PEMBAHASAN Variasi Gen COI dan Gen COII S. incertulas di Jawa dan Bali

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Penggerek Batang Padi di Indonesia Biologi S. incertulas (Walker)

BIO306. Prinsip Bioteknologi

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tahapan Analisis DNA S. incertulas

menggunakan program MEGA versi

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. hama dapat berupa penurunan jumlah produksi dan penurunan mutu produksi.

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

BAB I PENDAHULUAN. telah mengakibatkan kerugian secara ekonomi pada budidaya pertanian (Li et al.,

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

TINJAUAN PUSTAKA Artemisia annua L.

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Studi Arkeologis dan Genetik Masyarakat Bali

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang

1. PENDAHULUAN. Spesies ikan malalugis atau juga disebut layang biru (Decapterus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

Jumlah Koloni Lombok AcLb11 Kampus lama Univ Mataram, Kec. Selaparang, Mataram. AcLb12 Kelayu, Lombok Timur

BAB I PENDAHULUAN. Intensitas serangannya dapat mencapai 90% di lapang, sehingga perlu

Tabel 1. Komposisi nukleotida pada gen sitokrom-b parsial DNA mitokondria Cryptopterus spp.

HASIL Amplifikasi Ruas Target Pemotongan dengan enzim restriksi PCR-RFLP Sekuensing Produk PCR ruas target Analisis Nukleotida

BAB II Tinjauan Pustaka

PENDAHULUAN. Latar Belakang

ANALISIS SIDIK DNA (DNA Fingerprinting) RFLP (Restriction Fragmen Length Polymorphism)

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB I PENDAHULUAN. Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis

Gambar 2.1 udang mantis (hak cipta Erwin Kodiat)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a)

Keanekaragaman Genetika Ikan Lais Cryptopterus spp. dari Propinsi Riau Berdasarkan Sitokrom-b DNA Mitokondria

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kryptopterus spp. dan Ompok spp.

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala saraf yang progresif dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Korban

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. daging yang beredar di masyarakat harus diperhatikan. Akhir-akhir ini sering

KERAGAMAN MOLEKULER DALAM SUATU POPULASI

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia

PENDAHULUAN. Latar Belakang. beragam di dunia. Kuda (Equus caballus) adalah salah satu bentuk dari

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari

HASIL DAN PEMBAHASAN

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu sistem terpadu yang saling terkait dalam berbagai

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Melon (Cucumis melo L.) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang

PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADI

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

BAB I PENDAHULUAN. di udara, darat, maupun laut. Keanekaragaman hayati juga merujuk pada

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae,

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. benua dan dua samudera mendorong terciptanya kekayaan alam yang luar biasa

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Sapi Friesian Holstein (FH) Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (2009)

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

BIOTEKNOLOGI PERTANIAN TEORI DASAR BIOTEKNOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Multi-Drug Resistance Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) adalah jenis

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

II. TELAAH PUSTAKA. 6. Warna buah Buah masak fisiologis berwarna kuning (Sumber : diolah dari berbagai sumber dalam Halawane et al.

I. PENDAHULUAN. Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kuantitas dan Kualitas DNA Udang Jari Hasil Isolasi

MACAM-MACAM TIPE PCR DAN TEKNIK PEMOTONGAN PROTEIN DENGAN METODE EDMAN SEBAGAI DASAR KERJA ANALISIS SEKUENSING

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa

II. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kamboja (Plumeria sp.)

BAB I PENDAHULUAN. Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information)

Transkripsi:

41 PEMBAHASAN Variasi Gen COI dan Gen COII S. incertulas di Jawa dan Bali Sekuen individu S. incertulas untuk masing-masing gen COI dan gen COII dapat dikelompokkan menjadi haplotipe umum dan haplotipe-haplotipe lain yang merupakan gabungan data sekuen penelitian ini dengan data sekuen yang sudah ada (Tabel 8 untuk gen COI; Tabel 13 untuk gen COII). Haplotipe umum ditentukan berdasarkan sekuen DNA yang paling banyak ditemukan yaitu haplotipe 5 untuk gen COI (Tabel 6) dan haplotipe 1 untuk gen COII (Tabel 11). Fenomena tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan penanda gen COI dan gen COII kemungkinan disebabkan oleh adanya aliran gen maternal dari serangga penggerek batang padi pada semua lokasi di Jawa dan Bali. Fenomena lain pada masing-masing gen mtdna penelitian ini adalah ditemukan haplotipe baru. Jumlah individu S. incertulas untuk haplotipe baru gen COII yaitu haplotipe 5 yang tersebar di semua lokasi penelitian ini. Hal yang berbeda, pada gen COI S. incertulas untuk haplotipe baru (haplotipe 7, 8, 9) hanya ditemukan satu individu untuk tiap lokasi. Haplotipe baru yang ditemukan pada gen COII (haplotipe 5, 6, dan 7) menunjukkan variasi subtitusi nukleotida lebih tinggi dibandingkan dengan gen COI. Tiga haplotipe baru pada gen COII (Tabel 13) memiliki jumlah variasi subtitusi tiap individu antara 3-5 nukleotida yang menghasilkan jarak genetik berkisar antara 0.000-0.016 (Tabel 16). Jarak genetik yang lebih kecil (0.000-0.003) terjadi dari variasi yang sedikit pada gen COI dibandingkan gen COII pada penggerek batang padi kuning hasil penelitian ini (Tabel 11). Selain itu, jumlah individu S. incertulas untuk haplotipe baru gen COII yaitu haplotipe 5 tersebar di semua lokasi penelitian ini. Hal yang berbeda, pada gen COI S. incertulas untuk haplotipe baru (haplotipe 7, 8, 9) hanya ditemukan satu individu untuk tiap lokasi. Jarak genetik yang lebih besar pada gen COII S. incertulas tersebut menghasilkan pohon filogeni COII yang lebih memberikan sinyal filogeni dibandingkan gen COI. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan panjang cabang (branch length) pada pohon filogeni. Panjang cabang pada pohon filogeni memberikan gambaran jumlah perubahan nukleotida (Li 1997). Konstruksi

42 filogeni gen COII S. incertulas membentuk tiga kluster yang menggambarkan pengelompokkan haplotipe baru yang terpisah dengan haplotipe yang sudah ada (Gambar 17). Kluster A merupakan kluster terbesar yang terdiri atas individu S. incertulas yang memiliki haplotipe umum, haplotipe 2, dan haplotipe 4. Kluster B terdiri atas hanya individu S. incertulas yang memiliki haplotipe 3. Haplotipe baru pada penelitian ini yaitu haplotipe 5 dan haplotipe 6 yang berasal dari individu S. incertulas dari berbagai lokasi di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali, mengelompok pada kluster C. Variasi genetik tertinggi (lima substitusi) terdapat pada penggerek batang padi yang dikoleksi di Situbondo (haplotipe 7) menyebabkan haplotipe ini terpisah dari posisi basal untuk kluster A, B, dan C. Filogeni S. incertulas menggunakan gen COI dan gen COII belum memperlihatkan haplotipe yang spesifik dari tiap lokasi. Oleh karena itu, eksplorasi variasi haplotipe lebih lanjut perlu dilakukan di Sumatera, Kalimantan, dan Indonesia bagian timur. Seluruh perubahan basa pada haplotipe baru terjadi pada satu basa, dengan demikian dapat disebut sebagai mutasi titik (point mutation) (Li 1997). Selanjutnya, haplotipe baru yang ditemukan pada sekuen gen COI dan COII S. incertulas merupakan hasil perubahan nukleotida yang termasuk dalam substitusi transisi yang terjadi karena subtitusi oleh salah satu basa purin (basa A atau G) atau salah satu basa pirimidin (basa T atau C) (Hoy 2003). Substitusi transisi terjadi pada haplotipe 7 gen COI S. incertulas, transisi terjadi pada nukleotida ke- 482 dengan perubahan basa C menjadi T. Pada haplotipe 9, subtitusi transisi terjadi pada nukleotida ke-677 dengan perubahan basa yaitu basa A menjadi basa G (Tabel 8). Perubahan basa DNA tidak selalu menyebabkan perubahan asam amino (Avise 1994). Fenomena tersebut dikenal dengan silent mutation atau mutasi sinonim (Li 1997). Hal ini terlihat pada semua variasi nukelotida pada gen COI dan COII, kecuali perubahan basa nukleotida pada haplotipe 5 dan haplotipe 6 (Tabel 13). Perubahan asam amino pada gen COII S. incertulas tersebut adalah pada basa nukleotida ke-220, basa nukleotida A (kodon AUU) menjadi basa nukleotida G (kodon GUU) (Tabel 13). Kodon AUU menyandi isoleusin, sedangkan kodon GUU menyandi valin. Asam amino berubah jika perubahan basa nukleotida terjadi pada basa nukleotida pertama atau kedua dari susunan tiga basa

43 nukleotida (Klug et al. 2006). Walaupun asam amino pada gen COII S. incertulas berubah, asam amino isoleusin dan valin termasuk dalam satu kelompok asam amino non-polar hidrofobik (Nei & Kumar 2000). Oleh karena itu, kemungkinan perubahan asam amino tersebut tidak merubah struktur pada tingkat protein. Analisis gen COII S. incertulas lebih memberikan informasi variasi genetik dibandingkan gen COI. Oleh karena itu, eksplorasi lebih lanjut variasi genetik S. incertulas dapat menggunakan gen COII sebagai penanda molekular. Informasi variasi haplotipe dapat digunakan untuk mengetahui asal-usul S. incertulas. Eksplorasi variasi genetik lebih lanjut dapat dilakukan terhadap distribusi S. incertulas di Asia untuk mendapatkan gambaran besar pengelompokkan penggerek batang padi yang akan memberikan informasi asal usul penggerek batang padi di Indonesia. Sebagai contoh, di Jepang, variasi haplotipe gen COII digunakan untuk menunjukkan ada dua garis asal-usul O. furnacalis yaitu garis asal usul A yang berasal dari empat pulau utama di Jepang (Hokkaido, Honshu, Shikoku, dan Kyushu) serta Cina. Pada garis asal-usul B yang terdiri atas dua pulau utama di Jepang (Hokkaido dan Kyushu) serta Filipina (Hoshizaki et al. 2008a). Selain itu, hubungan kekerabatan antar indvidu dalam satu spesies dapat diketahui berdasarkan penanda mitokondria. Lange et al. (2004) melakukan penelitian dengan menggunakan gen COII S. excerptalis asal India dan Papua Nugini. Berdasarkan penanda gen COII tersebut menunjukkan bahwa S. excerptalis termasuk ke dalam kluster Crambidae, serta terpisah dengan kluster Pyralidae. Deteksi Dini S. incertulas Penentuan spesies penggerek batang padi Famili Crambidae dapat dilakukan dengan menggunakan database sekuen gen COI dan gen COII S. incertulas di Jawa dan Bali sudah ada pada penelitian ini. Selain itu, database sekuen gen COI S. innotata sudah di analisis dan dapat diakses pada GenBank (Nomor Akses: AB495264). Penentuan spesies penggerek batang padi dilakukan pada fase instar ke-1, karena morfologi larva instar ke-1 sulit dibedakan antar spesies. Aplikasi molekular menggunakan gen penanda COII dilakukan untuk identifikasi lima spesies kutu daun pada tanaman jeruk yaitu Planococus citri,

44 Paracoccus burnerae, Pseudococcus longispinus, Pseudococcus calceolariae, Pseudococcus viburni (Hemiptera: Pseudococcidae). Serangan serangga pada tanaman jeruk menyebabkan kualitas buah jeruk menjadi rendah. Akibatnya, proses ekspor buah tersebut dari Afrika ke Amerika terganggu (Pieterse et al. 2010). Berdasarkan sekuen hasil penelitian ini, deteksi awal selanjutnya dapat menggunakan metode lebih mudah, cepat, ekonomis yaitu Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP). Metode RFLP ini telah digunakan untuk mengetahui variasi haplotipe gen COI dan gen COII O. nubilalis. Karakteristik gen-gen mtdna O. nubilalis tersebut menemukan 26 titik mutasi dari 1414 individu yang berasal dari 15 lokasi di Amerika Utara. Hasil pemotongan menggunakan enzim restriksi pada metode RFLP tersebut menunjukkan polimorfisme yang rendah. Polimerfisme yang rendah tersebut terlihat pada situs pemotongan menggunakan enzim restriksi DdeI, HaeIII, MspI, dan Sau3AI untuk tiap gen mtdna O. nubilalis. Selain itu, hasil situs pemotongan enzim restriksi tersebut menunjukkan hanya ada sepuluh haplotipe yang ditemukan (Coates 2004). Metode-metode analisis variasi DNA tersebut dapat dilakukan untuk eksplorasi lanjutan data base variasi haplotipe S. incertulas di Indonesia. Pemantauan S. incertulas dengan melakukan analisis DNA digunakan sebagai penanda genetik organisme. Pemantauan serangan S. incertulas secara genetik perlu dilakukan untuk mengetahui kelimpahan dan distribusi serangga tersebut di Indonesia. Di Cina, pemantauan terhadap penggerek batang padi C. suppressalis telah dilakukan sejak tahun 1990. Pengendalian C. suppressalis dilakukan terhadap data distribusi serangga tersebut pada beberapa daerah di dataran rendah dan mediterania Cina. Berdasarkan pemantauan C. suppressalis tersebut diketahui bahwa kelimpahan C. suppressalis disebabkan oleh faktor iklim, aktivitas manusia, tipe kultivar padi, serta keberadaan musuh alami (Li & Li 1996). Selanjutnya, analisis secara molekular C. suppresalis dilakukan untuk mengetahui keragaman genetik serangga tersebut di Cina. Analisis tersebut menggunakan penanda molekular pada genom inti dan genom mitokondria. Penelitian tersebut menyatakan bahwa

45 analisis variasi genetik menggunakan gen mtdna lebih menunjukkan tingkat diferensiasi dibandingkan dengan DNA inti. Berdasarkan mtdna, variasi haplotipe pada C. suppressalis yaitu gen COI terdapat 27 haplotipe, gen COII terdapat 24 haplotipe, gen NADH dehydrogenase subunit 1 (ND1) terdapat 25 haplotipe, dan gen large ribosomal RNA subunit 16 (16S lrrna) terdapat 22 haplotipe. Selanjutnya, analsis variasi genetik menggunakan DNA inti pada empat lokus mikrosatelit menunjukkan haplotipe yang tidak signifikan pada empat lokus dengan rata-rata heterozigositas antara 0.591 sampai 0.725. Selain itu, berdasarkan data haplotipe pada gen mtdna dan mikrosatelit DNA inti, populasi C. suppressalis di Cina terbagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok Cina bagian tengah (CC), kelompok Cina bagian utara dan timur laut (NN), dan kelompok Cina bagian barat daya (SW) (Meng et al. 2008). Aplikasi dan Rencana Penelitian Selanjutnya Metode molekular sekuen DNA dapat digunakan untuk identifikasi secara akurat. Agusti et al. (2005) membandingkan persentase parasitoid pada O. nubilalis menggunakan teknik morfologi dan molekular. Berdasarkan identifikasi morfologi tidak ada perbedaan antara parasitoid pada larva ngengat penggerek jagung tersebut. Sedangkan analisis molekular dengan meneggunakan gen COI diperoleh dua spesies parsitoid pada larva ngengat ini yaitu Lydella thompsoni (Herting) dan Pseudoperichaeta nigrolineata (Walker) (Diptera: Tachinidae). (Agusti et al. 2005). Analisis genetik menggunakan gen COI juga dapat digunakan untuk menentukan terbentuknya dua biotipe parasitoid Sturmiopsis parasitica (Curran) (Diptera: Tachnidae) di Afrika. Kedua biotipe tersebut yang dibedakan berdasarkan sekuen divergen gen COI sebesar 5.3%. Analisis filogeni pada serangga tersebut juga menunjukkan polimorfisme intras spesies S. parasitica (Ditrich et al. 2005). Penelitian ini memberikan data dasar bahwa sekuen DNA gen COII pada ngengat S. incertulas memiliki variasi yang lebih tinggi dibandingkan gen COI. Dengan demikian, untuk analisis atau aplikasi selanjutnya dapat menggunakan gen COII.

46 Berdasarkan sekuen DNA gen COII hasil penelitian ini (Lampiran 6) dapat dilanjutkan dengan metode RFLP (Hoy 2003) yaitu dengan menganalis jenis enzim restriksi yang memotong gen COII. Pola pita DNA hasil pemotongan gen COII dengan enzim restriksi dipilih pola yang spesifik yang mencirikan masingmasing spesies penggerek batang padi. Selain itu, metode RFLP dapat dilakukan juga untuk menganalisis jumlah haplotipe (Kourti 2006). Analisis RFLP ini telah dilakukan pada empat populasi penggerek batang jagung Sesamia nonagriodes (Lepidoptera: Noctuidae) dari Mediteranean (Yunani dan Spanyol) berdasarkan sekuen gen COI dan gen COII yang sudah dihasilkan (Kourti 2006). Lima enzim restriksi yaitu BglIII, EcoRI, EcoRV, SacI, dan XhoI digunakan dalam RFLP dan berhasil menemukan dua haplotipe ngengat S. nonagriodes (Kourti 2006). Berdasarkan hasil penelitian ini, dalam pelaksanaan metode RFLP pada gen COII, suhu annealing pada PCR untuk RFLP perlu ditingkatkan menjadi 55 o C dari suhu 50 o C yang digunakan dalam penelitian ini. Dengan meningkatkan suhu annealing amplifikasi gen COII menjadi 55 o C, maka dapat dihasilkan amplikon tunggal (data tidak dipublikasikan) sebagai sumber fragmen DNA untuk analisis RFLP.