VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa
|
|
- Indra Widjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM 6.1 Pembahasan Umum Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa Manawa Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo, di peroleh bahwa kontribusi terbesar yang mengatur populasi O. furnacalis adalah faktor biotik yaitu musuh alami (predator dan parasitoid). Faktor abiotik yaitu iklim (curah hujan, suhu, kelembaban) dan kandungan C-organik, N-total dan C/N Ratio yang ada dalam tanah dan tanaman tidak memberikan kontribusi terhadap kepadatan kelompok telur dan larva O. furnacalis. Hal bisa jadi karena ada faktor yang tidak teramati seperti kejadian hujan yang jatuh pada malam hari. Di Gorontalo, ditemukan ada dua jenis penggerek batang jagung, yaitu jenis O. furnacalis dan Sesamia inferens. Jenis yang sering ditemukan dan konsisten ada pada setiap musim tanam adalah jenis penggerek O. furnacalis. Hama penggerek batang jagung O. furnacalis mulai mendatangi tanaman jagung hibrida Bisi-2 dan bertelur pada umur 17 hari setelah tanam (hst). Hal ini terbukti dari penemuan pertama kali satu kelompok telur O. furnacalis. Litsinger et al. (2007) melaporkan bahwa di Filipina (Mindanao Selatan), penggerek batang jagung O. furnacalis mulai melakukan oviposisi pada tanaman jagung yang berumur 21 hst. Subiadi (2012) juga melaporkan bahwa oviposisi O. furnacalis pada tanaman jagung hibrida Pioner 21 dimulai pada saat tanaman jagung berumur 34 hst. Puncak oviposisi O. furnacalis pada tanaman jagung hibrida Bisi-2 di Desa Manawa terjadi pada umur 30 dan 44 hst dengan rata-rata kepadatan 0,22 114
2 dan 0,09 kelompok telur/tanaman. Hal ini secara tidak langsung dapat disebabkan karena adanya kandungan N-Total yang ada pada tanaman jagung sebagai sumber nutrisi bagi larva. Kandungan N sebagai penyusun asam amino merupakan faktor yang mempengaruhi penerimaan inang oleh imago betina untuk oviposisi (Zhang et al., 2011). Selain itu metabolit sekunder yang dikeluarkan oleh tanaman jagung menjadi faktor yang mempengaruhi interaksi hama dan tanaman terutama penerimaan tanaman sebagai tempat untuk oviposisi. Aluja et al. (2011) dan Showler et al. (2011) menyatakan bahwa oviposisi sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, tanaman untuk tempat meletakkan telur dan tersedianya nutrisi yang berkualitas baik. Pada pengamatan 37 hst rata-rata kepadatan kelompok telur O. furnacalis di desa Manawa turun menjadi 0,03 kelompok telur/tanaman. Hal ini sesuai dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang menunjuk bahwa oviposisi biasanya hanya berlangsung selama satu minggu dengan puncak oviposisi terjadi pada umur empat sampai lima hari ( Nonci, 2004; Surtikanti, 2006; Pabbage et al., 2007; Hussein & Ibrahim, 1992; dan Nafus & Schreiner, 1991 cit. Subiadi, 2012). Selain itu karena tingginya jumlah tanaman jagung yang terserang penggerek, maka banyak terbentuk serbuk kotoran larva O. furnacalis yang mengandung bau yang bersifat menolak oviposisi, sehingga ketika imago betina terbang di sekitar tanaman jagung yang ada serangan dan mencium bau tersebut tidak jadi melakukan opivosisi. Imago betina akan memilih tanaman jagung lain yang tidak terserang (sehat) yang dapat dideteksi oleh imago betina (Li & Ishikawa, 2004; Arimura et al., 2005; Guerenstein & Hildebrand, 2008). Hal ini 115
3 mengakibatkan jumlah kelompok telur yang diletakkan pada tanaman jagung menjadi berkurang. Aluja et al. (2011) menyatakan bahwa oviposisi sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, tanaman untuk tempat meletakkan telur dan tersedianya nutrisi yang berkualitas baik. Pada pengamatan 44 dan 51 hst, jumlah kelompok telur baru meningkat lagi masing-masing dengan rata-rata 0,09 dan 0,06 kelompok telur/tanaman, hal ini diduga imago generasi pertama ada yang berhasil hidup dan beroviposisi. Waktu yang dibutuhkan dari telur sampai imago dan siap oviposisi sekitar hari. Hussein & Ibrahim (1992) dan Nonci (2004) menyatakan bahwa siklus hidup O. furnacalis dari telur sampai imago sekitar hari. Imago betina O. furnacalis tidak meletakkan kelompok telur pada tanaman jagung di minggu pertama dan minggu terakhir menjelang panen, bisa jadi pada minggu pertama kandungan dimboa pada tanaman jagung muda cukup tinggi sehingga dapat meracuni serangga dan dapat mengganggu aktifitas makan larva O. furnacalis (Yan et al., 1999; Kojima et al., 2010), sedangkan pada minggu terakhir kandungan nutrisi pada daun/pucuk dan batang pada tanaman jagung tua sudah berkurang, karena sudah disimpan pada bunga dan biji. Kondisi ini menyebabkan imago betina O. furnacalis tidak akan meletakkan telur pada tanaman tersebut, akibatnya jumlah kelompok telur menjadi berkurang (Litsinger et al., 2007). Kepadatan kelompok telur O. furnacalis, jika dikorelasikan dengan faktor abiotik (iklim) yaitu curah hujan, suhu, dan kelembaban nilai korelasinya cukup. Curah hujan berkorelasi negatif (-0,376), artinya jika terjadi peningkatan jumlah 116
4 curah hujan, terutama pada malam hari akan mengganggu penerbangan imago untuk melakukan oviposisi, sehingga jumlah kelompok telur yang diletakkan oleh imago betina O. furnacalis akan berkurang. Nonci (2004) menyatakan bahwa imago betina O. furnacalis melakukan oviposisi pada malam hari, Budiman (2014) melaporkan bahwa oviposisi dimulai pada jam sampai dengan WIB. Pada penggerek batang jagung Ostrinia nubilalis, curah hujan dengan intensitas tinggi akan memberikan pengaruh yang kurang baik terhadap oviposisi (Ciancio et al., 2007). Korelasi antara larva dewasa (instar ke 4 dan ke 5) O. furnacalis dengan iklim (curah hujan, suhu, dan kelembaban), adalah negatif dengan nilai korelasi rendah sampai cukup. Korelasi ini menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan jumlah curah hujan, dan kelembaban maka akan meningkatkan mortalitas pada larva instar awal. Diduga curah hujan telah menjatuhkan larva instar awal ke atas permukaan tanah, sehingga larva menjadi kelaparan dan mati atau dimangsa predator. Hal ini menyebabkan berkurangnya jumlah larva yang berhasil hidup sampai imago. Selain itu bisa jadi karena adanya migrasi larva dari tanaman satu ke tanaman jagung lain didekatnya, sehingga peluang untuk dimangsa oleh predator cukup besar. Pemencaran yang terjadi pada penggerek batang jagung O. furnacalis adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, yaitu dengan mencari sumber pakan yakni tanaman jagung. Pemencaran pada larva biasanya hanya pada tanaman di sekitar kelompok telur diletakkan, karena larva yang baru menetas mobilitasnya rendah dan terbatas pada areal tertentu (Trisyono, 1989). 117
5 Pemencaran pada larva O. furnacalis dari tanaman jagung satu ke tanaman jagung lain di dekatnya dapat dibantu oleh benang sutra yang dihasilkannya (Litsinger et al., 2007). Hyde et al., 1999 cit. Yanni et al. (2010) melaporkan larva Ostrinia nubilalis yang baru menetas biasanya akan memakan daun selama 2-3 hari setelah itu akan berpindah ke bagian tanaman lain seperti batang. Camarao (1976) cit. Litsinger et al. (2007) melaporkan bahwa pada pertumbuhan awal tanaman jagung banyak ditemukan larva muda (instar ke 1, ke 2, dan ke 3) yang mati, hal ini dapat disebabkan karena tanaman muda tidak dapat melindungi larva dari terpaan hujan. Bonhof dan Overholt (2001), juga menyatakan bahwa hujan dapat menjatuhkan larva instar awal yang berada di daun dan pucuk, ke atas permukaan tanah sehingga larva mengalami kelaparan, kekeringan dan dipredasi. Selanjutnya analisis korelasi antara kepadatan kelompok telur dan larva dengan kandungan (C-Organik, N-Total dan C/N Ratio) tanah dan tanaman jagung, diperoleh bahwa kepadatan kelompok telur dan larva O. furnacalis berkorelasi positif dengan N-Total pada tanah. Tersedianya N-Total yang cukup dalam tanah merupakan unsur yang sangat diperlukan oleh tanaman dalam mendukung pertumbuhan organ vegetatif. Putra (2011) menyatakan bahwa tanaman jagung yang dipupuk dengan N dalam jumlah yang besar akan menyebabkan tanaman menjadi subur sehingga lebh disukai oleh serangga herbivora. Ketersediaan N-Total dalam tanaman yang sehat tidak ada gejala serangan O. furnacalis berkorelasi positif dengan keberadaan kelompok telur. Ada indikasi 118
6 bahwa imago betina lebih memilih tanaman jagung yang sehat tidak ada gejala serangan untuk tempat meletakkan kelompok telur, daripada tanaman jagung yang rusak terserang O. furnacalis. Guerenstein & Hildebrand (2008) dan Huang et al. (2009) melaporkan bahwa imago betina O. furnacalis akan memilih tanaman sehat untuk tempat meletakkan telur daripada tanaman jagung yang rusak, hal ini karena tanaman jagung yang rusak menunjukkan gejala serangan akan mengeluarkan senyawa kimia farnesene yang bersifat menolak imago, tetapi menarik bagi larva O. furnacalis. Keberadaan larva pada tanaman jagung yang rusak, menunjukkan ada korelasi yang kuat dengan C-Organik, N-Total dan C/N Ratio. Holopainen, 2004 cit. Huang et al. (2009) melaporkan bahwa ada fenomena biologis terhadap tanggapan serangga pada senyawa kimia volatil yang dikeluarkan tanaman inang, ternyata senyawa kimia tersebut memiliki fungsi yang berbeda tergantung pada tahap kehidupan serangga, apakah stadia larva atau imago. Pada uji faktor mortalitas pada kelompok telur muda (umur 1 hari) dan tua (umur 2 hari), pada penelitian ini ditemukan bahwa faktor mortalitas tersebut adalah musuh alami (predator dan parastoid). Faktor mortalitas kunci pada telur muda umur 1 hari adalah parasitoid, sedangkan pada telur tua umur 2 hari adalah predator. Hasil analisis regresi dan korelasi menunjukkan tidak signifikan, artinya jumlah telur per kelompok tidak mempengaruhi tingkat parasitasi dan predasi. Hal ini bisa disebabkan karena parasitoid dan predator tidak menemukan kelompok telur yang dipaparkan di lapangan. 119
7 Tetapi ada indikasi parasitoid lebih menyukai telur muda umur 1 hari daripada telur tua umur 2 hari walaupun tidak melalui uji preferensi, karena telur yang muda umur 1 hari kualitasnya lebih baik daripada telur tua umur 2 hari (Godfray, 1994) seperti parasitoid Trichogramma bactrae-bactrae parasitoid telur pada Etiella sp., tingkat parasitasinya lebih tinggi pada telur yang berumur 1 hari daripada telur yang berumur 2 hari (Djuwarso et al., 1997 cit. Marwoto, 2010). Selanjutnya predator yang dapat mempredasi telur O. furnacalis di lapangan contohnya Chrysopa spp., Coccinella septempunctata L., dan larva Syrphid dengan tingkat predasi sekitar 5-10% (Kuhar et al., 2002). Uji mortalitas pada larva muda (instar ke 1, ke 2, dan ke 3) dan larva tua (instar ke 4 dan ke 5) didapat bahwa mortalitas tertinggi terjadi pada larva muda dengan rata-rata 73,33%, sedangkan pada larva tua hanya 33,33%. Tingginya angka mortalitas pada larva muda, diduga karena ukuran tubuh larva yang kecil, lunak dan mudah stres karena kekeringan. Selain itu jika terjadi hujan akan menyebabkan larva tenggelam dalam genangan air atau jatuh ke permukaan tanah sehingga menyebabkan mortalitas pada larva (Litsinger et al., 2007). Dari hasil pengamatan terhadap kontribusi faktor abiotik dan biotik, terhadap pengaturan populasi O. furnacalis di Desa Manawa Kecamatan Patilanggio Kabupaten Pohuwato, didapatkan bahwa faktor mortalitas biotik yang lebih berperan sebagai faktor yang mengatur populasi penggerek batang jagung O. furnacalis. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan uji mortalitas pada kelompok telur dan larva O. furnacalis di Desa Hulawa Kabupaten Gorontalo. Hal ini adalah untuk melihat seberapa besar mortalitas yang terjadi pada 120
8 kelompok telur muda dan tua, serta larva muda dan tua karena faktor biotik. Untuk itu dilakukan analisis tabel kehidupan. Analisis tabel kehidupan dilakukan untuk melihat deskripsi secara komprehensif terhadap kelangsungan hidup, perkembangan, reproduksi, musuh alami dan faktor mortalitas spesifik pada O. furnacalis (Chi & Yang, 2003). Dari tabel kehidupan akan diketahui interaksi yang terjadi antara musuh alami dengan mangsa dan inang, sehingga akan memudahkan dalam pengelolaan ekosistem dan pengendalian hama ( Bailey et al., 2011; Davis, et al., 2011). Hasil penelitian ditemukan bahwa faktor mortalitas pada telur adalah parasitoid, sedangkan pada larva instar ke 1-5 adalah predator. Faktor mortalitas pada kelompok telur dan larva adalah parasitoid dan predator sebesar 88,3%, yang terdiri atas parasitasi telur (16,0%), predasi telur (9,1%) dan predasi larva instar satu sampai lima sebesar 63,2%. Faktor mortalitas kunci karena predator (k 5 ) pada instar 1 sebesar (50,4%) dengan nilai 0,6774. Parasitoid dan predator merupakan faktor tergantung kepadatan yang peranannya sangat dipengaruhi oleh fluktuasi kepadatan populasi hama penggerek batang jagung O. furnacalis (Mahrub, 1999). Parasitoid telur yang ditemukan memarasit kelompok telur O. furnacalis di Gorontalo adalah parasitoid telur Trichogramma papilionis Nagarkatti. Persentase parasitasinya pada sepuluh kelompok telur sekitar 16,0%, sedangkan kemampuan parasitasi pada satu kelompok telur dapat mencapai 100%.. Sulaiman et al. (2004) melaporkan bahwa parasitoid ini memainkan peran yang 121
9 penting dalam mengurangi kerusakan pada tanaman jagung di Malaysia akibat penggerek O. furnacalis dengan tingkat parasitasi 50-72%. Selain parasitoid telur, di Gorontalo juga ditemukan parasitoid larva instar terakhir dan pupa, yaitu ordo Diptera famili Tachinidae dengan tingkat parasitasi sebesar 50-53,3%. Swibawa dan Susilo (2001) melaporkan bahwa semut sekitar 65% mendominasi jumlah serangga yang ditemukan pada tanaman jagung, sedangkan Carabidae jumlah populasinya sedikit. Untuk mempertahankan keberadaan musuh alami lokal dan serangga berguna lainnya, dianjurkan penggunaan insektisida kimia sintetik perlu dihindari, sehingga individu-individu yang rentan tidak menjadi hilang berganti dengan individu yang secara genetik lebih tahan terhadap pestisida (Witjaksono, 2004). Faktor biotik merupakan faktor yang mengatur populasi O. furnacalis di Gorontalo. Hal ini menyebabkan populasi penggerek batang jagung tetap terkontrol dan populasinya tetap rendah. Hal ini dapat dilihat pada tabel kehidupan, yaitu dari 10 kelompok telur yang berumur seragam dengan jumlah 462 telur, menetas 313 larva yang hidup sampai instar 1 sejumlah 295 larva, dan yang hidup sampai dewasa adalah 3 imago dengan perbandingan 1 jantan dan 2 betina, jadi hanya sekitar 0,7% tingkat kelangsungan hidup O. furnacalis. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan tingkat kelangsungan hidup (lx) pada setiap stadium seiring dengan bertambahnya umur stadia (Khosravi & Sendi, 2010). Fenomena ini menggambarkan bahwa dengan jumlah populasi yang sedikit akan berdampak pada luas serangan yang rendah dan terlihat dari luas serangan O. 122
10 furnacalis di Gorontalo termasuk kategori serangan ringan (Anonim,2012b; 2013). 6.2 Kesimpulan Umum 1. Faktor abiotik yaitu iklim (curah hujan, suhu, kelembaban) dan nutrisi tanah (C/N Ratio) di Desa Manawa Kecamatan Patilanggio Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kepadatan kelompok telur dan larva O. furnacalis. 2. Mortalitas telur muda O. furnacalis karena faktor biotik (parasitoid dan predator) di Desa Hulawa Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo lebih tinggi (57,04%) dibandingkan pada telur tua (37,12%). Tingkat parasitasi pada telur muda mencapai 38,35% dan predasi 18,69%, sedangkan pada telur tua tingkat parasitasinya hanya 7,01% tetapi predasinya mencapai 30,11%. Mortalitas pada larva muda O. furnacalis karena faktor biotik (predator) lebih tinggi (73,33%) dibandingkan pada larva tua (33,33%). 3. Berdasarkan tabel kehidupan Ostrinia furnacalis di Desa Hulawa, faktor biotik (parasitoid dan predator) menyebabkan mortalitas yang sangat tinggi (88,3%). Telur yang berhasil menetas menjadi larva mengalami predasi yang sangat tinggi (63,2%), karena besarnya faktor biotik dalam menyebabkan mortalitas O. furnacalis maka populasi O. furnacalis tetap terkendali. 123
I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Provinsi Gorontalo memiliki wilayah seluas ha. Sekitar
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Gorontalo memiliki wilayah seluas 1.221.544 ha. Sekitar 463.649,09 ha adalah areal potensial untuk pertanian, tetapi baru seluas 293.079 ha yang dimanfaatkan.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resistensi Tanaman Terhadap Serangan Hama Ketahanan/resistensi tanaman terhadap hama/penyakit adalah sekelompok faktor yang pada hakekatnya telah terkandung dalam tanaman
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan
Lebih terperinciGambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)
HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Fluktuasi populasi dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik meliputi makanan,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fluktuasi populasi dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik meliputi makanan, predasi, kompetisi, suhu, kelembaban, intensitas cahaya, dll., dan faktor intrinsik meliputi
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Populasi Rhopalosiphum maidis Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kutu daun R. maidis mulai menyerang tanaman jagung dan membentuk koloni sejak tanaman berumur
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Sawah organik dan non-organik Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida kimia dan hasil rekayasa
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun
TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Pengambilan Data Mikrohabitat Belalang pada
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Pengambilan Data Mikrohabitat Belalang pada Tanaman Jagung. Lokasi penelitian Mikrohabitat hama belalang pada tanaman jagung dilakukan di Desa
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Hama pada Pertanaman Edamame Hama Edamame pada Fase Vegetatif dan Generatif
14 HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Hama pada Pertanaman Edamame Hama-hama yang ditemukan menyerang pertanaman kedelai edamame pada fase vegetatif umur 24 sampai 31 HST ada empat jenis, yaitu A. glycines,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur
TINJAUAN PUSTAKA 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga
TINJAUAN PUSTAKA Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga hama utama pada tanaman kopi yang menyebabkan kerugian
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Peletakan Telur Kepik Coklat pada Gulma
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Peletakan Telur Kepik Coklat pada Gulma Hasil analisis varians menunjukkan bahwa umur tanaman kedelai tidak berpengaruh nyata terhadap distribusi peletakan telur,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut:
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) larva penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda
Lebih terperinciDINAMIKA POPULASI HAMA UTAMA JAGUNG. S. Mas ud, A. Tenrirawe, dan M.S Pabbage Balai Penelitian Tanaman Serealia
DINAMIKA POPULASI HAMA UTAMA JAGUNG S. Mas ud, A. Tenrirawe, dan M.S Pabbage Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Penanaman jagung secara monokultur yang dilakukan beruntun dari musim ke musim, memperkecil
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. buku pertama di atas pangkal batang. Akar seminal ini tumbuh pada saat biji
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Raven (1992) dalam taksonomi tumbuhan, tanaman jagung diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisio Kelas Ordo Family Genus : Plantae : Anthophyta : Monocotyledonae
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran
TINJAUAN PUSTAKA Ulat kantong Metisa plana Walker Biologi Hama Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai berikut: Kingdom Phyllum Class Ordo Family Genus Species : Animalia
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata
15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :
Lebih terperinciPEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI
PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI Arifin Kartohardjono Balai Besar Penelitian Tanaman padi ABSTRAK Penelitian
Lebih terperinciHAMA KUMBANG BIBIT Plesispa reichei PADA TANAMAN KELAPA. Amini Kanthi Rahayu, SP. POPT Ahli Pertama
HAMA KUMBANG BIBIT Plesispa reichei PADA TANAMAN KELAPA Amini Kanthi Rahayu, SP POPT Ahli Pertama Latar Belakang Berbagai hama serangga banyak yang menyerang tanaman kelapa, diantaranya kumbang badak Oryctes
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik lokasi Penelitian dilakukan di Desa Padajaya Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Lokasi penelitian termasuk dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 1300 meter di atas
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,
TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur penggerek batang tebu berbentuk oval, pipih dan diletakkan berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan
Lebih terperinciDINAMIKA POPULASI HAMA PENYAKIT UTAMA JAGUNG DAN MUSUH ALAMINYA
DINAMIKA POPULASI HAMA PENYAKIT UTAMA JAGUNG DAN MUSUH ALAMINYA A. Tenrirawe Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Hama merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kehilangan hasil jagung. Penanaman
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.
4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Lalat Buah (Bactrocera sp.) Menurut Deptan (2007), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: kingdom: Animalia, filum : Arthropoda, kelas : Insect, ordo : Diptera,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong
TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Ngengat meletakkan telur di atas permukaan daun dan jarang meletakkan di bawah permukaan daun. Jumlah telur yang diletakkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru
Lebih terperinciParasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae
Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae Oleh Feny Ernawati, SP dan Umiati, SP POPT Ahli Muda BBPPTP Surabaya Pendahuluan Parasitoid adalah serangga yang memarasit serangga atau binatang arthopoda
Lebih terperinciSURVEI PENGGEREK BATANG JAGUNG DAN KOMPLEKS MUSUH ALAMINYA DI PROVINSI GORONTALO SURVEY CORN BORER AND NATURAL ENEMIES COMPLEX IN GORONTALO PROVINCE
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Vol. 16, No. 2, 2010: 82 87 SURVEI PENGGEREK BATANG JAGUNG DAN KOMPLEKS MUSUH ALAMINYA DI PROVINSI GORONTALO SURVEY CORN BORER AND NATURAL ENEMIES COMPLEX IN GORONTALO
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kebugaran T. chilonis pada Dua Jenis Inang Pada kedua jenis inang, telur yang terparasit dapat diketahui pada 3-4 hari setelah parasitisasi. Telur yang terparasit ditandai dengan perubahan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan
3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Metode Penelitian
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Intensitas serangannya dapat mencapai 90% di lapang, sehingga perlu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggerek batang padi adalah salah satu hama utama pada tanaman padi. Intensitas serangannya dapat mencapai 90% di lapang, sehingga perlu mendapatkan perhatian serius.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang
5 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Trichogrammatidae) Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang bersifatgeneralis. Ciri khas Trichogrammatidae terletak
Lebih terperinciPeran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem
Peran Varietas Tahan dalam PHT Dr. Akhmad Rizali Stabilitas Agroekosistem Berbeda dengan ekosistem alami, kebanyakan sistem produksi tanaman secara ekologis tidak stabil, tidak berkelanjutan, dan bergantung
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Intensitas Serangan Hama Penggerek Tongkol (H. armigera Hubner) Dari hasil penelitian intensitas serangan H. armigera Hubner pada varietas Motorokiki dan Bisi-2 dapat dilihat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)
TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Wereng Batang Cokelat
TINJAUAN PUSTAKA Wereng Batang Cokelat Wereng batang cokelat (WBC) Nilaparvata lugens Stål adalah serangga yang termasuk dalam Ordo Hemiptera, Subordo Auchenorrhyncha, Superfamili Fulgoroidea, Famili Delphacidae
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanaman jagung di Indonesia (Zea mays L.) merupakan komoditas tanaman
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman jagung di Indonesia (Zea mays L.) merupakan komoditas tanaman pangan terpenting kedua setelah padi. Tanaman ini berasal dari Amerika. Sekitar abad ke-16,
Lebih terperinciPENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADI
PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADI I. PENDAHULUAN Kabupaten Bantul mencanangkan sasaran : (1). Padi, luas tanam 32.879 ha, luas panen 31.060 ha, produktivitas 65,43 ku/ha GKG, produksi 203.174 ton, ( 2)
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. beberapa hari berubah menjadi coklat muda. Satu atau dua hari menjelang
TINJAUAN PUSTAKA P. castaneae Hubner (Lepidoptera: Cossidae) Biologi Telur - telur yang masih baru berwarna putih kotor. Warna tersebut selang beberapa hari berubah menjadi coklat muda. Satu atau dua hari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tanaman akan tumbuh subur dengan seizin Allah SWT. Jika Allah tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman akan tumbuh subur dengan seizin Allah SWT. Jika Allah tidak mengizinkan berbagai halangan bisa muncul yang menyebabkan tanaman itu tidak tumbuh subur, walaupun
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda
Lebih terperinciuntuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang
untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk
Lebih terperinciTINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK TONGKOL, ULAT GRAYAK, DAN BELALANG PADA JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. Abdul Fattah 1) dan Hamka 2)
TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK TONGKOL, ULAT GRAYAK, DAN BELALANG PADA JAGUNG DI SULAWESI SELATAN Abdul Fattah 1) dan Hamka 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan 2) Balai Proteksi
Lebih terperinci2016 PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI MACAM PAKAN ALAMI TERHAD APPERTUMBUHAN D AN PERKEMBANGAN FASE LARVA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kupu-kupu merupakan satwa liar yang menarik untuk diamati karena keindahan warna dan bentuk sayapnya. Sebagai serangga, kelangsungan hidup kupu-kupu sangat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Keragaman Iklim
TINJAUAN PUSTAKA Keragaman Iklim Keragaman iklim merupakan perubahan nilai rerata atau varian dari unsurunsur iklim seperti radiasi matahari, suhu, curah hujan, kelembaban, angin dan sebagainya dalam rentang
Lebih terperinciBAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis insektisida nabati dan waktu aplikasinya
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mortalitas T. bactrae-bactrae satu hari setelah infestasi Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis insektisida nabati dan waktu aplikasinya tidak berpengaruh terhadap
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. pada 8000 SM yaitu ke Pulau Solomon, Hebrida Baru dan Kaledonia Baru.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Tebu Tanaman tebu diduga berasal dari daerah Pasifik Selatan, yaitu New Guinea dan selanjutnya menyebar ke tiga arah yang berbeda. Penyebaran pertama dimulai pada 8000 SM
Lebih terperinciPenggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya
Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya Produksi gula nasional Indonesia mengalami kemerosotan sangat tajam dalam tiga dasawarsa terakhir. Kemerosotan ini menjadikan Indonesia yang pernah menjadi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ulat Kantong (Metisa plana) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat Kantong (M. plana) merupakan salah satu hama pada perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Hama ini biasanya memakan bagian atas daun, sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di antaranya disebabkan serangan hama tanaman. Banyak hama yang menyerang tanaman kubis, salah satunya
Lebih terperinci1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat
1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan dan pakan ternak yang sangat
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan dan pakan ternak yang sangat penting. Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan pokok kedua setelah padi. Sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi karena berbagai manfaat yang terdapat di dalam kubis. Kubis dikenal sebagai sumber vitamin A, B, dan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi (Coffea spp.) Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Colombia. Dari total produksi, sekitar 67% diekspor sedangkan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan)
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Kelompok Peneliti Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Penelitian dimulai dari bulan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam kondisi pertanian Indonesia saat ini dengan harga pestisida tinggi, menyebabkan bahwa usaha tani menjadi tidak menguntungkan sehingga pendapatan tidak layak. Kondisi
Lebih terperincicommit to users I. PENDAHULUAN
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya jumlah dan tingkat kesejahteraan penduduk, maka kebutuhan akan hasil tanaman padi ( Oryza sativa L.) yang berkualitas juga semakin banyak. Masyarakat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang penting dalam pertanian di Indonesia karena memiliki berbagai manfaat, baik
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Jagung dapat tumbuh pada daerah dengan ketinggian m dpl dan dapat hidup baik
TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Tanaman Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas strategis dan bernilai ekonomis, serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat
Lebih terperinciAGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)
AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN) HAMA Hama utama tanaman kedelai adalah: 1. Perusak bibit 2. Perusak daun 3. Perusak polong 4.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut
TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacg) berasal dari Nigeria, Afrika
PENDAHULUAN Latar belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacg) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika selatan yaitu
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik
TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial atau regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Tingkat keasaman
Lebih terperinciTetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima
Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Oleh : Umiati, SP dan Irfan Chammami,SP Gambaran Umum Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman perkebunan industry berupa pohon batang lurus
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus
TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Serangga predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan serangga predator sudah dikenal
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Ulat Api (Setothosea asigna) Hama ulat api (Setothosea asigna) merupakan salah satu hama paling penting di Indonesia yang dapat merusak tanaman kelapa sawit. Spesies
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti :
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Ulat Kantong Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti : Kingdom : Animalia Subkingdom : Bilateria Phylum Subphylum Class Subclass Ordo Family Genus Species
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum
TINJAUAN PUSTAKA Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur diletakkan pada permukaan daun, berbentuk oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT
HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT Budidaya konvensional merupakan budidaya cabai yang menggunakan pestisida kimia secara intensif dalam mengendalikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang mempunyai peran dan sumbangan besar bagi penduduk dunia. Di Indonesia, tanaman kedelai
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat
16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family Oryzoideae dan Genus Oryza. Organ tanaman padi terdiri atas organ vegetatif dan organ generatif.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili
6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kopi Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili Rubiceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang, dan bila dibiarkan
Lebih terperinciPENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya
PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Oryctes rhinoceros Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes rhinoceros adalah sebagai berikut : Phylum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Arthropoda :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerugian pada tanaman hortikultura, baik yang dibudidayakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalat buah (Bactrocera spp.) merupakan salah satu hama yang banyak menimbulkan kerugian pada tanaman hortikultura, baik yang dibudidayakan secara luas maupun tanaman
Lebih terperinciANALISIS MUTU PARASITOID TELUR Trichogrammatidae (Quality assessment of Trichogrammatid) DAMAYANTI BUCHORI BANDUNG SAHARI ADHA SARI
ANALISIS MUTU PARASITOID TELUR Trichogrammatidae (Quality assessment of Trichogrammatid) DAMAYANTI BUCHORI BANDUNG SAHARI ADHA SARI ANALISIS STANDAR MUTU PARASITOID UNGGUL PELEPASAN MASAL PEMBIAKAN MASAL
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Jenis jenis Hama Pada Caisim Hasil pengamatan jenis hama pada semua perlakuan yang diamati diperoleh jenis - jenis hama yang sebagai berikut : 1. Belalang hijau Phylum :
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) yang lebih dikenal dengan ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.) (Natawigena,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan Indonesia telah disusun sedemikian ketat. Ketatnya aturan karantina tersebut melarang buah-buahan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Faktor II (lama penyinaran) : T 0 = 15 menit T 1 = 25 menit T 2 = 35 menit
11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset dan Pengembangan Tanaman Tebu, Sei Semayang dengan ketinggian tempat(± 50 meter diatas permukaan laut).
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah potensial untuk pengembangan komoditas kakao karena sumber daya alam dan kondisi sosial budaya yang mendukung serta luas areal kakao yang
Lebih terperinciUji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium
Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium Oleh Ida Roma Tio Uli Siahaan Laboratorium Lapangan Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan
Lebih terperinciHama penggerek batang dan penggerek tongkol pada jagung merupakan
Potensi Parasitoid Telur sebagai Pengendali Hama Penggerek Batang dan Penggerek Tongkol Jagung Surtikanti 1 Ringkasan Trichogramma evanescens merupakan agensia hayati untuk pengendalian hama utama jagung
Lebih terperinciWaspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)
Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Memasuki musim hujan tahun ini, para petani mulai sibuk mempersiapkan lahan untuk segera mengolah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)
TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Gambar 1: Telur, larva, pupa dan imago S. oryzae S. oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim panas.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia saat ini menghadapi masalah yang serius berkaitan dengan usaha penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar terhadap padi,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid
TINJAUAN PUSTAKA Parasitoid Parasitoid adalah serangga yang stadia pradewasanya menjadi parasit pada atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nektar dan embun madu sebagai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan
Lebih terperinciYati Setiati, Neneng Hayatul Mutmainah, M. Subandi. Jurusan Agroteknologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN SGD Bandung
EFEKTIVITAS JUMLAH TELUR Corcyra cephalonica TERPARASITASI Trichogramma sp. TERHADAP PRESENTASI TELUR YANG TERPARASIT DAN JUMLAH LARVA PENGGEREK BATANG TEBU BERGARIS (Chilo EFFECTIVENESS OF EGGS NUMBER
Lebih terperinci