BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komitmen Organisasi. Komitmen organisasi menurut Allen dan Meyer (1990), adalah keadaan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Teori yang menghubungkan konsep kepuasan kerja dengan keadilan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982;

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. karyawan dan organisasi yang berimplikasi terhadap keputusan untuk bertahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komitmen Organisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kompetitif dengan mendorong sebuah lingkungan kerja yang positif (Robbins dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Penelitian Uraian 1. Judul Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pandangan karyawan ketika mereka telah diperlakukan dengan baik oleh

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Organisasi modern meyakini bahwa manusia merupakan faktor penting

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. performance. Kata Performance berasal dari kata to perform yang berarti

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis, pengaruh sosial,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB II LANDASAN TEORI. dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi

BAB II URAIAN TEORITIS. a. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu:

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kekuatan untuk menghadapi persaingan (Cusway, 2002). terus menerus untuk mencapai tujuan (Robbins, 2006).

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

BAB II KAJIAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Komitmen Organisasional dapat didefinisikan sebagai tingkat sampai

BAB I PENDAHULUAN. dinamis, sehingga semua organisasi atau perusahaan yang bergerak di

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada jalur formal di Indonesia terbagi menjadi empat jenjang, yaitu

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Rousseau (2000) teori kontrak psikologi (Psychological Contract Theory) diartikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Komitmen Organisasi. Salim (dalam Martini dan Rostiana, 2003) bahwa komitmen organisasi di

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. hal, salah satunya adalah komitmen karyawan terhadap organisasi. Komitmen

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia yang kompetitif akan terlahir dari dunia

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan komitmen afektif dan budaya organisasi. karena mereka menginginkannya (Meyer dan Allen, 1997)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan

BAB 2 KAJIAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Teoritis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. hanya pada sektor usaha yang berorientasi pada laba, sektor pendidikan juga

BAB II LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN HIPOTESIS. Dengan menjadi bagian dari perusahaan, karyawan dididik untuk berkomitmen

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kemudahan dan pelayanan yang diberikan. Mulai dari kemudahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Goal Setting Theory ini mula-mula dikemukakan oleh Locke (1968). Teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. yang digunakan oleh para pemakainya dalam proses pengambilan keputusan

BAB I PENDAHULUAN. suatu organisasi adalah terciptanya kepuasan kerja anggota organisasi yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Harman et al. (2009) mengemukakan teori tradisional turnover ini menunjukkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Budaya perusahaan adalah aturan main yang ada di dalam perusahaan yang

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa: A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Komitmen organisasional menjadi hal penting pada sebuah organisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernah dilakukan sebelumnya untuk semakin memperkuat kebenaran empiris

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketidakpuasannya akan pekerjaannya saat ini. Keinginanan keluar atau turnover

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu: 2. Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi;

BAB I PENDAHULUAN. pengujian komitmen organisasi terhadap variabel lain terkait sikap kerja karyawan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KUESIONER PENELITIAN

BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, RANCANGAN HIPOTESIS

tujuan organisasi sebagai satu kesatuan yang akan dicapainya.

World Economic Forum (WEF) menyusun The Global Competitiveness. Report 2014/2015 dan menempatkan daya saing Indonesia (Global

Contoh Komitmen Karyawan terhadap Perusahaan / Organisasi di PT. Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pencapaian tujuan tersebut, perusahaan membutuhkan tenaga-tenaga

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Konsep tentang Locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terpenting di dalamnya. Tanpa adanya manusia, organisasi tidak mungkin dapat

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mereka yang memiliki komitmen tinggi cenderung lebih bertahan dan rendah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Keadilan organisasi menurut Bakhshi et al, (2009) bisa didefinisikan yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Quality Of Work Life

pengaruh variabel bebas (X1, dan X2) adalah besar terhadap adalah kecil terhadap variabel terikat (Y). BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS. A. Disiplin Kerja. penguasaan diri dengan tujuan menahan impuls yang tidak diinginkan, atau untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. modal dasar pembangunan nasional. Dengan kata lain manusia adalah unsur kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. seseorang. Menurut Wexley dan Yukl (2005: 129) kepuasan kerja adalah cara

BAB I PENDAHULUAN. tujuannya adalah tersedianya karyawan/sumber daya manusia (SDM) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan

BAB I PENDAHULUAN. selalu berubah sehingga menuntut perusahaan untuk mampu beradaptasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. efisien dalam menunjang tercapainya tujuan organisasi (Rusmayanti, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia dipandang sebagai salah satu aset perusahaan yang penting,

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Adapun nilai tersebut adalah unik, tidak dapat ditiru dan tidak dapat digantikan

TINJAUAN PUSTAKA. yang dimiliki individu dan karakteristik ini akan memasuki suatu lingkungan baru, yakni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. sebuah evaluasi karakteristiknya. Rivai & Sagala (2009) menjelaskan

BAB II KAJIAN PUSTAKA Organizational Citizenship Behavior (OCB) individu yang melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan dihargai dengan

BAB II LANDASAN TEORI. penting diketahui bahwa pada dasarnya dapat dibedakan pendekatan antara

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi menurut Allen dan Meyer (1990), adalah keadaan psikologis yang mengikat karyawan di dalam sebuah organisasi, sehingga mengurangi pergantian atau turnover karyawan di organisasi. Selanjutnya, menurut McShane dan Glinow (2010), komitmen organisasi merupakan ikatan emosional karyawan dalam bentuk kelekatan kepada organisasi, teridentifikasi dengan organisasi dan ikut terlibat di dalam organisasi. Definisi ini berkaitan dengan komitmen afektif karena kelekatan emosinal berhubungan dengan loyalitas terhadap organisasi. Robbins dan Judge (2008) mengungkapkan bahwa komitmen organisasi merupakan suatu keadaan di mana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi tersebut. Selanjutnya, menurut Mowday, Steers dan Porter (1979), komitmen organisasi adalah keadaan di mana seorang karyawan mengidentifikasi dirinya dengan organisasi dan tujuan organisasi tersebut serta berkeinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi dalam rangka memfasilitasi tujuan dari organisasi tersebut. Luthans (2006) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan 13

14 yaitu anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. Steers dan Porter (Sopiah, 2008) menjelaskan bahwa komitmen organisasi yang muncul bukan hanya bersifat loyalitas yang pasif, namun melibatkan hubungan yang aktif dengan organisasi kerja yang memiliki tujuan memberikan segala usaha demi keberhasilan organisasi yang bersangkutan. Komitmen organisasi menurut Sopiah (2008) adalah suatu ikatan psikologis karyawan pada organisasi yang ditandai dengan adanya kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan nilai-nilai organisasi, kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi, dan keinginan yang kuat untuk mempertahankan kedudukan sebagai anggota organisasi. Lebih lanjut di dalam Sopiah, O Reilly menjelaskan bahwa komitmen organisasi pada karyawan adalah ikatan kejiwaan individu terhadap organisasi yang mencakup keterlibatan kerja, kesetiaan dan perasaan percaya terhadap nilai-nilai organisasi. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah suatu keadaan dimana seorang karyawan memiliki kelekatan dan loyalitas terhadap organisasi bukan hanya secara pasif namun juga secara aktif ikut berkontribusi dan terlibat dalam mencapai tujuan dari organisasi tersebut. Komitmen organisasi ditandai dengan adanya kepercayaan dan penerimaan karyawan terhadap nilai-nilai dan tujuan yang dimiliki oleh organisasi.

15 2. Aspek-Aspek Komitmen Organisasi Allen dan Meyer (1990) mengemukakan tiga komponen komitmen organisasi yaitu : a. Komitmen afektif (affective commitment) mencerminkan komitmen berdasarkan ikatan emosional karyawan yang berkembang dengan organisasi terutama melalui pengalaman kerja yang positif dan keterlibatan dalam kegiatan organisasi dikaitkan dengan perasaan positif. Ditandai dengan identifikasi dan keterlibatan karyawan di dalam organisasi serta kesenangan yang dirasakan ketika menjadi anggota organisasi. Komitmen afektif terlihat pada karyawan yang senang mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi serta tidak merasa terkekang ataupun terpaksa dalam melaksanakan tugas yang diberikan serta memiliki kinerja yang stabil. b. Komitmen normatif (normative commitment) mencerminkan komitmen berdasarkan kewajiban yang dirasakan karyawan terhadap organisasi, misalnya berakar pada norma-norma timbal balik. Karyawan merasa berkewajiban untuk tetap tinggal di organisasi. Komitmen normatif terlihat ketika karyawan ingin tinggal di organisasi karena norma-norma yang ada di organisasi, karyawan merasa bahwa berkewajiban untuk tetap tinggal di organisasi tersebut karena organisasi baik sesama karyawan, bawahan maupun atasan telah memberikan kebaikan serta kenyamanan kepada karyawan tersebut.

16 c. Komitmen kontinu (continous commitment) mencerminkan komitmen di mana karyawan memutuskan untuk tetap bertahan karena terkait dengan investasi karyawan di dalam organisasi. Investasi yang dimaksud adalah hubungan dengan sesama karyawan, karir dan kompetensi khusus yang diperoleh selama bekerja di organisasi untuk waktu yang lama. Karyawan memiliki rasa takut kehilangan investasi yang telah diperoleh ketika meninggalkan organisasi. Komitmen kontinu terlihat ketika karyawan memilih untuk tetap tinggal di organisasi karena investasi yang telah ditanamkan untuk diri sendiri. Misalnya, telah memiliki koneksi serta rekan kerja yang baik, mencapai jabatan atau posisi tertentu yang terjamin atau memiliki saham di organisasi tempat karyawan tersebut bekerja. Menurut Kanter (Sopiah, 2008) terdapat tiga bentuk komitmen organisasi yaitu : a. Komitmen berkesinambungan (continuance commitment), yaitu komitmen yang berhubungan dengan dedikasi karyawan dalam melangsungkan kehidupan organisasi dan menghasilkan orang-orang yang ingin berkorban dan berinventasi pada organisasi. Komitmen berkesinambungan terlihat pada karyawan yang memilih untuk tetap tinggal di organisasi karena karyawan tersebut merasa terikat dengan organisasi dan berkeinginan untuk dapat berinvestasi dan berkorban untuk kemajuan organisasi. b. Komitmen terpadu (cohesion commitment), yaitu komitmen karyawan terhadap organisasi sebagai akibat dari adanya hubungan sosial dengan anggota lain di dalam organisasi. Hal ini terjadi karena karyawan percaya

17 bahwa norma-norma yang dianut organisasi merupakan norma-norma yang bermanfaat. Komitmen terpadu adalah komitmen di mana karyawan ingi tetap tinggal di organisasi karena interaksi karyawan dengan anggotaanggota organisasi berjalan dengan baik serta organisasi memiliki normanorma yang baik dan bermanfaat bagi diri karyawan. c. Komitmen terkontrol (control commitment), yaitu komitmen karyawan pada norma organisasi yang memberikan perilaku ke arah yang diinginkannya. Norma-norma yang dimiliki organisasi sesuai dan mampu memberikan sumbangan terhadap perilaku yang diinginkannya. Komitmen terkontrol yaitu komitmen karyawan di mana norma-norma yang ada di organisasi dianggap sesuai dengan diri karyawan dan dapat membantu karyawan tersebut dalam berperilaku baik sesuai dengan yang diinginkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan aspek-aspek di dalam komitmen organisasi di antaranya berbeda antara ahli satu dengan ahli yang lain. Aspek-aspek komitmen organisasi menurut Allen dan Meyer (1990) terdiri dari komitmen afektif, komitmen normatif dan komitmen kontinu. Menurut Kanter (Sopiah, 2008) aspek-aspek komitmen organisasi yaitu komitmen berkesinambungan, komitmen terpadu dan komitmen terkontrol. Berdasarkan dua ahli tersebut, aspek-aspek komitmen organisasi dari Allen dan Meyer (1990) yang akan digunakan di dalam penelitian ini karena aspek-aspek tersebut cocok dengan skala atau alat ukur yang akan digunakan untuk pengambilan data penelitian di dalam penelitian ini.

18 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi McShane dan Glinow (2010) menyatakan bahwa untuk membangun komitmen organisasi pada karyawan dibutuhkan hal-hal sebagai berikut : a. Keadilan dan dukungan (fairness and support). Komitmen afektif yang lebih tinggi dalam organisasi yaitu organisasi memenuhi kewajiban kepada karyawan dan mematuhi nilai-nilai kemanusiaan, seperti keadilan, kesopanan, pengampunan, dan integritas moral. Organisasi yang mendukung kesejahteraan karyawan cenderung menumbuhkan tingkat loyalitas yang lebih tinggi sebagai imbalan. b. Nilai-nilai bersama (shared values). Definisi komitmen afektif mengacu pada identifikasi seseorang dengan organisasi dan identifikasi yang tertinggi adalah ketika karyawan percaya nilai-nilainya kongruen dengan nilai-nilai yang dominan dalam organisasi. Pengalaman karyawan menjadi lebih nyaman terhadap organisasi ketika karyawan setuju dengan nilai-nilai yang mendasari keputusan perusahaan. Kenyamanan ini meningkatkan motivasi karyawan untuk tetap bertahan di organisasi. c. Kepercayaan (trust). Kepercayaan mengacu pada ekspektasi positif seseorang terhadap orang lain dalam situasi yang melibatkan resiko. Kepercayaan berarti menempatkan keyakinan kepada orang atau kelompok lain. Karyawan merasa berkewajiban untuk bekerja dalam sebuah organisasi hanya ketika para karyawan mempercayai pemimpinnya. d. Pemahaman organisasi (organizational comprehension). Pemahaman terhadap organisasi mengacu pada seberapa baik karyawan memahami

19 organisasi, termasuk arah strategi, dinamika sosial, dan tata letak fisik. Kesadaran ini merupakan prasyarat yang diperlukan untuk komitmen organisasi karena sulit untuk mengidentifikasi dengan sesuatu yang karyawan tidak mengetahuinya dengan sangat baik. Hal ini untuk memastikan bahwa karyawan mampu mengembangkan gambaran mental secara jelas dan lengkap terhadap organisasi. Pemahaman dapat dilakukan dengan memberikan informasi kepada karyawan dan kesempatan untuk tetap mengetahui tentang peristiwa baru yang terjadi di organisasi, berinteraksi dengan rekan kerja, menemukan apa yang terjadi di berbagai bagian organisasi dan belajar tentang sejarah dan rencana masa depan organisasi. e. Keterlibatan karyawan (employee involvement). Keterlibatan karyawan memperkuat identitas sosial karyawan terhadap organisasi. Perasaan karyawan sebagai bagian dari organisasi adalah ketika karyawan ikut berpartisipasi dalam keputusan yang memandu masa depan organisasi. Keterlibatan karyawan juga membangun loyalitas karena memberikan kekuatan sebagai demonstrasi kepercayaan perusahaan dalam karyawannya. Steers dan Porter (Suseno & Sugiyanto, 2010) mengemukakan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi, yaitu : a. Karakteristik pribadi, yaitu kondisi potensi, kapasitas kemampuan dan kemauan seorang karyawan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Karakteristik pribadi ini meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, masa kerja, motivasi dan nilai-nilai personal.

20 b. Karakteristik pekerjaan, yaitu kondisi nyata berhubungan dengan pekerjaan itu sendiri. Hal ini meliputi tantangan pekerjaan, kesempatan untuk berinteraksi sosial, identitas tugas dan umpan balik. c. Karakteristik organisasi, yaitu desentralisasi dan otonomi tanggung jawab, partisipasi aktif karyawan, hubungan atasan dan bawahan, sifat dan karakteristik pimpinan serta cara-cara dalam pengambilan keputusan dan kebijakan. d. Sifat dan kualitas pengalaman kerja seorang karyawan dengan berbagai aspek di dalamnya dapat mempengaruhi komitmen karyawan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan dari kedua ahli yang menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi. Namun, di dalam faktor-faktor yang dikemukakan McShane dan Glinow (2010) yaitu keterlibatan karyawan di dalam organisasi memiliki pengertian yang sama dengan faktor yang dikemukakan oleh Steers dan Porter (Suseno & Sugiyanto, 2010) yaitu faktor partisipasi aktif karyawan di dalam karakteristik organisasi. Hal tersebut menandakan bahwa keterlibatan atau partisipasi karyawan di dalam organisasi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi.

21 B. Persepsi terhadap Keadilan Organisasi 1. Pengertian Persepsi terhadap Keadilan Organisasi Persepsi menurut Robbins dan Judge (2008), adalah proses di mana individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris untuk memberikan arti bagi lingkungan di sekitar individu tersebut. Menurut McShane dan Glinow (2010), persepsi merupakan proses untuk menerima informasi dan membuat rasa di sekitar individu. Hal ini termasuk menentukan informasi yang diperhatikan, bagaimana untuk mengkategorikan informasi dan bagaimana menafsirkannya berdasarkan kerangka pengetahuan yang ada. Selanjutnya, menurut Kreitner dan Kinicki (2005) persepsi adalah proses kognitif yang memungkinkan individu dapat menafsirkan dan memahami lingkungan di sekitar individu tersebut. Teori mengenai keadilan pertama kali dikembangkan oleh Adams (1963) dimana individu membandingkan kontribusi (input) dan hasil (outcomes) diri sendiri (person) dengan orang lain (other). Ketidakadilan muncul setiap kali individu melihat bahwa rasio hasil (outcomes) untuk masukan (input) diri sendiri dan rasio hasil (outcomes) untuk masukan (input) orang lain adalah tidak sama (Adams, 1965). Menurut Leventhal (1976), pada dasarnya teori keadilan menunjukkan bahwa pengalokasi (organisasi) akan memberikan penghargaan dan penghasilan kepada penerima (karyawan) secara proporsional untuk kegunaan dari kinerja individu. Keadilan organisasi didefinisikan oleh Greenberg (Demirel & Yucel, 2013) sebagai konsep yang mengacu pada persepsi individu

22 mengenai keadilan dalam organisasi yang terdiri dari persepsi tentang bagaimana keputusan dibuat terkait pembagian hasil (outcomes) dan keadilan yang dirasakan individu atas hasil (outcomes) sendiri. Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap keadilan organisasi adalah proses individu dalam menginterpretasikan informasi mengenai keadilan yang diberikan oleh organisasi dengan cara membandingkan input dan outcomes diri sendiri dengan rekan kerja yang lain yang memiliki pekerjaan dan derajat yang sama. Persepsi terhadap keadilan organisasi dapat mempengaruhi sikap karyawan dalam bekerja dan mempengaruhi kesuksesan berjalannya sebuah organisasi. 2. Aspek-Aspek Keadilan Organisasi Keadilan organisasi terbagi menjadi tiga dimensi atau komponen (Colquitt, 2001) yaitu : a. Keadilan distributif Menurut Leventhal (1976), keadilan distributif menjelaskan mengenai tingkat alokasi hasil konsisten dengan tujuan dari situasi tertentu, seperti memaksimalkan produktivitas atau meningkatkan kerjasama. Terdapat aturan mengenai ekuitas atau keadilan yang merupakan aturan normatif tunggal yang menyatakan bahwa imbalan dan sumber daya didistribusikan sesuai dengan kontribusi penerima dalam hal ini adalah karyawan. Menurut Baldwin (2006), jenis keadilan mengacu pada hasil (outcomes) yang di distribusikan sebanding dengan masukan (input). Baldwin

23 menjelaskan bahwa hasil atau outcomes dalam konteks pekerjaan seperti bentuk upah, penerimaan sosial, keamanan kerja, promosi dan peluang karir. Sementara input akan mencakup pendidikan, pelatihan, pengalaman dan usaha atau upaya. Organisasi dapat dikatakan adil secara distributif apabila upah atau imbalan yang diterima karyawan telah sesuai dengan kinerja yang telah diberikan karyawan kepada organisasi. b. Keadilan prosedural adalah keadilan yang dirasakan mengenai proses yang digunakan untuk menentukan distribusi penghargaan-penghargaan. Menurut Leventhal (Colquitt, 2001), keadilan prosedural akan dianggap bernilai dengan membandingkan proses yang sebenarnya dialami dengan masingmasing aturan prosedural yang digeneralisasikan. Jika aturan itu ditegakkan, maka prosedur berjalan. Aturan yang dimaksud termasuk di antaranya : 1) Konsistensi (consistency). Proses diterapkan secara konsisten setiap waktu kepada semua orang. 2) Penekanan bias (bias suppresion). Pengambil keputusan adalah orang yang netral. Keputusan didasarkan pada fakta, bukan pada kepentingan pribadi atau perasaan pribadi dari pengambil keputusan. 3) Keakuratan informasi (accuracy of information). Prosedur tidak didasarkan pada informasi yang tidak akurat. Informasi yang digunakan untuk merumuskan dan membenarkan keputusan merupakan informasi terbaru dan benar. 4) Ketentuan (correctability). Terdapat prosedur banding untuk mengoreksi hasil yang buruk, keputusan yang keliru ataupun keluhan.

24 5) Keterwakilan (representativeness). Semua orang atau sub kelompok dalam populasi (organisasi) dipengaruhi oleh keputusan. 6) Moral dan etik (Morality and ethicality). Proses menjunjung tinggi standar prsonal dari etik dan moralitas. Usia, jenis kelamin, kebangsaan, dan faktor-faktor luar lainnya tidak memiliki hubungan pada keputusan yang dibuat. c. Keadilan interaksional merupakan tingkatan perlakuan organisasi terhadap individu dengan martabat, perhatian, dan rasa hormat (Robbin & Judge, 2008). Keadilan interaksional mengacu pada kualitas pelayanan interpersonal yang diterima oleh karyawan yang bekerja di sebuah organisasi, terutama sebagai bagian dari prosedur pengambilan keputusan formal (Baldwin, 2006). Menurut Colquitt (2001), konstruk keadilan interaksional pertama kali diperkenalkan di Bies dan Moag. Bies dan Moag mengidentifikasi empat kriteria keadilan interaksional yaitu : 1) Pembenaran (justification). Terdapat penjelasan mengenai dasar dari keputusan yang dibuat. 2) Kebenaran (truthfulness). Figur otoritas yang jujur dan tidak terlibat dalam penipuan. 3) Hormat (respect). Bersikap sopan daripada kasar. Karyawan diperlakukan secara bermartabat, tidak ada jalan untuk penghinaan atau perilaku tidak sopan.

25 4) Kepatutan (propriety). Menahan diri dari pernyataan yang tidak benar atau pernyataan merugikan. Pernyataan yang tidak pantas atau melibatkan unsur merugikan seperti rasisme atau seksisme. Berdasarkan uraian-uraian dimensi di atas, dapat disimpulkan bahwa dimensi di dalam keadilan organisasi terdiri dari keadilan distributif menyangkut keadilan dalam distribusi penghargaan kepada karyawan, di mana input dan outcomes harus seimbang. Selanjutnya yaitu keadilan prosedural yang menyangkut proses dalam distribusi penghargaan yang memiliki aturan di dalamnya seperti konsistensi, netralitas, akurasi, ketentuan, keterwakilan, dan mora serta etis. Dimensi yang terakhir yaitu keadilan interaksional yaitu keadilan yang diberikan organisasi terkait dengan perlakuan karyawan dengan hormat. Kriteria di dalam keadilan transaksional ini adalah kebenaran, rasa hormat, kepatutan dan pembenaran. C. Hubungan Antara Persepsi terhadap Keadilan Organisasi dan Komitmen Organisasi pada Karyawan Generasi Y Setiap organisasi memiliki tujuan yang harus dicapai dan pencapaian tujuan tersebut merupakan poin utama yang harus diperoleh. Pencapaian tujuan organisasi tidak akan tercapai dengan mudah apabila organisasi tidak dapat mengatur dan mengelola sumber daya yang dimiliki baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Organisasi yang ingin mencapai kesuksesan, harus diiringi dengan strategi serta cara mengelola sumber daya dengan baik.

26 Anggota organisasi atau karyawan di dalam organisasi merupakan salah satu faktor penentu berjalan dan suksesnya sebuah organisasi. Banyaknya karyawan di dalam organisasi akan menuntut organisasi untuk memberikan keadilan kepada setiap karyawan agar karyawan memiliki kinerja yang optimal dan produktivitas organisasi tetap optimal. Keadilan yang diberikan oleh organisasi akan membuat karyawan termotivasi untuk tetap tinggal dan memberikan kinerja serta kontribusi yang baik karena kontribusi yang diberikan karyawan kepada organisasi seimbang dengan imbalan yang diterima karyawan dari organisasi. Keadilan organisasi adalah perasaan karyawan mengenai keadilan yang diberikan organisasi dengan melihat dan membandingkan kontribusi atau kinerja dengan imbalan yang telah diperoleh diri sendiri dengan yang diperoleh rekan kerja dengan tugas dan derajat yang sama dengan diri karyawan tersebut. Kontribusi atau kinerja karyawan di dalam teori keadilan disebut dengan input sedangkan hasil yang diperoleh atau imbalan disebut dengan outcomes. Organisasi dikatakan adil apabila memberikan outcomes kepada karyawan seimbang dengan input yang dilakukan dan diberikan sama rata dengan rekan kerja yang lain dalam bidang dan tugas yang sama. Keadilan yang diberikan oleh organisasi akan dirasakan oleh karyawan dalam bentuk persepsi, di mana karyawan akan menilai dan merasakan bahwa organisasi telah memberikan keadilan bagi setiap karyawan. Persepsi karyawan terhadap keadilan yang diberikan oleh organisasi adalah di mana karyawan menginterpretasikan informasi-informasi yang diperoleh mengenai keadilan

27 yang diberikan oleh organisasi kepada karyawan berdasarkan apa yang telah dilihat, didengar dan dirasakan oleh karyawan tersebut. Persepsi karyawan yang baik terhadap keadilan yang diberikan oleh organisasi akan membuat karyawan merasakan kelekatan dengan organisasi dan akan meningkatkan loyalitas atau komitmen karyawan terhadap organisasi. Persepsi terhadap keadilan yang diberikan membuat karyawan akan memiliki keinginan untuk tetap tinggal dan bekerja di organisasi karena merasakan kenyamanan yang diberikan organisasi melalui keadilan tersebut. Keadilan organisasi sendiri merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan terhadap organisasi. Komitmen organisasi merupakan keadaan di mana karyawan merasakan kelekatan dan ikatan emosional dengan organisasi sehingga karyawan memiliki keinginan untuk tetap tinggal dan berkontribusi di dalam organisasi. Seorang karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi akan memiliki kinerja yang baik dan ikut berpartisipasi pada kegiatan atau aktivitas yang dimiliki oleh organisasi. Komitmen organisasi pada karyawan akan muncul seiring dengan kepercayaan karyawan terhadap organisasi tersebut. Persepsi terhadap keadilan organisasi yang baik pada karyawan akan mempengaruhi komitmen organisasi yang dimiliki oleh karyawan. Adanya persepsi terhadap keadilan yang baik akan meningkatkan kinerja karyawan dan menimbulkan keinginan karyawan untuk tetap berada di dalam organisasi tersebut sejalan dengan prinsip dari komitmen organisasi pada karyawan. Keadilan yang diberikan organisasi bukan hanya keadilan dalam bentuk

28 pemberian upah atau gaji, namun mencakup keadilan dalam pengembangan karir, pemberian pujian dan sebagainya. Terdapat tiga dimensi dalam keadilan organisasi menurut Colquitt (2001) yaitu keadilan distributif, keadilan prosedural dan keadilan interaksional. Keadilan-keadilan tersebut berkaitan dengan aspek-aspek dari komitmen organisasi yang dikemukakan oleh Allen dan Meyer (1990) yang berisi komitmen afektif, komitmen, normatif dan komitmen kontinu. Keadilan distributif adalah keadilan yang berkaitan dengan jumlah dan pembagian penghargaan kepada para karyawan. Keadilan distributif adalah di mana organisasi memberikan penghargaan atau imbalan kepada para karyawan sesuai dan seimbang dengan hasil kerja yang telah dilakukan. Keadilan prosedural adalah keadilan yang berkaitan dengan proses yang digunakan untuk menentukan bagaimana distribusi penghargaan dilakukan. Keadilan prosedural adalah proses mengenai bagaimana penghargaan atau imbalan-imbalan akan diberikan kepada karyawan seperti bagaimana penentuan upah, peningkatan karir dan sebagainya. Selanjutnya, keadilan interaksional adalah keadilan yang berkaitan dengan bagaimana organisasi memperlakukan para karyawannya. Organisasi yang baik akan memperlakukan karyawan sebagai manusia dimana harus dihormati dan diperlakukan secara bermartabat meskipun itu terhadap bawahan. Keadilan-keadilan yang telah dijelaskan di atas, baik keadilan distributif, keadilan prosedural dan keadilan interaksional memiliki pengaruh terhadap komitmen organisasi para karyawan. Berdasarkan teori motivasi keadilan,

29 keadilan organisasi memiliki pengaruh terhadap komitmen karyawan. Motivasi dipengaruhi secara signifikan oleh penghargaan-penghargaan individu lain dan penghargaan-pengahargaan yang diperoleh diri sendiri (Robbin & Judge, 2008). Ketiga dimensi dari keadilan organisasi berpengaruh pada motivasi karyawan terhadap kontribusi atau kinerja yang diberikan karyawan generasi Y terhadap organisasi. Keadilan distributif berkaitan dengan pembagian atau distribusi imbalan dan penghargaan. Pada karyawan generasi Y, penghargaan berupa kesempatan pengembangan karir selain imbalan berupa gaji merupakan hal yang menjadi motivasi bagi peningkatan kinerja dan komitmen terhadap organisasi. Apabila distribusi penghargaan atau imbalan kepada para karyawan telah terlaksana dengan benar, maka karyawan akan termotivasi untuk memberikan dan meningkatkan kinerja karena karyawan merasa bahwa kinerja yang dilakukan telah sesuai dengan imbalan serta penghargaan yang diterima. Selanjutnya, keadilan prosedural menyangkut pengaturan, prosedur atau proses penyusunan upah, tingkatan karyawan dalam pengembangan karir dan sebagainya. Generasi Y adalah generasi yang berorientasi pada tujuan, oleh karena itu kinerja yang dilakukan oleh karyawan generasi Y adalah untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Proses yang dilakukan oleh organisasi terkait dengan imbalan maupun penghargaan, akan mempengaruhi persepsi karyawan generasi Y terhadap organisasi, apakah organisasi telah mempertimbangkan dengan benar proses pemberian imbalan ataupun penghargaan atas kinerja

30 yang dilakukan oleh karyawan, hal ini akan mempengaruhi motivasi karyawan dalam bekerja dan komitmen karyawan kepada organisasi. Kemudian, keadilan interaksional yang menyangkut bagaimana perlakuan yang diberikan organisasi kepada para karyawan. Selain keadilan dalam distribusi dan proses, keadilan terkait dengan interaksi karyawan terhadap organisasi juga penting. Apabila budaya dan norma-norma di dalam organisasi baik, maka para karyawan akan merasa betah untuk tinggal di organisasi. Karyawan generasi Y adalah karyawan yang menginginkan adanya interaksi yang baik antara organisasi kepada karyawan maupun atasan kepada karyawan dan akan mempengaruhi motivasi untuk tetap tinggal dan bekerja di organisasi. Krisbiyanto (2013) menjelaskan bahwa terdapat beberapa hal yang menjadi harapan bagi generasi Y terhadap organisasi diantaranya adalah fleksibiltas dalam hal jam dan tempat kerja serta dalam kompensasi dan benefit juga fleksibilitas dalam penggunaan sosial media, kemudian rekan kerja yang sekaligus dapat dijadikan teman maupun sahabat, mentor-mentor di organisasi yang dapat memberikan tuntunan dalam belajar yang bersahabat, kesempatan untuk pengembangan karir, pujian atau penghargaan yang tulus, serta atasan yang dapat bersikap lebih sebagai teman daripada sebagai bos yang hanya bertugas mengatur. Pemenuhan harapan-harapan generasi Y tersebut harus dilakukan oleh organisasi secara adil dan merata agar karyawan yang berasal dari generasi Y menjadi nyaman tinggal di organisasi dan tetap memiliki motivasi kerja yang tinggi.

31 Pemenuhan harapan-harapan yang dimiliki karyawan dari generasi Y oleh organisasi secara adil akan meningkatkan motivasi karyawan dalam bekerja dan juga komitmen karyawan terhadap organisasi, sehingga turnover karyawan generasi Y dari organisasi dan pindah ke organisasi yang lain semakin kecil. Karyawan dari generasi Y akan memilih untuk tinggal di organisasi tempat karyawan tersebut bekerja dengan kinerja dan produktivitas yang optimal. D. Hipotesis Penelitian 1. Hipotesis Mayor Terdapat hubungan positif antara persepsi terhadap keadilan organisasi dan komitmen organisasi pada karyawan generasi Y. Semakin tinggi persepsi karyawan terhadap keadilan organisasi maka semakin tinggi tingkat komitmen organisasi yang dimiliki karyawan generasi Y, sebaliknya semakin rendah persepsi karyawan terhadap keadilan organisasi maka semakin rendah pula tingkat komitmen organisasi yang dimiliki karyawan generasi Y. 2. Hipotesis Minor a. Terdapat hubungan positif antara persepsi terhadap keadilan distributif dan komitmen organisasi pada karyawan generasi Y. b. Terdapat hubungan positif antara persepsi terhadap keadilan prosedural dan komitmen organisasi pada karyawan generasi Y. c. Terdapat hubungan positif antara persepsi terhadap keadilan interaksional dan komitmen organisasi pada karyawan generasi Y.