BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
Wawancara. Memakai temuan untuk. Kebutuhan. mengklarifikasi benefisiari yang dituju

Halimatus Sa diyah Universitas Negeri Malang

BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi

Draft 2010 PANDUAN PELAKSANAAN SKS SMA NEGERI 78 JAKARTA

Menjadi Sekolah Berprestasi, Berkarakter, Religius, dan Berwawasan Lingkungan. Humas78

2. Keadaan Fisik Sekolah

BAB II STRUKTUR DAN MUATAN KURIKULUM

INFORNASI AKADEMIK SMA NEGERI 78 TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB II PERSIAPAN, PELAKSANAAN, DAN ANALISIS HASIL

BAB II GAMBARAN UMUM SEKOLAH. saat itu SMA Negeri 14 Surabaya belum mempunyai gedung sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN A. ANALISIS SITUASI

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN 2 DI SMP NEGERI 2 SUBAH

PENYUSUNAN KTSP. Sosialisasi KTSP 1

LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN 2 SMA NEGERI 4 SEMARANG

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK STUDI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 3 ANALISIS PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Analisis Situasi

A. ANALISIS SITUASI 1. Kondisi Fisik Sekolah No. Nama Ruang Jumlah

Optimalisasi Program Kemitraan RSBI dengan PT dalam Rangka Menuju SBI Mandiri

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum SMAN 1 Rejotangan. SMPN 1 Rejotangan, dan SMK Rejotangan.

PANDUAN LAYANAN KELAS INTERNASIONAL

LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015 SMPN 2 WATES Alamat : Jl. KH Wahid Hasyim, Bendungan, Wates, Kulon progo

TANYA JAWAB PERTANYAAN UMUM TENTANG

BAB IV HASIL PENELITIAN. keadaan dari obyek yang erat kaitannya dengan penelitian. 1. Sejarah Singkat Berdirinya SMP Negeri 26 Surabaya

A. Analisis Situasi BAB I PENDAHULUAN. 1. Analisis kondisi fisik sekolah

BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Latar Belakang

BAB 3 GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB I MAJELIS PERWAKILAN KELAS (MPK)

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG

KULIAH PRAKTEK PENGALAMAN LAPANGAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA SMA Negeri 2 Wates

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

PEDOMAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER

PROFIL SEKOLAH Sunday, 27 June :50. A. Latar Belakang

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1

PANDUAN PENYELENGGARAAN SISTEM KREDIT SEMESTER UNTUK SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH DAN SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH

Model Penyelenggaraan Peminatan di SMA

BAB I PENDAHULUAN ANALISIS SITUASI

LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN DI SMA NEGERI 2 GRABAG TAHUN AJARAN 2012/2013

RINTISAN SISTEM SKS SMA NEGERI 78 JAKARTA. oleh: Tim Pengembang Kurikulum

URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI JABATAN DI SMA NEGERI 1 BOGOR

BAB II DESKRIPSI SMAN 10 TANGERANG Sejarah Berdirinya SMAN 10 Tangerang Seiring dengan otonomi daerah yang digulirkan pemerintah pusat maka

a. Mendapat inovasi dalam kegiatan kependidikan. b. Memperoleh bantuan tenaga dan pikiran dalam mengelola kependidikan.

LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN 2 DI SMA NEGERI 1 SEMARANG

INSTRUMEN VERIFIKASI/VALIDASI DOKUMEN KTSP

BAB I PENDAHULUAN. A. Analisis Situasi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Introduction. Nursyamsuddin

LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN 2 DI SMA NEGERI 2 KENDAL

BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi Kondisi Fisik

Laporan PPL UNY 2014 Page 1

PENYUSUNAN PENYUSUN KTSP

LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN 2 DI SMA NEGERI 5 SEMARANG

BAB II LANDASAN TEORI

BIDANG KURIKULUM ( Sugiyanta (SMAN 48 Jakarta) /

BAB II DISKRIPSI PERUSAHAAN

LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN 2 DI SMP NEGERI 4 MAGELANG. Disusun Oleh: Nama : Khozinatul Umuroh NIM : Prodi : Pendidikan matematika

Semoga Buku Tanya Jawab ini bermanfaat. Jakarta, Februari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

1. STANDAR ISI. 1. Guru mengembangkan perangkat pembelajaran pada kompetensi sikap spiritual siswa sesuai dengan tingkat kompetensi.

PERATURAN AKADEMIK SMA NEGERI 3 BATAM TAHUN PELAJARAN 2018/2019

1) Identitas Sekolah

Tersusunnya Visi, misi dan tujuan yang memuat upaya pelestarian fungsi lingkungan dan/ atau, mencegah terjadinya pencemaran dan/ atau

LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN II DI SMA NEGERI 2 GRABAG TAHUN AJARAN 2012/2013

PPL 2015 UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PROGRAM KERJA WAKIL KEPALA SEKOLAH BIDANG KURIKULUM TAHUN PELAJARAN 2015/2016

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 35 B. TUJUAN 35 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 36 D. UNSUR YANG TERLIBAT 36 E. REFERENSI 36 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 37

1. Menyiapkan format pembelajaran yang dibutuhkan Guru Mata Pelajaran

SUPLEMEN 1 BUKU PANDUAN ADIWIYATA TENTANG PENJELASAN PENCAPAIAN SEKOLAH ADIWIYATA

A. ANALISIS SITUASI. a. Visi : Unggul dalam prestasi, mampu bersaing di era Global dan terpuji dalam budi pekerti.

BAB III TINJAUAN ORGANISASI. sejarah SKPPN III sesuai SK Menteri P dan K RI Nomor 0189/O/1979,sekolah

BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi 1. Keadaan Fisik Sekolah ).

LAPORAN KERJA TAHUNAN SMP NEGERI 05 BATU TAHUN

LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN 2 DI SMK PALEBON SEMARANG

LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN II SMK NEGERI 6 SEMARANG

PERATURAN AKADEMIK SMA NEGERI 1 PARE

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 (sembilan) komponen muatan KTSP.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN 2 DI SMP NEGERI 6 SEMARANG

BAB II LOKASI PENELITIAN

KTSP KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015 SMP NEGERI 1 PRAMBANAN KLATEN

Berdasarkan hasil observasi kelas pra PPL, diperoleh data sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan akademik ini disusun untuk meningkatkan kualitas layanan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan di SMA Negeri 1 Pare.

Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 (sembilan) muatan KTSP. Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 (delapan) muatan KTSP.

PROGRAM KERJA KOORDINATOR EKSTRAKURIKULER SMP ITUS JALAKSANA TAHUN AJARAN 2015/2016 SMP ITUS

FORMAT OBSERVASI KONDISI SEKOLAH

PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA SMA NEGERI 1 PIYUNGAN

BAB II SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 29 MEDAN

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 34 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BANYUMAS

SMA NEGERI 78 JAKARTA

PERATURAN AKADEMIK KTSP G-78. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di SMA Negeri 78 Jakarta dengan Menerapkan Sistem Paket dan Rintisan SKS

BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sangat ketat dalam segala aspek kehidupan. Menurut Zuhal (Triwiyanto,

BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah.

I. STANDAR ISI. hal. 1/61. Instrumen Akreditasi SMP/MTs

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Subjek Penelitian SMA Negeri 1 Salatiga merupakan salah satu SMA Negeri yang ada di Salatiga yang terletak di Jalan Kemiri I nomor 1 Salatiga. SMA Negeri 1 Salatiga berdiri sejak 1 Juli 1954 dan memiliki luas lahan 7749 m 2. Dalam penyelenggaraan program pendidikan bagi sekolah, SMA Negeri 1 Salatiga memiliki Visi Beriman, Berkarakter, Berbudaya, Berdaya Saing, dan Berwawasan Lingkungan. Sebagai salah satu sekolah menengah negeri, SMA Negeri 1 Salatiga telah memperoleh penilaian akreditasi sekolah dengan nilai A (amat baik), selain itu SMA Negeri 1 Salatiga telah berhasil memperoleh sertifikasi ISO 9001:2008 di tahun 2012. Sedangkan dari segi penyelenggaraan pendidikan di SMA Negeri 1 Salatiga, terdapat dua program pembelajaran yakni program Intra Kurikuler dan Ekstra Kurikuler. Program Intra Kurikuler sekolah meliputi program pembelajaran dengan kelas percepatan (yang menempuh masa studi selama 4 semester), kelas akselerasi, dan kelas reguler yang terdiri dari 3 jurusan (IPA, IPS dan Bahasa), sedangkan program Ekstra Kurikuler terdiri dari program wajib, penunjukan dan pilihan. Adapun misi dari SMA Negeri 1 Salatiga adalah: 1. Mewujudkan insan yang bertaqwa melalui pendidikan dengan melaksanakan ajaran agama; 54

2. Mewujudkan insan berakhlak mulia melalui keteladanan; 3. Mewujudkan insan berkarakter melalui kegiatan intrakurikuler, ekstrakurikuler dan kegiatan organisasi sekolah; 4. Mewujudkan insan yang gemar meneliti dan cinta lingkungan; 5. Mewujudkan insan yang menjunjung tinggi kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan; 6. Mewujudkan insan yang aktif, kreatif, inovatif dan kompetitif secara nasional dan internasional. Sedangkan tujuan pendidikan di SMA Negeri 1 Salatiga adalah: 1. Mampu melaksanakan kurikulum 2013 dan program Cerdas Istimewa Bakat Istimewa (CIBI); 2. Mampu memperoleh medali dalam olimpiade Matematika, Sains dan prestasi non akademik tingkat nasional dan internasional; 3. Mampu melaksanakan proses pembelajaran yang aktif, kreatif, dan inovatif untuk semua mata pelajaran; 4. Mampu memiliki tenaga pendidik dan kependidikan yang profesional; 5. Mampu memiliki sarana dan prasarana pembelajaran yang memadai serta berbasis Information Communication Technology (ICT); 55

6. Mampu memiliki layanan manajemen berbasis Information Communication Technology (ICT) dan manajemen mutu ISO 9001:2008; 7. Mampu menjalin kerjasama dengan stakeholder untuk menggali dana yang memadai, wajar dan berkeadilan untuk meningkatkan kemajuan sekolah; 8. Mampu memiliki perangkat penilaian yang relevan; 9. Mampu memiliki lingkungan yang hijau, bersih, indah dan nyaman; 10. Mampu mewujudkan nilai-nilai keagamaan dan mampu beradaptasi dengan perkembangan budaya global sesuai jati diri bangsa. SMA Negeri 1 Salatiga juga memiliki beberapa program unggulan yang membedakan SMA Negeri 1 Salatiga dengan SMA lainnya yang ada di wilayah Salatiga. Program sekolah yang menjadi unggulan di SMA Negeri 1 Salatiga antara lain: a) Program SKS Program dimana peserta didik dapat menentukan sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang hendak diikuti, walaupun penerapan SKS di SMAN 1 Salatiga masih semi paket. b) Program Kelas Percepatan. Program kelas percepatan merupakan program sekolah dimana peserta didik dapat menempuh masa studinya di sekolah menengah selama 4 semester/2 tahun. Dimana kelas percepatan ini satu jam pelajaran hanya 30 menit saja, dan dalam 56

pelaksanaannya kelas percepatan memiliki waktu belajar yang berbeda dengan kelas reguler. c) Ekstrakurikuler Kegiatan non akademik yang didukung sekolah dengan menyediakan berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang meliputi OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah), MPK (Majelis Permusyawarahan Kelas), PD Vege (Persekutuan Doa), PMR (Palang Merah Remaja), KOJAR (Pramuka), Paskibra (Pasukan Pengibar Bendera), SRC (Smanssa Robotic Club), Fokuss (Forum Komunikasi Siswa Siswa Smanssa), KIR (Karya Ilmiah Remaja), PLG Jaga Bhumi, Merpati Putih (Bela Diri), PMR, Pramuka, Seni Gamelan (Karawitan), Seni Tari, SKI (Solidaritas Kerohanian Islam), X-Filis (Ekstra Film Smanssa), Sadaco, Tenis Meja, Futsal, Basket, PKS (Patroli Keamanan Sekolah), Drama, Koperasi, Edensor (Debat), Voli, dan VBC (Viva Brio Choir). d) Ujian Nasional menggunakan Computer Based Test (CBT) Dimana sistem ujian yang digunakan dalam ujian nasional menggunakan sistem komputer, sehingga hasil yang didapat lebih terpercaya dan akurat. e) Program Adiwiyata Program Adiwiyata merupakan program pengelolaan lingkungan hidup di sekolah, dimana SMAN 1 Salatiga menjadi salah satu sekolah yang ditunjuk untuk mengikuti program Adiwiyata ini. 57

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian Dalam sub-bab ini akan disajikan hasil penelitian dari aspek konteks, masukan, proses, dan hasil dari pelaksanaan program sistem kredit semester (SKS) di SMA Negeri 1 Salatiga. 4.2.1. Aspek Konteks (Context) Aspek konteks ini meliputi empat hal yaitu identifikasi kebutuhan, latar belakang pelaksanaan program, kebijakan dari pemerintah, dan visi misi sekolah. 4.2.1.1. Identifikasi Kebutuhan Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan Kepala Sekolah sebagai berikut: SKS ini bertujuan agar pembelajaran sesuai dengan minat dan bakat anak, karena dengan SKS tatap muka bisa dilanjutkan di luar jam pelajaran. Tentunya bukan SKS murni tetapi masih SKS semi paket, saya kira kalau di perguruan tinggipun kalau SKS murni bisa tidak pulang sampai malam ya. Di sini ada 6 seri mata pelajaran ya mbak ada 4 seri juga, disini juga ada kelas percepatan dimana harus ditempuh dalam 4 semester. Dengan SKS ini anak bisa memilih sesuai dengan IP yang didapatkannya, jadi memang tujuan kami untuk hal-hal seperti itu. Jika ada anak pintar kan kasihan kalau harus menunggu teman-temannya, jadi dengan SKS si pintar ini bisa mendapatkan SKS lebih banyak. SKS sudah berjalan selama 3 tahun di SMAN 1 Salatiga. Program SKS ini juga bertujuan untuk menjawab tuntutan jaman, dan untuk melayani anak-anak sesuai dengan kebutuhannya, dengan SKS ini kami bisa melayani anak-anak sesuai dengan apa yang dibutuhkannya. (Wawancara Rabu, 2 September 2015). Lebih lanjut lagi hasil wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah bagian kurikulum menyebutkan: 58

Pada waktu itu SMAN 1 Salatiga terpilih sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), padahal untuk menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dalam pelaksanaan pembelaja-rannya harus mengunakan sistem kredit semester (SKS). Sehingga agar SMAN 1 Salatiga bisa segera menjadi SBI maka sekolah menggunakan program SKS. Kemudian RSBI dihentikan, tetapi SMAN 1 Salatiga tetap menggunakan program SKS. Pada waktu itu merujuk pada permendikbud 81 A sebenarnya bukan hanya sekolah RSBI saja yang bisa melaksanakan program SKS, tetapi juga sekolah dengan kategori mandiri dan sekolah-sekolah berstandar Nasional sudah bisa melaksanakan program SKS. Dalam sks tersbeut ada ketentuan bahwa beban belajar di SMA bisa paling cepet 2 tahun, paling lama 5 tahun, tetapi kemudian direvisi menjadi paling lama 4 tahun. Selain tujuan untuk menjadi sekolah SBI, SMAN 1 Salatiga menggunakan program SKS dengan tujuan untuk bisa memfasilitasi peserta didik agar lebih cepat menyelesaikan sekolahnya di SMA, terutama bagi peserta didik dengan kategori Cerdas Istimewa (CI). Hal ini pertama kali dicetuskan oleh kepala sekolah waktu itu, yaitu bapak Saptono. Pada waktu itu beliau berpikiran selain agar SMAN 1 Salatiga menjadi skeolah SBI, pelaksanaan program SKS juga dimaksudkan agar dapat meluluskan anak selama 2 tahun, sehingga nantinya hal ini dapat menjadi ciri khusus dari SMAN 1 Salatiga. (Wawancara Selasa, 1 September 2015). Dari kedua hasil petikan wawancara diatas, dapat peneliti simpulkan bahwa pada mulanya yang menjadi kebutuhan SMAN 1 Salatiga sehingga menerapkan Sistem Kredit Semester (SKS) karena adanya surat keputusan kepala dinas provinsi Jawa Tengah yang menunjuk SMAN 1 Salatiga sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Dimana dalam panduan pelaksanaannya sekolah RSBI ini diwajibkan untuk menggunakan Sistem Kredit Semester (SKS) dalam penyelenggaraan sistem program pendidikan di sekolahnya. Namun ketika RSBI dihenti- 59

kan pihak sekolah tidak serta merta menghentikan program SKS, hal ini dikarenakan munculnya kebutuhan lain dalam penerapan program ini. Pihak sekolah menganggap dengan adanya program SKS sekolah dapat memfasilitasi peserta didik yang memiliki kategori Cerdas Istimewa (CI) untuk dapat mempersingkat masa studinya menjadi minimal 2 tahun. Kepala Sekolah yang menjabat pada waktu itu Bapak Saptono (di tahun 2011), sudah memiliki wacana untuk menjadikan masa studi yang singkat sebagai program unggulan di SMAN 1 Salatiga, sehingga melalui SKS sekolah dapat mewujudkan wacana tersebut. Dari pihak SMA Negeri 1 Salatiga telah berinisiatif untuk mengajukan perijinan bagi penerapan SKS di sekolahnya, namun karena adanya kendala berkaitan dengan perijinan dari pihak Dinas Pendidikan maka penerapan SKS belum bisa dilaksanakan. Setelah dilakukan evaluasi serta adanya hasil verifikasi dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah pada tanggak 9-14 Desember 2012 dan tanggal 4-5 September 2013, maka ketika RSBI dihentikan SMAN 1 Salatiga diberikan persetujuan untuk tetap melaksanakan SKS, dengan Surat Keputusan (SK) dari Dinas Pendidikan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terbit, dengan nomor 420/19148 yang bertanggal 11 Oktober 2013 (berdasarkan hasil studi dokumen). Pernyataan dari Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah bagian Kurikulum tersebut juga didukung dengan pernyataan dari para guru di SMAN 1 Salatiga, 60

yang menyebutkan tujuan dilaksanakannya program SKS di SMAN 1 Salatiga berdasarkan kebutuhan sekolah untuk memfasilitasi peserta didik dengan kategori cerdas istimewa agar dapat menyelesaikan studinya di sekolah menengah dengan jangka waktu seminimal mungkin. Lebih dari itu program SKS juga memberikan keuntungan bagi pihak guru untuk memenuhi tuntutan mengajar sebanyak 24 jam/minggu, sedangkan bagi peserta didik program SKS ini memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengembangkan minatnya (misalnya peserta didik di jurusan IPA tetap bisa mengambil mata pelajaran Ekonomi sebagai mata pelajaran lintas minat) sehingga peserta didik mendapat kesempatan lebih banyak untuk mengembangkan potensinya. Seperti petikan wawancara dengan salah satu guru SMAN 1 Salatiga berikut ini: Setahu saya kenapa program SKS dilaksanakan di SMAN 1 Salatiga, karena sekolah ingin memfasilitasi siswa dengan kategori cerdas istimewa, sehingga para siswa dapat lulus dari SMA dengan waktu seminimal mungkin. Tetapi kalau di SMAN 1 Salatiga ini paling cepat ya 2 tahun siswa baru bisa lulus. Selain itu program SKS ini juga memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengambil mata pelajaran yang disukai walaupun bukan jurusannya, kita menyebutnya kelas lintas minat. Jadi misalnya ada anak jurusan IPA tetapi pingin belajar bahasa Jerman, ya bisa-bisa saja dengan adanya kelas lintas minat. (Wawancara Senin, 31 Agustus 2015). 4.2.1.2. Kebijakan dari Pemerintah Berdasarkan hasil studi dokumen, adapun undang-undang yang menjadi landasan bagi 61

pelaksanaan program SKS adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 50 ayat (3); Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Pasal 13 dan 19; Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi pada bab III tentang beban belajar; Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah; Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 tahun 2013 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah; Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah; Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan Dasar dan Menengah; Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah; Peraturan Menteri Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Peraturan Menteri Nomor 64 Tahun 2014 tentang Peminatan pada Pendidikan Menengah; Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81 A tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013, lampiran i dan iv; Panduan Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester pada Sekolah Menengah Atas/Madrasah 62

Aliyah, tanggal 13 April 2010 dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP); dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 158 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. 4.2.2. Aspek Masukan (Input) Aspek Masukan (Input) ini meliputi rencana pelaksanaan program; Mekanisme Pelaksanaan Program; Sumber Daya Sekolah; Pembiayaan; Sarana dan Prasarana; dan Jadwal. 4.2.2.1. Rencana Pelaksanaan Program Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan Wakil Kepala Sekolah bagian kurikulum, peneliti mendapatkan informasi bahwa: sekolah membuat sendiri buku panduannya.kita dapatnya lewat pelatihan-pelatihan, dan diklat-diklat, karena pada waktu itu petunjuk teknis yang dibakukan itu belum ada, tetapi ada SMA yang sudah melaksanakan program SKS terlebih dahulu, yaitu SMA 78 Jakarta dan SMA 3 Bandung. Nah kita belajar dari mereka. Pada waktu itu ketika masih gencargencarnya RSBI mau menjadi SBI itukan sekolahsekolah yang RSBI itu harus bisa melaksanakan SKS, karena itu maka kemudian diadakan pelatihan besarbesaran bagi sekolah RSBI itu, nah salah satu narasumbernya ya dari SMA 78 Jakarta. Karena mereka sudah melaksanakan lama, maka mereka memberikan panduan dari sekolahnya. Baru kemudian dari SMA 1 Salatiga mengembangkan sendiri. Nah, karena pada waktu itu setelah kita mendapat pelatihan kemudian kita melakukan studi banding kesana (ke SMA 78 Jakarta dan SMAN 3 Bandung). Ternyata dua sekolah ini memiliki dua versi yang berbeda, kemudian kita meramu dari kedua 63

sekolah tersebut untuk kemudian diterapkan di SMAN 1 Salatiga. (Wawancara Selasa, 1 September 2015). Dari hasil wawancara dengan guru peneliti juga mendapatkan keterangan bahwa: Dalam merencanakan program ini tidak semua guru dilibatkan. Kepala sekolah sudah membentuk Tim Pengembangan Kurikulum (TPK) di dalamnya juga ada anggota bidang kurikulum, nah tim inilah yang terlibat dalam perencanaan program, mulai studi banding kemudian menyiapkan IHT (In house Training) bagi guru-guru lain, mengikuti diklat, dan yang membuat buku panduan. (Wawancara, Jumat 28 Agustus 2015). Dari hasil wawancara dengan Kepala Sekolah,Wakil Kepala Sekolah bagian Kurikulum dan Guru di SMAN 1 Salatiga, peneliti membuat simpulan bahwa dalam perencanaan pelaksanaan program pihak sekolah telah membentuk tim khusus dalam perencanaan program yang beranggotakan Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum beserta Guru-guru yang masuk dalam tim bidang kurikulum yang selanjutnya disebut sebagai Tim Pengembang Kurikulum (TPK). Dalam perencanaan program Guru di SMAN 1 Salatiga tidak dilibatkan secara keseluruhan demi efisiensi waktu dan efektifitas kerja. Dalam perencanaan program, tim pengembangan kurikulum (TPK) mengikuti beberapa diklat (pendidikan dan latihan) terkait dengan program SKS dimana pembicaranya berasal dari guru-guru SMA Negeri 78 Jakarta, dan beberapa pakar SKS dari Dinas Pendidikan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang salah satunya merupakan Kepala Sekolah SMAN 1 Salatiga saat itu yakni Drs. Saptono Nugrohadi, M.Pd., 64

M.Si. Kemudian tim pengembangan kurikulum (TPK) melakukan studi banding ke beberapa sekolah yang telah melaksanakan program SKS terlebih dahulu, yaitu SMA Negeri 3 Bandung dan SMA 78 Jakarta. Setelah melakukan diklat dan studi banding, tim pengembangan kurikulum (TPK) membuat buku panduan program SKS yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi sekolah yang dikembangkan dari buku panduan yang diperoleh dari SMA Negeri 3 Bandung dan SMA 78 Jakarta. Selanjutnya pihak sekolah mengadakan In House Training (IHT) di tahun 2013 di SMA Negeri 1 Salatiga dengan melibatkan seluruh guru dan staff sebagai peserta, dengan pembicara yang berasal dari SMA Negeri 3 Bandung. Di dalam In House Training (IHT) tersebut tim pengembangan kurikulum memberikan sosialisasi kepada guru tentang sistem kredit semester yang akan diterapkan di SMAN 1 Salatiga. Bukti untuk kegiatan perencanaan program SKS di SMAN 1 Salatiga kurang mendukung dikarenakan kegiatan tersebut sudah dilaksanakan ±4 tahun yang lalu, sehingga peneliti kesulitan mendapatkan bukti dokumentasi dari kegiatan IHT dan studi banding. Namun, peneliti telah melakukan pengecekan data kepada beberapa guru yang ikut terlibat dalam tim pengembangan kurikulum, para guru membenarkan bahwa kegiatan studi banding dan IHT pernah dilakukan. Guru-guru yang tidak terlibat dalam tim pengembangan kurikulum juga membenarkan adanya 65

kegiatan IHT sebelum program SKS dilaksanakan di SMAN 1 Salatiga. 4.2.2.2. Mekanisme Pelaksanaan Program Setelah berbagai sosialiasasi dilakukan, dan program siap untuk dilaksanakan, pihak sekolah memberikan sosisalisasi kepada peserta didik dan orang tua peserta didik. Sosialiasi ini dilakukan di setiap tahun ajaran baru bagi para peserta didik baru dan para orang tua peserta didik baru di Masa Orientasi Peserta Didik (MOPD), sehingga peserta didik beserta orang tua mendapatkan gambaran tentang program SKS. Hal ini sudah peneliti konfirmasi pada saat wawancara dengan salah satu orangtua peserta didik berikut ini: Pihak sekolah memberikan sosialisasi saat anak saya masih kelas 1 dulu, saat masih jadi siswa baru. Sebelum tahun ajaran dimulai kami mendapatkan undangan dari sekolah. Dalam sosialiasi tersebut dijelaskan Program SKS itu apa, bagaimana pelaksanaannya, nanti manfaatnya apa, semua dijelaskan dengan lengkap. (Wawancara Rabu, 26 Agustus 2015). Pihak sekolah juga memberikan buku panduan sistem kredit semester kepada peserta didik yang juga digunakan oleh para guru SMAN 1 Salatiga. Tim Kurikulum merupakan perancang dari buku panduan sistem kredit semester yang digunakan di SMAN 1 Salatiga, dimana setiap tahunnya ajaran baru buku panduan tersebut diperbaiki secara berkesinambungan terutama dari struktur beban belajar, karena dalam pelaksanaan program SKS sekolah mengalami perubahan kurikulum yang semula menggunakan 66

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) kemudian berganti menjadi kurikulum 2013, yang tentunya memberikan perbedaan dalam struktur beban mengajar. Kepala sekolah mengatakan bahwa: Sekolah membuat panduan sendiri dengan melihat situasi dan kondisi sekolah, tentunya pelaksanaan SKS di masing-masing daerah berbeda-beda, misalnya panduan SKS di SMAN 1 Salatiga tentunya tidak sam adengan panduan di SMA Pati,dll. Maka kami melakukan analisis terlebih dahulu hingga akhirnya bisa membuat buku panduan yang sesuai dengan situasi dan kondisi di SMAN 1 Salatiga. (Wawancara, Rabu, 2 September 2015) Pendapat Kepala Sekolah tersebut juga didukung dengan hasil wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah bagian Kurikulum yang mengatakan: Bagian kurikulum yang merancang dan berwenang menyusun buku, tetapi buku tersebut terus menerus diperbaiki dari tahun ke tahun. Walaupun muatan mata pelajarannya tidak bertambah, tapi terjadi pergeseran-pergeseran di beban mata pelajarannya. Kan KTSP dengan kurikulum 2013 tentu beban mata pelajarannya juag berbeda. Nah buku itu berlaku untuk tiap angkatan, jadi ketentuan-ketentuan yang ada di buku panduan berlaku selama siswa tersebut bersekolah di SMAN 1 Salatiga. Walaupun ada perbaikan, perbaikan tersebut berlakunya ya untuk angkatan selanjutnya. (Wawancara Selasa, 1 September 2015). Setelah dilakukan sosialisasi dan peserta didik diberikan buku panduan sistem kredit semester ketika Masa Orientasi Sekolah Peserta Didik (MOPD), peserta didik kemudian diminta untuk mengisi data lintas minat yang hendak di ambil di Kartu Rencana Studi (KRS) yang sudah disiapkan oleh pihak sekolah. Sehingga ketika tahun ajaran baru berlangsung peserta 67

didik telah mendapatkan jadwal sesuai dengan lintas minat yang dikehendaki. Berikut pernyataan dari Sedangkan untuk kriteria pengambilan beban mengajar; penilaian, penentuan indeks prestasi, dan kelulusan; serta cara menetapkan beban belajar pihak sekolah mengikuti aturan sesuai dengan panduan dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang telah peneliti paparkan di Bab II penelitian ini. 4.2.2.3. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang dimiliki SMAN 1 Salatiga meliputi : 1. Guru Guru sebagai pelaksana program memegang peranan penting dalam ketercapaian program agar sesuai dengan tujuan awal. Apabila dilihat dari kualitas sumber daya pengajarnya, secara menyeluruh jumlah pengajar di SMAN 1 Salatiga adalah 94 guru, dengan status kepegawaian 83 Guru Tetap (pegawai negeri sipil) dan 11 guru tidak tetap (guru honorer) dengan pendidikan terakhir D2 sejumlah 1 orang, D3 sejumlah 3 orang, S1 sejumlah 83 orang dan S2/S3 sejumlah 8 orang. Berdasarkan hasil wawancara para guru yan telah peneliti lakukan di tanggal 24 Agustus 2015, 25 Agustus 2015, dan 31 Agustus 2015, peneliti menyimpulkan bahwa para guru telah mendapatkan penjelasan yang cukup jelas tentang program SKS, walaupun guru tidak dilibatkan secara langsung dalam perencanaan program. Guru memahami mekanisme pelaksanaan program SKS melalui 68

sosialisasi dari bagian kurikulum dan dalam kegiatan In House Training yang diadakan sekolah. Namun guru sebagai pelaksana tidak memahami secara keseluruhan seluk beluk program SKS, dikarenakan dari pihak sekolah sudah memiliki tim khusus bagi pengembangan kurikulum. Salah satu guru di SMAN 1 Salatiga mengatakan bahwa: Kami di sini sebagai guru menjadi pelaksana program ya mbak, jadi kami tahunya ya program sudah ada kemudian disosialisasikan kepada kami kemudian kami yang melaksanakannya. Untuk jadwal, dan seluk beluk program SKS itu yang lebih mengetahui bagian kurikulum. (Wawancara Selasa, 25 Agustus 2015). Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah, masih ada beberapa guru yang belum memenuhi kompetensi pedagogis. Hal tersebut seperti petikan wawancara dengan kepala sekolah berikut: Dari keseluruhan guru yang ada di SMA 1 Salatiga sebanyak 85% telah memenuhi kompetensi pedagogis, kepribadian, sosial dan profesional, sedangkan 15% masih belum memenuhi beberapa aspek, misalnya dalam hal pedagogis, masih ada beberapa guru bersifat monoton dalam mengajar dan tidak bersedia mengembangkan kemampuan yang dimiliki. Ada juga beberapa guru yang tidak mau mengajar mata pelajaran lain, misalnya mengajar Ekonomi ya hanya ekonomi, tidak mau mengajar akuntansi, dan lainlainnya. Padahal hal tersebut dapat membantu guru tersebut untuk memenuhi jam mengajarnya. (Wawancara Rabu, 2 September 2015). Pendapat yang hampir sama juga disampaikan oleh Bapak Budiyanto selaku penangungjawab pelaksanaan SKS di SMA Negeri 1 Salatiga sebagai berikut: Guru-guru di SMA Negeri 1 Salatiga ini saya kira sudah memenuhi kompetensi sesuai dengan bidang 69

mata pelajaran yang diampu masing-masing. Guru sudah dapat bekerja sama dengan timnya dalam hal koordinasi pembagian jumlah beban mengajar yang harus diampu. Guru-guru juga memberikan respon yang baik terhadap pelaksanaan SKS, jika ada kendala mereka langsung menyampaikannya kepada saya bisa secara pribadi maupun dalam rapat guru. (Wawancara Selasa, 1 September 2015) Berdasarkan uraian di atas dapat peneliti simpulkan bahwa dari segi sumber daya manusia khususnya guru sebagai pelaksana SKS sudah cukup memadai. Para guru memiliki kompetensi pedagogis, kepribadian, sosial dan profesional, walaupun masih terdapat beberapa guru yang bersifat monoton dalam mengajar, namun hal tersebut masih dalam batas kewajaran, sehingga tidak menjadi kendala yang berarti bagi keterlaksanaan program SKS di SMA Negeri 1 Salatiga. 2. Peserta didik Dalam penerimaan peserta didik baru pihak sekolah menggunakan proses seleksi. Hal ini dikarenakan banyaknya calon peserta didik yang berminat masuk ke SMAN 1 Salatiga, namun kuota peserta didik baru yang dapat diterima oleh pihak sekolah sangat terbatas. Dengan adanya proses seleksi yang sekarang berupa pemberian peringkat berdasarkan nilai UN, calon peserta didik dapat melihat secara jujur dan terbuka proses penyaringan calon peserta didik. Sehingga calon peserta didik yang terpilih menjadi peserta didik di SMAN 1 Salatiga memenuhi kriteria memuaskan secara akademik. 70

Pada tahun pelajaran 2014/2015 peserta didik di SMA Negeri 1 Salatiga berjumlah 1215 peserta didik, dengan rata-rata jumlah peserta didik per kelas sebanyak 32 peserta didik. Pada saat seleksi PPDB tahun pelajaran 2014/2015 nilai rata-rata UN terendah adalah 73.3 dengan nilai rata-rata UN tertinggi 79.8, dengan rata-rata keseluruhan nilai UN 75.3, dimana nilai rata-rata ini merupakan nilai tertinggi dibandingkan 2 SMA negeri lainnya yang ada di Salatiga. Selain itu peserta didik di SMA Negeri 1 Salatiga rata-rata berasal dari SMP favorit dan unggulan di kota Salatiga. Maka dari data tersebut dapat peneliti simpulkan dari segi kualitas peserta didik SMA Negeri 1 Salatiga mendapatkan peserta didik dengan kualitas terbaik dibandingkan dengan SMA negeri lainnya yang ada di Salatiga. Sehingga hal ini juga dapat menjadi faktor pendukung bagi terlaksananya program SKS di SMA Negeri 1 Salatiga. 4.2.2.4. Pembiayaan Berdasarkan keterangan dari Kepala Sekolah, anggaran untuk program SKS termasuk dalam kegiatan pembelajaran reguler. Anggaran yang dibutuhkan dibuat dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) yang diusulkan oleh masing-masing bidang, dimana program SKS ini masuk ke dalam bidang kurikulum. Berikut wawancara dengan Kepala Sekolah: Sebelum menjadi RKAS masing-masing bidang mengajukan anggarannya yang kemudian kami seleksi menjadi RKAS, selanjutnya RKAS kami 71

mintakan tandatangan kepada Dinas Pendidikan, karena sumber dana berasal dari orangtua melalui SOP (Standart Operating Procedure) (Wawancara Rabu, 2 September 2015) Hal senada juga diungkapkan oleh Wakil Kepala Sekolah bagian kurikulum yang menyebutkan bahwa: Karena program SKS sudah menjadi program sekolah maka semua anggaran masuk ke dalam kegiatan pembelajaran reguler, pembiayaannya dari berbagai sumber. Ada yang dari BOS, dari orangtua. Semua biaya dari bidang kurikulum kami tuangkan ke dalam RKAS yang biasanya diajukan dari setiap bidang. Di dalam RKAS kami tuangkan keseluruhan rencana kegiatan dan anggaran yang kami butuhkan. (Wawancara Selasa, 1 September 2015) Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa pembiayaan program sistem kredit semester di SMAN 1 Salatiga, pihak sekolah tidak mengalami kesulitan. Adanya dukungan dari berbagai pihak baik Dinas Pendidikan dan orangtua peserta didik membantu tercukupinya anggaran yang dibutuhkan bagi pelaksanaan program. Adapun contoh Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah bagian kurikulum terdapat di lampiran. Namun peneliti tidak dapat mencantumkan besarnya anggaran yang dibutuhkan karena hal tersebut bersifat internal dan tidak dapat dipublikasikan. 4.2.2.5. Sarana dan Prasarana Berdasarkan hasil observasi dapat dikatakan bahwa sarana dan prasarana yang ada di SMAN 1 Salatiga tersedia dengan lengkap dan semua sarana dan prasarana yang ada digunakan secara maksimal 72

oleh para guru dan peserta didik dalam proses belajar mengajar. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah bagian Sarana Prasarana sebagai berikut: Terdapat 38 kelas dimana masing-masing kelas sudah ada LCD; terdapat 5 lab komputer; 2 lab bahasa; 2 lab fisika; 2 lab kimia; dan 2 lab biologi; 2 ruang agama untuk agama Kristen dan Katolik; 2 Masjid (Masjid yang lama dan masjid yang baru); kantor yang terdiri dari ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang tamu, ruang wakil kepala sekolah, dan ruang sarana prasarana; ruang komite; perpustakaan yang dilengkapi dengan komputer untuk mengakses e-book, dan internet; ruang kerajinan; ruang bimbingan konseling; UKS (Unit Kesehatan Sekolah); lapangan basket; lapangan upacara; gedung serbaguna; gudang; WC yang merangkap ruang ganti; gudang; tempat parkir ; kantin; serta dapur. Sesuai dengan procedur standar ISO saya berserta tim sarana prasarana juga terus melakukan pengecekan fasilitas secara berkala dan melakukan perbaikan dengan jangka waktu seminimal mungkin (Wawancara Kamis, 27 Agustus 2015) Berdasarkan hasil wawancara di atas, peneliti kemudian melakukan pengecekan keabsahan data melalui observasi, dimana hasil observasi terdapat dalam pedoman observasi di lampiran 12. Pendapat lain juga diutarakan oleh Peserta didik yang mengatakan bahwa sudah terdapat sarana prasarana yang memadai untuk pembelajaran, walaupun masih diperlukan beberapa perbaikan, seperti yang diungkapkan pada petikan wawancara berikut ini: Sarana dan prasarana sudah memadai, walaupun masih ada beberapa lab bahasa yang memerlukan perbaikan terutama pada alat yang biasa digunakan untuk listening dan speaking. Sudah banyak yang rusak sehingga jarang digunakan. Namun sarana dan prasarana di SMAN 1 Salatiga sudah memuaskan, 73

ketika kami mengeluh tentang sesuatu misalnya papan tulisnya rusak, pihak sekolah akan langsung menggantinya hanya dalam waktu seminggu. (Wawancara dengan Peserta didik kelas XII pada hari Rabu, 26 Agustus 2015). Namun berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah masih ada beberapa sarana prasarana sekolah yang perlu diperbaiki, misalnya perpustakaan. Seperti dalam hasil petikan wawancara berikut ini: Secara keseluruhan sarana prasarana sudah cukup memadai, namun tetap membutuhkan berbagai perbaikan, misalnya perpustakaan yang masih kurang layak. Walaupun sudah terdapat koleksi buku yang cukup banyak, internet juga sudah ada untuk mengakses e-book, sekarang sudah ada lebih dari 27 rombongan belajar sehingga diperlukan ruang perpustakaan yang lebih besar, sehingga dari pihak sekolah mengusulkan untuk membuat perpustakaan menjadi 2 lantai tapi sampai sekarang masih belum di ACC, karena anggaran yang dibutuhkan cukup besar, sekitar 1,2 M yang kami butuhkan. (Wawancara Rabu, 2 September 2015) Sedangkan dari Wakasek kurikulum juga menyebutkan untuk menjadi sekolah dengan program SKS yang lebih baik sekolah masih membutuhkan perbaikan di ruang kelas, dimana perlu penambahan ruang kelas, seperti petikan wawancara berikut ini: Sarana prasarana di SMAN 1 Salatiga sudah memadai, namun tetap dibutuhkan perbaikan. Karena program SKS yang diterapkan di SMAN 1 Salatiga masih semi paket, sehingga untuk menjadi benarbenar SKS diperlukan banyak ruangan sehingga pelaksanaan SKS dapat menerapkan moving class. (Wawancara Selasa, 1 September 2015) Dari keterangan berbagai sumber wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa sarana prasarana yang ada di SMAN 1 Salatiga sudah cukup baik dan sudah digunakan secara maksimal dalam kegiatan belajar mengajar, serta pengelolaan sarana dan prasarana juga 74

sudah baik, dan dapat dikatakan dari pihak bagian sarana prasarana sudah cepat tanggap dalam melakukan perbaikan-perbaikan. Namun tetap diperlukan beberapa perbaikan seperti ruang perpustakaan, ruang kelas, dan halaman depan sekolahan yang sudah rusak juga memerlukan perbaikan. Pihak sekolah sudah berupaya memperbaiki dan mengusulkan anggaran, namun semuanya tetap bergantung pada perijinan dari Dinas Pendidikan. 4.2.2.6. Jadwal Jadwal merupakan bagian yang sangat penting dalam pembelajaran dan juga pelaksanaan program. Seperti yang peneliti paparkan sebelumnya pembuatan jadwal diserahkan kepada bagian kurikulum, namun tetap dalam pembuatannya bagian kurikulum membutuhkan kerjasama dari pihak guru. Seperti petikan wawancara dengan salah satu guru SMAN 1 Salatiga berikut ini : Dalam pembuatan jadwal terdapat beberapa kendala yang dialami oleh guru, misalnya dalam hal pemenuhan jam mengajar 24 jam/minggu, terkadang terdapat semester dimana SKS nya hanya sedikit sedangkan sumber daya manusianya (guru) sangat banyak, sehingga perlu dibagi jamnya secara adil. Sehingga banyak guru Kimia, Fisika, dan Biologi yang juga mengajar Pengolahan, Rekayasa, Budidaya dalam rangka memenuhi jam mengajarnya. Dalam pelaksanaanya guru tetap diselaraskan dengan kemampuan yang dimiliki misalnya pengolahan di pegang oleh guru Kimia, guru Biologi dengan Budidaya, Rekayasa dengan guru Fisika, dan Kerajinan dipegang oleh guru Ekonomi. Dalam pembuatan jadwalnya pihak kurikulum memberikan jumlah jam mengajar, kemudian dari Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) akan melakukan diskusi 75

dan membagi jam mengajar sesuai porsinya, dari hasil diskusi akan dikembalikan kepada bagian kurikulum untuk dibuatkan jadwal mengajarnya agar tidak saling bertabrakan. (Wawancara Senin, 31 Agustus 2015) Hal ini senada dengan yang diutarakan oleh Wakasek bagian Kurikulum, bahwa dalam pembuatan jadwal bagian kurikulum bekerjasama dengan guru. Seperti kutipan wawancara berikut ini: Bagian kurikulum membagikan jumlah jam mengajar kepada masing-masing mata pelajaran, yang kemudian didiskusikan melalui MGMP. Dari MGMP akan diberikan lagi kepada bagian kurikulum untuk dibuatkan jadwalnya agar dari seluruh guru tidak ada yang bertabrakan, sehingga pembuatan jadwal ini merupakan sesuatu yang sangat ruwet. Jadi tidak menutup kemungkinana di awal semester terkadang terjadi tabrakan jadwal di beberapa mata pelajaran, namun seiring berjalannya waktu hal tersebut akan dapat diperbaiki. Ditambah lagi perlunya penyamaan jam mengajar pada saat lintas minat, misalnya pada hari Rabu, jurusan IPS semester 1 memiliki jadwal yang sama dengan Bahasa semester 1, hal ini dilakukan karena pada hari itu terdapat lintas minat dimana peserta didik melakukan Moving Class. (Wawancara Selasa, 1 September 2015) Dari hasil wawancara dengan peserta didik kelas X juga menyebutkan bahwa: Kalau mekanisme pelaksanaan SKS saya masih bingung, belum mengerti sama sekali, tapi kalau jadwal pelajarannya jelas kok, bisa dibaca dengan baik. Misalnya jadwal pindah kelas kapan dan dimana itu sudah ada di jadwal, walau kadang-kadang masih ada sih teman yang waktu awal-awal pembelajaran sering salah masuk kelas. Tapi bukan karena jadwalnya yang tidak jelas sih, tapi lebih karena bingung ruang kelasnya yang mana. (Wawancara Sabtu, 29 Agustus 2015) Dari hasil wawancara dengan pihak guru dan peserta didik dapat peneliti simpulkan jadwal yang dibuat oleh bagian kurikulum sudah sangat jelas. 76

Sehingga peserta didik dan guru dapat melaksanakan proses belajar mengajar dengan baik. Namun berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah akan muncul kendala pada jadwal jika sistem dapodik yang mewajibkan satu kelas minimal 20 peserta didik diberlakukan di Sekolah Menengah. Seperti petikan wawancara berikut ini: Jadwal yang dibuat oleh bagian kurikulum sudah sangat jelas dan dapat dipahami dengan baik, namun akan terdapat kendala ketika sistem dapodik mewajibkan guru untuk mengajar minimal 20 peserta didik, karena dengan program SKS ini pihak sekolah tetap harus membuka kelas ketika ada peserta didik yang berminat mengambil mata pelajaran tersebut walaupun jumlah pesertanya sedikit, misalnya hanya 3 peserta didik saja. Padahal dalam sistem dapodik diperlukan minimal 20 peserta didik agar jam mengajarnya diakui. Sehingga untuk menyiasati hal ini pihak sekolah melakukan beberapa improvisasi dalam program SKS. Pihak sekolah akan menutup kelas jika telah memenuhi kuota, sehingga peserta didik yang sebenarnya berminat mengambil mata pelajaran tersebut karena kuota sudah penuh dipaksa mengambil mata pelajaran lain. Misalnya matematika, banyak anak dari berbagai jurusan yang mengambil matematika sebagai mata pelajaran lintas minat mereka, sehingga kuota untuk mata pelajaran ini snagat banyak, untuk itu mata pelajaran ini hanya dibuka beberapa kelas saja, agar mata pelajaran lain juga mendapatkan peserta. (Wawancara Rabu, 2 September 2015). Dari hasil wawancara dan studi dokumen yang peneliti lakukan, dapat peneliti simpulkan bahwa penerapan program SKS di SMAN 1 Salatiga bersifat semi paket, hal ini dilakukan agar guru tetap dapat memenuhi kewajiban jam mengajarnya, dan juga terjadi pemerataan jam mengajar bagi semua guru, selain itu dari segi jadwal juga memudahkan bagian 77

kurikulum dalam membagi jam mengajar para guru. (Contoh jadwal terdapat pada lampiran). Dari bagian kurikulum mengatakan dalam pembuatan jadwal sering terjadi kendala, hal ini disebabkan ada sebagian guru yang tidak bersedia mengajar mata pelajaran lain selain mata pelajaran yang diampunya sehingga guru menjadi kekurangan jam mengajar, dan dari pihak kurikulum kekurangan sumber daya manusia (guru) untuk mengajar mata pelajaran tertentu. 4.2.3. Aspek Proses (Process) Hasil penelitian untuk aspek proses terbagi menjadi beberapa hal, meliputi persiapan guru; pelaksanaan SKS; dan penilaian hasil pembelajaran. 4.2.3.1. Persiapan Guru Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada salah satu guru di SMAN 1 Salatiga diperoleh data bahwa dalam mempersiapkan pembelajaran dengan program SKS dilakukan dengan membuat rencana pembelajaran yaitu RPP (rencana Pelaksanaan Pembelajaran), silabus, program tahunan (Prota) dan program semester (Promes) yang dibuat di setiap awal tahun ajaran baru melalui rapat kerja (Raker) dimana masing-masing musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) bekerja bersama timnya untuk membuat persiapan pembelajaran. Sedangkan dalam pelaksanaan pembelajaran maisng-masing guru 78

menggunakan metode pembelajaran yang beragam sesuai dengan kebutuhan peserta didik di kelas. Pelaksanaan pembelajaran dengan program SKS sama dengan pelaksanaan pembelajaran dengan program-program sebelumnya, hanya dari segi jadwal yang berbeda sesuai dengan petikan hasil wawancara dengan salah satu guru pengampu mata pelajaran Bahasa Jerman seperti berikut: Pelaksanaan pembelajaran dengan program SKS ini sama seperti pelaksanaan pembelajaran seperti kurikulum terdahulu, karena program SKS ini lebih menekankan pada kemandirian anak, sedangkan guru hanya menjadi fasilitator saja. Jadi tidak ada strategi mengajar yang khusus ataupun hal-hal khusus yang perlu dipersiapkan. Semua bergantung kepada masing-masing individu. Ada guru yang masih monoton, ada guru yang mau berkembang dan menerapkan metode-metode baru, semuanya bervariasi. (Wawancara, Senin 24 Agustus 2015) Hal tersebut juga disampaikan oleh guru pengampu mata pelajaran Bahasa Inggris yang berkata demikian: Persiapan guru dalam pelaksanaan pembelajaran dengan SKS ini sama seperti kurikulum-kurikulum terdahulu. Persiapannya hanya bersifat prosedural, dari membuat prota, promes, dan lain-lain. Tidak ada yang berbeda. Metode pembelajaran yang digunakan masih sama, materi juga masih sama. Yah paling kalau ada metode-metode baru yang dapat kita aplikasikan di pembelajaran, baru dibutuhkan persiapan, tapi selebihnya persiapan guru masih sama. (Wawancara, Senin, 31 Agustus 2015). Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan dalam hal persiapan guru semuanya berjalan sama seperti program-program terdahulu dan tidak mengalami perubahan. 79

4.2.3.2. Pelaksanaan Sistem Kredit Semester Pelaksanaan SKS di SMAN 1 Salatiga sudah berjalan sesuai dengan tujuan awal. Dimana peserta didik yang aktif akan mendapatkan SKS yang lebih banyak sesuai dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang didapatkan dimana mereka dapat mengambil pengayaan di semester selanjutnya. Seperti yang diungkapkan oleh Wakasek bagian Kurikulum berikut ini: Ketika peserta didik aktif dan mendapatkan IPK yang lebih bagus dibandingkan teman-temannya, sesuai dengan buku panduan peserta didik tersebut dapat mengambil mata pelajaran lebih banyak di semester selanjutnya, misalnya siswa semester 1 mendapat IPK >3,6 maka siswa tersbeut di semester 2 dapat mengambil mata pelajaran semester 2 ditambah mata pelajaran semester 3. Dimana pelaksanaan pembelajarannya dilakukan di semester pendek yang biasanya ada di akhir semester atau bisa juga di jam pelajaran tambahan setelah pelajaran reguler selesai di semester selanjutnya. Dimana semua anak di semester 2 yang akan mengambil mata pelajaran tambahan semester 3 dikelompokkan menjadi satu kelas diluar jam pelajaran reguler. (Wawancara pra penelitian, Kamis 2 Juli 2015). Sedangkan bagi peserta didik yang kurang aktif dan memiliki nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) harus melakukan perbaikan yang dilakukan di luar jam pelajaran reguler agar dapat memperbaiki nilainya, seperti yang diungkapkan oleh Wakasek bagian Kurikulum berikut ini: Ketika ada peserta didik yang tidak memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), peserta didik tersebut berhak mengambil pengayaan di semester pendek yang biasanya ada di akhir semester dimana ada minimal 8 kali pertemuan, atau bisa juga pengayaan dilakukan di luar jam pelajaran reguler di 80

semester berikutnya. (Wawancara Selasa, 1 September 2015) Pelaksanaan pembelajaran dengan program SKS di SMAN 1 Salatiga masih semi paket. Dimana masih terdapat mata pelajaran yang diwajibkan di masingmasing jurusan (IPA, IPS, dan Bahasa), sedangkan untuk mata pelajaran peminatan dan lintas minat, peserta didik diberikan kebebasan untuk memilih mata pelajarannya sendiri. Sedangkan bagi peserta didik yang ingin mengambil Percepatan, pihak sekolah membuat berbagai seri mata pelajaran dimana dalam pelaksanaannya peserta didik dibimbing agar dapat menyelesaikan seluruh SKSnya dalam jangka waktu 2 tahun, agar peserta didik tersebut dapat mengikuti Ujian Nasional bersama dengan peserta didik lainnya. Hal inilah yang menjadi salah satu kendala penerapan program SKS, pihak pemerintah belum memfasilitasi peserta didik yang dapat menyelesaikan masa studinya ketika berada di semester antara. Seperti pemaparan Wakasek bagian kurikulum berikut ini: Pihak sekolah menuntun peserta didik dengan program percepatan agar dapat menyelesaikan masa studinya selama 2 tahun, agar peserta didik tersebut dapat mengikuti ujian bersama kakak tingkatnya. Karena dari pemerintah belum memberikan regulasi yang jelas bagi peserta didik yang dapat menyelesaikan studinya selama 2,5 tahun. Peserta didik tersebut terpaksa harus menunggu sampai Ujian Nasional dilaksanakan. Sehingga hal tersebut menjadi sesuatu yang sia-sia. Oleh karena itu pihak sekolah menyiasati dengan membuat seri mata pelajaran agar para siswa dapat selesai dalam jangka waktu 3 tahun atau 3 tahun. (Wawancara, Selasa, 1 Sepetember 2015) 81

Kendala lain yang muncul dalam pelaksanaan SKS ini juga dialami oleh peserta didik yang telah mengambil SKS lebih banyak dibandingkan temantemannya, seperti penuturan dari salah satu peserta didik kelas XII seperti berikut: Program SKS menurut saya sesuatu yang kurang bermanfaat, contohnya saya. Dulu di semester 3 saya dapat mengambil mata pelajaran lebih banyak dibandingkan teman-teman sehingga saya ikut mengambil mata pelajaran tambahan dari semester 5. Tapi saya malah menjadi kelelahan dan mendapat nilai kurang memuaskan karena selain pelajaran reguler saya harus ikut pelajaran tambahan di luar jam pelajaran reguler. Apalagi setelah di semester 5 sekarang, karena mata pelajaran itu sudah saya ambil di semester 3, saya hanya bisa duduk diam di kelas dan tetap mengikuti pelajaran tapi tidak mendapatkan nilai, karena nilai sudah saya dapatkan di semester 3. Saya sebenarnya diperbolehkan keluar ruangan, tapi untuk apa, toh saya sendirian tidak ada temannya, ya akhirnya tetap ikut pelajaran di kelas. (Wawancara Rabu, 26 Agustus 2015). Sedangkan pemaparan dari salah satu guru SMAN 1 Salatiga, menyebutkan dengan aturan yang baru dimana sekolah menerapkan five days school pada tahun ajaran 2015/2016 sehingga terjadi penyesuaian jadwal yang menyebabkan program SKS diperbaiki kembali yang menyebabkan terganggunya program SKS yang telah berjalan sebelumnya. Sedangkan dari guru SMAN 1 Salatiga yang lain, menyebutkan kendala dalam penerapan program SKS ini disebabkan kurangnya SKS yang didapatkan, seperti dalam petikan wawancara berikut ini: Kendala pelaksanaan SKS itu dikarenakan adanya tuntutan dari pemerintah yang mewajibkan guru mengajar 24 jam, sedangkan di semester tertentu SKS untuk mata pelajaran tersebut sangat sedikit. Sehingga SKSnya hanya sedikit sedangkan jumlah 82

guru mata pelajaran tersebut banyak. Sehingga akhirnya guru harus mengajar mata pelajaran lain untuk memenuhi jam mengajarnya. (Wawancara Senin, 31 Agustus 2015). Sedangkan berdasarkan hasil wawancara yang berasal dari peserta didik di kelas XII, menyebutkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang mencolok antara program SKS dengan pembelajaran menggunakan kurikulum biasa. Peserta didik merasa penjelasan di buku panduan SKS kurang rinci sehingga masih banyak pertanyaan muncul tentang program SKS. Seperti petikan wawancara dengan salah satu peserta didik kelas XII berikut ini: Waktu awal aku masuk belum ada yang namanya KRS, nah setelah aku kelas XI baru muncul yang namanya KRS. Karena aku dan temen-temen masih belum paham itu KRS, aku coba tanya ke pembimbing akademik atau wali kelas. Tapi wali kelas belum tahu jawabannya trus mau ditanyain ke bagian kurikulum. Tapi sampai ditunggu lama tidak ada penjelasan lebih lanjut. Coba cari di buku panduan juga tidak ada. (Wawancara Rabu, 26 Agustus 2015) Berdasarkan hasil wawancara secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa peserta didik kelas XII yang telah melaksanakan program SKS selama ±2 tahun masih belum memahami program SKS secara keseluruhan. Peserta didik hanya mengikuti jadwal yang dibuat oleh pihak sekolah. Lebih dari itu, dapat peneliti simpulkan masih terdapat kendala dalam pelaksanaan program SKS terutama berkaitan dengan mekanisme pelaksanaannya dan kurangnya regulasi dari pemerintah untuk mendukung program ini. 83

4.2.3.3. Penilaian Hasil Pembelajaran Pelaksanaan penilaian hasil belajar di SMAN 1 Salatiga dilakukan sesuai dengan panduan dari BSNP, dimana penilaian meliputi penilaian kompetensi sikap, penilaian kompetensi pengetahuan, dan penilaian kompetensi keterampilan sesuai dengan yang peneliti paparkan di bab II penelitian ini. Pelaksanaan penilaian hasil belajar di SMAN 1 Salatiga mengalami perbaikan-perbaikan sesuai dengan kebutuhan sekolah, dimana dalam penilaian kompetensi pengetahuan terutama dalam tes tertulis, bagian kurikulum membuat tes ulangan harian yang dilakukan secara serempak. Namun berdasarkan hasil wawancara dengan peserta didik menyebutkan bahwa: Ulangan harian yang dilakukan secara serempak membuat lebih mudah berkonsentrasi dalam belajar, tapi dalam penyusunan jadwalnya kadang kurang memperhatikan kebutuhan siswa, misalnya dalam satu hari ada ulangan harian Sejarah bersamaan dengan Geografi dimana kedua mata pelajaran tersebut bersifat hafalan semua. Makanya kalau bisa kan dalam pembuatan jadwal ulangan harian hafalan bisa dipasangkan dengan hitung-hitungan, misalnya sejarah dengan akuntansi. (Wawancara Jumat 28 Agustus 2015) Pelaksanaan penilaian program SKS ini dijabarkan ke dalam laporan hasil belajar peserta didik, dimana dari bagian kurikulum telah membuat desain untuk laporan hasil belajarnya. Desain ini kemudian dijadikan sebuah program komputer, dimana hal ini memudahkan guru dalam menginput nilai. Seperti yang dipaparkan oleh salah satu guru berikut ini: Dalam pembuatan rapor kami para guru tinggal menginput nilai ke dalam program, nanti waktu dicetak atau diprint sudah keluar laporan hasil belajar 84

peserta didik yang terdiri dari 4 lembar. Program komputer itu juga dapat membaca sendiri misalnya nilai 80 nanti keluar nilai A atau B, itu semua sudah ada di program tersebut. Nah, kemudian tugas para pembimbing akademik untuk mengecek apakah sudah sesuai atau belum, karena bisa jadi program melakukan kesalahan, yang nilainya bagus 80 di raporkeluar C, nilai 60 juga keluar C hal seperti itu pernah terjadi sebelumnya. (Wawancara Selasa, 25 Agustus 2015) Sedangkan dalam hasil penilaiannya, yang berupa Indeks prestasi kumulatif, peserta didik juga mengeluhkan karena sistem yang dipakai merugikan peserta didik, seperti petikan hasil wawancara berikut ini: Kalau di rapor kan pakainya nilai A,B,C dan sebagainya, nah kadang itu kan perubahan nilai yang terjadi tidak signifikan, misalnya aku yang di semester 1 dapat nilai 76, di semester 2 dapat nilai 78, tapi masuk ke dalam rapor tetap saja nilainya B-. Padahal perubahan nilai 2 poin saja itu kan berarti buat kami. Makanya inginnya di rapor selain nilai A,B,C juga ada nilai berupa angka seperti dulu, jadi kelihatan peningkatannya walau hanya 1 poin. (Wawancara Jumat, 28 Agustus 2015) Laporan hasil belajar penilaian peserta didik yang ada di SMAN 1 Salatiga juga menyesuaikan dengan kebutuhan masing-masing peserta didik. Ada laporan hasil belajar yang terdiri dari semester 1 saja, tapi juga ada peserta didik yang menerima dua macam laporan hasil belajar, dimana laporan hasil belajar pertama berisi nilai mata pelajaran yang diambil di semester ini, sedangkan laporan hasil belajar yang satunya berisi nilai mata pelajaran yang diambil dari kelebihan SKS yang dimiliki. Untuk contoh desain laporan hasil pembelajaran, peneliti lampirkan pada lampiran 4. 85

Berdasarkan hasil wawancara dengan orangtua peserta didik penilaian dalam laporan hasil belajar sudah cukup jelas dan dapat dipahami, karena sistemnya hampir sama dengan sistem yang dialami para orangtua peserta didik semasa kuliah dahulu, seperti berikut : Rapornya sudah jelas ya kalau menurut saya, mudah dibaca soalnya tidak beda jauh dengan sistem penilaian waktu saya kuliah dulu. Jadi saya tidak mengalami kendala untuk memahami hasil belajar putra saya. (Wawancara Rabu, 26 Agustus 2015) 4.2.4. Aspek Produk Dalam aspek produk, akan dibahas mengenai 2 hal yaitu ketercapaian tujuan dan keberlanjutan program. 4.2.4.1. Ketercapaian Tujuan Dalam sub bab ketercapaian tujuan, peneliti memaparkan hasil penilaian terhadap program berdasarkan hasil wawancara mendalam apakah sudah sesuai dengan tujuan awal yang direncanakan oleh pihak sekolah. Dari hasil wawancara dengan berbagai pihak diperoleh kesimpulan program sistem kredit semester (SKS) sudah berjalan sesuai dengan tujuan awal program. Dimana dalam aspek komponen konteks disebutkan tujuan program SKS adalah memfasilitasi peserta didik yang memiliki kategori cerdas istimewa (CI) untuk dapat menyelesaikan masa studinya menjadi 2 tahun, dan dalam pelaksanaannya SMA Negeri 1 Salatiga telah membuka kelas percepatan yang telah berjalan dari tahun pelajaran 2014/2015 sampai sekarang dengan jumlah peserta didik kelas percepatan 86