian tentang otopsi jenazah di RSUP DR. Sardjito telah dilakukan beberapa kali. Penelitian yang mirip dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah : 1. Pola Sebab Kematian Akibat Tindak Pidana yang Diotopsi di Laboratorium Forensik RSUP Sardjito Yogyakarta Tahun 1993-1995 tahun 1997 yang dilakukan oleh Sri Purwati Program Sarjana Universitas Gadjah Mada. Pada penilitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif. Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data tentang penyebab kematian pada tindak pidana yang diotopsi di laboratorium forensik RSUP Sardjito dalam kurun waktu 1993-1995. Hasil menunjukkan bahwa pendarahan, asfiksia, dan kerusakan tulang tengkorak merupakan penyebab kematian terbanyak pada korban kematian akibat tindak pidana yang diotopsi di laboratorium RSUP Sardjito tahun 1993-1995. Perbedaan penelitian yang dilakukan adalah dari data, kasus yang diteliti, analisi data, dan tahun penelitian. 2. Pola Identifikasi Jenazah Forensik di RSUP Dr. Sardjito pada Tahun 2008, dilakukan oleh Paundra

6 Hutama pada tahun 2009. Penelitian tersebut merupakan penelitian observasional dengan menggunakan metode cross sectional. 3. Karakteristik Sebab Dan Mekanisme Kematian Pada Korban Yang Diduga Dibunuh Yang Diotopsi Di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Sanglah Tahun 2011-2012, dilakukan oleh Ricky Dany Agus Wicakosono dan Kunthi Yulianti Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif cross-sectional dengan menggunakan data sekunder. Hasil penelitian jumlah kasus diduga pembunuhan paling banyak terjadi pada usia 21-40 tahun, dan mekanisme kematian tersering pada kasus diduga pembunuhan adalah sistem kardiovaskular. I.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharap mampu memberikan manfaat : 1. Untuk kepentingan medis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi, gambaran, dan data variasi lokasi trauma penyebab kematian pada kasus pembunuhan, serta memberikan sumbangan teori tentang penerapan hubungan ilmu hukum dengan ilmu kedokteran forensik.

7 2. Untuk pembaca Diharapkan pembaca memahami hasil penelitian, khususnya yang melakukan penelitian sejenis untuk dikembangkan lebih lanjut pada masa yang akan datang, sehingga dapat menggunakannya sebagai bahan informasi. Untuk pembaca umum, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran variasi lokasi trauma penyebab kematian pada kasus pembunuhan, sehingga pembaca dapat mengambil langkah pencegahan dan penanggulangannya. 3. Untuk penulis Penelitian yang dilakukan dapat melatih kemampuan penulis dalam menganalisa teori-teori yang didapat semasa perkuliahan dan menjadi sarana penerapan teori tersebut dalam kehidupan bermasyarakat. Hasil penelitian dapat memberikan gambaran atas variasi lokasi trauma penyebab kematian pada kasus pembunuhan yang terjadi.