8 KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii

3 METODOLOGI PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

Marine Fisheries ISSN Vol. 1, No. 1, November 2010 Hal: 37-46

POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH

PEMODELAN HYBRID BIOEKONOMI UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DI PULAU-PULAU KECIL ENY BUDI SRI HARYANI

Tujuan Pengelolaan Perikanan. Suadi Lab. Sosial Ekonomi Perikanan Jurusan Perikanan UGM

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang

5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1 PENDAHULUAN. Potensi lestari dan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang laut di Indonesia dan Laut Jawa. Pemanfaatan (%) 131,93 49,58

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Daerah di mana sistem pemerintahan negara yang semula. pembangunan perekonomian daerah setempat.

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN PELABUHAN TANGLOK GUNA MENDUKUNG PENGEMBANGAN SEKTOR EKONOMI DI KABUPATEN SAMPANG TUGAS AKHIR (TKP 481)

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

3. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN. kriteria tertentu. Alasan dalam pemilihan lokasi penelitian adalah TPI Wonokerto

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

6 ASSESMENT NILAI EKONOMI KKL

Dalam tesis ini, penulis memandang bahwa masuknya pariwisata ke Atauro tidak bisa dilepaskan dengan hadirnya para penggerak yang disebut sebagai

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

2015 PENGARUH KOMPONEN PAKET WISATA TERHADAP KEPUASAN BERKUNJUNG WISATAWAN DI PULAU TIDUNG KEPULAUAN SERIBU

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian nasional. Jumlah wisatawan terus bertambah

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan otonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan,

BAB I PENDAHULUAN. MPR No.IV/MPR/1973 tentang pemberian otonomi kepada Daerah. Pemberian

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER

RENTE EKONOMI PERIKANAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 18. No. 2, April 2013 ISSN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

BAB I PENDAHULUAN. nyata dan bertanggung jawab. Sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 pasal 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber pendapatan daerah.program pengembangan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

PERHITUNGAN BIAYA KERUGIAN AKIBAT TUMPAHAN MINYAK MONTARA DI PESISIR NUSA TENGGARA TIMUR

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah di Indonesia mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari

1.1 Latar Belakang Selanjutnya menurut Dahuri (2002), ada enam alasan utama mengapa sektor kelautan dan perikanan perlu dibangun.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BAB I PENDAHULUAN. sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA.

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN PENELITIAN LANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap jumlah penjualan, laba, lapangan pekerjaan,

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang unik dibandingkan dengan propinsi lain di mana pilar-pilar

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di

3 METODOLOGI PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi daerah menjadi salah

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Jenis Wisatawan Domestik Asing Jumlah Domestik Asing Jumlah Domestik Asing

III KERANGKA PEMIKIRAN

3. METODE PENELITIAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masa depan yang baik di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa. kegiatan pariwisata memberikan keuntungan dan manfaat bagi suatu

BAB I PENDAHULUAN. Era otonomi daerah, sektor pariwisata memegang peranan penting dalam

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditengarai terdapat pergeseran orientasi, dari mass tourism menuju ke alternative

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

171 8 KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian untuk disertasi ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: (1) Kondisi perikanan tangkap di lokasi penelitian menunjukkan bahwa perikanan demersal di perairan Kabupaten Raja Ampat belum mengalami overfishing, baik secara biologi maupun secara ekonomi, dengan tingkat upaya penangkapan efisien. (2) Keberlanjutan pengelolaan KKL di lokasi penelitian menunjukkan bahwa: 1) KKL di perairan Kabupaten Raja Ampat masih relatif terkelola dengan baik dan keberlanjutan pengelolaan KKL dapat tercapai yang dapat dilihat berdasarkan 3 (tiga) aspek yaitu ekologi, ekonomi dan sosial; 2) Aspek keberlanjutan secara ekologi ditunjukkan dengan peningkatan stok sumberdaya ikan, bahwa KKL telah membuat adanya sebuah mekanisme penjagaan terhadap daerah pemijahan ikan, sehingga dengan terjaganya daerah ini maka produktivitas ikan tetap terjaga dan stok ikan menjadi bertambah; 3) Aspek keberlanjutan secara ekonomi dengan adanya KKL ini ditunjukkan dengan surplus ekonomi meningkat, bahwa sebagian masyarakat merasakan bahwa terjadi peningkatan pendapatan setelah dibentuknya KKL di wilayah mereka; 4) Aspek keberlanjutan secara sosial memang tidak terjadi perubahan yang signifikan, hal ini disebabkan nelayan di sekitar wilayah KKL adalah nelayan subsisten yang bersifat tradisional, sehingga belum ada peningkatan perubahan sosial yang berarti. (3) Performance sebelum dan setelah adanya KKL dapat ditunjukkan bahwa: 1) Tingkat produksi aktual dengan adanya KKL lebih besar dibandingkan dengan produksi aktual tanpa KKL. Akan tetapi produksi aktual dengan

172 adanya KKL terus mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya luasan KKL; 2) Effort aktual dengan KKL berada di bawah effort aktual tanpa KKL. Kemudian effort aktual dengan KKL cenderung mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya luasan KKL. Semakin luas kawasan KKL akan menyebabkan penurunan terhadap effort di kawasan dengan KKL; 3) Rente yang diperoleh dengan KKL lebih tinggi dibandingkan tanpa KKL. Namun rente cenderung mengalami penurunan seiring dengan penambahan luasan KKL, yang disebabkan karena produksi dan effort yang terus menurun. (4) Dampak sosial ekonomi KKL terhadap nelayan dapat ditunjukkan bahwa, masyarakat di sekitar KKL Raja Ampat merupakan kelompok masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan tradisional atau subsisten. Dengan dibentuknya KKL, hasil tangkapan nelayan relatif bertambah, karena faktor semakin banyaknya spill over sumberdaya ikan sehingga jumlah tangkapan meningkat dan keberlanjutan usaha semakin terjamin. Disisi lain kesejahteraan masyarakat juga meningkat dengan terbukanya alternatif mata pencaharian yaitu sektor pariwisata bahari. (5) Dampak pengembangan KKL terhadap pemerintah bahwa: 1) KKL dapat dijadikan sumber pendapatan bagi pemerintah melalui mekanisme PES atau pembayaran jasa lingkungan. 2) Diperlukan adanya dukungan legal freamwork yang jelas agar PES dapat terimplementasi. 3) Rente dari KKL harus (sebagian) dikembalikan untuk biaya pengelolaan sumberdaya alam, sebagai sumber PNBP. 4) PES dapat menjadi modal pendapatan daerah untuk pembangunan, misalnya peningkatan wisatawan akan memicu peningkatan transportasi, retribusi, hunian hotel dan pajak hiburan.

173 (6) Pada σ model (model luasan) menunjukkan bahwa semakin luas kawasan KKL, maka rente yang diperoleh akan semakin besar sampai dengan mencapai luasan tertentu, namun pada luasan yang lebih besar lagi kemudian rente menjadi semakin kecil. Sehingga hubungan antara luasan KKL dengan manfaat ekonomi yang berbentuk concave (cembung). Selain itu, hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa bigger is better dalam kasus KKL tidak berlaku untuk seluruh kasus KKL. Pada luasan 10-50 % menunjukkan rente positif, sehingga dalam pengelolaan KKL di Kabupaten Raja Ampat sebaiknya luas KKL kurang dari 50 % dari luas wilayah perairan; (7) Model pengelolaan KKL dapat dilaksanakan berdasarkan 3 (tiga) model pengelolaan yaitu government lead, NGO lead dan community lead. Masing-masing model tersebut memiliki karakteristik yang spefisik untuk diterapkan pada lokasi-lokasi tertentu, atau dapat diterapkan berjenjang mulai dari government lead terlebih dahulu kemudian bergeser menjadi NGO lead baru kemudian menjadi community lead, atau dapat pula dilakukan pengelolaan collaboratif. Dalam kasus pengembangan KKL di Kabupaten Raja Ampat model pengelolaan yang dilakukan diawali oleh government lead dan saat ini berkembang menjadi collaboratif antara government dan NGO. (8) Melalui penelitian ini telah dikembangkan model hybrid bioekonomi yang merupakan penambahan konstanta β (beta) pada model bioekonomi Gordon Schaefer sebagai variable spill over effect yang berperan penting dalam keberhasilan pengembangan KKL. Model hybrid bioekonomi tersebut dinamakan model Haryani-Fauzi atau HF model, yang terdiri dari model HF-1, HF-2 dan HF-3 yang dapat diaplikasikan untuk pengembangan KKL. 8.2 Saran Dari penelitian ini beberapa saran disampaikan baik terkait saran untuk rekomendasi kebijakan maupun saran untuk penelitian lanjutan, sebagai berikut:

174 (1) Saran untuk rekomendasi kebijakan: 1) Analisis dengan pemodelan bioekonomi KKL dapat digunakan untuk rekomendasi efektivitas pengelolaan KKL. Oleh sebab itu dalam formulasi kebijakan pengembangan KKL analisis bioekonomi dapat dijadikan tahapan analisis untuk penetapan KKL menuju pengelolaan efektif. 2) KKL dapat dijadikan kebijakan alternatif pengelolaan pendapatan selain dari pemberian lisensi atau ijin usaha penangkapan (IUP). 3) Dalam kebijakan makro, KKL sebagai potensi pendapatan bagi pemerintah membutuhkan dukungan legal freamwork yang jelas. Oleh karena itu dibutuhkan peraturan perundangan yang dibuat oleh pemerintah baik pada level pemerintah pusat (UU, peraturan presiden, peraturan menteri), pemerintah daerah (peraturan daerah), hingga pada level pemerintah desa (praturan desa). 4) Kebijakan skala mikro yang harus dilakukan adalah bagaimana menentukan stakeholders yang mengelola dan memanfaatkan rente ekonomi yang dihasilkan KKL. Untuk itu diperlukan pengaturan kelembagaan yang mengatur spill over effect yang dihasilkan, siapa saja yang berhak mengelola, seberapa besar sumberdaya dapat dimanfaatkan dan menentukan pihak pengguna rente ekonomi tersebut. 5) Saran kebijakan fiskal yang dapat dilakukan adalah menerapkan user charge berdasarkan nilai WTP terhadap sumberdaya. Nilai user charge yang dapat diterapkan untuk masyarakat nelayan Raja Ampat sebesar Rp. 473,282,500/bulan, dive operator sebesar Rp.1.100.000/bulan, wisatawan lokal sebesar Rp. 98.000.000/tahun dan wisatawan asing sebesar Rp.1.349.190.000/tahun. Hasil user charge yang didapatkan harus (sebagian) dikembalikan untuk biaya pengelolaan sumberdaya alam. Untuk menjamin hal tersebut diperlukan penandaan (earmarking) dari pemasukan yang didapatkan melalui mekanisme user charge ini. 6) Kebijakan masyarakat yang dapat dilakukan adalah pembinaan terhadap mata pencaharian alternatif. Hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi tekanan terhadap sumberdaya akibat tingginya ketergantungan masyarakat

175 terhadap kegiatan eksploitasi sumberdaya ikan. Selain itu karakteristik nelayan di pulau-pulau kecil yang masih subsisten menyebabkan pembinaan mata pencaharian alternatif yang non ekstraktif menjadi penting dilakukan. 7) Model pengelolaan KKL dapat diterapkan tidak hanya secara top down dari pihak pemerintah (government lead) saja. Namun model pengelolaan bisa memberikan pelibatan masyarakat lebih besar (community lead) atau memberikan hak pengelolaan kepada Lembaga Swadaya Masyarakat /LSM (NGO lead) ataupun collaboratif. (2) Saran untuk penelitian lanjutan: 1) Pengembangan model hybrid bioekonomi KKL ini secara teoritis dapat ditindaklanjuti yaitu dengan menjembatani beberapa keterbatasan yang ada dalam penelitian ini. Masih banyak faktor-faktor lainnya yang terjadi dilapangan dan mempengaruhi sistem, belum dimasukkan ke dalam model. Beberapa saran yang dapat dilakukan untuk penelitian selanjutnya adalah menambahkan beberapa indikator lain ke dalam model, sebagaimana yang belum disebutkan dalam asumsi model, sehingga akan menambahkan kesempurnaan dari model yang dikembangkan dalam penelitian ini. 2) Beberapa penelitian yang dapat dilanjutkan berdasarkan studi ini adalah: (i) mengembangkan model bioekonomi KKL dengan menggabungkan σ model dan β model, sehingga model bioekonomi KKL yang dihasilkan akan menjadi lebih sempurna dan applicable; (ii) karakteristik lain terkait pulau-pulau kecil, antara lain sifatnya yang vulnerable dan multiple use, perlu dipertimbangkan dalam model; (iii) memasukkan variabel ketidakpastian sumberdaya ke dalam model; (iv) memasukkan unsur kualitas lingkungan ke dalam model; (v) melakukan analisis dinamik optimisasi (KKL optimal); (vi) mengukur K KKL dan K Non-KKL riil di Kabupaten Raja Ampat, sehingga dapat diketahui nilai optimal dari β atau spill over effect; membuat model KKL yang mengakomodasi dinamika exit dan entry dari pelaku yang terlibat dalam pemanfaatan sumberdaya.