BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Juli 2013. Pada awal penanaman sudah memasuki musim penghujan sehingga mendukung pertumbuhan tanaman. Penyiraman dilakukan intensif tergantung keadaan cuaca. Setelah dilakukan penyiraman. Prosentase perkecambahan cabai rawit Malita FM 80% dimana merupakan keadaan normal dalam pertumbuhan. Pada 1-2 MST dilakukan penyulaman pada benih-benih yang tidak tumbuh, sedangkan penyiangan dilakukan segera saat gulma muncul. Kondisi agroklimat kondisi geografis Kabupaten Gorontalo Utara yaitu dengan luas 1.777,03 km 2 terbentang di katulistiwa 0 10 LU / LS, rata-rata curah hujan berkisar 137,83 mm. Secara spesifik kondisi lahan penelitian diukur menggunakan GPS yaitu dengan luas 196,22 m 2 dengan titik koordinat Lintang Utara (LU) N 00 0 48 49, 136 Bujur Timur (BT) E 122 0 54 27.850. Kisaran ketinggian 62.2 m dpl, kemiringan lereng 25 0. Hasil Analisis sidik ragam Lampiran 2a sampai 7, menunjukkan bahwa variasi jarak tanam tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan diameter batang. Penggunaan jarak tanam 60 x 40 cm hanya berpengaruh nyata pada diameter batang pada umur 14 HST. Jarak tanam (100 x 80 cm) tidak berpengaruh terhadap bobot basah buah perpetak namun berpengaruh terhadap bobot basah buah pertanaman 4.2. Tinggi Tanaman Berdasarkan Tabel 1 berikut ini menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata pada tinggi tanaman. Berikut ini ditampilkan Tabel 1 tentang sidik ragam disajikan pada Lampiran 3a sampai 3f dengan DMRT 5% pada parameter tinggi tanaman.
Tabel 1. Rata-rata Tinggi Tanaman Cabai Rawit Varietas Malita FM pada Berbagai Variasi Jarak Tanam Umur 14 84 HST Tinggi Tanaman (cm) 14 HST 28 HST 42 HST 56 HST 70 HST 84 HST 8.80 10.30 16.57 21.43 29.43 39.07 9.26 11.07 16.60 22.87 28.80 38.53 8.36 10.83 13.37 16.13 21.10 32.60 8.30 10.23 15.33 20.07 17.20 41.47 8.50 9.83 12.40 13.37 18.83 28.53 DMRT 5 % - - - - - - KK % 5.58 16.30 25.67 28.08 31.79 32.68 Berdasarkan uji DMRT 5 %menunjukkan bahwa jarak tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter tinggi tanaman. Tinggi tanaman 84 hari setelah tanam memiliki nilai tertinggi pada perlakuan jarak tanam 100 x 40 cmsebesar 41.47 cm. Hal ini diduga ketika tanaman dengan jarak tanam yang rapat terjadi persaingan tanaman untuk mendapatkan cahaya. Seperti yang dikemukanan Naibaho (2006), bahwa pertambahan tinggi tanaman ini disebabkan karena tajuk tanaman yang semakin merapat mengakibatkan kualitas cahaya yang diterima menjadi turun. Meskipun untuk pertumbuhan yang terbaik pada jarak tanam 100 x 40 cm pada 84 hari setelah tanam, diduga hal ini bukan merupakan faktor tunggal dari pengaruh jarak tanam, tapi diduga karena sifat genetis dan perbedaan kesuaian lahan. Sebagai mana yang dikemukakan Purwanto (2003) bahwa batas yang jelas antara variasi yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan yang disebabkan faktor genetis sulit ditarik garis yang tegas, karena keduanya saling mempengaruhi. Untuk pertumbuhan tinggi lebih dipengaruhi oleh susunan genetis dari pada pertumbuhan diameter batang. Selain tinggi tanaman, parameter penting yang diukur dalam penelitian ini adalah diameter batang. Adapun hasil dan pembahasan ditunjukkan berikut ini. 4.3 Jumlah Daun Berdasarkan Tabel 2 berikut ini menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam memberikan pengaruh yang nyata hanya pada pengamatan 14 hari setalah tanam, namun tidak berbeda nyata pada pengamatan 28, 42, 56, 70 dan 84 HST disajikan
pada Lampiran 4a sampai 4f. Berikut ini ditampilkan Tabel 2 tentang sidik ragam dengan DMRT 5% pada parameter jumlah daun Tabel 2. Rata-rata Jumlah Daun Cabai Rawit Varietas Malita FM pada Berbagai Variasi Jarak Tanam Umur 14 84 HST Jumlah Daun (Helai) 14 HST 28 HST 42 HST 56 HST 70 HST 84 HST 4.51 ab 8.17 12.40 17.83 31.60 87.40 4.76 b 8.10 12.57 17.87 33.77 68.70 4.42 ab 8.53 10.97 13.87 24.40 74.37 4.75 b 7.47 12.00 15.70 20.47 73.43 4.39 a 8.27 8.97 10.60 20.87 43.93 DMRT 5 % 0.347 - - - - - KK % 17.45 44.32 38.55 51.29 48.31 7.28 Berdasarkan hasil uji DMRT 5% jumlah daun sebesar 4.76 helai dijumpai pada jarak tanam 60 x 40 cm. jarak tanam pada taraf ini diduga dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan jumlah daun. Hal ini diduga disebabkan antara tanaman satu dengan yang lain tidak saling menaungi dan menutupi sehingga tanaman dapat menerima cahaya matahari dan air dengan mudah. Semakin optimum air yang tersedia, maka semakin maksimal pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wulandari (2007), tanaman yang mempunyai tajuk dengan daun lebih banyak akan memungkinkan terjadinya persaingan terhadap penerimaan radiasi matahari, sirkulasi CO 2 dan penyerapan air sehingga dapat menurunkan hasil tanaman. Sebaliknya, tajuk yang mempunyai daun lebih sedikit memungkinkan radiasi matahari sampai ke seluruh permukaan daun. Selain itu, sirkulasi CO 2 menjadi lebih lancar karena udara mengalir dengan baik. Selain tinggi tanaman dan jumlah daun parameter pertumbuhan yang akan dibahas adalah diameter batang. Adapun hasil dan pembahasan dideskripsikan berikut ini. 4.4 Diameter Batang Parameter diameter batang merupakan salah satu indikator pertumbuhan untuk mengukur pengaruh perlakuan yang diterapkan. Pada percobaan ini, perlakuan jarak tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap diameter batang selama pengamatan pada umur 14, 28, 42, 56, 70, 84 HST dan Hasil sidik
ragam disajikan pada Lampiran 5a sampai 5f. Nilai rata-rata diameter batang dapat dillihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rata-rataDiameter Batang Cabai Rawit Varietas Malita FM pada Berbagai Variasi Jarak Tanam Umur 14 84 HST Diameter Batang (cm) 14 HST 28 HST 42 HST 56 HST 70 HST 84 HST 0.28 0.30 0.40 0.43 0.50 0.77 0.31 0.33 0.43 0.47 0.57 0.73 0.30 0.30 0.37 0.40 0.47 0.67 0.27 0.30 0.43 0.47 0.57 0.83 0.29 0.30 0.33 0.40 0.43 0.63 DMRT 5 % - - - - - - KK % 7.24 8.12 18.37 18.37 22.65 19.46 Berdasarkan uji DMRT 5 % menunjukkan bahwa jarak tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter diameter batang. Diameter batang 84 hari setelah tanam memiliki nilai tertinggi pada perlakauan jarak tanam 100 x 40 cm sebesar 0.83 cm, hal ini di duga tanaman yang ditanam pada jarak tanam yang lebar mendapat cahaya yang lebih banyak, karena mempunyai ruang tumbuh yang lebih luas. Pada saat tanaman yang mendapat cukup cahaya untuk aktivitas fisologisnya, tumbuhan cenderung melakukan pertumbuhan kesamping (diameter). Hal ini didukung oleh Marjenah, (2000) mengatakan pada intensitas cahaya yang cukup, tanaman cenderung memacu pertumbuhan diameternya, sehingga tanaman-tanaman yang tumbuh pada tempat terbuka mempunyai kecenderungan untuk lebih pendek dan kekar. Selain parameter pertumbuhan yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, dibahas juga parameter hasil yaitu bobot basah buah perpetak. Adapun hasil dan pembahasan berikut ini. 4.5 Bobot Basah Buah Perpetak Parameter bobot basah buah perpetak tidak dipengaruhi oleh jarak tanam secara nyata. jarak tanam 80 cm x 80 cm memiliki bobot basah buah perpetak yang terbesar, yaitu 79.67 gram sidik ragam disajikan pada Lampiran 6. Nilai rata-rata hasil panen cabai rawit varietas Malita FM per petak disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata Bobot Basah Buah Per Petak Cabai Rawit Varietas Malita FM pada Berbagai Variasi Jarak Tanam 14 84 HST Bobot Basah Buah Perpetak (gram) 70.00 75.43 79.67 68.08 65.00 DMRT 5% - KK % 19.46 pada uji lanjut DMRT5%. Berdasarkan uji DMRT 5 % menunjukkan bahwa jarak tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter bobot basahbuah perpetak. Bobot basah buah perpetak tertinggi pada perlakauan jarak tanam 80 x 80 cm sebesar 79.67 gram. Hal ini disebabkan jarak tanam akan mempengaruhi hasil dengan dua cara, yakni penggunaan jarak tanam yang terlalu rapat, sehingga tanaman akan mengalami kompetisi dengan tanaman-tanaman didekatnya. Pemakaian jarak tanam yang terlalu lebar mungkin akan mengurangi hasil satuan persatuan luas, karena jumlah tanamannya menjadi berkurang, meskipun ukuran produksi dari masing-masing individu tanaman makin besar. Abdullatif (1999) mengatakan bahwa semakin rapat jarak tanam, maka populasi tanaman semakin tinggi. Peningkatan populasi tanaman, pada awal hasil persatuan luas cenderung meningkat secara linier, tetapi jika populasi tersebut ditingkatkan lagi maka kenailan hasil akan berjalan lambat dan kerapatam tertentu akan menurun. Antara hasil dan jarak tanam terdapat hubungan asimptotik dan parabolik. Pada hubungan asimptotik permulaannya semakin tinggi populasi tanaman semakin meningkat produksinya, tetapi pada tingkat populasi tertentu bila populasi tersebut ditingkatkan lagi tidak terjadi peningkatan produksi atau konstan. Hubungan asimptotik ini berlaku untuk tanaman yang diharapkan produksi bagian vegetatifnya. Pada hubungan parabolik hasil akan meningkat terus sampai mencapai maksimum dengan meningkatnya populasi tanaman dan akan menurun pada tingkat populasi tertentu yang lebih tinggi lagi. Hubungan parabolik ini berlaku untuk tanaman yang diharapkan produksinya dari bagian generatifnya (Abdullatif, 1999). Selain parameter bobot basah buah perpetak, parameter yang perlu dilakukan yaitu bobot basah buah pertanaman. Adapun hasil dan pembahasan berikut ini.
4.6 Bobot Basah Buah Pertanaman Berdasarkan hasil sidik ragam Lampiran 7, dapat diketahui bahwa jarak tanam berpengaruh nyata terhadap parameter bobot basah buah pertanaman. Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat suatu kecenderungan dengan semakin lebar jarak tanam maka bobot basah buah pertanaman akan semakin tinggi. Tabel 5. Rata-rata Bobot Basah Buah Pertanaman Cabai Rawit Varietas Malita FM pada Berbagai Variasi Jarak Tanam 14 84 HST Bobot Buah Pertanaman (gram) 6.36 a 5.38 a 9.95 bc 8.51 b 10.85 c DMRT 5 % 1.911 KK % 19.46 Berdasarkan uji DMRT 5 % menunjukkan bahwa jarak tanam memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter bobot buah pertanaman. Bobot basah buah pertanaman tertinggi pada perlakuan jarak tanam 100 x 80 cm sebesar 10.85 gram atau 0.14 perhektar. Hal ini diduga diakibatkan adanya persaingan antar tanaman yang semakin ketat dalam memperebutkan air, zat hara serta cahaya matahari. Apabila jarak yang digunakan semakin lebar, maka jumlah populasi tanaman akan lebih sedikit namun kemungkinan produktivitas pertanaman akan lebih tinggi (Pembayun, 2008). Hal ini didukung oleh Harjadi (1996) dalam Pembayun (2008), pengaturan jarak tanam sangat berkaitan erat dengan kerapatan tanaman. Kerapatan tanaman akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penggunaan jarak tanam yang rapat akan meningkatkan jumlah populasi namun kompetisi yang dialami tanaman juga semakin ketat. Kompetisi yang intensif antar tanaman dapat mengakibatkan perubahan morfologi pada tanaman, seperti berkurangnya organ yang terbentuk sehingga perkembangan tanaman menjadi terganggu. Menurut Abdullatif (1999) mengatakan jarak tanam yang rapat menyebabkan tajuk tanaman tunpang tindih sehingga ada bagian-bagian tanaman yang kurang menerima pancaran sinar matahari, mengakibatkan produksi tanaman akan rendah. Walaupun demikian sampai tingkat kerapatan tanaman tertentu,
produksi tanaman persatuan luas tanah akan tinggi untuk kemudian menurun kembali karena kompetisi akan kebutuhan faktor lingkungan.