BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Teknologi reproduksi manusia telah berkembang sangat pesat pada beberapa dekade terakhir ini. Ruang lingkup teknologi reproduksi antara lain meliputi fertilisasi in vitro (IVF), simpan beku gamet dan embrio, serta transfer embrio. Hasil dari embrio yang telah diproduksi secara in vitro akan digunakan untuk keperluan transfer embrio. Embrio yang dihasilkan dari fertilisasi in vitro dapat berjumlah lebih dari satu karena adanya prosedur hiperstimulasi ovarium. Prosedur tersebut dilakukan agar ovum yang dihasilkan banyak sehingga dapat meningkatkan keberhasilan fertilisasi in vitro. Namun, perlu dilakukan pengendalian jumlah embrio yang hendak ditransfer untuk menghindari terjadinya kejadian kehamilan multipel. Transfer embrio yang multipel ke dalam rahim ibu tentu akan meningkatkan kejadian kehamilan multipel yang memiliki resiko tinggi baik untuk ibu maupun janinnya. 1
2 Kelebihan embrio yang diproduksi secara in vitro tersebut dapat disimpan dan dapat digunakan kembali untuk transfer embrio di kemudian hari. Hal ini tentu dapat mengurangi kejadian kehamilan multipel yang beresiko. Penyimpanan embrio tersebut dapat dilakukan dengan cara dibekukan atau kriopreservasi. Metode ini sudah sering diaplikasikan baik pada hewan maupun manusia. Kriopreservasi umum dilakukan dengan menggunakan vitrifikasi karena mudah dan sederhana, meskipun tetap membutuhkan keterampilan khusus. Vitrifikasi merupakan teknik pembekuan embrio secara cepat yakni >10.000 C per menit dan pada suhu rendah (-196ºC) dengan krioprotektan konsentrasi tinggi sehingga dapat menghindari terbentuknya kristal es dengan mengubahnya ke dalam keadaan fisik seperti gelas (glass-like) (Rall et al., 1985). Keunggulan dari teknik vitrifikasi adalah tidak terbentuknya kristal es yang dapat mematikan embrio selama proses pembekuan (Takahashi et al., 2005). Kristal es intraseluler secara mekanis dapat merusak organel sel sehingga menyebabkan kematian pada sel tersebut (Gao and Critser, 2000).
3 Keberhasilan pembekuan embrio tergantung dari beberapa faktor antara lain konsentrasi krioprotektan, percepatan derajat pembekuan, pengaturan suhu selama pemaparan, pendinginan, pencairan, dan penyimpanan (Takagi et al., 1994). Embrio yang digunakan pada penelitian ini adalah embrio mencit karena mencit memiliki daya reproduksi tinggi, umur relatif singkat, variasi genetik cukup besar, dan siklus estrus yang pendek dengan fase siklus yang jelas (Saftiany, 2011). Konsentrasi krioprotektan perlu diperhitungkan dengan akurat untuk menghindari toksisitas osmotik maupun kimia terhadap sel. Selama vitrifikasi, embrio akan di tempatkan pada suatu alat kemudian alat tersebut akan dicelupkan kedalam nitrogen cair dan disimpan. Alat yang digunakan beragam antara lain cryoloop (Mukaida et al, 2003), hemi-straw (Vanderzwalmen et al, 2002), open-pulled straw (Vajta et al, 1998), cyrostraw (Kasai et al, 1990) dan microscopic grid (Chen et al, 2001). Viabilitas embrio dinilai dengan melihat perkembangannya setelah penghangatan, antara lain mengamati embriogenesis in vitro, pembentukan blastokista dan hatching rate.
4 I.2. Rumusan Masalah Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dari prosedur vitrifikasi ini adalah pemilihan alat yang digunakan dalam penyimpanan. Alat digunakan sangat beragam, seperti yang dikembangkan di RSUP Dr. Sardjito / FK UGM yaitu gama sleeved cryoloop dan alat yang dijual di pasaran yaitu cryo-straw. Keduanya tentu memiliki volume yang berbeda, gama sleeved cryoloop memiliki volume 0,1 µl sedangkan cryo-straw memiliki volume 250 µl. Volume krioprotektan perlu diperhatikan untuk menghindari toksisitas terhadap sel. Pemilihan alat yang tepat tentu dapat meningkatkan keberhasilan dari prosedur vitrifikasi. Kini prosedur vitrifikasi menggunakan cryoloop dilaporkan sangat memudahkan dalam melakukan manipulasi maupun warming (Lane et al., 1999; Mukaida et al., 2003; Takahashi et al., 2005). Penggunaan metode cryoloop memungkinkan dilakukan pembekuan dengan sangat cepat dan pengurangan volume larutan vitrifikasi yang diperlukan (Takahashi et al., 2005). Selain itu, jika homemade gama sleeved cryoloop dengan volume 0,1 µl dapat menjaga viabilitas embrio dengan baik tentu dapat menghemat biaya serta ketersediaan alat tidak bergantung pada pasar.
5 I.3. Tujuan Penelitian I.3.1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menguji penggunaan volume mikro yang diterapkan pada gama sleeved cryoloop 0,1 µl dan cryo-straw 250 µl sebagai alat dalam promosi program vitrifikasi. I.3.2. Tujuan Khusus 1. Menguji penggunaan gama sleeved cryoloop 0,1 µl dalam mempertahankan viabilitas embrio pada prosedur vitrifikasi. 2. Menguji penggunaan cryo-straw 250 µl dalam mempertahankan viabilitas embrio pada prosedur vitrifikasi. 3. Membandingkan penggunaan gama sleeved cryoloop 0,1 µl dengan cryo-straw 250 µl dalam mempertahankan viabilitas embrio pada prosedur vitrifikasi. I.4. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai penggunaan cryo-straw dan cryoloop dalam proses vitrifikasi embrio mencit di Indonesia banyak dilakukan dalam konteks kedokteran hewan. Penelitian ini mengacu pada penelitian dr. Ita
6 Fauzia Hanoum, MCE selaku dosen pembimbing penulis yang berjudul EMBRYO VITRIFICATION: THE USED OF VEHICLES IN PRESERVING EMBRYO VIABILITY dan GAMA SLEEVED CRYOLOOP VITRIFICATION: THE LOOP FOR PRESERVING EMBRYO VIABILITY. Namun, penelitian ini berbeda dalam instrumental dan tahap perkembangan embrio yang dinilai serta penilaian aktivitas mitokondria. I.5. Manfaat Penelitian Setelah selesai melakukan penelitian ini, diharapkan dapat menggambarkan penggunaan Gama sleeved cryoloop 0,1 µl dan cryostraw sebagai alat dalam menjaga viabilitas embrio mencit yang kemudian dapat digunakan sebagai dasar untuk penggunaan alat tersebut dalam penyimpanan embrio manusia. Pemilihan alat yang tepat tentu akan meningkatkan kemungkinan keberhasilan dari prosedur vitrifikasi sehingga embrio yang disimpan tetap terjaga dengan baik.