BAB VI PENUTUP. tahun Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta telah melaksanakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN. Perubahan paradigma museum dari museum yang berorientasi pada

KEBIJAKAN DIREKTORAT MUSEUM DIREKTORAT MUSEUM DIREKTORAT JENDERAL SEJARAH DAN PURBAKALA KEMENTRIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian sebagaimana disampaikan dalam bab-bab sebelumnya, terdapat beberapa kesimpulan yang dirumuskan sebagai berikut.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

- 4 - MEMUTUSKAN: Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Pemerintah Daerah

Uraian Tugas dan Fungsi Dinas Kebudayaan, Pariwisata Kepemudaan dan Olah Raga Kota Madiun

PERUMUSAN HASIL RAKOR DITJEN KEBUDAYAAN 2016

Sulawesi Selatan sebagai Tujuan Wisata Utama di Indonesia pada tahun 2018

17. URUSAN WAJIB KEBUDAYAAN

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. pelayanan dan hiburan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH PER KEMENTERIAN/LEMBAGA II.L.040.1

Sekretariat Direktorat Jenderal Kebudayaan

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KEBUDAYAAN PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu aset yang menguntungkan bagi suatu negara. Dalam UU

BAB I PENDAHULUAN. merawat, meneliti, dan memamerkan benda-benda yang bermakna penting bagi

Presentasi SAKIP. Kabupaten Magetan SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata sehingga meningkatkan produktifitas. Dalam hal ini yang. Museum Benteng Vredeburg untuk mengembangkan fasilitas museum.

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DIY TAHUN ANGGARAN Oleh Dinas Kebudayaan DIY 2017

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) SEKTOR PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Program LAYANAN KEBUDAYAAN

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V A. KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk penyusunan karya

BAB I PENDAHULUAN. tahun ke tahun. Dari tahun wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG

BAB II DESKRIPSI LOKASI OBJEK PENELITIAN. Batang Hari. Candi ini merupakan peninggalan abad ke-11, di mana Kerajaan

Galeri Fotografi Pelukis Cahaya yang Berlanggam Modern Kontemporer dengan Sentuhan Budaya Lombok. Ni Made Dristianti Megarini

Oleh: Direktur Jenderal Kebudayaan Prof. Kacung Marijan, MA, Ph.D.

Kelompok I Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Museum sebagai Penunjang Proses Belajar Mengajar.

2015 PERANAN MEDIA VISUAL TERHADAP DAYA TARIK WISATA DI MUSEUM GEOLOGI BANDUNG

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 7 PENUTUP. Visi Museum La Galigo belum menyiratkan peran museum sebagai pembentuk identitas Sulawesi Selatan sedangkan misi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I.1 LATAR BELAKANG I.1.1

Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

PROFIL DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 058 TAHUN 2017 TENTANG TRANSFORMASI PERPUSTAKAAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB II VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN

PARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan daerah tujuan wisata utama setelah Bali.

Uraikan situasi yang ada sebelum inovasi pelayanan publik ini dimulai

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG GERAKAN LITERASI KABUPATEN SEMARANG

LAPORAN EKSEKUTIF KONTRIBUSI PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PENGELOLAAN DAN PENGUATAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD), 2010

LKPJ WALIKOTA SEMARANG AKHIR TAHUN ANGGARAN 2014

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF. Pelaksanaan. Kegiatan. Badan Promosi Pariwisata. Pedoman.

BAB 1 PENDAHULUAN. mempromosikan museum-museum tersebut sebagai tujuan wisata bagi wisatawan

PROFIL PUSAT KOMUNIKASI PUBLIK KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

LAPORAN AKHIR BANTUAN KEUANGAN FORUM PENDIDIKAN UNTUK SEMUA (PUS) KOTA SURAKARTA TAHUN 2015

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN INDIVIDU PERAN KEPALA DAERAH DALAM MENGURANGI TINGKAT KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN

RENCANA KERJA Tahun 2016

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

Bab I Pendahuluan Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Jakarta merupakan kota metropolitan di Indonesia yang sedang maju pesat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV VISI MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 6 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2015 BUPATI BEKASI PROVINSI JAWA BARAT

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA

TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PARIWISATA, SENI, BUDAYA, PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN BANYUASIN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG

S A L I N A N. No. 152, 2016 BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 152 TAHUN 2016 NOMOR 152 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA.

Pengantar. responsibility (CSR).

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL TELEVISI KABUPATEN SINJAI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. yang memadai dan efektif pada setiap tahapan manajemen public relations

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERFILMAN INDONESIA BAB I UMUM. Pasal 1

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Sekretaris Negara

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan,

BAB I PENDAHULUAN. menguntungkan, salah satunya adalah pertukaran informasi guna meningkatkan. ilmu pengetahuan diantara kedua belah pihak.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada

BAB IV Penutup. sebuah kebutuhan yang penting untuk dipenuhi. Melalui media massa seperti

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Indonesia maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

INDIKATOR KEBERHASILAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

ANGGARAN DASAR FORUM PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI INDONESIA. Anggaran Dasar FPPTI

PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG

BAB II PERENCANAAN KINERJA

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

Transkripsi:

BAB VI PENUTUP Untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat terhadap museum, pada tahun 2006-2012 Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta telah melaksanakan program publik. Keterlibatan masyarakat dalam program publik museum sebagian besar adalah sebagai sasaran program, belum mengarah pada keterlibatan sebagai mitra yang berperan turut memikirkan penyelenggaraan program publik. Dalam rangka pelaksanaan program publik museum tahun 2006 2012, usaha-usaha untuk membangun keterlibatan masyarakat dengan aktivitas museum masih perlu ditingkatkan. Masyarakat yang terlibat dengan program publik museum, masih dominan pelajar dan guru. Mengingat anggota masyarakat tidak hanya pelajar dan guru, maka segmen lain juga perlu diperhatikan. Masih banyak komunitas-komunitas di masyarakat yang berpotensi dapat bermitra dalam berbagai program publik museum, belum banyak terlibat. Meski demikian, ada satu program publik yang sudah mengarah pada paradigma baru permuseuman yaitu paradigma partisipasi. Masyarakat telah berperan aktif dalam kegiatan museum bukan hanya sebagai sasaran namun sudah menjadi mitra dalam kegiatan. Kegiatan tersebut adalah Kemah Budaya. Di bawah koordinasi mitra museum yaitu Kwarda DIY, kegiatan Kemah Budaya berjalan dengan baik dengan jalinan kerjasama yang juga didukung oleh BPNB Yogyakarta dan BPCB Yogyakarta. Ketika paradigma partisipasi masih merupakan hal yang baru dan belum banyak dikembangkan dalam 181

penyelenggaraan museum di Indonesia, Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta telah memulainya melalui kegiatan Kemah Budaya. Terkait dengan pengukuran hasil kegiatan dalam pelaksanaan program publik masih sebatas jumlah masyarakat yang terlibat (kuantitas) dan belum mengarah pada apa perubahan yang terjadi pada masyarakat yang terlibat dengan program publik museum (kualitas). Adakah perubahan pola pikir, adakah perubahan perilaku, adakah perubahan emosional dan sebagainya, belum pernah dilakukan pengukuran. Sehingga apa dampaknya terhadap masyarakat setelah menerima dan terlibat dengan program publik museum belum bisa diukur. Program publik yang dilaksanakan pada tahun 2006 2012, ada beberapa yang memiliki sifat mempromosikan dan mempublikasikan. Melalui program publik tersebut diharapkan terjadi peningkatan jumlah kunjungan ke museum. Keberhasilan dari program publik ini juga belum bisa terukur. Karena belum ada data yang menyebutkan bahwa ada perbedaan jumlah kunjungan museum antara sebelum dan sesudah dilaksanakan program publik promosi dan publikasi museum. Seluruh program publik yang dilaksanakan tahun 2006-2012 diarahkan untuk dapat mendukung pencapaian visi dan misi museum. Namun dalam pelaksanaannya belum ada program publik yang mengarah pada dukungan misi museum sebagai pelestari benda-benda peninggalan sejarah. Program publik yang menginspirasi bagaimana cara melestarikan benda-benda bersejarah belum muncul dalam program publik museum tahun 2006-2012. Berdasarkan pengamatan penulis, dengan tidak ditemukannya dokumen kajian harapan masyarakat terhadap keberadaan Museum Benteng Vredeburg 182

Yogyakarta, maka dapat disimpulkan bahwa penyusunan program publik museum Benteng Vredeburg Yogyakarta tahun 2006 2012 belum mengacu pada kebutuhan masyarakat. Dapat dikatakan bahwa penyusunan program publik tersebut baru sebatas normatif atau subyektif kreatifitas penyusun rencana program. Dalam proses pengumpulan data terkait dengan penelitian ini, dapat ditemukan beberapa hal yang dapat digolongkan sebagai potensi Museum Benteng Vredeburg, yang dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk mengembangkan program publik museum pada masa yang akan datang. Potensi yang dimiliki oleh Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta antara lain : 1. Museum memiliki sumber dana yang tetap yaitu dari APBN. 2. Museum menempati bangunan bekas benteng Belanda di Yogyakarta yang sarat akan informasi sejarah. 3. Museum terletak di kawasan nol kilometer dari pusat kota Yogyakarta yang sarat akan bangunan bersejarah. 4. Museum memiliki fasilitas pendukung pelaksanaan program-program museum untuk publik. 5. Koleksi museum dan kegiatan pengelolaannya merupakan informasi yang menarik dan unik bagi masyarakat. Selanjutnya untuk merumuskan strategi dalam pengembangan program publik pada masa yang akan datang, penulis menggunakan analisis SWOT. Dari analisis SWOT tersebut dapat dihasilkan beberapa strategi untuk mengembangkan program publik Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta pada masa yang akan datang. 183

1. Meningkatkan manajemen pengelolaan anggaran. Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta adalah museum pemerintah yang dalam penyelenggaraannya didukung dengan anggaran yang bersumber dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Pemanfaatan dana APBN ini harus menurut aturan-aturan sistem penganggaran instansi pemerintah. Untuk menghindari kesalahan dalam tata kelola pemanfaatan anggaran maka perlu dilakukan koordinasi dengan Bagian Perencanaan dan Penganggaran, juga Direktorat Jenderal Anggaran. Termasuk di dalamnya tentang diperlukannya peraturan yang jelas mengenai prosedur penerimaan dana hibah dari pihak swasta (perusahaan) untuk kegiatan museum pemerintah sebagai wujud tangung jawab sosial perusahaan-perusahaan besar terhadap museum atau CSR (Corporate Social Responsibility). Dengan aturan yang jelas, maka program-program museum untuk publik akan semakin semarak dengan tampilnya perusahaan-perusahaan besar sebagai mitra dalam kegiatan museum. Dalam rangka mencapai kesuksesan program publik yang memerlukan anggaran besar, dapat diambil kebijakan dengan menyelenggarakan kegiatan melalui sistem kerjasama antar instansi. Dengan kerjasama antar instansi ini ada kemungkinan program publik yang dilaksanakan akan berjalan lebih inovatif. Hal ini disebabkan karena instansi yang terlibat dalam program publik tersbut akan menuntut program publik tersebut dapat mendukung pencapaian visi dan misi mereka. Dengan demikian keterlibatan masyarakat dalam program publik yang dilaksanakan dengan sistem kerjasama ini akan semakin bertambah. 184

2. Meningkatkan kualitas SDM Museum. Pelaksanaan program publik di museum tidak dapat dilepaskan dari peranan SDM museum yang terlibat di dalamnya. Bagaimana program publik disusun, bagaimana program publik dilaksanakan, bagaimana program publik dievaluasi, dan bagaimana program publik diawasi pelaksanaannya, tidak lepas dari peranan SDM yang terlibat di dalamnya. Oleh karena itu dalam pengembangan program publik museum perlu dilakukan strategi peningkatan kualitas SDM dalam pengelolaan program publik museum. 3. Mengoptimalkan pemanfaatan fasilitas museum dalam pelaksanaan program publik museum. Sebagai museum yang bertugas melayani masyarakat pengunjung museum, Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung pelayanan publik. Dalam rangka pengembangan program publik museum pada masa yang akan datang, fasilitas yang ada hendaknya dimanfaatkan dan diberdayakan secara optimal. Fasilitas ruang audio visual dapat menunjang misi museum sebagai media pendidikan non formal melalui film-film sejarah, melalui ruang pameran yang dimanfaatkan secara rutin untuk pameran temporer dapat menunjang misi museum sebagai sumber informasi, fasilitas ruang workshop diaktifkan dengan berbagai kegiatan teknis (workshop konservasi, workshop prepares, workshop pengadministrasian koleksi) akan mendukung pencapaian misi museum sebagai pelestari benda-benda bersejarah maupun wahana apresiasi masyarakat terhadap nilai-nilai luhur kejuangan. Juga toko museum perlu diberdayakan sebagai fasilitas yang mendukung museum branding. 185

Mengingat fasilitas yang tersedia di museum juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, maka peru ada peraturan yang mengatur pemanfaatan fasilitas museum oleh masyarakat. Hal ini agar pamanfaatan fasilitas museum tidak jauh bergeser dari visi dan misi Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta. Di samping itu juga untuk menjaga agar keberadaan bangunan museum yang merupakan bangunan cagar budaya dapat terjaga dengan baik. Selain itu museum juga perlu memikirkan fasilitas yang memang belum tersedia dan harus diadakan untuk mengampu kebutuhan masyarakat pengunjung museum. Masyarakat pengunjung museum yang perlu mendapatkan pelayanan khusus juga harus dilayanan karena museum adalah lembaga yang terbuka untuk umum. Mereka adalah kaum difable dan anakanak usia PAUD. Mereka memerlukan fasilitas khusus untuk dapat menjalin keterlibatan lebih dalam dengan museum. 4. Meningkatkan jalinan kemitraan dengan masyarakat. Untuk mengembangan program publik Museum Benteng Vredeburg, dapat ditempuh dengan mempertahankan jalinan kemitraan yang telah berjalan untuk mempertahankan pengunjung inti. Selain itu yang perlu dilakukan adalah museum perlu menjalin kemitraan dengan institusi lain seperti perguruan tinggi, komunitas hobi, organisasi pedesaan dalam pelaksanaan program publik museum. Paradigma partisipasi agar dijadikan dasar pelaksanaan program sehingga akan memunculkan pemahaman bahwa penyelenggaraan museum juga merupakan tanggungjawab masyarakat secara bersama-sama. Melalui pendampingan Museum Benteng Vredeburg, jalinan 186

kemitraan ini dapat mewujudkan paradigma partisipasi yaitu dari masyarakat, untuk masyarakat, dan oleh masyarakat. 5. Museum harus responsif terhadap perubahan yang terjadi. Agar museum dapat selalu mengikuti perkemgangan jaman maka haru responsif terhadap perubahan yang terjadi dan selalu kreatif. Potensi-potensi yang dimiliki oleh museum (bangunannya yang unik, letak strategis, koleksi memiliki informasi dan perlakuan yang unik) dapat dikemas menjadi program museum untuk publik. Hari-hari besar yang sering diperingati oleh masyarakat perlu ditangkap sebagai bahan pengembangan program publik. Museum perlu membuat kegiatan besar untuk museum branding yang dapat menggantikan FKY yang bukan merupakan program museum tetapi justru tidak sedikit muncul pemahaman masyarakat bahwa FKY adalah identik dengan museum. Selain itu museum juga perlu memprogramkan beberapa kegiatan yang berientasi hiburan atau rekreasi. Adanya perkembangan teknologi yang cukup pesat, harus ditangkap oleh museum sebagai peluang. Museum perlu mengembangan program publik berbasis teknologi yang memiliki daya saing. Namun semua itu harus tetap dikaitkan dengan visi dan misi museum. Dalam rangka pelaksanaan strategi pengembangan program publik Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta, terdapat beberapa hal yang penulis sarankan kepada pengelola museum. 1. Museum perlu membangun paradigma baru yaitu Paradigma Partisipasi. Pengelolaan museum bukan lagi menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi menjadi tanggung jawab masyarakat. Museum merupakan sebuah lembaga yang dapat tumbuh berkembang dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk 187

masyarakat. Hal ini perlu dipublikasikan sehingga dapat menginspirasi masyarakat untuk berbuat sesuatu untuk museum. 2. Museum perlu membuka peluang bagi berbagai komunitas di masyarakat untuk menjalin kemitraan dalam berbagai kegiatan museum. Dalam pendampingannya museum harus berpedoman pada visi misi yang telah dibentuk sebagai landasan dalam berkegiatan. 3. Museum perlu lebih menggiatkan komunitas-komunitas yang telah terbentuk untuk dapat mewujudkan aksi nyata mereka dalam bentuk kepedulian terhadap museum. Komunitas-komunitas tersebut antara lain Sahabat Museum, komunitas VOC, dan Babad Bandayuda yang telah menyatakan diri sanggup menjadi kepanjangan tangan museum. 4. Museum perlu membuka forum Bincang-bincang Museum dengan memberikan fasilitas kepada komunitas-komunitas yang berpotensi untuk bermitra dengan museum untuk ngobrol bareng mencari gagasan untuk mengembangkan museum melalui program-program untuk publik. Hasil pembicaraan dapat menjadi bahan pengkayaan gagasan untuk menyusun program-program museum untuk publik. 5. Museum perlu mengembangkan penelitian-penelitian pengunjung museum (visitor study) untuk mengetahui kebutuhan pengunjung yang dilakukan secara periodik. Hal ini akan memberikan kemudahan bagi museum untuk menyusun program yang benar-benar dibutuhkan dan memberikan manfaatkan bagi masyarakat. 6. Museum perlu meninjau kembali visi museum yang menyebutkan terwujudnya peran museum sebagai pelestari nilai sejarah dan kejuangan 188

Rakyat Indonesia di Yogyakarta dalam mewujudkan NKRI. Visi ini sulit diukur keberhasilannya karena telalu luas cakupannya karena harus dikaitkan dengan kegiatan besar yaitu mewujudkan NKRI. Satu tawaran tetang perubahan visi, bahwa visi museum dapat dirubah menjadi Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta sebagai sumber informasi dan rekreasi sejarah Yogyakarta. Dengan format visi yang sederhana dan mudah mengukurnya, maka keberhasilan program-program museum dalam mendukung pencapaian visi dan misi museum dapat terukur. 189