BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Kejahatan merupakan perilaku anti sosial dan juga gejala sosial yang bersifat universal. Pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, hingga kejahatan-kejahatan lainnya telah dimulai dari dulu sampai sekarang. Pada saat ini, banyak terjadi pelanggaran dan kejahatan yang mengakibatkan korban mengalami luka, bahkan sampai meninggal yang menjadi perkara tindak pidana (Catur, 2012). Trauma merupakan penyebab utama kematian pada populasi di bawah 45 tahun, dan merupakan penyebab kematian nomor 4 di dunia. Lebih dari 50% kematian disebabkan oleh trauma kepala (Widyanto, 2007). Angka kejadian lokasi trauma kepala pada laki-laki 58% lebih banyak dibandingkan perempuan. Trauma pada kepala akan memberikan gangguan yang sifatnya lebih kompleks bila dibandingkan dengan trauma pada bagian organ tubuh lainnya. Ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan usia produktif, sedangkan untuk menjaga keselamatan diri masih rendah (Angela et al., 2011). Kasus kriminal semakin meningkat dengan motif dan modus yang beragam, hal ini menyebabkan semakin 1
2 pentingnya Ilmu Kedokteran Forensik. Otopsi atau pemeriksaan post mortem, berfungsi sebagai prosedur medik untuk menentukan penyebab, lama kematian, mengevaluasi proses penyakit, trauma yang terjadi pada korban, dan lokasi trauma pada organ tubuh sehingga menyebabkan kematian korban. Otopsi dapat dilakukan dengan dua cara, otopsi luar dan otopsi dalam (Amir, 2008). Jumlah kejahatan pembunuhan di Indonesia tahun 2009 mencapai 1.311 kasus, kemudian pada tahun 2010 sekitar 1.058 kasus, dan terakhir pada tahun 2011 menginjak angka 1.467 kasus. Pembunuhan juga masuk dalam jenis kejahatan yang dialami rumah tangga, yakni pada tahun 2009 mencapai 2.529 kasus, dan meningkat pada tahun 2011 dengan angka 3.416 kasus (Badan Pusat Statistik, 2012). Maka dari itu, untuk mengungkap kebenaran dari suatu kasus tindak kriminal, khususnya pembunuhan diperlukan alat bukti yang dapat dibuktikan kebenarannya dalam sidang peradilan. Keterbatasan alat dan pengetahuan yang dimiliki oleh pihak penyidik, maka dalam perkara pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan, dan nyawa manusia diperlukan pengetahuan khusus, yaitu Ilmu Kedokteran Forensik yang bertujuan untuk
3 menyelidiki apa yang menjadi penyebab kematian korban (Idries dan Tjiptomartono, 2010). Sesuai dengan KUHAP pasal 133 ayat (2), terutama untuk korban mati, permintaan keterangan ahli oleh penyidik harus dilakukan secara tertulis. Permintaan Visum et Repertum, yang tertera kop surat, pihak yang meminta visum, pihak yang dituju, identitas korban, dugaan penyebab kematian, permintaan apakah pemeriksaan luar dan atau bedah mayat dan tanda tangan yang bersangkutan (Senoadji, 1981). Seorang dokter, hendaknya dapat membantu pihak penegak hukum dalam melakukan pemeriksaan terhadap pasien atau korban tindak kriminal. Dokter sebaiknya dapat menyelesaikan permasalahan mengenai jenis luka apa yang ditemui, jenis kekerasan/senjata apakah yang menyebabkan luka dan bagaimana kualifikasi dari luka itu. Sehingga dengan membaca visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang, dan dari hasil tersebut dapat digunakan sebagai alat bukti oleh para praktisi hukum dalam menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia (Budiyanto, 1997). Berdasarkan permasalahan di atas, lokasi trauma pada organ vital merupakan salah satu faktor utama
4 dalam penyebab kematian. Dan pada tindak kasus pembunuhan setiap tahunnya mengalami peningkatan, oleh karena itu peneliti berinisiatif untuk melakukan penelitian tentang Variasi lokasi trauma penyebab kematian pada kasus pembunuhan yang diotopsi di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP DR. Sardjito Tahun 2009-2013. I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas penulis merumuskan masalah yang diteliti sebagai berikut: Bagaimana variasi lokasi trauma penyebab kematian pada kasus pembunuhan yang diotopsi di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP DR. Sardjito Yogyakarta tahun 2009-2013? I.3. Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui variasi lokasi trauma penyebab kematian pada kasus pembunuhan yang diotopsi di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP DR. Sardjito Yogyakarta tahun 2009-2013. I.4. Keaslian Penelitian Sejauh pengetahuan penulis, belum pernah dilakukan penelitian dengan judul Variasi Lokasi Trauma Sebab Kematian pada Kasus Pembunuhan yang Diotopsi di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito
5 Yogyakarta Tahun 2009-2013. Namun, penelitian tentang otopsi jenazah di RSUP DR. Sardjito telah dilakukan beberapa kali. Penelitian yang mirip dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah : 1. Pola Sebab Kematian Akibat Tindak Pidana yang Diotopsi di Laboratorium Forensik RSUP Sardjito Yogyakarta Tahun 1993-1995 tahun 1997 yang dilakukan oleh Sri Purwati Program Sarjana Universitas Gadjah Mada. Pada penilitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif. Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data tentang penyebab kematian pada tindak pidana yang diotopsi di laboratorium forensik RSUP Sardjito dalam kurun waktu 1993-1995. Hasil menunjukkan bahwa pendarahan, asfiksia, dan kerusakan tulang tengkorak merupakan penyebab kematian terbanyak pada korban kematian akibat tindak pidana yang diotopsi di laboratorium RSUP Sardjito tahun 1993-1995. Perbedaan penelitian yang dilakukan adalah dari data, kasus yang diteliti, analisi data, dan tahun penelitian. 2. Pola Identifikasi Jenazah Forensik di RSUP Dr. Sardjito pada Tahun 2008, dilakukan oleh Paundra
6 Hutama pada tahun 2009. Penelitian tersebut merupakan penelitian observasional dengan menggunakan metode cross sectional. 3. Karakteristik Sebab Dan Mekanisme Kematian Pada Korban Yang Diduga Dibunuh Yang Diotopsi Di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Sanglah Tahun 2011-2012, dilakukan oleh Ricky Dany Agus Wicakosono dan Kunthi Yulianti Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif cross-sectional dengan menggunakan data sekunder. Hasil penelitian jumlah kasus diduga pembunuhan paling banyak terjadi pada usia 21-40 tahun, dan mekanisme kematian tersering pada kasus diduga pembunuhan adalah sistem kardiovaskular. I.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharap mampu memberikan manfaat : 1. Untuk kepentingan medis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi, gambaran, dan data variasi lokasi trauma penyebab kematian pada kasus pembunuhan, serta memberikan sumbangan teori tentang penerapan hubungan ilmu hukum dengan ilmu kedokteran forensik.
7 2. Untuk pembaca Diharapkan pembaca memahami hasil penelitian, khususnya yang melakukan penelitian sejenis untuk dikembangkan lebih lanjut pada masa yang akan datang, sehingga dapat menggunakannya sebagai bahan informasi. Untuk pembaca umum, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran variasi lokasi trauma penyebab kematian pada kasus pembunuhan, sehingga pembaca dapat mengambil langkah pencegahan dan penanggulangannya. 3. Untuk penulis Penelitian yang dilakukan dapat melatih kemampuan penulis dalam menganalisa teori-teori yang didapat semasa perkuliahan dan menjadi sarana penerapan teori tersebut dalam kehidupan bermasyarakat. Hasil penelitian dapat memberikan gambaran atas variasi lokasi trauma penyebab kematian pada kasus pembunuhan yang terjadi.