BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
tunda satu bulan (lag 2) berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan pada WBC pada fase telur.

PENGARUH IKLIM TERHADAP PENYEBARAN PENYAKIT BAKTERI HAWAR DAUN PADA TANAMAN PADI (STUDI KASUS KABUPATEN KARAWANG, JAWA BARAT) DESWITA DHARMA PUTRI

2.2. Penyakit Hawar Daun Status

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Mengukur Serangan Penyakit Terbawah Benih (Hawar Daun) Pada Pertanaman Padi

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

CH BULANAN. Gambar 3. Curah hujan bulanan selama percobaan lapang

KONDISI UMUM BANJARMASIN

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis LS dan BT. Beriklim tropis dengan

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 3 Peta Lokasi Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran.

Tabel 1.1. Letak geografi dan administratif Kota Balikpapan. LS BT Utara Timur Selatan Barat. Selat Makasar

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

IV KONDISI UMUM TAPAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. terkecil lingkup Balai Besar TNBBS berbatasan dengan:

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Bab 3. Deskripsi Daerah Penelitian

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

PENDAHULUAN Latar Belakang

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

The stress interaction index SX = (1-CDX/100) (1-CWX/100) (1- HDX/100) (1-HWX/100) dimana ;

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kota Palembang adalah 102,47 Km² dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari

KOMPARASI PEMBERIAN AIR IRIGASI DENGAN SISTIM CONTINOUS FLOW DAN INTERMITTEN FLOW. Abstrak

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Kajian Curah Hujan untuk Pemutahiran Tipe Iklim Beberapa Wilayah di Kalimantan Tengah

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

BAB 1 PENDAHULUAN. Kabupaten Serdang Bedagai memiliki area seluas 1.900,22 km 2 yang terdiri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

BAB I GEOGRAFI. Kabupaten Tegal Dalam Angka

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

4. SEBARAN DAERAH RENTAN PENYAKIT DBD MENURUT KEADAAN IKLIM MAUPUN NON IKLIM

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

KONDISI W I L A Y A H

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

d. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali (Jateng)

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi.

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

Transkripsi:

7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah dengan variasi ketinggian mencapai 0-1279 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan wilayah 0-2, 2-15, 15-40, dan di atas 40 dengan suhu rata-rata 27 C. Pada bagian selatan memiliki ketinggian antara 26 1.200 dpl. Memperhatikan kondisi tersebut, Kabupaten Karawang merupakan daerah dataran rendah dengan sebagian kecil dataran tinggi terutama di daerah perbukitan/pasir. Kabupaten Karawang memiliki 3 saluran irigasi besar, yaitu: saluran induk tarum utara, saluran induk tarum tengah, dan saluran induk tarum barat. Saluran irigasi ini digunakan untuk pengairan sawah, tambak, dan pembangkit listrik. Berikut adalah luasan sawah dan serangan BLB pada Kabupaten Karawang. Secara umum jenis tanah di Kabupaten Karawang adalah alluvial. Luas lahan di Kabupaten Karawang secara keseluruhan 1.753,27 km 2 atau 175.327 ha dengan luas lahan sawah 97.529 ha. Dengan luas sawah yang mencapai 97.529 ha dapat di liahat pada Tabel 1. bahwa serangan BLB relatif kecil. Luas serangan terbesar terjadi pada tahun 2006 mencapai 4.419 ha atau sekitar 4.68% dari total luas sawah di Kabupaten Karawang. 4.2 Kondisi Serangan BLB Pada Wilayah Kajian Luas serangan BLB di Kabupaten Karawang berbeda pada tiap tahunnya. Pada periode tahun 2005-2009 Luas yang paling tinggi terjadi pada bulan Mei tahun 2008 mencapai lebih dari 1600 hektar. Pada tahun 2005 luas serangan tertinggi terjadi pada bulan April yang mencapai hampir 1400 hektar. Pada tahun 2006 luas serangan tertinggi terjadi pada bulan Maret yang mencapai 1200 hektar. Tahun 2007 serangan tertinggi terjadi pada bulan April mencapai lebih dari 1200 hektar. Sedangkan tahun 2009 luas serangan tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan luas serangan tahun sebelumnya yang mencapai lebih dari 1000 hektar. Pada tahun ini luas serangan tertinggi terjadi pada bulan April dan Mei yang mencapai lebih dari 600 hektar. Secara keseluruhan luas serangan BLB periode tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Gambar 4. Luas serangan BLB tinggi pada kisaran bulan Februari-Mei. Pada bulan-bulan tersebut serangan mencapai lebih dari 1000 hektar dikarenakan sedang berada pada musim penghujan sehingga curah tinggi adanya genangan air pada areal persawahan sehingga suhu menjadi rendah dan kelembaban tinggi. Hal ini yang membuat luas serangan BLB menjadi tinggi. Tabel 1. Perbandingan luas sawah dengan luas serangan BLB pada Kabupaten Karawang. Tahun Luas Sawah (ha) Luas Serangan BLB Persentasi sawah terserang (ha) (%) 2005 93.456 3.557 3.81 2006 94.385 4.419 4.68 2007 94.311 2.938 3.12 2008 94.311 4.019 4.26 2009 97.529 3.042 3.12 (Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Karawang)

8 Gambar 4.Luas serangan BLB bulanan di wilayah kajian tahun 2005-2009 Garret et al. (2006) menyatakan bahwa perubahan iklim berpengaruh terhadap penyakit melalui pengaruhnya pada tingkat genom, seluler, proses fisiologi tanaman dan patogen Analisis selanjutnya dilakukan dengan melihat hubungan antara serangan BLB dengan unsur iklim yaitu curah hujan, suhu, dan kelembaban pada setiap bulannya diwilayah kajian periode tahun 2005-2009. Berikut adalah plot luas serangan dengan unsur iklim setiap bulannya di wilayah Kabupaten Karawang tahun 2005-2009. Kabupaten Karawang merupakan salah satu wilayah penghasil beras terbesar di Jawa Barat yang memiliki tiga irigasi besar karena dilalui Sungai Citarum. Aliran irigasi yang selama ini digunakan untuk mengairi lahan sawah seluas ±97 ha. Gambar 4 menunjukkan bahwa serangan BLB terjadi setiap bulannya sepanjang tahun. Hal ini dapat disebabkan karena tingginya curah hujan di wilayah kajian serta bisa dikarenakan pengairan irigasi yang terlalu berlebihan. Bacterial Leaf Blight (BLB) dapat hidup pada musim penghujan dan musin kemarau yang basah. Dari Gambar 5 dapat dilihat luas serangan tertinggi mencapai 1600 ha terjadi pada saat curah hujan mencapai 209 mm. Hal ini dapat terjadi karena tingginya curah hujan pada saat itu mengakibatnya adanya genangan air pada area sekitar tanaman padi sehingga suhu udara rendah dan kelembaban meningkat maka peryerangan bakteri terhadap tanaman padi menjadi lebih cepat. Pada saat curah hujan mencapai 73 mm luas serangan bakteri hawar daun mencapai 1300ha. Hal ini kemungkinan terjadi karena meskipun curah hujan tidak begitu tinggi namun aliran irigasi yang dekat dengan area persawahan yang mengakibatkan terjadinya genangan air berlebihan atau terjadi banjir sehingga suhu udara sekitar menjadi rendah dan kelembaban tinggi. Dapat dilihat juga pada saat curah hujan tinggi mencapai 240 mm luas serangan berada di atas 1000 ha. Namun pada saat curah hujan 252 mm luas serangan dari bakteri hawar daun ini hanya mencapai 300 ha. Hal ini bisa saja terjadi karena pada saat curah hujan tinggi aliran irigasi tidak meluap ke area pertanaman padi sehingga pada saat itu genangan air akibat curah hujan yang tinggi cepat diserap oleh tanah dan tanaman tidak tergenang air terlalu lama yang mengakibatkan udara sekitar tanaman padi menjadi lembab. Gambar 5. Grafik hubungan curah hujan dengan luas serangan BLB di wilayah Kabupaten Karawang (2005-2009)

9 Gambar 6. Grafik hubungan kelembaban dengan serangan BLB di wilayah Kabupaten Karawang (2005-2009) Tingginya curah hujan di Kabupaten Karawang mempengaruhi kelembaban di wilayah tersebut. Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa pada saat kelembaban tinggi bakteri berkembang dengan baik untuk menginfeksi tanaman padi. Saat kelembaban mencapai 84.5% luas serangan bakteri hawar daun mencapai 1700 ha. Namun pada saat kelembaban mencapai 85% tingkat serangan menurun dan berada di bawah 300ha. Hal ini bisa saja terjadi bila saat udara lembab ada kemungkinan pada saat itu sedang tidak ada tanaman padi atau dengan kata lain bukan masa tanam padi. Pada saat kelembaban mencapai 66% luas serangan tinggi bahkan mencapai 1200 ha. Pada saat kelembaban 60% tingkat serangan mencapai 1300 ha. Bakteri penyebab penyakit kresek pada padi Xanthomonas oryzae pv. oryzae mempunyai suhu optimum pada 30ºC (Webster dan Mikkelsen 1992 dalam Wiyono 2007). Pengaruh suhu terhadap penyebaran BLB dapat dilihat pada Gambar 7. Periode 2005-2009 serangan BLB terjadi setiap bulan meskipun mengalami fluktuasi karena pada periode tahun tersebut suhu rata-rata bulanan maksimum kurang dari 30º C yang merupakan suhu optimum perkembangan bakteri Xanthomonas oryzae pv. Oryzae penyebab penyakit hawar daun atau lebih dikenal dengan kresek pada tanaman padi. Tinggi rendahnya tingkat serangan BLB di wilayah Kabupaten Karawang selain dipengaruhi unsur iklim dapat juga dipengaruhi oleh pola para petani dari mulai menanam sampai panen. Penyakit terjadi pada musim hujan atau musim kemarau yang basah, terutama pada lahan sawah yang selalu tergenang, dan di pupuk N tinggi ( >250 kg urea/ha ). Gambar 7. Grafik hubungan suhu udara dengan serangan BLB di wilayah Kabupaten Karawang (2005-2009)

10 Gambar 8. Curah Hujan di Wilayah Kabupaten Karawang tahun 2005-2009 4.3. Kondisi Iklim di Wilayah Kajian Kabupaten Karawang terletak pada107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS. Data iklim yang digunakan diperoleh dari stasiun SMPK Jatisari, Karawang, Jawa Barat (6 21 LS dan 107 30 BT) dengan ketinggian 28 mdpl. Pada Gambar 8 dapat dilihat curah hujan periode tahun 2005-2009 mengalami fluktuasi. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret tahun 2009. Dilihat secara keseluruhan curah hujan tinggi terjadi pada tahun 2006 dan 2009. Bila saluran irigasi yang mengaliri air ke lahan sawah yang sedang ditanami padi penggunaannya tidak semestinya maka akan terjadi genangan air yang menyebabkan perkembangan BLB meningkat karena suhu di sekitar tanaman padi menjadi rendah dan udara lembab. Suhu udara rata-rata bulanan di wilayah Kabupaten Karawang periode tahun 2005-2009 meskipun mengalami fluktuasi tetapi suhu udara rata-rata tiap bulan dibawah suhu optimum perkembangan BLB yaitu 30 C. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 9. Pada bulan Januari-Agustus tahun 2007 suhu udara mencapai dibawah 27 C yang merupakan suhu optimum perkembangan BLB. Hal ini bisa menyebabkan peningkatan serangan BLB. Pada tahun 2006 suhu udara di bawah 27 C terjadi pada bulan Januari dikarenakan curah hujan tinggi, Februari, Oktober-Desember suhu udara rendah bisa terjadi karena matahari tertutup awan sehingga radiasi matahari tidak terlalu banyak. Sedangkan pada tahun 2005 suhu dibawah 27 C terjadi pada bulan Januari-Februari. Pada tahun 2008 suhu udara di bawah 27 C terjadi pada bulan Februari dan Juli. Pada Tahun 2009 terjadi peningkatan curah hujan pada bulan Januari-Februari sehingga suhu udara pada bulan tersebut rendah mencapai di bawah 27 C. Fluktuasi suhu udara di Kabupaten Karawang dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Suhu rata-rata di Wilayah Kabupaten Karawang tahun 2005-2009

11 Gambar 10. Kelembaban rata-rata di Wilayah Kabupaten Karawang tahun 2005-2009 Datangnya musim hujan bulan Oktober hingga Desember selain memberikan persediaan air yang cukup bagi tanaman, ternyata juga memberikan dampak negatif berupa lingkungan yang lembab. Kelembaban yang cukup tinggi akan meningkatkan pertumbuhan penyakit hawar daun bakteri. Curah hujan yang tinggi diiringi dengan saluran irigasi yang kurang baik maka akan mengakibatkan terjadinya genangan air di areal persawahan. Hal inilah yang menyebabkan lingkungan menjadi lembab. Fluktuasi kelembaban di wilayah Kabupaten Karawang periode tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Gambar 10. Kelembaban rendah terjadi pada tahun 2005 dan 2006 hingga berada di bawah 70%. Pada tahun 2005 kelembaban berada pada kisaran 54%-70% sedangkan pada tahun 2006 kelembaban berada pada kisaran 55%-75%. Pada tahun 2008 kelembaban berada pada kisaran 75%-90% dan kelembaban maksimum mencapai 90% terjadi pada bulan Februari. Pada tahun 2007 kelembaban udara berkisar pada 63%-80% dengan kelembaban udara terendah terjadi pada bulan Mei dibawah 65% dan meningkat sampai 80% yang merupakan kelembaban maksimum pada tahun 2007 yang terjadi juga pada bulan Februari. Pada tahun 2009 kelembaban udara berada pada kisaran 65%- 85% dengan kelembaban maksimum terjadi pada bulan Juni. 4.4. Analisis Regresi Analisis regresi digunakan untuk melihat pengaruh keterkaitan dari dua variabel atau lebih. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi kuadratik, analisis regresi berganda, dan analisis korelasi. Berikut adalah analisis dari masing-masing unsur iklim dan analisis keseluruhan dari unsur iklim yang mempengaruhi luas serangan BLB serta analisis untuk melihat hubungan dari unsur iklim dan serangan BLB di wilayah Kabupaten Karawang pada tiap tahunnya. Unsur iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi luas serangan BLB. Jika analisis di suatu daerah rendah maka perkembangan BLB itu dapat dipengaruhi oleh faktor lain misalnya pola tanam, banjir, dan lainnya. 4.4.1. Analisis pengaruh unsur iklim terhadap luas serangan BLB pada tahun 2005-2009 Pada penelitian ini data luas serangan BLB dan unsur iklim yang digunakan untuk mengetahui hubungan (nilai koefisien determinasi) antara serangan BLB dengan unsur iklim yaitu curah hujan, suhu, dan kelembaban diambil pada periode tahun 2005-2009 wilayah Kabupaten Karawang. Dari hasil uji statistik nilai koefisien determinasi yang dihasilkan bervariasi. Untuk unsur iklim pengaruh suhu udara tidak terlalu besar dan bernilai 1.6% dengan persamaan a = - 4259 + 378,0 T - 7,72 T 2. Untuk pengaruh kelembaban hanya bernilai 0.3% dengan persamaan a = 677-8,95 RH + 0,0503 RH 2. Sedangkan pada analisis unsur iklim selanjutnya adalah curah hujan dengan nilai pengaruh 7.8% dengan persamaan a = 167,3 + 2,033 CH - 0,003645 CH 2. Nilai koefisien determinasi antara serangan BLB

12 dengan unsur iklim pada periode tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai koefisien determinasi (R 2 ) unsur iklim dengan luas serangan BLB di Kabupaten Karawang (2005-2009). Unsur Iklim R² Suhu (T) 1.6% Kelembaban (RH) 0.3% Curah Hujan (CH) 7.8% Berdasarkan nilai koefisien determinasi pada Tabel 2. Maka persamaan analisis regresi berganda yang menggambarkan hubungan paling erat unsur iklim dengan luas serangan bakteri hawar daun (BLB) adalah curah hujan dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ) 7.8%. Gambar 11 merupakan hasil analisis kuadratik faktor suhu udara dengan luas serangan BLB pada tahun 2005-2009 di Wiayah Kabupaten Karawang. Nilai koefisien determinasi (R 2 ) hanya mencapai 1.6%. Dengan nilai R 2 sebesar 1.6% dapat dikatakan suhu udara tidak terlalu mempengaruhi penyebaran bakteri hawar daun pada tahun 2005-2009 meskipun pada kurun waktu 5 tahun itu suhu udara di wilayah Kabupaten Karawang berada di bawah 30 0 C yang merupakan suhu optimum pertumbuhan bakteri hawar daun. Hal ini dapat terjadi karena faktor lain seperti efek pemanasan global antara lain banjir di musim hujan atau kekeringan di musim kemarau. Suhu atmosfir dan radiasi sinar surya yang tinggi menyebabkan lingkungan tanaman seperti udara dan tanah menjadi kering. Kondisi inilah yang mempengaruhi langsung perkembangan penyakit apakah serangannya meningkat atau menurun. Disisi lain, pada keadaan yang ekstrim panas dan kekeringan atau lembab dan kebanjiran, menyebabkan tanaman menjadi lemah bahkan mati, demikian juga vektor penyakit penyebab (bakteri/virus) tanaman akan berkurang atau habis atau sebaliknya akan meningkat serangannya. Suhu ( 0 C ) Gambar 11. Analisis hubungan luas serangan BLB dengan Suhu di Wilayah Kabupaten Karawang (2005-2009) dengan persamaan y = - 4259 + 378x 7.72x 2.

13 Kelembaban (%) Gambar 12. Analisis hubungan luas serangan BLB dengan kelembaban pada Kabupaten Karawang (2005-2009) dengan persamaan y = 677 8.95x + 0.0503x 2 Gambar 12 menunjukkan hasil analisis pengaruh kelembaban terhadap serangan bakteri hawar daun (BLB). Dari hasil analisis kuadratik di dapat nilai R 2 sebesar 0.3% dengan persamaan a = 677-8,95 RH + 0,0503 RH 2. Dari nilai R 2 yang didapat dapat dikatakan faktor kelembaban pengaruhnya tidak terlalu besar pada pertumbuhan dan perkembangan bakteri hawar daun (BLB) meskipun menurut Suyamto (2007) dalam kondisi yang lembab (terutama pagi hari) kelompok bakteri berupa butiran kuning keemasan dapat ditemukan pada daun-daun yang menunjukkan gejala hawar. Pada pagi hari gejala hawar memang dapat terlihat tapi bila dilihat dari hasil analisis pada Gambar 12 faktor kelembaban tidak terlalu berpengaruh. Dari Gambar 12 juga dapat dilihat luas serangan BLB rata pada tahun 2005-2009 berada di bawah 800 ha dengan kelembaban berkisar antara 50%-90%. Namun hanya pada kodisi kelembaban tertentu luas serangan mencapai lebih dari 1000 ha. Dari Gambar 12 juga dapat terlihat saat kelembaban mencapai 80% luas serangan rendah berada di bawah 200 ha. Keadaan seperti ini dapat terjadi karena pada saat itu tidak ada tanaman padi yang baru di tanam. Tingginya serangan bakteri hawar daun bisa dipengaruhi oleh faktor lain selain kelembaban yang berakibat pada menurunnya hasil produksi padi pada kondisi tertentu. Udara yang lembab dapat mempercepat pertumbuhan bakteri hawar daun. Curah Hujan (mm) Gambar 13. Analisis hubungan luas serangan BLB dengan Curah Hujan di Wilayah Kabupaten Karawang (2005-2009) dengan persamaan y = 167.3 + 2.033x 0.003645x 2