POLA PENATAAN LAHAN PEKARANGAN BAGI KELESTARIAN PANGAN DI DESA SEBORO KRAPYAK, KABUPATEN PURWOREJO Cahyati Setiani, Iswanto, dan Endang Iriani Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Email: cahyati_setiani@yahoo.com ABSTRAK Pengkajian mengenai pola penataan pekarangan bagi kelestarian pangan dilakukan di Desa Seboro Krapyak, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah pada 2012. Tujuan pengkajian adalah mendapatkan model penataan pekarangan yang sesuai dengan kondisi spesifik lokasi dan dapat meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga secara lestari. Metode yang digunakan dalam introduksi teknologi adalah Partisipatory Learning Approach (PLA). Penataan lahan pekarangan didasarkan pada strata luasan lahan dengan mengkombinasikan komoditas sayuran/buah-buahan, umbi-umbian, dan ternak. Data yang dikumpulkan mencakup jenis komoditas yang diusahakan, hasil panen, penghematan pengeluaran, dan prosentase pemanfaatan hasil panen. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa (i) 68% lahan pekarangan luasannya > 400 m2 (ii) komoditas yang paling sesuai adalah kombinasi antara tanaman sayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian, (iii) hasil panen dapat menghemat pengeluaran konsumsi rumah tangga 15-20%, (iv), hasil panen dari lahan pekarangan > 50% dijual. Permasalahan pengelolaan pekarangan utamanya adalah ketersediaan air di musim kemarau. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa pola penataan tanaman yang diintroduksikan dapat meningkatkan ketahanan pangan secara lestari, apabila dapat mengeleminir permasalahan yang ada. Kata kunci : pola penataan, pekarangan, kelestarian pangan PENDAHULUAN Kabupaten Purworejo memiliki sumber daya lahan pertanian yang menjadi tumpuan masyarakat, yang dapat dibuktikan oleh kontribusi pertanian pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Tahun 2011 sektor pertanian menyumbang 31.89% (Bappeda dan BPS Kab. Purworejo, 2011), namun demikian sektor pertanian selama lima tahun terakhir (2007-2011) secara keseluruhan mengalami penurunan kinerja. Hal ini disebabkan konversi lahan pertanian (sawah dan tegalan) semakin meningkat, ketersediaan air irigasi menurun, dan terjadinya anomali iklim. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya penurunan ketahanan pangan bagi rumah tangga petani (Bappeda dan BPS Kabupaten Purworejo, 2010). Konversi lahan pertanian ke non pertanian di Kabupaten Purworejo sekitar 5.6 ha/tahun (BPS Kabupaten Purworejo, 2011). Ketersediaan air bagi tanaman baik yang berasal dari curah hujan dan atau irigasi pasokannya semakin menurun (Suara Karya, 2010). Anomali iklim juga telah mengakibatkan lahan sawah maupun tegalan tidak mendapat pasokan air secara optimal bagi pertumbuhan tanaman (Dipertanhort, 2011). Salah satu langkah yang ditempuh oleh Pemerintah adalah menggerakkan kembali budaya menanam di lahan pekarangan menuju kemandirian pangan. Kementerian Pertanian menyusun suatu konsep yang disebut dengan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari yang dibangun dari Rumah Pangan Lestari (RPL) dengan prinsip pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, serta peningkatan pendapatan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tujuan dari pengembangan rumah pangan lestari adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga, serta mengembangkan ekonomi produktif. Dengan dikembangkannya Program 278 Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Pekarangan, Semarang 6 November 2012
Rumah Pangan Lestari diharapkan dapat terpenuhinya kebutuhan pangan keluarga (Kementrian Pertanian, 2011). Sementara itu, di sisi lain potensi pekarangan bagi peningkatan ketahanan pangan rumahtangga petani masih belum termanfaatkan secara optimal. Petani hanya menfokuskan kegiatan usahatani di lahan sawah dan tegalan. Pemanfaatan waktu luang dapat diarahkan untuk mengelola lahan pekarangan. Agar pekarangan dapat berfungsi sebagai media kegiatan ekonomi produktif yang lestari diperlukan penataan spesifik lokasi. Makalah ini menguraikan tentang karakteristik lahan pekarangan dan model penataan pekarangan yang sesuai dengan kondisi spesifik lokasi dan dapat meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga secara lestari. METODE Pengkajian mengenai pola penataan pekarangan bagi kelestarian pangan dilakukan di Desa Seboro Krapyak, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah pada 2012. Tujuan pengkajian adalah mendapatkan model penataan pekarangan yang sesuai dengan kondisi spesifik lokasi dan meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga secara lestari. Metode pendekatan yang digunakan dalam introduksi teknologi adalah Partisipatory Learning Approach (PLA). Penataan lahan pekarangan didasarkan pada strata luasan lahan dengan mengkombinasikan komoditas sayuran/buah-buahan, umbi-umbian, dan ternak. Berdasarkan luas lahan, pekarangan dikelompokkan menjadi 3, yaitu (i) pekarangan sempit (<120 m 2 ), (ii) pekarangan sedang (120-400 m 2 ), dan (iii) pekarangan luas (>400 m 2 ). Data yang dikumpulkan mencakup jenis komoditas yang diusahakan, hasil panen, penghematan pengeluaran, dan prosentase pemanfaatan hasil panen. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Pengkajian Kabupaten Purworejo terletak antara 109 0 47 28 BT - 110 0 8 20 BT dan 7 0 32 LS 7 0 54 LS, luas wilayah kurang lebih 1034,81 Km 2. Secara umum Kabupaten Purworejo mempunyai iklim tropis dengan dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau yang datang setiap enam bulan silih berganti. Suhu rata-rata maksimum di daerah kegiatan antara 27 o C 32 o C dan suhu rata-rata minimum antara 20 o C 25 o C. Kelembaban rata-rata antara 70 90 %. Curah hujan tertinggi pada bulan Oktober sebesar 11.334 mm, diikuti bulan November sebesar 8.236 mm (BPS Kabupaten Purworejo, 2011). Potensi air di Kabupaten Purworejo juga berasal dari air permukaan. Terdapat beberapa sungai yang dimanfaatkan untuk keperluan irigasi, diantaranya Sungai Bogowonto, Sungai Kodil, Sungai Jali, Sungai Gebang, Sungai Bedono, beserta anak sungainya. Sungai-sungai tersebut termasuk ke dalam DAS Serayu, Lukulo, Bogowonto, dan Wawar. Selain untuk keperluan irigasi, air sungai juga dimanfaatkan sebagai air minum. Penggunaan Lahan Bedasarkan Peta Rupabumi Indonesia Skala 1:25.000, dapat diketahui dapat jenis penggunaan lahan di Kabupaten Purworejo yang terdiri dari sawah irigasi, sawah tadah hujan, ladang/tegalan, lahan kosong, permukiman, kebun, serta semak belukar(bappeda dan Adhi Karma, 2007). Berdasarkan data penduduk 2005, Kabupaten Purworejo berpenduduk 774.284 Jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata 748 Jiwa/Km 2 (Bappeda dan BPS Kabupaten Purworejo, 2011). Desa Seborokrapyak merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kabupeten Purworejo. Luas lahan pekarangan di Desa Seborokrapyak, berdasarkan strata luasan lahan i) < 120 m 2 (33%), ii) 120 400 m 2 (43%), dan iii) > 400 m 2 (24%) (Gambar 1). Lahan pekarangan tersebut belum ditata dan dikelola secara optimal, sebagian besar ditanami tanaman tahunan tanpa penataan dan sentuhan teknologi budidaya. Gambar 1. Persentase Luasan Lahan Pekarangan Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis 279
Jumlah anggota keluarga yang membantu kegiatan usahatani, di Desa Seborokrapyak bervariasi dengan kisaran 1-4 orang, masingmasing: i) 1 orang (36%), ii) 2 orang (36%), iii) 3 orang (23%), dan 4 orang (5%) (Gambar 2). Kegiatan usahatani lebih difokuskan pada lahan sawah dan tegalan. Secara keseluruhan, di Kabupaten Purworejo sejumlah 42,65% penduduk bekerja di sector pertanian. Pada lima tahun terakhir (2007-2011) di Kabupaten Purworejo, pertumbuhan ekonomi terjadi pada sektor pertanian yaitu sekitar 3.76% (Bappeda dan BPS Kabupaten Purworejo. 2011). Salah satu langkah yang dapat ditempuh untuk mendorong pertumbuhan sektor pertanian adalah melalui pemanfaatan lahan pekarangan. Gambar 2. Persentase Tenaga Kerja Yang Membatu Kegiatan Usahatani Pola Penataan Lahan Pekarangan Penataan lahan pekarangan ditujukan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi kelestarian pangan dengan cara mengatur tata letak tanaman (komoditas) sesuai dengan luasan lahan. Kelompok sasaran adalah rumah tangga yang dibagi kedalam 9 kelompok kerja (pokja) Gambar 3. Tata Letak Pokja berdasarkan hunian (Gambar 3) yang masingmasing pokja terdiri dari 6-7 rumah tangga. Pendekatan yang digunakan adalah partisipatif, dengan melibatkan kelompok sasaran, tokoh masyarakat, dan perangkat desa. Diharapkan dengan cara berkelompok akan tumbuh kekuatan gerak dari para anggota sehingga dapat mencapai kelestarian pangan rumah tangga melalui pengelolaan pekarangan. Penataan lahan pekarangan dilaksanakan dengan melibatkan semua elemen masyarakat dan instansi terkait pusat dan daerah, yang masing-masing bertanggungjawab terhadap sasaran atau keberhasilan kegiatan. Secara rinci, peran setiap elemen tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 1. Peran Elemen Masyarakat Dan Instansi Yang Tterkait Dengan Penataan Pekarangan Elemen Tugas/peran dalam No masyarakat/instansi kegiatan 1. Masyarakat Kelompok sasaran Pamong Desa (RT, RW, Kadus) dan Tokoh masyarakat 2. Pemerintah Daerah (Dinas Pertanian dan Kehutanan, Kecamatan, Desa) 3. Pokja 3, PKK Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan 4. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah 5. Perguruan Tinggi (Universitas Muhamaddiyah dan Rajawali) Pelaku utama Pendamping Monitoring dan Evaluasi Pembinaan dan pendampingan kegiatan oleh petugas lapang Penanggung jawab keberlanjutan kegiatan Replikasi kegiatan ke lokasi lainnya Koordinator lapangan Membangun model KRPL Narasumber dan pengawalan inovasi teknologi dan kelembagaan Dukungan dan pengawalan 280 Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Pekarangan, Semarang 6 November 2012
Penataan pekarangan diawali dengan membuat rancang bangun pemanfaatan lahan pekarangan dengan menanam berbagai tanaman pangan, sayuran dan obat keluarga, ikan dan ternak, serta pengelolaan limbah rumah tangga (Tabel 2). Table 2. Perencanaan Penataan Lahan Pekarangan No. Kelompok Model Basis Komoditas Lahan Budidaya 1. Pekarangan sempit (<120 m 2) 2. Pekarangan sedang (120-400 m 2 ) 3. Pekarangan luas (>400 m 2 ) Polibag/ Sayuran : tanam Sawi,Kangkung, langsung Bayam, Caisin, cabai, dan Seledri Kandang Ternak ayam buras Polibag/ tanam langsung Sayuran : Cabai, Sawi, Terong, Tomat, Bayam, Kangkung, Kacang panjang, Kecipir Umbi-umbian: ketela rambat Kandang Ternak Kambing, Domba dan/atau ayam buras Kolam Bedengan, Pot/ polibag Bedengan, Pot/ polibag Pemeliharaan ikan atau lele: Lele/Nila/Gurame Sayuran : Cabai, Sawi, Kenikir, Terong, Tomat, Bayam, Kangkung, Kacang panjang, Kecipir, Buncis Tegak & Rambat Toga : Jahe, Kencur, Lengkuas, Kunyit, Temulawak, Sirih, Lidah Buaya Kandang Ternak Kambing, Domba dan/atau ayam buras Kolam Pemeliharaan ikan atau lele: Lele/Nila/Gurame Kegiatan tersebut dilakukan bersama-sama dengan kelompok dan dinas instansi terkait. Selain itu, juga dilakukan pelatihan diantaranya : teknik budidaya tanaman pangan, buah dan sayuran, toga, teknik budidaya ikan dan ternak, pengolahan hasil dan pemasaran serta teknologi pengelolaan limbah rumah tangga. Pelatihan dilakukan di lokasi kegiatan dan atau di lokasi lain dengan cara magang serta studi banding. Jenis pelatihan lainnya adalah tentang penguatan kelembagaan. Pemanfaatan Hasil Pekarangan Selama satu tahun kegiatan penataan lahan pekarangan di Desa Seborokrapyak, sudah dilakukan panen. Hasil panen tersebut dimanfaatkan untuk konsumsi sendiri, dijual dan atau untuk lainnya seperti diberikan anaknya yang berdomisili di lain tempat atau keperluan lain yang bersifat sosial. Pemanfaatan hasil panen untuk keperluan konsumsi paling tinggi (70%) pada strata 1 (< 120 m 2 ), sedangkan hasil panen yang dijual paling tinggi (57%) pada strata 3 (> 400 m 2 ), seperti terdapat pada (Gambar 4). Kondisi ini mudah untuk dimengerti, karena jumlah hasil pada masing-masing strata semakin banyak pada lahan yang semakin luas sedangkan yang dikonsumsi jumlahnya relatif sama untuk setiap rumah tangga. Sisa yang dikonsumsi cenderung dijual. Penjualan hasil panen sampai saat ini belum masih dapat tertampung oleh pedagang desa, bahkan belum mencukupi permintaan pasar. Gambar 4. Prosentase Pemanfaatan Hasil Pekarangan Berdasarkan Strata Penguasaan Lahan Ditinjau dari penghematan pengeluaran konsumsi rumah tangga sebagai akibat dari dikelolanya lahan pekarangan, masing-masing seperti yang disajikan pada (Gambar 5). Penghematan konsumsi rumah tangga paling tinggi pada strata 3 yang mencapai 50%, diikuti strata 2 (33%) dan strata 1 (17%). Kondisi ini berbanding terbalik dengan pemanfaatan hasil Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis 281
panen untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga, dimana justru strata 1 yang persentase pemanfaatan konsumsinya paling tinggi (70%). Artinya, hasil dari lahan pekarangan belum sepenuhnya dapat memenuhi konsumsi rumah tangga. Pengelolaan yang lebih inovatif dan intensif dapat mendorong peningkatan hasil pekarangan. Untuk itu masih diperlukan pembinaan dan motivator untuk meningkatkan hasil pekarangan. Gambar 5. Rata-rata Persentase Penghematan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Permasalahan Pengelolaan Pekarangan Ada beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan lahan pekarangan diantaranya adalah: i) ketersediaan air, ii) budaya, dan iii) keterbatasan pengetahuan. Permasalahan utama dalam pengelolaan lahan pekarangan secara teknis adalah ketersediaan air. Permasalahan ini dieleminir dengan memanfaatkan teknologi irigasi tetes. Menurut Umi dan Setiani (2012), teknologi irigasi tetes layak secara teknis, sosial, dan ekonomi untuk diterapkan dengan alasan menghemat air, tenaga, dan waktu walaupun kemampuan membasahi tanah bagian bawah masih kurang. Irigasi tetes sangat efisien untuk tanaman sayuran (dan atau tanaman yang berakar serabut). Permasalahan budaya dapat dieleminir dengan mendorong peningkatan produktivitas, ada kecenderungan etos kerja petani dalam mengelola pekarangan meningkat sejalan dengan penambahan hasil yang diperoleh dari pekarangan. Sedangkan keterbatasan pengetahuan, mengindikasikan masih diperlukan pembinaan yang intensif utamanya dari aspek budidaya. Hal ini disebabkan pada umumnya petani belum pernah mengusahakan tanaman sayuran baik di lahan sawah maupun tegalan. Secara keseluruhan pola penataan tanaman yang diintroduksikan dapat meningkatkan ketahanan pangan secara lestari, apabila dapat mengeleminir permasalahan yang ada. Selain itu, untuk melestarikan KRPL, ketersediaan bibit menjadi faktor yang menentukan keberhasilan, oleh karena itu dibangun Kebun Bibit Desa (KBD) dan dikelola secara professional. KESIMPULAN DAN SARAN Pola penataan lahan pekarangan perlu ditata berdasarkan luasan lahan dengan pendekatan partisipatif dan diperlukan innovator dan motivator utamanya pada tahap awal Hasil panen dapat menghemat pengeluaran konsumsi rumah tangga 17-50% dan menambah pendapatan rumah tangga dari hasil penjualan (20-57% dijual) Permasalahan utama pengelolaan pekarangan adalah ketersediaan air di musim kemarau Pola penataan tanaman yang diintroduksikan dapat meningkatkan ketahanan pangan secara lestari, apabila dapat mengeleminir permasalahan yang ada. DAFTAR PUSTAKA Bappeda dan BPS Kabupaten Purworejo. 2010. Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Purworejo. Purworejo Bappeda dan BPS Kabupaten Purworejo. 2011. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Purworejo. Purworejo Bappeda Kabupaten Purworejo dan Adhi Karma. 2007. Laporan Akhir Identifikasi dan Pemetaan serta Pemantapan Lahan Pertanian Abadi Kabupaten Purworejo. Purworejo Bappeda Kabupaten Purworejo. 2012. Rencana Kerja Pembangunan Daerah Kabupaten Purworejo tahun 2013. Purworejo Dipertanhort. 2011. Laporan tahunan. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah. Ungaran Kementrian Pertanian. 2011. Pedoman Umum Model Kawasan Rumah Pangan Lestari. 282 Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Pekarangan, Semarang 6 November 2012
Sekretariat Badan Litbang Pertanian. Kementrian Pertanian. Jakarta Suara Karya. 2010. 16 DAS di Pulau Jawa Kritis. Suara Karya 23 Desember 2010. Solo Umi Haryati dan Cahyati Setiani. 2012. Keberlanjutan Usahatani Cabai dengan berbagai Teknik Irigasi Suplemen di Lahan Kering. Universitas Pembangunan Veteran. Jogjakarta. Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis 283