BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap pasangan yang telah menikah tentu saja tidak ingin terpisahkan baik

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB 5 Simpulan, Diskusi, Saran

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing

BAB I PENDAHULUAN. yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala

DAFTAR PUSTAKA. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D Human Development (Psikologi Perkembangan Edisi Kesepuluh). Jakarta: Kencana.

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS)

BAB I PENDAHULUAN. tetapi di dalam kehidupan rumah tangga sering terjadi berbagai konflik. Konflik

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. Setelah kurang lebih lima hingga sepuluh tahun, HIV ini dapat berubah menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-being 1. Definisi Psychological well-being Psychological well-being merupakan istilah yang digunakan

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB 1. Pendahuluan. Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang beragam dan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan manusia,

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada buku karangan Aristotetea yang berjudul Nicomacheon Ethics

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih mendalam mengenai teori-teori yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini untuk mendapatkan pekerjaan sangat sulit contohnya

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daripada psikologis yang berfungsi positif (Ryff, 1989).

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif adalah fakta-fakta dari objek penelitian realitas dan variabel-variabel

BAB I PENDAHULUAN. individu-individu yang memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan

BAB II LANDASAN TEORI

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sumber daya manusia itu sendiri dapat dirincikan menjadi seorang

DAFTAR ISI Dina Meyraniza Sari,2013

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN...i. KATA PENGANTAR.ii. ABSTRAK..v. DAFTAR ISI..vi. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR DIAGRAM.xi. DAFTAR LAMPIRAN..

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian eksperimen (True Experimental Research) yaitu suatu penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well-Being. Psychological well-being (PWB) merujuk pada perasaan-perasaan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. B. Definisi Operasional

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam pembentukan karakter bangsa. Hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Psychological Well-Being menjelaskan istilah Psychological Well-Being sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2014), terlebih bagi individu yang sudah bekerja dan hanya memiliki latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi serta restrukturisasi organisasi, begitu pula di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. yang keduanya tidak dapat dipisahkan. Unsur jasmani manusia terdiri dari badan

BAB I PENDAHULUAN. masa untuk menjadi sakit sakitan, sesuatu hal buruk, mengalami penurunan

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB II LANDASAN TEORI. Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi

BAB II LANDASAN TEORI. A. Psychological Well-Being. kehidupan berjalan dengan baik. Keadaan tersebut merupakan kombinasi dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung

BAB I PENDAHULUAN. menengah, peserta didik dapat melanjutkan pendidikan ke berbagai pilihan pendidikan tinggi

Bab 2. Landasan Teori

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. hendak diteliti dalam penelitian ini, yaitu mengenai gambaran psychological wellbeling

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Menurut Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang

PENGARUH KECERDASAN EMOSI DAN RASA SYUKUR TERHADAP PSYCHOLOGICAL WELL BEING MAHASISWA YANG KULIAH SAMBIL BEKERJA. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well Being) 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well Being)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. terjadi dibeberapa daerah, seperti banjir dan tanah longsor.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan mengambil metode

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V PENUTUP. orang lain, memiliki otonomi, dapat menguasai lingkungan, memiliki. tujuan dalam hidup serta memiliki pertumbuhan pribadi.

BAB 3 METODE PENELITIAN

PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU

BAB I PENDAHULUAN. dengan keterikatan aturan, emosional dan setiap individu mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles yang selanjutnya dalam ilmu psikologi menjadi istilah

BAB I PENDAHULUAN. Memiliki anak yang terlahir sempurna merupakan dambaan setiap orangtua yang

LAMPIRAN A. Alat Ukur

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna di antara makhluk lainnya,

BAB II TINJAUAN TEORITIS Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) Pengertian Kesejahteraan Psikologis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

BAB I PENDAHULUAN. periode terakhir dalam kehidupan manusia yaitu sekitar 60 tahun keatas (UU No.13, 1998). Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan teori dari Carol D. Ryff mengenai psychological

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. dikembangkan oleh Ryff (Astuti, 2011) yang mengatakan bahwa psycological

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 2.1.1. Definisi Psychological Well-Being Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. Menurut Ryff (1989), psychological well being merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kesehatan psikologis individu berdasarkan pemenuhan kriteria fungsi psikologi positif (positive psychological functioning). Konsep Ryff berawal dari adanya keyakinan bahwa kesehatan yang positif tidak sekedar tidak adanya penyakit fisik saja. Bradburn, dkk (dalam Ryff,1989) mengatakan kebahagiaan atau kesejahteraan psikologis dapat disebut juga dengan Psychological Well-Being. Menurut Ryff individu yang memiliki kesejahteraan psikologis adalah individu yang memiliki respon positif terhadap dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis, yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi (Papalia, dkk, 2008). Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa psychological wellbeing adalah kondisi individu yang ditandai dengan perasaan bahagia, adanya 9

kepuasan hidup dan realisasi diri. Kondisi ini sendiri dipengaruhi oleh penerimaan diri, pertumbuhan diri, tujuan hidup, penguasaan lingkungan, otonomi dan hubungan positif dengan orang lain. 2.1.2 Dimensi Psychological Well-Being Carol D Ryff dalam beberapa jurnal karya ilmiahnya antara lain (dalam Ryff, 1989; Ryff & Keyes, 1995) merumuskan enam dimensi psychological wellbeing, sebagai berikut: 1) Self Acceptance (Penerimaan diri) Menurut Ryff (1989), individu yang memiliki penerimaan diri berarti individu tersebut memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, mengenali dan menerima segala aspek diri yang baik dan buruk serta merasa positif tentang masa lalunya. Sebaliknya, seseorang dikatakan memiliki nilai yang rendah dalam dimensi penerimaan diri apabila merasa kurang puas terhadap dirinya sendiri, merasa kecewa dengan apa yang telah terjadi pada kehidupannya dimasa lalu, memiliki masalah dengan kualitas tertentu dari dirinya, dan berharap untuk menjadi orang yang berbeda dari dirinya sendiri (Ryff, 1995). 2) Positive Relation with Others (Hubungan Positif dengan Orang Lain) Ryff (1989) menggambarkan individu yang memiliki hubungan yang positif dengan orang lain sebagai individu yang memiliki hubungan yang hangat, memuaskan, dan saling percaya satu sama lain, memperhatikan kesejahteraan orang sekitarnya, mampu berempati dan 10

mengasihi serta terlibat dalam hubungan timbal balik. Sebaliknya, Ryff (1995) mengemukakan bahwa seseorang yang kurang baik dalam dimensi hubungan positif dengan orang lain ditandai dengan tingkah laku tertutup dalam berhubungan dengan orang lain, sulit untuk bersikap hangat, peduli dan terbuka dengan orang lain, trisolasi dan merasa frustasi dalam membina hubungan interpersonal, tidak berkeinginan untuk berkompromi dalam mempertahankan hubungan dengan orag lain. 3) Autonomy (Otonomi) Menurut Ryff (1995) ciri utama dari seorang individu yang memiliki otonomi yang baik antara lain dapat menentukan segala sesuatu seorang diri (self-determining) dan mandiri. Ia ampu mengambil keputusan tanpa tekanan dan campur tangan orang lain. Selain itu, orang tersebut memiliki ketahanan dalam menghadapi tekanan sosial, dapat mengatur tingkah laku dari dalam diri, serta dapat mengevaluasi diri dengan standar personal. Sedagkan Ryff (1989), mengemukakan bahwa individu yang otonomi berarti individu tersebut memiliki determinasi diri dan bebas, mampu mengatasi tekanan sosial dengan tetap berpikir dan bertindak sesuai dengan keyakinan, mengatur perilaku dari dalam, serta mengevaluasi diri berdasarkan standar pribadi. 11

4) Environmental Mastery (Penguasaan Lingkungan) Ryff (1989) menyatakan bahwa individu yang memiliki penguasaan lingkungan adalah individu yang mampu menguasai dan mengatur lingkungan, mengontrol aktivitas eksternal yang kompleks, menggunakan kesempatan secara efektif, memiliki kemampuan untuk memilih dan menciptakan konteks yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai pribadi. Sedangkan Ryff (1995) menggambarkan dimensi ini dengan kemampuan individu untuk mengatur lingkungannya, memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan, menciptakan, dan mengontrol lingkungan sesuai dengan kebutuhan. Individu yang tinggi dalam dimensi penguasaan lingkungan memiliki keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas eksternal yang berada di lingkungannya termasuk mengatur dan mengendalikan situasi kehidupan sehari-hari, memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan, serta mampu memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan pribadi. Sebaliknya individu yang memiliki penguasaan lingkungan yang rendah akan mengalami kesulitan dalam mengatur situasi sehari-hari, merasa tidak mampu untuk mengubah atau meningkatkan kualitas lingkungan sekitarnya serta tidak mampu memanfaatkan peluang dan kesempatan diri lingkungan sekitarnya. 12

5) Purpose in Life (Tujuan Hidup) Ryff (1995) Tujuan hidup memiliki pengertian individu memiliki pemahaman yang jelas akan tujuan dan arah hidupnya, memegang keyakinan bahwa individu mampu mencapai tujuan dalam hidupnya, dan merasa bahwa pengalaman hidup di masa lampau dan masa sekarang memiliki makna. Individu yang tinggi dalam dimensi ini adalah individu yang memiliki tujuan dan arah dalam hidup, merasakan arti dalam hidup masa kini maupun yang telah dijalaninya, memiliki keyakinan yang memberikan tujuan hidup serta memiliki tujuan dan sasaran hidup. Sebaliknya individu yang rendah dalam dimensi tujuan hidup akan kehilangan makna hidup, arah dan cita-cita yang tidak jelas, tidak melihat makna yang terkandung untuk hidupnya dari kejadian di masa lalu, serta tidak mempunyai harapan atau kepercayaan yang memberi arti pada kehidupan. Ryff (1989), menyimpulkan orang yang memiliki tujuan hidup adalah orang yang memiliki keterarahan dan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam hidupnya. Ia memiliki keyakinan dan pandangan tertentu yangdapat memberikan arah dalam hidupnya. Selain itu, individu ini juga menganggap bahwa hidupnya itu bermakna dan berarti, baik di masa lalu, kini, maupun yang akan datang. 6) Personal Growth (Pertumbuhan Diri) Ryff (1995) mengemukakan Individu yang tinggi dalam dimensi pertumbuhan pribadi ditandai dengan adanya perasaan mengenai 13

pertumbuhan yang berkesinambungan dalam dirinya, memandang diri sebagai individu yang selalu tumbuh dan berkembang, terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, memiliki kemampuan dalam menyadari potensi diri yang dimiliki, dapat merasakan peningkatan yang terjadi pada diri dan tingkah lakunya setiap waktu serta dapat berubah menjadi pribadi yang lebih efektif dan memiliki pengetahuan yang bertambah. Sebaliknya, individu yang memiliki pertumbuhan pribadi rendah akan merasakan dirinya mengalami stagnasi, tidak melihat peningkatan dan pengembangan diri, merasa bosan dan kehilangan minat terhadap kehidupannya, serta merasa tidak mampu dalam mengembangkan sikap dan tingkah laku yang baik. 2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Psychological Well-Being Ryff (Papalia dkk, 2002) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being individu antara lain: 1) Usia Individu usia dewasa madya memiliki psychological well-being yang lebih tinggi pada beberapa dimensi dari pada individu dewasa akhir dan dewasa awal. Individu dewasa madya lebih mandiri dan memiliki penguasaa ligkungan yang lebih tinggi daripada dewasa awal tetapi kurang memiliki tujuan hidup dan kurang berfokus pada pertumbuhan pribadi daripada individu dewasa akhir. 14

2) Jenis kelamin Pada umumnya antara laki-laki dan perempuan mempunyai psychological wel-being yang sama, tetapi perempuan lebih memiliki hubungan sosial positif dengan orang lain. 3) Pendapatan atau status sosial ekonomi Individu yang memiliki pekerjaan yang bagus dengan pendapatan yang tinggi atau status sosial ekonominya tinggi akan memiliki psychological well-being yang tinggi daripada individu yang mempunyai pendapatan rendah atau tidak bekerja. 4) Pendidikan Individu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan memiliki psychological well-being yang tinggi daripada individu yang berpendidikan rendah. 2.1.4. Kriteria Psychological Well-Being Meninjau kembali teori klasik tentang kesehatan mental danmenambahkan penelitian dari perkembangan, klinis dan psikologi kepribadianryff (dalam Mardiah, 2009) menjelaskan ada enam kriteria Well- Being yang dinamakanpsychological well-being : 1) Penerimaan diri a. evaluasi diri yang positif b. kemampuan menghargai diri sendiri, dan c. kemampuan menerima aspek positif maupun negatif dirisendiri. 15

2) Hubungan yang positif dengan orang lain a. hubungan yang dekat, hangat dengan orang lain b. memperhatikan kesejahteraan orang lain c. berempati dan mengasihi orang lain. 3) Kemandirian a. kebebasan menentukan pilihan b. kemampuan bertahan terhadap tekanan sosial c. kemampuan mengendalikan diri. 4) Penguasaan lingkungan a. kemampuan menguasai dan berkompetisi di lingkungan b. kemampuan memilih hal-hal yang baik untuk mencapai tujuan. 5) Tujuan hidup a. memiliki tujuan dan makna hidup b. memiliki arah dan tujuan dalam hidup. 6) Perkembangan kepribadian a. kemampuan membangun dan mengembangkan potensi diri b. perubahan yang terjadi sebagai bukti pengembangan diri, dan c. keterbukaan pada hal baru. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kriteria psychological wellbeing diantaranya adalah Penerimaan diri yaitu individu harus mampu menerima dirinya apa adanya, hubungan yang positif dengan orang lain ialah mampu berhubungan baik dengan lingkungan keluarga ataupun lingkungan sosial serta mampu berempati, kebebasan yaitu mempunyai kemandirian untuk membuat 16

keputusan, penguasaan lingkungan yaitu mampu berkompetisi dengan lingkungan, tujuan hidup yaitu memiliki tujuan dan makna hidup serta memiliki tujuan dalam hidup dan perkembangan kepribadian yaitu kemampuan seseorang dalam mengembangkan potensi diridan terbuka dengan hal baru. 1.2. Istri Prajurit TNI Angkatan Darat 1.2.1. Peran Istri Prajurit TNI-AD Sebagai Orang Tua Tunggal Ketiadaan suami selama bertugas ke daerah operasi menyebabkan istri harus menyelesaikan tugas rumah tangganya seorang diri. Tugas-tugas tersebut meliputi pengasuhan anak, memberikan rasa aman bagi keluarga, mengelola keuangan dan urusan rumah tangga lainnya. Jika istri kurang siap mental atau memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap suami maka dapat menyebabkan timbulnya stres atau tekanan mental disamping tidak terselesaikannya tugas-tugas tersebut. Situasi yang dihadapi bagi istri yang tidak mampu mengatasinya dan beberapa kemampuan dan pengetahuan apa yang harus dimiliki sebagai cara untuk mengatasi tugas sebagai orang tua tunggal tersebut (http://www.dispsiad.mil.id/index.php/en/lawatpsi/artikel-konsul/280-peran-istriprajurit-sebagai-orang-tua-tunggal). 2.2.2. Definisi Persatuan Istri Prajurit (PERSIT) Istri prajurit TNI Angkatan Darat mutlak tidak dapat dipisahkan dari TNI Angkatan Darat, baik dalam melaksanakan tugas organisasi maupun dalam kehidupan pribadi. Oleh karena itu istri prajurit TNI Angkatan Darat harus 17

membantu TNI Angkatan Darat dalam mensukseskan tugasnya baik sebagai kekuatan pertahanan keamanan maupun sebagai komponen pembangunan bangsa untuk mencapai cita-cita bangsa Indonesia(dalam AD-ART PERSIT, 2010). Didorong keinginan luhur untuk mencapai tujuan organisasi, istri prajurit TNI Angkatan Darat bertekad bulat meningkatkan perjuangan dalam wadah organisasi persatuan istri perajurit (PERSIT) Kartika Candra Kirana sebagai kelanjutan dari organisasi terdahulu yakni Persatuan Istri Tentara yang didirikan pada tanggal 3 April 1946 di Purwakarta berasaskan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 serta tetap membina terjalinnya; 1. Persatuan, kesatuan, persaudaraan serta kekeluargaan. 2. Rasa senasib, sepenenggungan serta seperjuangan sebagai istri prajurit. 18