BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1,2. Nyeri apabila tidak diatasi akan berdampak

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 1. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. 1 Tindakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. proliferatif, dan fase remodeling. Proses-proses tersebut akan dipengaruhi oleh faktor

BAB I PENDAHULUAN. Pada kasus-kasus pembedahan seperti tindakan operasi segera atau elektif

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

MANAJEMEN NYERI POST OPERASI

BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. disertai oleh kerusakan jaringan secara potensial dan aktual. Nyeri sering dilukiskan

BAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir ini, namun demikian perkembangan pada

EFIKASI PATIENT CONTROLLED ANALGESIA MORFIN SUBKUTAN TERHADAP PATIENT CONTROLLED ANALGESIA MORFIN INTRAVENA PASCAOPERASI SEKSIO SESAREA

BAB I. PENDAHULUAN. perubahan klinis dan psikologis sehingga meningkatkan morbiditas, mortalitas,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. emosional atau mengalami cemas akan mengalami rasa nyeri yang hebat setelah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian nomor 7 (5,7%). Menurut statistik rumah sakit dalam Sistem

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

BAB V HASIL PENELITIAN. Sampel yaitu 30 responden yang terdiri dari masing-masing 15 responden yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang. akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Mual muntah pascaoperasi atau post operatif nausea and vomiting (PONV)

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. saraf pusat tanpa menghilangkan kesadaran. 2,3 Parasetamol umumnya digunakan

Key words : Ketamine - Sectio cesarean - Anesthesia, Nyeri spinal, Post operasi Hyperalgesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per per

BAB I. A. Latar Belakang. Mual dan muntah pasca operasi atau yang biasa disingkat PONV (Post

anak didapatkan persebaran data hasil penelitian sebagai berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. diinginkan (Covino et al., 1994). Teknik ini pertama kali dilakukan oleh seorang ahli bedah

BAB I PENDAHULUAN. menstimulasi pengeluaran CRH (Corticotropin Realising Hormone) yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri. Nyeri menjadi penyebab angka kesakitan yang tinggi di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP

BAB 1 PENDAHULUAN. PONV juga menjadi faktor yang menghambat pasien untuk dapat segera

BAB I PENDAHULUAN. kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International

PENGARUH PEMBERIAN PARASETAMOL 1000 MG INTRAVENA PERIOPERATIF TERHADAP PENGGUNAAN FENTANYL PADA PASIEN KRANIOTOMI DI RSUP DR.

BAB I PENDAHULUAN. Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi nyeri tanpa menyebabkan. mengurangi efek samping penggunaan obat.

NYERI KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF RSU TNI-AL MINTOHARDJO PERIODE

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medik RSUP dr. Kariadi Semarang,

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan nyeri pascaoperasi dengan nilai VAS 7-8 sehingga manajemen

BAB I PENDAHULUAN. dengan Sectio Caesaria (SC) adalah sekitar 10 % sampai 15 %, dari semua

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan

BAB I PENDAHULUAN. untuk prosedur tersebut. Angka bedah caesar pada ibu usia 35 tahun ke atas jauh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. subarachnoid sehingga bercampur dengan liquor cerebrospinalis (LCS) untuk mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang

BAB I PENDAHULUAN. prostaglandin, bradykinin, dan adrenaline. Mediator-mediator inilah yang akan

BAB I PENDAHULUAN. obat ini dijual bebas di apotik maupun di kios-kios obat dengan berbagai merek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Association for Study of Pain (IASP) dalam Potter & Perry

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberikan obat-obat anestesi intra vena tanpa menggunakan obat-obat

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menjadi dua jenis yaitu nyeri fisiologis dan nyeri patologis, pada nyeri sensor normal

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

BAB IV METODE PENELITIAN

1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. dokter menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kita. Salah satu komplikasi awal dari fraktur yang terjadi pada tulang adalah nyeri. Nyeri ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS TRAMADOL DENGAN KOMBINASI TRAMADOL + KETOLORAC PADA PENANGANAN NYERI PASCA SEKSIO SESAREA

BAB I PENDAHULUAN. tindakan perbaikan kemudian akan diakhiri dengan penutupan dengan cara. penjahitan luka (Sjamsuhidajat & De Jong, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. sekarang para ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat

ANALGETIKA. Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid. Analgetika opioid

BAB I PENDAHULUAN. sementara di tahun 2011 terdapat korban. Korban luka ringan pada

ANALGETIKA. dr. Agung Biworo, M.Kes

BAB 1 PENDAHULUAN. sesungguhnya maupun potensi kerusakan jaringan. Setiap orang pasti

BAB I PENDAHULUAN. International for the Study of Pain (IASP) nyeri merupakan pengalaman yang

The Role of Non Steroid Antiinflamatory Drugs ( NSAID) In Preventive Multimodal Analgesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara melakukan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan korban tersering dari kecelakan lalu lintas. 1. Prevalensi cedera secara nasional menurut Riskesdas 2013 adalah 8,2%,

Clinical Science Session Pain

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1mm/KgBB + tramadol. Dalam hal ini, masing-masing data akan

PENILAIAN NYERI DAN SEDASI PADA BAYI DAN ANAK

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini

2. proses pada perjalanan nyeri yang paling berperan dalam terjadinya nyeri pada pasien ini adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

NYERI. Nyeri akut umumnya cepat dalam onset, bervariasi dalam intensitas dari ringan sampai parah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Esophagogastroduodenoscopy atau sering disingkat endoscopy adalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prioritas tertinggi dalam Hirarki Maslow, dan untuk manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Sayatan atau luka yang dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang The International Association for The Study of Pain menggambarkan rasa sakit sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan dihubungkan dengan aktual atau potensial kerusakan jaringan. Nyeri akut dapat merupakan bagian dari kerusakan jaringan atau inflamasi yang dapat disebabkan oleh operasi, luka bakar, ataupun trauma. 1 Pada beberapa penelitian menyatakan nyeri pascabedah 4-54%. 2 Penanganan nyeri yang efektif dengan sedikit efek samping akan mempercepat pemulihan dan kepulangan pasien dari rumah sakit. Pemberian analgesia pascabedah yang adekuat menjadi prioritas. 3 Nyeri paska pembedahan apabila tidak ditangani dengan efektif akan menimbulkan respon stres metabolik yang akan mempengaruhi semua sistem tubuh dan memperberat kondisi pasien. Terdapat beberapa golongan obat yang sering digunakan untuk mengatasi nyeri pascabedah seperti golongan nonopioid (paracetamol), NSAID, opioid lemah (kodein, tramadol), opioid kuat (morfin), dan adjuvan (ketamin dan klonidin). 4 Analgesia setelah pembedahan dapat dicapai dengan menggunakan baragam opioid. Efektifitas pemakaian opioid sebagai analgesia pascabedah sudah diakui namun memiliki efek samping, seperti depresi pernafasan, sedasi, mual muntah, dan pruritus. 5 Saat ini banyak digunakan obat-obatan nonopioid seperti obat antiinflamasi nonstreoid sebagai pengganti opioid, karena memiliki efek analgesia yang kuat dan mempunyai efek antiinflamasi. Namun pemberian obat kelompok antiinflamasi nonsteroid juga harus berhati-hati karena berkaitan dengan peningkatan resiko perdarahan daerah operasi akibat waktu perdarahan yang memanjang, luka pada organ gastrointestinal, dispepsia dan menyebabkan gangguan ginjal. Sedangkan penggunaan tramadol sebagai analgesia golongan opioid mempunyai efek samping yang sering dijumpai antara lain mual dan muntah. 5 1

Trauma jaringan selama pembedahan mengubah jalur sentral persepsi nyeri. Terjadi perubahan sensitisasi sentral melalui peningkatan sensitivitas terhadap rangsang nyeri. Adanya nyeri akan memperlambat pemulihan atau memperpanjang waktu rawat inap. Salah satu sensitisasi sentral timbulnya nyeri adalah aktivitas dari N-methyl-D-aspartat (NMDA). 6 Ide pencegahan nyeri pertama kali diperkenalkan ke dalam praktek klinis oleh Crile pada tahun 1913, dan dikembangkan lebih lanjut oleh Wall dan Woolf. Berdasarkan pengamatan eksperimental menunjukkan bahwa pencegahan analgesia lebih efektif jika diberikan sebelum dan selama rangsangan nyeri, dan bukan hanya pada tahap pascabedah. Woolf menyimpulkan bahwa perubahan sederhana dalam waktu pemberian analgesik dapat memiliki efek pada penanganan nyeri pascabedah. 7 Definisi preemptif dan preventif analgesia sangat bervariasi dalam literatur medis. Periode pembedahan dibagi menjadi tiga fase: praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperasi. Beberapa penulis sempit mendefinisikan preemptif analgesia diberikan pada fase praoperasi dan preventif analgesia pada fase intraoperatif. Pada penelitian yang dilakukan oleh Joseph I. Kamelgard, dkk, di New Jersey Medical School, kombinasi analgesia preventif dan preemptif menghasilkan penanganan nyeri yang lebih baik dalam kebutuhan akan obat opioid. 8 Konsep dari pada preventif analgesia sebenarnya adalah mencegah terjadinya nyeri pascabedah, dimana nyeri kronik yang persisten bisa terjadi pada 10-50% kasus yang tidak mendapat adekuat analgetik setelah operasi. Sehingga preventif analgesia ini berdasarkan pada asumsi bahwa satu-satunya cara untuk mencegah terjadinya sensitisasi sentral adalah dengan secara lengkap memblokade sinyal nyeri apapun dari luka operasi, mulai dari saat insisi hingga penyembuhan luka sempurna. Diharapkan melalui pemberian analgetik secara menyeluruh sebelum nyeri timbul dan sesudah operasi, maka dapat mengurangi intensitas dan durasi nyeri pada nyeri akut pascabedah, yang pada akhirnya mencegah timbulnya nyeri persisten. 7 Konsep preemptif analgesia yaitu memulai pemberian analgesia sebelum timbulnya stimulus nyeri untuk mencegah sensitisasi sentral dan mengurangi 2

pengalaman nyeri berikutnya. 7,8 Preemptif analgesia memiliki efek pelindung pada jalur nosiseptif sehingga memiliki potensi untuk menjadi lebih efektif daripada analgesik serupa pada pemberian setelah pembedahan. Akibatnya, nyeri pascabedah segera dapat dikurangi dan dapat dicegah berkembang menjadi nyeri kronis. 7 Berdasarkan data laboratorium dan beberapa studi klinis, Wall menyebutkan pentingnya preemptif analgesia dalam sebuah editorial tahun 1988 dikarenakan, pertama, penurunan masukan rangsangan small-fiber ke dalam SSP selama operasi akan mencegah sensitisasi sentral, dan kedua, analgesik yang diberikan sebelum operasi memiliki potensi menghasilkan efek berkepanjangan. 9 Banyak obat yang telah menunjukkan manfaat dari analgesia preemptif, suatu penelitian metaanalisis yang dilakukan Ong dkk tahun 2005, dengan melihat kemampuan preemptif analgesia dalam menurunkan skor nyeri pascabedah, mengurangi jumlah penggunaan analgesik, dan memperpanjang waktu permintaan analgesia pertama atau rescue analgesia pascabedah. Penilaian hasil preemptif analgesia pada teknik epidural analgesia, infiltrasi anestesi lokal, obat sistemik NSAID dan nonkompetitif NMDA. Ong dkk mengatakan teknik epidural analgesia paling baik sebagai preemptif analgesia dikarenakan menghambat transmisi afferen di medula spinalis dan mengurangi sensitisasi nyeri susunan saraf pusat dibandingkan teknik lain tetapi memiliki kelemahan dari segi ekonomis yaitu biaya yang lebih mahal. Infiltrasi anestesi lokal di daerah insisi dan pemberian obat NSAID sebagai preemptif analgesia hanya mampu memperlama waktu permintaan analgesia pertama paska operasi tetapi tidak dalam mengurangi skor nyeri pascabedah, dan penggunaan NSAID meningkatkan kejadian perdarahan pascabedah. 7 Ketamin sebagai antagonis reseptor non-kompetitif NMDA mendapat perhatian besar karena reseptor NMDA memiliki peran dalam sensitisasi sentral dan modulasi saraf. 8,10 Efek preemptif ketamin masih kontroversi, beberapa peneliti melaporkan adanya efek terhadap pemberian analgesik selanjutnya, namun peneliti lain tidak. Perbedaan ini disebabkan variasi prosedur pembedahan, dosis pemberian dan waktu pemberian. 7 Meskipun beberapa studi menunjukkan tidak ada efektivitas analgesia preemptif yang diberikan. Sebenarnya satu-satunya 3

cara untuk mencegah sensitisasi nosisepsi adalah langsung memblokir benarbenar sinyal nyeri yang berasal dari luka bedah dari waktu sayatan sampai akhir penyembuhan luka, dan intervensi farmakologis lainnya termasuk antihiperalgesia. 10 Parikh, tahun 2011, membandingkan pemberian ketamin dosis 0.15 mg/kgbb intravena 30 menit sebelum sayatan bedah, dilanjutkan ketamin infus 10 mcg/kgbb/menit dengan plasebo normal salin pada 60 pasien operasi elektif ginjal. Didapatkan hasil ketamin dosis kecil menurunkan nyeri pascabedah, menurunkan konsumsi morfin, dan memperpanjang waktu permintaan analgesia pascabedah. 11 Kianfar dkk, tahun 2008, membandingkan ketamin dosis rendah 0.15 mg/kgbb/iv dan plasebo normal salin 5 menit sebelum sayatan bedah pada 30 pasien pembedahan cholecystectomy, didapatkan hasil VAS preemptif ketamin bermakna rendah dibandingkan plasebo dan menurunkan dosis analgesik opioid setelah pembedahan. 12 Akbar Behdad dkk, tahun 2011, membandingkan ketamin 0.5 mg/kgbb/iv intravena sebelum insisi bedah dengan grup kontrol normal salin pada pasien menjalani appendectomy, didapatkan hasil VAS preemptif ketamin bermakna rendah dibandingkan plasebo dalam mengurangi nyeri pasca pembedahan appendiks. 13 Shekoufeh, tahun 2013, membandingkan ketamin 30 mg ditambah midazolam 1 mg dengan grup kontrol midazolam 1 mg, yang diberikan setelah spinal anestesi pada 60 pasien elektif seksio sesarea. Didapatkan hasil grup ketamin bermakna menurunkan nyeri pada 1 jam pascabedah seksio sesarea dibandingkan kontrol, dan total penggunaan meperidine bermakna lebih rendah daripada grup kontrol. 14 Aqil dkk, tahun 2011, membandingkan 3 kelompok preemptif ketamin dan plasebo, kelompok pertama plasebo dan kelompok 2-4 masing-masing menerima preemptif ketamin dosis 0.5 mg/kgbb, 1 mg/kgbb, dan 1.5 mg/kgbb yang diberikan setelah induksi anestesi pada pembedahan septorhinoplasty. Didapati hasil bahwa ketamin preemptif dosis 0.5 mg/kgbb/iv gagal dalam mengurangi 4

permintaan analgesia ketoprofen, sedangkan ketamin preemptif dosis 1 mg/kgbb/iv dan 1.5 mg/kgbb/iv mengurangi kebutuhan akan analgesia ketoprofen pascabedah dan memperpanjang waktu kebutuhan analgesia pertama pascabedah tanpa peningkatan efek samping obat ketamin. 15 Beberapa penelitian lain mengatakan preemptif ketamin tidak mempunyai efek, seperti yang dikatakan oleh Dahl dkk, tahun 2000, membandingkan preemptif ketamin dosis 0.4 mg/kgbb/iv sebelum sayatan (preincision) dan ketamin dosis 0.4 mg/kgbb/iv sesudah insisi (postincision) pada pembedahan abdominal histerectomy. Didapatkan hasil bahwa grup postincision bermakna mengurangi nyeri dibandingkan grup preincision dan plasebo normal salin, dan grup preincision tidak berbeda bermakna dengan plasebo dalam skore nyeri paska operasi, sehingga Dahl menyimpulkan pemberian ketamin dosis 0.4 mg/kgbb/iv preincision gagal memberikan efek analgesia preemptif. 16 Langgeng Raharjo, tahun 2009, menilai efektifitas ketamin sebagai preemptif analgesia terhadap nyeri pascabedah onkologi, membandingkan ketamin dosis 0.5 mg/kgbb/iv sebelum sayatan dan plasebo, didapatkan hasil pemberian ketamin sebagai preemptif analgesia dengan dosis 0.5 mg/kgbb/iv tidak mengurangi kebutuhan opioid untuk analgesik pascabedah onkologi di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang, tetapi dari hasil penelitian ini didapatkan pemanjangan waktu kebutuhan analgesia pascabedah. 17 Dari beberapa penelitian diatas, maka peneliti bermaksud menilai perbandingan efektifitas dosis ketamin 0.5 mg/kgbb/iv dengan dosis 1 mg/kgbb/iv sebagai preemptif analgesia dengan anestesi umum. Dan untuk mengurangi bias dalam penelitian maka peneliti mengambil sampel penelitian pada satu jenis operasi yaitu bedah ginekologi. 1.2. Rumusan Masalah Apakah ada perbedaan efek ketamin dosis 0,5 mg/kgbb intravena dibandingkan dengan ketamin dosis 1 mg/kgbb intravena sebagai preemptif analgesia pada anestesi umum. 5

1.3. Hipotesa Ada perbedaan efek setelah pemberian ketamin dosis 0,5 mg/kgbb intravena dengan ketamin dosis 1 mg/kgbb intravena sebagai preemptif analgesia pada anestesi umum. 1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum Mendapatkan dosis ketamin intravena sebagai preemptif analgesia pascabedah yang efektif pada anestesi umum. 1.4.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui efek ketamin dosis 0,5 mg/kgbb/iv sebagai preemptif analgesia dinilai dari waktu permintaan analgesia pertama. 2. Untuk mengetahui efek ketamin dosis 1 mg/kgbb/iv sebagai preemptif analgesia dinilai dari waktu permintaan analgesia pertama. 3. Mengetahui efek samping penggunaan preemptif ketamin dosis 0,5 mg/kgbb/iv dan dosis 1 mg/kgbb/iv. 1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Akademik 1. Sebagai sumber informasi dan bahan referensi bagi penelitian selanjutnya. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan acuan untuk meningkatkan pelayanan manajemen nyeri pascabedah. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan terutama ilmu anestesi. 1.5.2. Manfaat Pelayanan 1. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kenyamanan pascabedah yang lebih baik. 2. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat mengurangi biaya operasional (cost benefit). 6

3. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat mengurangi efek samping (risk benefit). 1.5.3. Pengembangan Penelitian 1. Sebagai data untuk penelitian lanjutan dengan menggunakan dosis ketamin yang berbeda. 2. Dapat dipakai sebagai pedoman penelitian untuk penanganan nyeri pascabedah lebih lanjut. 7