BAB 2 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-.

BAB II LANDASAN TEORI

PENERAPAN METODE DRP (DISTRIBUSI REQUIREMENT PLANNING) PADA SISTEM INFORMASI DISTRIBUSI LPG (STUDI KASUS : PT BUMI SRIWIJAYA PALEMBANG)

BAB II LANDASAN TEORI

3 BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bidang manufaktur, suatu peramalan (forecasting) sangat diperlukan untuk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI. Kerangka kerja yang digunakan oleh tim penulis adalah dengan mengkombinasikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Distribution Requirement Planning (DRP)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Salah satu unsur dalam bauran pemasaran adalah place atau. saluran pemasaran yang merupakan perantara bagi produsen

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Manajemen Keuangan. Pengelolaan Persediaan. Basharat Ahmad, SE, MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Persaingan antar perusahaan tidak terbatas hanya secara lokal,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) -EOQ. Prepared by: Dr. Sawarni Hasibuan. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II URAIAN TEORITIS. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dewi (2006) dengan judul

BAB III METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY DAN PERIOD ORDER QUANTITY

BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Strategi Distribusi A. Pengertian Dan Arti Penting Saluran Distribusi

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN

KEWIRAUSAHAAN III. Power Point ini membahas mata kuliah Kewirausahaan III. Endang Duparman. Modul ke: Arissetyanto. Fakultas SISTIM INFORMASI

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) PPB. Christian Kuswibowo, M.Sc. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

BAB X MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB III LANDASAN TEORI

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang_(MRP) Lot for Lot. Dinar Nur Affini, SE., MM. Modul ke: 10Fakultas Ekonomi & Bisnis

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dan menurut Rangkuti (2007) Persediaan bahan baku adalah:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN. penggerakan, dan pengendalian aktivitas organisasi atau perusahaan bisnis atau jasa

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Manajemen Keuangan. Idik Sodikin,SE,MBA,MM MENGELOLA PERSEDIAAN PERUSAHAAN. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi Akuntansi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III. Metode Penelitian. untuk memperbaiki keterlambatan penerimaan produk ketangan konsumen.

BAB V ASPEK TEKNIS / OPERASI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. ditandai dengan banyaknya perusahaan yang berdiri. Kelangsungan proses bisnis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI. Jenis data Data Cara pengumpulan Sumber data 1. Jenis dan jumlah produk yang dihasilkan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kondisi perekonomian yang semakin buruk dan persaingan

MANAJEMEN PERSEDIAAN. ERLINA, SE. Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi Universitas Sumatera Utara

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 Landasan Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERENCANAAN DAN PENJADWALAN DISTRIBUSI PRODUK DENGAN METODEDISTRIBUTION REQUIREMENT PLANNING (DRP) DI ARNEZ DE LOURDES PALEMBANG

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Indonesia yaitu PT. Indosat, Tbk yang beralamat di jalan Daan Mogot KM 11

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERENCANAAN JADWAL AKTIVITAS DISTRIBUSI MENGGUNAKAN METODE DISTRIBUTION REQUIREMENT PLANNING PADA PT. SURYA BORNEO FARMALAB

PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL (MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING) (MRP) BAB - 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di PT Subur mitra grafistama yang berlokasi di

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) EOQ. Christian Kuswibowo, M.Sc. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 7: MENGELOLA PERSEDIAAN PADA SUPPLY CHAIN. By: Rini Halila Nasution, ST, MT

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat di indonesia, pengusaha dituntut untuk bekerja dengan lebih efisien

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan suatu sistem. Menurut Jogiyanto (1991:1), Sistem adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Persediaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah. Persedian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perusahaan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

MANAJEMEN PERSEDIAAN. a. Pengertian Persediaan. 2) Persediaan Barang Dalam Proses. 2) Persediaan Barang Jadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. berharga bagi yang menerimanya. Tafri (2001:8).

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barangnya ke pemakai akhir. Perusahaan biasanya bekerja sama dengan perantara untuk

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Peran Saluran Pemasaran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. antar perusahaan pun merupakan hal yang sangat penting. Karena jika hal hal

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS MANAJEMEN PERSEDIAAN PADA PT. KALIMANTAN MANDIRI SAMARINDA. Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perusahaan adalah untuk mendapat keuntungan dengan biaya

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 13 MANAJEMEN SEDIAAN

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Manajemen adalah suatu proses dalam rangka mencapai tujuan dengan bekerja bersama melalui orang-orang dan sumber daya organisasi lainnya. Stephen P. Robbins dan Mary Coulter (2012: 36) manajemen mengacu pada proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan aktivitas kerja agar dapat diselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Griffin (2008:7) manajemen adalah suatu rangkaian aktivitas (termasuk perencanaan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian) yang diarahkan pada sumbersumber daya organisasi (manusia, finansial, fisik, dan informasi) dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. 2.2 Proses Manajemen Berikut proses-proses manajemen: a) Perencanaan: Proses yang menyangkut upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan di masa yang akan datang dan penentuan strategi dan taktik yang tepat untuk mewujudkan target dan tujuan organisasi. b) Pengorganisasian: Proses yang menyangkut bagaimana strategi dan taktik yang telah dirumuskan dalam perencanaan didesain dalam sebuah struktur organisasi yang tepat dan tangguh, sistem dan lingkungan organisasi yang kondusif guna pencapaian tujuan organisasi. c) Pengarahan: Proses implementasi program agar dapat dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi serta proses memotivasi agar semua pihak tersebut dapat menjalankan tanggung jawabnya dengan penuh kesadaran dan produktifitas yang tinggi. d) Pengendalian: Proses yang dilakukan untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan, diorganisasikan dan diimplementasikan dapat berjalan sesuai dengan target yang diharapkan sekalipun berbagai perubahan terjadi dalam lingkungan dunia bisnis yang dihadapi. 9

10 2.3 Klasifikasi Manajemen Terdapat berbagai pembagian klasifikasi dalam Manajemen yang membedakan fungsi dan tujuan dari setiap bagian tersebut: a) Manajemen Sumber Daya Manusia: Kegiatan manajemen berdasarkan fungsinya untuk memperoleh SDM yang terbaik bagi bisnis yang kita jalankan dan bagiamana SDM yang terbaik tersebut dapat dipelihara dan tetap bekerja bersama kita dengan kualitas pekerjaan yang senantiasa konstan ataupun bertambah. b) Manajemen Operasional: Kegiatan manajemen berdasarkan fungsinya untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan standar yang ditetapkan berdasarkan keinginan konsumen, dengan teknik produksi yang seefisien mungkin, dari mulai pilihan lokasi produksi hingga produksi akhir yang dihasilkan dalam proses produksi. c) Manajemen Pemasaran: Kegiatan manajemen berdasarkan fungsinya yang pada intinya berusaha untuk mengidentifikasi apa sesungguhnya yang dibutuhkan oleh konsumen, dan bagaimana cara pemenuhannya dapat diwujudkan. d) Manajemen Keuangan: Kegiatan manajemen berdasarkan fungsinya yang pada intinya berusaha untuk memastikan bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan mampu mencapai tujuannya secara ekonomis yaitu diukur berdasarkan profit. Tugas manajemen keuangan diantaranya merencanakan dari mana pembiayaan bisnis diperoleh, dan dengan cara bagaimana modal yang telah diperoleh dialokasikan secara tepat dalam kegiatan bisnis yang dijalankan. 2.4 Manajemen Operasi Manajemen operasi merupakan salah satu dari tiga fungsi utama bagi setiap organisasi, selalu ada fungsi operasi dalam semua bidang usaha dan memiliki hubungan yang erat dengan fungsi-fungsi bisnis lainnya, misalnya bagian pemasaran menyediakan informasi mengenai keinginan konsumen, bagian keuangan menyediakan informasi tentang budget perusahaan, dan manajemen operasi harus mengkomunikasikan kebutuhan dan kemampuannya kepada fungsi bisnis lainnya. Semua organisasi pasti akan melakukan kegiatan menjual dan memproduksi, sehingga penting untuk mengetahui bagaimana proses mengorganisasikan sumberdaya perusahaan agar menjadi produktif. Kedua adalah, agar mengetahui bagaimana proses pembuatan produk atau jasa. Yang ketiga, adalah karena

11 manajemen operasi merupakan bagian yang menghabiskan persentase pendapatan yang besar. Manajemen operasi mampu memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk meningkatkan keuntungan dan memperbaiki layanan kepada masyarakat. Manajemen operasi bertanggungjawab atas keputusan strategi dan taktikal dan keputusan ini secara langsung berdampak ke fungsi bisnis lain, dan perlu hati-hati dalam menghubungkannya, yaitu harus sesuai dengan arah strategik perusahaan. Seorang manajer operasi menerapkan proses manajemen yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengaturan karyawan, pengarahan, dan pengendalian ke dalam pengambilan keputusan pada fungsi manajemen operasi. Terdapat sepuluh keputusan penting dalam manajemen operasi yang masing-masing membutuhkan proses manajemen yang baik. Manajemen operasi terus berkembang dengan adanya sumbangan dari ilmuilmu lain, termasuk teknik industri dan management science. Ilmu ini, sering dengan statistik, juga manajemen dan ilmu ekonomi telah berkontribusi pada peningkatan produktifitas. Begitu pula dalam ilmu-ilmu pasti seperti biologi, kimia, fisika, juga memberikan kontribusi terhadap kemajuan manajemen operasi. Kontribusi terpenting bagi manajemen operasi adalah berasal dari ilmu informatika, yang diartikan sebagai proses sistematis yang dilakukan pada data untuk mendapatkan informasi. Ilmu informatika, internet, e-commerce memberikan sumbangsih dalam peningkatan produktivitas dan menyajikan barang atau jasa yang lebih bervariasi pada masyarakat. 2.5 Saluran Distribusi 2.5.1 Pengertian Saluran Distribusi Banyak orang mengalami kebingungan dalam membedakan antara saluran distribusi dengan saluran pemasaran sehingga disini penulis akan mencoba mengungkapkan dengan sebuah pendapat dari Djaslim Saladin (2002:107) menyatakan bahwa: Saluran pemasaran atau saluran distribusi terdiri dari seperangkat lembaga yang melakukan semua kegiatan atau fungsi yang digunakan untuk menyalurkan produk dan status kepemilikannya dari produsen ke konsumen. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa saluran pemasaran dan saluran distribusi mempunyai kesamaan arti yaitu penyaluran produk dari produsen ke konsumen.

12 Menurut Djaslim Saladin (2003:153) mengemukakan tentang definisi saluran distribusi sebagai berikut: Marketing channel can be viewed as sets of interdependent organization involved in the process of making a product or service available for use or consumption. Sedangkan menurut Corey dikutip oleh Kotler (2001: 682) mengemukakan saluran distribusi sebagai berikut: Sistem distribusi adalah sumber daya eksternal yang utama. Biasanya perlu bertahun- tahun untuk membangunnya, dan tidak dapat dirubah dengan mudah. Sistem ini sama pentingnya dengan sumber daya internal utama lainnya seperti produksi, riset, rekayasa, dan personil penjualan serta fasilitas lapangan. Sistem ini menggambarkan komitmen signifikan perusahaan terhadap sejumlah besar perusahaan independent yang bisnisnya adalah distribusi dan tehadap pasar tertentu yang mereka layani. Sistem distribusi juga menggambarkan komitmen terhadap seperangkat kebijakan dan praktek yang merupakan bahan dasar untuk disusun menjadi suatu hubungan jangka panjang yang luas. Dari definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa saluran distribusi selalu terdiri dari produsen dan konsumen akhir. Termasuk di dalamnya perantara yang terlibat dalam pemindahan kepemilikan barang. Para perantara juga merupakan bagian dari saluran distribusi meskipun mereka tidak mempunyai hak atas barang. Hal ini bisa terjadi karena perantara memainkan peranan yang efektif dalam pemindahan hak kepemilikan barang atau jasa dari produsen ke konsumen. Jadi saluran distribusi membantu memperlancar pergerakan hak milik atas suatu produk. Walau bagaimanapun baiknya barang atau jasa yang diproduksi dan jelas sesuai dengan selera konsumen tetapi saluran distribusi yang digunakan tidak mempunyai kemampuan, tidak mempunyai kegiatan inisiatif dan kreatif serta kurang mempunyai tanggung jawab maka usaha untuk saluran distribusi akan mengalami hambatan, bahkan akan mengalami kemacetan.

13 2.5.2 Fungsi Saluran Distribusi Agar arus pergerakan barang dari produsen sampai ke tangan konsumen sesuai dengan tujuannya maka suatu perusahaan dalam memasarkan produknya harus berpedoman pada prinsip prinsip yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi fungsi saluran distribusi. Saluran distribusi mengatasi kesenjangan waktu, tempat dan kepemilikan yang memisahkan barang dan jasa dari calon pemakainya. Menurut Kotler yang diterjemahkan oleh Djaslim Saladin (2003: 154) mengemukakan bahwa anggota saluran distribusi melaksanakan sejumlah fungsi utama dan berpartisipasi dalam arus pemasaran sebagai berikut: 1. Informasi Pengumpulan dan penyebaran informasi riset pemasaran mengenai pelanggan, pesaing, dan pelaku lain serta kekuatan dalam lingkungan pemasaran yang potensial dan yang ada saat ini. 2. Promosi Pengembangan dan penyaluran komunikasi persuasif mengenai penawaran yang dirancang untuk menarik pelanggan. 3. Negosiasi Usaha untuk mencapai persetujuan akhir mengenai harga dan syarat lain sehingga transfer kepemilikan dapat dilakukan. 4. Pemasaran Komunikasi terbalik dari anggota saluran pemasaran dengan produsen mengenai minat untuk membeli. 5. Pembiayaan Perolehan dan alokasi dana yang dibutuhkan untuk membiayai persediaan pada tingkat saluran pemasaran yang berbeda. 6. Pengambilan resiko Asumsi resiko yang berhubungan dengan pelaksanaan fungsi saluran pemasaran tersebut. 7. Pemilihan fisik Kesinambungan penyimpanan dan pergerakan produk fisik dari bahan mentah sampai ke pelanggan akhir.

14 8. Pembayaran Pembeli yang membayar melalui bank dan lembaga keuangan lainnya kepada penjual. 9. Hak milik Transfer kepemilikan sebenarnya dari suatu organisasi atau orang ke organisasi atau orang yang lain. Perubahan dalam institusi saluran distribusi banyak mencerminkan penemuan cara yang lebih efisien untuk menggabungkan atau memisahkan fungsi ekonomi yang harus dijalankan agar menyediakan berbagai barang yang berarti bagi konsumen sasaran. 2.5.3 Bentuk-Bentuk Saluran Distribusi Saluran distribusi dapat dibedakan menurut jumlah tingkatannya. Tiap perantara yang melakukan tugas membawa produk dan kepemilikannya lebih dekat ke pembeli akhir merupakan satu tingkatan. Karena produsen dan konsumen akhir keduanya aktif, maka mereka merupakan bagian dari tiap saluran. Kotler memiliki pendapat yang diterjemahkan oleh Benjamin Mohan (2002: 561) bentuk bentuk saluran distribusi yang digunakan untuk menyalurkan barang konsumsi yaitu: 1. Saluran nol tingkat (saluran pemasaran langsung) Saluran pemasaran ini terdiri dari seorang produsen yang langsung menjual ke konsumen akhir. Melalui pemasaran langsung yaitu penjualan langsung, pesanan lewat surat, pemasaran melalui telepon, penjualan lewat TV, dan melalui toko toko yang dimiliki produsen sendiri. 2. Saluran satu tingkat Saluran ini berisi satu perantara penjualan, seperti pedagang eceran dalam barang barang konsumsi dan agen dalam barang barang industri. 3. Saluran dua tingkat Saluran ini berisi dua perantara. Dalam pasar barang barang konsumsi biasanya adalah pedagang besar dan pedagang eceran.

15 Sedangkan dalam pasar barang industri merupakan perwakilan produsen serta distributor industri. 4. Saluran tiga tingkat Saluran ini berisi tiga perantara. Dalam pasar barang barang konsumsi mereka adalah pedagang besar, pemborong, dan pedagang eceran. Produsen barang industri dapat menggunakan tenaga penjualnya untuk menjual langsung ke konsumen industri, atau menjual ke distributor yang menjual ke konsumen industri dan bisa menjual lewat perwakilan perusahaan manufaktur atau cabangnya sendiri langsung ke pelanggan industri, atau menggunakannya untuk menjual lewat distributor industri. Bentuk bentuk saluran distribusi menurut Kotler yang diterjemahkan oleh AB. Susanto (2001: 687) dapat diilustrasikan sebagai berikut P K R O O Pengecer N D S U Pedagang besar Pengecer U S M E Pedagang besar Pemborong Pengecer E N N Gambar 2.1 Saluran Pemasaran Barang Konsumsi William J. Stanton (1996:81) mengemukakan bahwa alternatif saluran distribusi yang digunakan untuk menyalurkan barang konsumsi adalah sebagai berikut: 1. Produsen Konsumen Saluran distribusi paling pendek dan sederhana untuk barang barang konsumen adalah dari produsen langsung ke konsumen. Tanpa campur tangan perantara, penjual dapat menjual dari door to door atau pesan lewat pos (mail order). 2. Produsen Konsumen Pengecer Banyak perusahaan perusahaan pengecer besar membeli langsung kepada produsen produsen industri dan pertanian.

16 3. Produsen Pedagang besar Pengecer Konsumen Andaikata memang ada yang dinamakan saluran tradisional barang barang konsumen, maka inilah saluran itu beribu ribu pengecer kecil dan produsen industri kecil menganggap saluran ini sebagai satu satunya pilihan yang paling ekonomis. 4. Produsen Agen Pengecer Konsumen Daripada mengunakan jasa jasa pedagang besar, banyak produsen menggunakan jasa agen, makelar atau agen perantara lain untuk mencapai pasar konsumen. 5. Produsen Agen Pedagang besar Pengecer Konsumen Untuk dapat mencapai pengecer pengecer kecil, produsen juga banyak menggunakan jasa agen perantara, yang sebaliknya juga menghubungi pedagang pedagang besar yang menjual kepada pengecer kecil Bentuk saluran distribusi untuk barang barang industri, ada 4 macam saluran yang digunakan yaitu sebagai berikut: 1. Produsen Pemakai industri Hubungan langsung ini menyalurkan produk industrial dengan nilai dolar lebih besar dibandingkan dengan saluran distribusi lain. Produsen instalansi instalansi besar seperti kapal terbang, generator, instalansi pemanasan, umumnya menjual langsung ke konsumen. 2. Produsen Distributor industrial Pemakai Produsen produsen kelengkapan operasi atau peralatan aksesori kecil kerap kali menggunakan jasa distributor industrial untuk memasuki pasaran mereka. Produsen material bangunan dan peralatan pangatur udara (air conditioner equipment) merupakan contoh dua perusahaan yang banyak menggunakan jasa distributor industrial. 3. Produsen Agen Pemakai Perusahaan perusahaan yang tidak mempunyai bagian pemasaran sendiri menganggap saluran itu penting. Selain itu, perusahaan yang hendak memasarkan produk baru atau hendak memasuki pasaran baru mungkin lebih suka menggunakan jasa agen daripada menggunakan jasa penjualan sendiri. 4. Produsen Agen Distributor Industrial Pemakai Saluran ini mirip yang disebut di atas. Cara ini dipakai dalam keadaan produsen tidak mampu menjual lewat agen langsung kepada pemakai industrial. Jumlah

17 persatuan penjualan mungkin terlampau kecil untuk melakukan penjualan langsung. Atau persediaan produk diberbagai pasar diperlukan agar pemakai dapat cepat mendapatkan barang yang diperlukan. Dalam hal ini jasa jasa penggudangan distributor industrial diperlukan. Bentuk saluran dagang untuk barang barang industri tersebut di atas dapat digambarkan sebagai berikut : Pemakai Industri Peniaga dagang besar (distributor industrial) Peniaga dagang besar (Distributor Industrial) Agen Agen Pemakai Barang barang Industri Gambar 2.2 Saluran Pemasaran Barang Industri Dari uraian bentuk bentuk saluran distribusi di atas, baik menurut Kotler maupun Stanton mengenai penentuan bentuk bentuk saluran distribusi pada dasarnya memiliki prinsip yang sama yaitu bagaimana produsen menyalurkan produknya agar sampai ke tangan konsumen, baik itu dengan menggunakan jasa perantara maupun tidak melalui jasa perantara (pemasaran langsung). Namun hal yang membedakan kedua pendapat tersebut di atas adalah Stanton mengemukakan saluran distribusi berdasarkan bentuk lembaga yang di lalui produk. Sementara Kotler lebih menekankan pada jumlah tingkat perantara yang dilalui oleh suatu produk sebelum sampai ke tangan konsumen. Selain itu Stanton juga lebih memperjelas antara bentuk saluran distribusi untuk barang konsumen dan barang industri, sementara Kotler cenderung untuk menggabungkan kedua bentuk tersebut dalam satu ungkapan. 2.5.4 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Saluran Distribusi Oleh karena saluran distribusi seharusnya ditentukan oleh pola pembelian konsumen, sifat dan corak pasar merupakan faktor kunci yang mempengaruhi pemilihan saluran oleh pemimpin perusahaan. Faktor faktor pertimbangan lain

18 adalah produk yang bersangkutan, perantara dan perusahaan itu sendiri. Pada dasarnya, pada waktu memilih saluran distribusi perusahaan harus berpedoman pada ukuran 3C yaitu channel control (pengendalian saluran), market coverage (liputan pasar), dan cost (biaya) yang cocok dengan taraf pelayanan pembeli. Dalam rangka memilih saluran distribusi yang akan digunakan, produsen harus mempertimbangkan berbagai faktor yang sangat berpengaruh dalam pemilihan saluran distribusi. Faktor faktor yang mempengaruhi pemilihan saluran distribusi sebagai berikut : 1. Pertimbangan pasar Mungkin hal yang paling jelas yang perlu dipertimbangkan adalah persoalan apakah dimaksudkan untuk pasar konsumen atau untuk pasar industrial. Jika dimaksudkan untuk para industrial, tentu saja pengecer tidak diikutkan dalam saluran distribusi. Dalam hal ini, variabel pasaran yang perlu dipertimbangkan adalah : a. Jumlah pelanggan potensial. Dengan adanya pelanggan potensial, yakni mungkin dapat menjadi pelanggan, dalam jumlah relatif sedikit, produsen industri dapat menggunakan tenaga penjualan sendiri untuk menjual langsung kepada konsumen atau pemakai industrial. Jika pelanggan berjumlah banyak, produsen agaknya akan menggunakan jasa perantara. Suatu hal yang sangat bertalian dengan hal ini adalah jumlah jenis industri yang berbeda beda yang menjadi pembeli produk produsen. Perusahaan yang menjual perlengkapan dan peralatan pemboran kepada industri minyak, menjual langsung kepada pemakai. Sebaliknya, produsen kertas dan hasil kertas, banyak menggunakan jasa jasa distributor industrial untuk dapat sampai pada industri pemakai yang begitu banyak ragamnya. b. Kondisi geografis pasaran. Penjualan langsung kepada industri tekstil atau pakaian jadi dapat terlaksana oleh karena sebagian besar pembeli terpusat dibeberapa daerah georafis saja. Penjual dapat mengadakan cabang cabang penjualan dalam pasar pasar yang berpenduduk padat, akan tetapi dalam pasar yang penduduknya kurang padat, digunakan jasa perantara. c. Besarnya pesanan. Seorang produsen hasil bahan makanan biasanya akan menjual langsung kepada rantai toko toko bahan makanan karena besarnya pesanan dan jumlah total transaksi telah membuat saluran ini

19 secara ekonimis sangat menarik. Akan tetapi, agar mencapai toko toko kecil produsen itu menggunakan jasa pedagang besar. 2. Pertimbangan produk. a. Nilai satuan. Nilai satuan mempengaruhi jumlah dana yang tersedia untuk distribusi. Jadi, makin rendah nilai satuan, makin panjang pula saluran saluran distribusi. Akan tetapi, jika produk dengan nilai rendah dijual dalam volume besar atau jika dijual bersama dengan barang jenis lain sebagai pesanan total menjadi besar, maka saluran distribusi yang lebih pendek dapat dipertanggung jawabkan secara ekonomis. b. Sifat cepat rusak. Produk yang secara fisik dapat cepat rusak, atau cepat ketinggalan mode harus segera disalurkan. Karena biasanya saluran distribusi juga pendek. c. Sifat teknik produk. Suatu produk industri yang bersifat teknis tinggi kebanyakan didistribusikan langsung kepada pemakai industri. Tenaga penjualan produsen harus banyak menyediakan jasa penjual dan purna jual, umumnya pedagang besar tidak dapat melakukan hal ini. Produk konsumen yang bersifat teknis tinggi merupakan suatu tantangan besar bagi usaha distribusi oleh produsennya. Biasanya, produsen tidak dapat menjual langsung kepada konsumen. Produsen berusaha sebanyak mungkin kepada pengecer, akan tetapi servis barang produk itu tetap merupakan masalah. 3. Pertimbangan perantara. 1. Jasa jasa disediakan oleh perantara. Setiap produsen hendaknya memilih perantara yang mampu menyediakan jasa jasa pemasaran yang tidak dapat disediakan oleh produsen atau tidak dapat disediakan secara ekonomis. 2. Tersedianya perantara yang dikehendaki. Mungkin sekali perantara yang dikehendaki produsen tidak ada. Mereka mungkin sudah menjual produk pesaing dan tidak ingin menambah jenis barang lain. 3. Sikap perantara terhadap kebijakan produsen. Kadangkala jumlah pilihan saluran distribusi terbatas bagi produsen. Oleh Karena kebijakan pemasaran tidak dapat diterima oleh golongan perantara tertentu. Pengecer atau pedagang besar tertentu umpamanya bersedia menjual suatu produk hanya jika mereka diberi hak jual tunggal (Exclusive Franchice) dalam daerah mereka.

20 4. Pertimbangan perusahaan. a. Sumber sumber dana keuangan. Suatu perusahaan yang kuat secara finansial akan kurang membutuhkan perantara dibandingkan dengan perusahaan yang lemah keuangannya. Suatu usaha dengan cukup dana keuangan mengadakan tenaga penjualan sendiri, memberikan kredit atau menyimpan persediaan barang dalam gudang sendiri. Perusahaan yang lemah keuangannya akan merasakan keharusan menggunakan perantara yang menggunakan jasa jasa ini. b. Kemampuan manajemen pilihan. Saluran dipengaruhi pengalaman pemasaran dan kemampuan manajemen perusahaan. Banyak perusahaan yang tidak mempunyai pengetahuan pemasaran lebih suka menyerahkan tugas distribusi kepada perantara. c. Keinginan hendak menguasai saluran. Produsen produsen tertentu akan lebih baik mengadakan saluran pendek. Oleh karena mereka ingin menguasai atau mengontrol distribusi produk mereka, sekalipun biaya saluran distribusi pendek itu lebih tinggi. Dengan cara mengendalikan saluran distribusi sendiri, produsen dapat menjalankan promosi yang lebih giat dan lebih mampu untuk menguasai segarnya barang dagangan serta penetapan harga eceran. d. Jasa jasa yang disediakan oleh penjual. Seiring keputusan produsen mengenai saluran distribusi dipengaruhi oleh jasa jasa pemasaran yang dapat mereka berikan yang berkaitan dengan jasa jasa atau servis yang diminta oleh perantara. Umpamanya sering rantai toko toko pengecer tidak akan menjajakan suatu produk jika belum ada kepastian akan lakunya barang sebagai hasil kampanye pengiklanan yang gigih oleh produsen. Sedangkan menurut Kotler yang diterjemahkan oleh Djaslim Saladin (2003:157) bahwa faktor faktor yang mempengaruhi saluran distribusi adalah sebagai berikut : 1. Karakteristik produk Produk yang tidak tahan lama haruslah memakai pemasaran langsung karena bahaya yang timbul karena penundaaan penanganan yang berulang ulang. Produk yang berukuran besar seperti materi materi gedung atau minuman ringan butuh saluran yang dapat meminimalisasikan jarak

21 pengapalan dan jumlah penanganan ketika berpindah dari produsen ke konsumen. Produk produk yang memerlukan instalansi dan pelayanan serta perawatan biasanya dijual dan ditangani oleh perusahaan itu sendiri atau oleh jaringan penyalur yang eksklusif. Produk produk yang mempunyai nilai unit yang tinggi lebih sering dijual melalui organisasi penjualan perusahaan daripada melalui perantara. 2. Karakteristik perantara Perancangan saluran menunjukkan kekuatan dan kelemahan berbagai jenis perantara yang berbeda. Ketika menangani tugas tertentu misalnya, representative produsen dapat berhubungan dengan pelanggan dengan biaya per pelanggan lebih rendah karena total biaya dibagi kepada beberapa klien. Tetapi usaha usaha penjualan akan kurang giat jika tenaga penjualan itu melakukan penjualan sendiri. Pada umumnya perantara pemasaran berbeda dalam sikap penanganan promosi, negoisasi, penyimpanan, kontak, dan kredit. 3. Karakteristik pesaing Perancangan saluran pemasaran dipengaruhi oleh saluran pemasaran pesaing. Produsen dapat bersaing dengan toko toko yang sama yang menjual produk produk pesaing. Maka produsen menginginkan produk mereka dipamerkan bertetangga dengan produk pesaing. Pada industri industri lainnya, produsen dapat menginginkan menghindari saluran saluran pemasaran yang digunakan oleh pesaing. 4. Karakteristik perusahaan Karakteristik perusahaan memcerminkan peranan penting dalam perancangan saluran. Saluran pemasaran perusahaan akan dipengaruhi oleh tujuan tujuan, sumber sumber, bauran produk, dan strategi pemasaran. 5. Karakteristik lingkungan Apabila kondisi ekonomi lesu, produsen akan memindahkan barang barang ke pasaran dengan cara yang ekonomis. Ini berarti menggunakan saluran distribusi yang lebih pendek dan melepaskan pelayanan yang tidak perlu, menambah harga akhir dari barang barang itu. Regulasi dan pembatasan hukum juga mempengaruhi saluran pemasaran. Hukum menganggap negatif terhadap pengaturan saluran pemasaran yang cenderung menciptakan suatu monopoli.

22 2.6 Konflik Saluran Distribusi 1. Vertikal Konflik antara tingkat yang berbeda didalam saluran yang sama. 2. Horizontal Konflik antara tingkat yang sama didalam saluran yang berbeda. 3. Multi Channel Perusahaan menciptakan beberapa saluran dan menjualnya ke pasar. 2.7 Peramalan (Forecasting) Heizer dan Render (2009) berpendapat bahwa peramalan merupakan membuat prediksi dengan dengan asumsi bahwa masa depan merupakan fungsi dari masa lalu. Menurut Gaspersz (2004), aktivitas peramalan merupakan suatu fungsi bisnis yang berusaha memperkirakan permintaan dan penggunaan produk sehingga produk-produk itu dapat dibuat dalam kuantitas yang tepat. Dengan demikian peramalan merupakan suatu dugaan terhadap permintaan yang akan datang berdasarkan pada beberapa variabel peramal, sering berdasarkan data deret waktu historis. Sistem peramalan memiliki sembilan langkah yang harus diperhatikan untuk menjamin efektifitas dan efisiensi. Langkah- langkah tersebut termasuk dalam manajemen permintaan yang disebut juga sebagai konsep dasar sistem peramalan, yaitu (Gaspersz 2004): 1. Menentukan tujuan dari peramalan. 2. Memilih item independent demand yang akan diramalkan. 3. Menentukan horison waktu dari peramalan (jangka pendek, menengah, dan panjang). 4. Memilih model-model peramalan. 5. Memperoleh data yang dibutuhkan untuk melakukan peramalan. 6. Validasi model peramalan. 7. Membuat peramalan. 8. Implementasi hasil-hasil peramalan. 9. Memantau keandalan hasil peramalan. 2.7.1 Linear Regression Metode regresi linier seringkali dipakai untuk menyelesaikan masalah-masalah

23 dalam penaksiran dan tentunya hal ini juga berlaku dalam permasalahan peramalan sehingga metode regresi linier menjadi suatu metode yang mempunyai hasil taksiran terbaik dibanding metode-metode yang lain. Metode regresi linier digunakan sebagai metode peramalan jika pola historis dari data aktual permintaan menunjukkan adanya suatu kecenderungan menaik dari periode ke periode. Istilah regresi linier memiliki makna bahwa rataan berkaitan linier dengan x dalam bentuk persamaan linier populasi (Hasan, 1999). Model Persamaan Regresi Linear Sederhana adalah seperti berikut ini : Y = a + bx Dimana : Y = Variabel Response atau Variabel Akibat (Dependent) X = Variabel Predictor atau Variabel Faktor Penyebab (Independent) a = konstanta b = koefisien regresi (kemiringan); besaran Response yang ditimbulkan oleh Predictor. Nilai-nilai a dan b dapat dihitung dengan menggunakan Rumus dibawah ini : a = (Σy)(Σx²) (Σx)(Σxy). n(σx²) (Σx)² b = n(σxy) (Σx)(Σy). n(σx²) (Σx)² 2.8 Manajemen Persediaan Manajemen persediaan merupakan hal yang sangat berkaitan dengan sistem persediaan dalam sebuah perusahaan dimana bertujuan untuk menciptakan efisiensi dalam proses konversi. Peran manajemen persediaan sangat penting untuk dapat menciptakan efisiensi biaya produksi, yang menyangkut : penentuan jumlah persediaan, penentuan harga persediaan, sistem pencatatan persediaan dan kebijakan tentang kualitas persediaan. Pada perusahaan manufaktur, persediaan terdiri dari persediaan bahan baku, barang dalam proses dan persediaan barang jadi. Manajemen persediaan yang akan dibahas disini lebih difokuskan pada manajemen persediaan bahan baku. Manajemen persediaan bahan baku bertujuan agar tingkat persediaan bahan baku cukup, tidak terlalu banyak tetapi tidak terlalu sedikit, sehingga biaya bahan baku ekonomis dan

24 perusahaan tidak kehilangan kesempatan untuk melayani penjualan karena kurangnya persediaan bahan baku. 2.9 Economic Order Quantity (EOQ) 2.9.1 Pengertian Economical Order Quantity (EOQ) Menurut Gitosudarmo (2002: 101), Economical Order Quantity (EOQ) merupakan volume atau jumlah pembelian yang paling ekonomis untuk dilaksanakan pada setiap kali pembelian. Begitu juga pendapat Hansen dan Mowen (2005: 473). Menurut mereka, Economical Order Quantity (EOQ) atau kuantitas pesanan ekonomis adalah sebuah contoh dari sistem persediaan yang bertujuan menentukan kuantitas pesanan yang akan meminimalkan total biaya. Adapun Carter (2009: 314) dalam bukunya Akuntansi Biaya berpendapat bahwa Economical Order Quantity atau kuantitas pemesanan ekonomis adalah jumlah persediaan yang dipesan pada suatu waktu yang meminimalkan biaya persediaan tahunan. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa Economical Order Quantity (EOQ) merupakan suatu metode pembelian bahan baku yang optimal yang dilakukan pada setiap kali pembelian dengan meminimalkan biaya persediaan. 2.9.2 Kebijakan Economical Order Quantity (EOQ) Untuk mengoptimalkan pembelian bahan baku yang dapat menekan biaya persediaan sehingga terwujud efisiensi persediaan bahan baku, perusahaan perlu menentukan kebijakan Economical Order Quantity (EOQ), Safety Stock (SO), dan Reorder Point (ROP) sebagai berikut. 1. Menentukan Jumlah Bahan Baku yang Ekonomis (EOQ) Dalam rangka proses produksi, setiap perusahaan manufaktur akan melakukan pembelian bahan baku. Pembelian bahan baku tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan perusahaan selama satu periode tertentu dengan biaya yang minimal agar perusahaan tidak kekurangan bahan baku. Agar pembelian (carrying) dan persediaan bahan baku (ordering cost) optimal, dalam perhitungan biaya dapat digunakan metode Economical Order Quantity atau EOQ, yaitu jumlah atau kuantitas bahan baku yang dapat diperoleh dengan biaya minimal. Langkah ini sesuai dengan yang dikatakan Ahyari (1999: 160) bahwa pembelian dalam jumlah yang optimal untuk mencari jumlah pembelian yang tepat dalam setiap kali pembelian guna menutup kebutuhan yang tepat sehingga menghasilkan

25 total biaya persediaan yang paling minimal. Adapun Economical Order Quantity dipengaruhi oleh beberapa unsur, yaitu biaya penyimpanan per unit, biaya pemesanan per pesan, kebutuhan bahan baku untuk satu periode, dan harga pembelian. Economic Order Quantity (EOQ) dapat dihitung dengan rumus : 2 A S EOQ = --------------- C P EOQ = Economic Order Quantity A = Kebutuhan Bahan Baku untuk Tahun yang akan datang S = Biaya pemesanan variabel setiap kali pemesanan C = Biaya/unit, harga faktur dan biaya angkut/unit yang dibeli P = Biaya penyimpanan variabel yang dihitung berdasarkan % dari C 2. Menentukan Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point) Perusahaan juga harus menentukan reorder point (titik pemesanan kembali) apabila besar persediaan pengaman telah diketahui. Menurut Hansen dan Mowen (2005: 470), reorder point adalah titik waktu di mana sebuah pesanan baru harus dilakukan (atau persiapan dimulai). Pendapat tersebut hampir sama dengan pendapat Martono dan Harjito (2008: 88) bahwa reorder point adalah saat harus diadakan pesanan lagi sehingga penerimaan bahan yang dipesan tepat pada waktu persediaan di atas safety stock sama dengan nol. Adapun menurut Carter (2009: 319), titik pemesanan kembali yang disebutnya sebagai reorder point adalah saat jumlah persediaan yang tersedia dan jumlah persediaan yang akan diterima sama dengan jumlah persediaan yang akan digunakan selama waktu tunggu dan jumlah persediaan pengaman. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa titik pemesanan kembali atau reorder point adalah saat perusahaan harus mengadakan pemesanan kembali bahan baku sehingga datangnya pesanan tersebut tepat dengan habisnya bahan baku yang ada dalam persediaan pengaman. Titik pemesanan kembali bahan baku perlu ditentukan dengan cermat karena kekeliruan pemesanan kembali bahan baku dapat mengakibatkan proses produksi terganggu. Reorder Point = (LD x AU) + SS

26 LD = Lead Time AU = Average Usage = Pemakaian rata-rata SS = Safety Stock Menurut Martono dan Harjito (2008: 88), dalam menentukan titik pemesanan kembali perlu diperhatikan dua faktor berikut. a. Penggunaan bahan selama lead time. Lead time adalah masa tunggu sejak pesanan bahan dilakukan sampai dengan bahan tersebut tiba di perusahaan. Waktu tunggu berbeda-beda antara barang yang satu dengan lainnya. Di samping itu, waktu tunggu juga ditentukan oleh jarak antara perusahaan dan sumber bahan, alat transportasi, dan sebagainya. Selama waktu tunggu, proses produksi di perusahaan tidak boleh terganggu. Oleh karena itu, penggunaan bahan selama waktu tunggu perlu diperhitungkan dengan cermat sehingga perusahaan tidak sampai kekurangan bahan. b. Safety stock (persediaan pengaman) Persediaan pengaman adalah persediaan minimal yang ada dalam perusahaan untuk berjaga-jaga apabila perusahaan kekurangan barang atau ada keterlambatan bahan yang dipesan sampai di perusahaan. Untuk menghindari terjadinya kehabisan persediaan (out of stock) dan untuk meminimalkan biaya penyimpanan, pesanan harus dilakukan sehingga tiba pada saat unit terakhir dalam persediaan digunakan. Menurut Hansen dan Mowen (2005: 474), menghitung titik pemesanan kembali (reorder point), dapat dilakukan dengan mengalikan tingkat penggunaan bahan baku dengan tenggang waktu (lead time). Menentukan Persediaan Pengaman (Safety Stock) Dalam perusahaan manufaktur diperlukan ketersediaan bahan baku untuk menjamin kelancaran produksi. Persediaan bahan baku itu disebut persediaan pengaman, yang oleh Ahyari (1999: 199) diartikan sebagai persediaan yang dicadangkan sebagai pengaman dari kelangsungan proses produksi perusahaan. Pendapat Ahyari tersebut hampir sama dengan pendapat Hansen dan Mowen (2005: 474) bahwa persediaan pengaman adalah persediaan ekstra yang disimpan sebagai jaminan atas fluktuasi permintaan. Adapun Martono dan Harjito (2008: 88) juga berpendapat senada dengan kedua pendapat tersebut

27 bahwa persediaan pengaman adalah persediaan minimal yang ada di perusahaan untuk berjaga-jaga apabila perusahaan kekurangan barang atau ada keterlambatan bahan yang dipesan sampai di perusahaan. Atas dasar beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa persediaan pengaman merupakan jumlah persediaan bahan baku minimal yang harus ada untuk menjaga kemungkinan keterlambatan bahan baku yang akan dibeli perusahaan. Meskipun dalam pembelian bahan baku sudah digunakan EOQ, kenyataannya masih bisa terjadi out of stock (kehabisan persediaan) dalam proses produksi. Menurut Gitosudarno (2002: 112), out of stock akan timbul apabila penggunaan bahan dasar dalam proses produksi lebih besar daripada yang diperkirakan sebelumnya. Mengacu pada hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa persediaan pengaman penting dalam perusahaan manufaktur karena pada kenyataannya jumlah bahan baku yang diperlukan untuk proses produksi tidak selalu tepat seperti yang direncanakan. Menurut Hansen dan Mowen (2005: 475), persediaan pengaman (safety stock) dapat dihitung melalui perkalian tenggang waktu dengan selisih antara tingkat penggunaan bahan baku maksimal dan tingkat rata-rata penggunaan. Persediaan Pengaman (Safety Stock) dapat dihitung dengan rumus: Safety Stock = (Pemakaian Maksimum Pemakaian Rata-Rata) x Lead Time 2.9.3 Efisiensi Metode Economical Order Quantity (EOQ) Harahap dan Indra (2008: 4) menyimpulkan bahwa Economical Order Quantity memiliki beberapa efisiensi sebagai berikut. 1. Jumlah barang yang dipesan pada setiap pemesanan selalu konstan. 2. Permintaan konsumen, biaya pemesanan, biaya transportasi, dan waktu antara pemesanan barang sampai dengan barang tersebut dikirim dapat diketahui secara pasti dan bersifat konstan. 3. Harga per unit barang konstan dan tidak memengaruhi jumlah barang yang akan dipesan nantinya.

28 4. Pada saat pemesanan barang tidak terjadi kehabisan barang atau back order yang menyebabkan perhitungan menjadi tidak tepat. 5. Biaya penyimpanan per unit per tahun konstan. 2.10 Distribution Requirement Planning (DRP) 2.10.1 Pengertian Distribution Requirements Planning (DRP) Distribution Requirement Planning (DRP) memiliki fungsi untuk menentukan kebutuhan-kebutuhan untuk mengisi kembali inventori pada distribution center. (Gasperz, Vincent, 2004) Distribution Requirement Planning (DRP) merupakan aplikasi dari angka logika Material Requirement Planning (MRP). Persediaan Bill of Material (BOM) pada MRP diganti dengan Bill of Distribution (BOD) pada Distribution Requirement Planning (DRP) menggunakan logika Time Phased On Point (TPOP) untuk memerlukan pengadaan kebutuhan pada jaringan (Richard J. Tersine, Principle Inventory and Material Management, 1998). 2.10.2 Konsep Distribution Requirement Planning Distribution Requirement Planning adalah suatu metode untuk menangani pengadaan persediaan dalam suatu jaringan distribusi pada pergudangan ganda. Metode ini menggunakan demand independent, dimana dilakukan peramalan untuk memenuhi struktur pengadaannya. Berapapun banyaknya level yang ada dalam jaringan distribusi, semua merupakan variabel yang dependent kecuali level yang langsung memenuhi customer. Distribution Requirement Planning lebih menekankan pada aktivitas penjadwalan daripada aktivitas pemesanan. DRP mengantisipasi kebutuhan mendatang dengan perencanaan pada setiap level pada jaringan distribusi. Metode ini dapat memprediksi masalah sebelum masalah-masalah tersebut terjadi memberikan titik pandang terhadap jaringan distribusi. Empat langkah utama yang harus diterapkan menurut Nasution & Prasetyawan (2008) adalah: 1. Explosion Proses explosion adalah proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat jaringan distribusi yang lebih rendah. 2. Netting

29 Netting merupakan proses untuk mencari jumlah kebutuhan bersih yang didapat dari kebutuhan kotor dikurangi dengan Project on Hand (POH) atau barang yang ada di gudang. 3. Lot Sizing Lot sizing merupakan penentuan kapasitas lot atau jumlah pengadaan barang. Dalam menggunakan metode lot sizing yang tepat, ada beberapa paremeter yang digunakan, yaitu jarak pengangkutan dari central warehouse ke masing-masing warehouse, ordering cost, dan holding cost. 4. Off setting Langkah ini bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk melakukan rencana pemesanan dalam rangka memenuhi kebutuhan bersih. Rencana pemesanan diperoleh dengan cara mengurangkan saat awal tersedianya ukuran lot yang diinginkan dengan besarnya lead time. 2.10.3 Manfaat Distribution Requirement Planning Distribution Requirement Planning merupakan metode yang handal untuk sistem distribusi manufaktur yang integrasi maupun sistem distribusi murni. Dengan kebutuhan time phasing pada setiap tingkat dalam jaringan distribusi, DRP memiliki kemampuan untuk memprediksi suatu permasalahan yang akan terjadi. Sistem DRP bekerja berdasarkan penjadwalan yang telah dibuat untuk permintaan di masa yang akan datang sehingga mampu mengantisipasi perencanaan masa depan dengan perencanaan yang lebih dini pada setiap tingkat distribusi. Untuk organisasi manufaktur, yang memproduksi untuk memenuhi persediaan serta untuk dijual melalui jaringan distribusinya sendiri. Keuntungan yang didapatkan dari penerapan metode DRP adalah (Green, 1987): 1. Melihat saling ketergantungan antara persediaan distribusi dan manufaktur. 2. Sebuah jaringan distribusi yang lengkap dapat disusun, yang memberikan gambaran yang jelas dari atas maupun dari bawah jaringan. 3. DRP menyusun kerangka kerja untuk pengendalian logistik total dari distribusi ke manufaktur untuk pembelian. 4. DRP menyediakan masukan atau informasi untuk perencanaan penjadwalan distribusi dari sumber penawaran ke titik distribusi. 2.10.4 Prosedur Perhitungan DRP

30 Perhitungan perencanaan kebutuhan distribusi dimulai dari peramalan permintaan, ukuran lot pemesanan, persediaan pengaman, kemudian dihitung kebutuhan bersih, sampai penentuan perencanaan pesanan dikirim. Logika dasar DRP adalah sebagai berikut (Tersine, 2003): 1. Gross Requirement /Forecast Demand diperoleh dari hasil forecasting. 2. Dari hasil peramalan distribusi lokal, hitung Time Phased Net Requirement. Net Requirement tersebut mengidentifikasikan kapan level persediaan (Scheduled Receipt - Projected On Hand Periode sebelumnya) dipenuhi oleh Gross Requirement. Untuk sebuah periode : Net Requirement = (Gross Requirement + Safety Stock) (Schedule Receipt + Projected On Hand Periode sebelumnya). Nilai Net Requirement yang dicatat (recorded) adalah nilai yang bernilai positif. 3. Setelah itu dihasilkan sebuah Planned Order Receipt sejumlah Net Requirement tersebut (ukuran lot tertentu) pada periode tersebut. 4. Ditentukan hari dimana harus melakukan pemesanan tersebut (Planned Order Release) dengan mengurangkan hari terjadwalnya Planned Order Receipt dengan Lead Time. 5. Di hitung Projected On Hand pada periode tersebut: Projected On Hand = (Projected On Hand Periode sebelumnya + Schedule Receipt + Planned Order Receipt) -(Gross Requirement). 6. Besarnya Planned Order Release menjadi Gross Requirement pada periode yang sama untuk level berikutnya dari jaringan distribusi.

31 2.11 Perbandingan DRP dan MRP Tabel 2.1 Perbandingan DRP dan MRP Variabel DRP MRP Kegiatan Disribusi Manufaktur / produksi Perhitungan Kebutuhan barang jadi di Keperluan dari setiap bahan baku setiap gudang atau lokasi dan komponen yang diperlukan distibusi Kegunaan Distibusi multilevel Produksi perakitan Diperuntukan Komoditas Bahan baku / bahan mentah Proses Proses dari bawah ke atas Proses dari atas ke bawah, dimana (kebutuhan retail ke pusat produksi utama. distribusi atau pusat penyimpangan) Sifat Kebutuhan retail bersifat Setiap komponen memiliki mandiri sedangkan pusat ketergantungan satu sama lain penyimpanan bersifat ketergantungan Definisi Metode pengadaan Metode penjadwalan (Sumber Indrajit, Eko & Djokopranoto, Richardus, (2003), hal 249 dan diolah oleh Penulis, 2015)

32 2.12 Kerangka Teoritis Mulai Survei Lapangan Tinjauan Pustaka Identifikasi Masalah Penentuan Tujuan Penentuan Maksud Penelitian Proses Pengumpulan Data Biaya Distribusi dengan Metode Perusahaan (Y) Menghitung EOQ dan Safety Stock Perhitungan tabel distribusi dengan metode DRP Biaya Distribusi Metode DRP (X) X<Y Ya Tidak A B

33 A B Melakukan Peramalan permintaan periode 2016 Menghitung EOQ dan Safety Stock Perhitungan tabel distribusi dengan metode DRP Biaya Distribusi Metode DRP periode 2016 Simpulan dan Saran Gambar 2.3 Selesai Kerangkat Teoritis

34

35