3 PEWILAYAHAN CURAH HUJAN

dokumen-dokumen yang mirip
PEWILAYAHAN CURAH HUJAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN METODE GEROMBOL (BERDASARKAN DATA MEDIAN TAHUN )

4 MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE EXOGENOUS (VARX)

7. EVALUASI ZONA PRAKIRAAN IKLIM (ZPI) BMG DENGAN PENDEKATAN ANALISIS KELOMPOK

PEWILAYAHAN HUJAN UNTUK MENENTUKAN POLA HUJAN (CONTOH KASUS KABUPATEN INDRAMAYU) URIP HARYOKO, MSi. BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

2 DESKRIPSI DATA PENELITIAN

IV. PENETAPAN WILAYAH CAKUPAN INDEKS UNTUK PENERAPAN ASURANSI IKLIM

PEMBOBOTAN SUB DIMENSION INDICATOR INDEX UNTUK PENGGABUNGAN CURAH HUJAN (Studi Kasus : 15 Stasiun Penakar Curah Hujan di Kabupaten Indramayu)

VIII. SIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Analisis statistik multivariat adalah metode statistik di mana masalah yang

Gambar 9 Peta Penutupan Lahan

3.1 Dataa. Data yang. dalam file. Indramayu. Kabupaten. coordinates E E E E E+34-1.

BAB III TINJAUAN WILAYAH PERENCANAAN

BAB III DATA DAN METODOLOGI

5 MODEL ADITIF VECTOR AUTOREGRESSIVE EXOGENOUS

DATA DAN METODE Sumber Data

ANALISIS KORELASI KANONIK ANTARA CURAH HUJAN GCM DAN CURAH HUJAN DI INDRAMAYU. Oleh : Heru Novriyadi G

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya didasarkan pada

ANALISIS KORELASI KANONIK ANTARA CURAH HUJAN GCM DAN CURAH HUJAN DI INDRAMAYU. Oleh : Heru Novriyadi G

PREDIKSI CURAH HUJAN EKSTRIM SECARA SPASIAL (Studi Kasus: Curah Hujan Bulanan di Kabupaten Indramayu) FITRI MUDIA SARI

STK511 Analisis Statistika. Pertemuan 13 Peubah Ganda

7. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Penentuan Domain

Analisis Cluster, Analisis Diskriminan & Analisis Komponen Utama. Analisis Cluster

Λ = DATA DAN METODE. Persamaan Indeks XB dinyatakan sebagai berikut. XB(c) = ( ) ( )

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR...

ANALISIS GEROMBOL CLUSTER ANALYSIS

PEMBOBOTAN SUB DIMENSION INDICATOR INDEX UNTUK PENGGABUNGAN CURAH HUJAN (Studi Kasus : 15 Stasiun Penakar Curah Hujan di Kabupaten Indramayu)

DATA DAN METODE. Data

Departemen Geofisika dan Metereologi FMIPA Institut Teknologi Bandung

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Gerombol

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan hipotesis nolnya adalah antar peubah saling bebas. Statistik ujinya dihitung dengan persamaan berikut:

5. HUBUNGAN ANTARA PEUBAH-PEUBAH PENJELAS GCM CSIRO Mk3 DAN CURAH HUJAN BULANAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

PENENTUAN PREDIKTOR PADA STATISTICAL. DECOMPOSITION (Studi Kasus di Stasiun Meteorologi Indramayu) IMAM SANJAYA

BAB 2 LANDASAN TEORI

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB III PEMBAHASAN. Analisis cluster merupakan analisis yang bertujuan untuk. mengelompokkan objek-objek pengamatan berdasarkan karakteristik yang

TINJAUAN PUSTAKA. bebas digunakan jarak euclidean - sedangkan bila terdapat. korelasi antar peubah digunakan jarak mahalanobis - -

PENGELOMPOKKAN KABUPATEN DI PROVINSI BALI BERDASARKAN PERKEMBANGAN FASILITAS PARIWISATA

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDUGAAN CURAH HUJAN DENGAN BAYESIAN NETWORKS. Studi Kasus: Curah Hujan di Daerah Indramayu HERA FAIZAL RACHMAT

1. PENDAHULUAN. [8 Januari 2006] 1 ( )

4.3. Variabel dan Definisi Operasional Variabel

MODEL VEKTOR AUTOREGRESSIVE UNTUK PERAMALAN CURAH HUJAN DI INDRAMAYU (Vector Autoregressive Model for Forecast Rainfall In Indramayu )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian ini, yaitu analisis peubah ganda, analisis gerombol (cluster analysis),

Analisis Cluster Average Linkage Berdasarkan Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur

PENDEKATAN HIERARCHICAL BAYES SMALL AREA ESTIMATION (HB SAE) DALAM MENGESTIMASI ANGKA MELEK HURUF KECAMATAN DI KABUPATEN INDRAMAYU

PENGGUNAAN METODE FUZZY SIMILARITY DALAM PENENTUAN CAKUPAN WILAYAH INDEKS CURAH HUJAN

BAB II KAJIAN TEORI. linier, varian dan simpangan baku, standarisasi data, koefisien korelasi, matriks

Cluster Analysis. Hery Tri Sutanto. Jurusan Matematika MIPA UNESA. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Masalah dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya didasarkan pada

I. ANALISIS CURAH DAN SIFAT HUJAN BULAN SEPTEMBER 2013

REGRESI KUADRAT TERKECIL PARSIAL UNTUK STATISTICAL DOWNSCALING

STATISTICAL DOWNSCALING SUHU MUKA LAUT GLOBAL UNTUK PREDIKSI TOTAL HUJAN BULANAN MENGGUNAKAN TEKNIK PLS

Pemetaan Status Gizi Balita Terhadap Kecamatan-Kecamatan Di Kabupaten Trenggalek Dengan Metode Analisis Korespondensi

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA. Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang

PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN BARAT BERDASARKAN INDIKATOR DALAM PEMERATAAN PENDIDIKAN MENGGUNAKAN METODE MINIMAX LINKAGE

PENGELOMPOKAN DESA/KELURAHAN DI KOTA DENPASAR MENURUT INDIKATOR PENDIDIKAN

PENDEKATAN ANALISIS FUZZY CLUSTERING PADA PENGELOMPOKKAN STASIUN POS HUJAN UNTUK MEMBUAT ZONA PRAKIRAAN IKLIM (ZPI)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk menganalisis data dengan lebih dari satu peubah bebas

PENENTUAN JUMLAH CLUSTER OPTIMAL PADA MEDIAN LINKAGE DENGAN INDEKS VALIDITAS SILHOUETTE

Minggu II STATISTIKA MULTIVARIATE TERAPAN

KAJIAN METODE BERBASIS MODEL PADA ANALISIS CLUSTER DENGAN PERANGKAT LUNAK MCLUST

BAB I PENDAHULUAN. Ruang lingkup analisis multivariat adalah terdiri dari analisis statistika

PEMODELAN DOWNSCALING LUARAN GCM DAN ANOMALI SST NINO 3.4 MENGGUNAKAN SUPORT VECTOR REGRESSION (Studi Kasus Curah Hujan Bulanan Indramayu)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Perolehan suara PN, PA, dan PC menurut nasional pada pemilu 2004 dan 2009

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram kotak garis

Analisis Peubah Ganda

PENGARUH KELEMBABAN DAN SERI TANAH TERHADAP MUTU DAN PRODUKSI TANAMAN TEMBAKAU TEMANGGUNG DENGAN METODE MANOVA

III. ANALISIS DAN DELINEASI WILAYAH ENDEMIK KEKERINGAN UNTUK PENGELOLAAN RISIKO IKLIM

aljabar geo g metr me i

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDUGAAN DATA TIDAK LENGKAP CURAH HUJAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN KRIGING & RATA-RATA BERGERAK (MOVING AVERAGE)

Penggunaan Kernel PCA Gaussian dalam Penyelesaian Plot Multivariat Non Linier. The Use of Gaussian PCA Kernel in Solving Non Linier Multivariate Plot

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

APLIKASI METODE SUPPORT VECTOR MACHINE PADA PENGELOMPOKAN ZONA MUSIM BERDASARKAN CURAH HUJAN (STUDI KASUS KABUPATEN NGAWI)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III PEMBAHASAN. survei yang dilakukan BPS pada 31 Oktober Langkah selanjutnya yang

BAB III ANALISIS FAKTOR. berfungsi untuk mereduksi dimensi data dengan cara menyatakan variabel asal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

BAB III K-MEDIANS CLUSTERING

PROSIDING ISSN: M-22 ANALISIS PERUBAHAN KELOMPOK BERDASARKAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN DI PROVINSI JAWA TENGAH

6. PENGGUNAAN REGRESI SPLINES ADAPTIF BERGANDA UNTUK STATISTICAL DOWNSCALING LUARAN GCM

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data

Bab II. Tinjauan Pustaka

Anomali Iklim: Faktor Penyebab, Karakteristik, dan Antisipasinya

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 3, No.2, September 2014

PERBANDINGAN PENGGEROMBOLAN K-MEANS DAN K-MEDOID PADA DATA YANG MENGANDUNG PENCILAN YANNE FLOWRENSIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KATA PENGANTAR. Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan publikasi prakiraan musim hujan ini.

ANALISIS RAGAM PEUBAH GANDA (MANOVA)

HASIL DAN PEMBAHASAN Pendugaan Pengeluaran Per Kapita

PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING LUARAN GCM DENGAN METODE PRINCIPAL COMPONENT REGRESSION (PCR) DAN PROJECTION PURSUIT REGRESSION (PPR)

Transkripsi:

3 PEWILAYAHAN CURAH HUJAN Pendahuluan Daerah prakiraan musim (DPM) merupakan daerah dengan tipe hujan yang memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan musim hujan berdasarkan pola hujan bulanannya selama satu tahun dan ditentukan menurut hasil penelitian pemetaan tipe hujan di Indonesia (Suciantini 2004). DPM yang dimiliki oleh BMG saat ini berjumlah 101 DPM dengan 63 DPM berada di Jawa dan di luar Jawa. Istilah DPM ini sekarang lebih dikenal dengan istilah ZOM (zona musim). Daerah prakiraan musim BMG tidak mencakup seluruh wilayah di Indonesia, karena sulitnya penentuan permulaan musim sehingga terjadi kerancuan informasi setiap penerbitan prakiraan musim. Berdasarkan data tahun 1961-1990, DPM untuk Indramayu sebelum tahun 2002 dibagi dalam dua DPM yakni DPM 6 (Indramayu bagian utara) dan DPM 7 (Indramayu bagian selatan) (Haryoko 2004). DPM 6 meliputi wilayah bagian utara Indramayu, dengan luas area sekitar 122.025 ha dan wilayah bagian selatan Indramayu dengan luas area sekitar 81.986 ha tergabung dalam DPM7. Keragaman curah hujan pada kedua DPM cukup tinggi, sehingga prakiraan yang dikeluarkan oleh BMG untuk kedua DPM tersebut seringkali tidak mewakili kondisi pada luasan yang lebih kecil yakni wilayah kecamatan. Beberapa penelitian tentang pewilayahan di Indramayu telah dilakukan, di antaranya Haryoko (2004) melakukan pewilayahan sebanyak 6 DPM. Setiap DPM diwakili oleh suatu pola yang mewakili wilayah tertentu. Pewilayahan tersebut dianggap masih mempunyai keragaman yang cukup tinggi, oleh karena itu, Suciantini (2004) melakukan pewilayahan curah hujan dengan 8 DPM. Sementara itu, Wigena (2006) mendapatkan 5 DPM dan Sutikno (2008) 7 DPM (ZOM). Analisis gerombol sering digunakan untuk mengelompokkan lokasi curah hujan. Dalam penelitian ini dilakukan pewilayahan curah hujan dengan analisis komponen utama (AKU) dan analisis gerombol dengan mempertimbangkan arah angin untuk melakukan deliniasi pada wilayah yang terbentuk.

32 Analisis Gerombol Analisis gerombol merupakan suatu teknik yang mengelompokkan objek-objek berdasarkan kemiripan karakteristik yang dimilikinya (Mattjik & Sumertajaya 2011). Algoritma gerombol harus dapat memaksimalkan perbedaan relatif gerombol terhadap variasi dalam gerombol. Dua metode paling umum dalam algoritma gerombol yakni metode hirarkhi dan metode nonhirarkhi. Dalam metode aglomerasi tiap observasi pada mulanya dianggap sebagai gerombol tersendiri sehingga terdapat gerombol sebanyak jumlah observasi. Kemudian dua gerombol yang terdekat kesamaannya digabung menjadi suatu gerombol baru, sehingga jumlah gerombol berkurang satu pada tiap tahap. Proses ini dilakukan hingga tiap observasi menjadi gerombol sendiri-sendiri. Metode aglomerasi dalam pembentukan gerombol ini, yakni pautan lengkap disebut juga pendekatan tetangga terjauh yang menghitung jarak maksimum. Beberapa metode penggabungan yang seringkali digunakan dalam pembentukan gerombol ini yakni complete linkage, average linkage, Wards (Bunkers et al. 1996); complete linkage (BMG 2003); Ward dan Centroid (Wigena 2006). Analisis profil Analisis profil merupakan suatu bagian dari pengujian hipotesis terhadap nilai tengah dari peubah ganda (multivariate) dengan menggunakan prinsip grafik (Morrison 1990). Dalam analisis profil yang diuji yakni kesejajaran profil, keberhimpitan dan kesejajaran dengan sumbu datar (kesamaan besaran). Jika sejajar, maka pengaruh antar wilayah yang terbentuk tersebut tidak ada. Jika berhimpit, maka nilai tengah wilayah pada setiap bulannya akan sama. Jika sejajar dengan sumbu datar, maka wilayah memiliki nilai tengah yang sama untuk setiap bulan. Model umum dalam analisis profil dinyatakan sebagai berikut. dengan X matriks rancangan berdimensi (N x t), B matriks parameter berdimensi (t x p), dan matriks galat berdimensi (N x 1). Sedangkan Y

33 merupakan matriks peubah tak bebas berdimensi (N x 1). Dengan = bulan, t = jumlah wilayah, = jumlah lokasi curah hujan (stasiun curah hujan) ke-i dan Berdasarkan model bentuk umum tersebut pengujian hipotesis dinyatakan seperti berikut. 1 Uji Kesejajaran Bentuk umum hipotesis untuk uji kesejajaran, dengan C merupakan matriks kontras. Misalkan rata-rata wilayah dengan dan dengan rata-rata curah hujan di wilayah 1, rata-rata curah hujan di wilayah 2. adalah matriks koragam gabungan. Hipotesis nol ditolak jika dengan. 2 Uji Keberhimpitan Bentuk hipotesis untuk dua populasi Pengujian hipotesis ini baru dapat dilakukan setelah uji pada kesejajaran dapat diterima. Misalkan rata-rata wilayah dengan dan rata-rata curah

34 hujan di wilayah 1, rata-rata curah hujan di wilayah 2. adalah matriks koragam gabungan. Hipotesis nol ditolak jika nilai dari statistik uji. 3 Uji Kesamaan Jika profil-profil berhimpit, maka seluruh observasi berasal dari populasi normal yang sama. Selanjutnya, dilakukan pengujian apakah curah hujan setiap bulan memiliki nilai rataan yang sama. Jika kesejajaran dan keberhimpitan dapat diterima, maka vektor rataan (dari dua populasi normal) dapat diduga dengan menggunakan observasi. Formulasinya dapat dinyatakan sebagai berikut. Jika profil itu sama, maka dan bentuk hipotesis nolnya dapat dinyatakan dengan, C merupakan matriks kontras yang sama seperti pada saat melakukan uji kesejajaran. Statistik uji untuk pengujian kesamaan dapat dinyatakan sebagai berikut. adalah matriks koragam. Hipotesis nol ditolak jika. Metode Data curah hujan yang dipergunakan dalam penelitian merupakan data lengkap dan merupakan data median bulanan dari masing-masing stasiun curah hujan. Data median dipergunakan karena persentase pencilan antara 0.88% sampai dengan 8.29%. Tahapan yang dilakukan dalam pewilayahan curah hujan ditunjukkan pada Gambar 17. Analisis komponen utama dilakukan terhadap 12 peubah curah hujan (untuk mereduksi dimensi agar tidak terjadi redundansi antar peubah), sebagai input matriksnya digunakan nilai korelasi sedangkan penentuan banyaknya komponen utama digunakan scree plot.

35 Selanjutnya, mengelompokkan lokasi-lokasi curah hujan dengan analisis gerombol hierarki yang dapat dinyatakan dalam bentuk dendogram. Pengujian dilakukan dengan multivariate analysis of varians (MANOVA) untuk menguji apakah terdapat perbedaan antar wilayah yang terbentuk. Langkah berikutnya, melakukan analisis profil. Gambar 17 Diagram alir proses pewilayahan Hasil dan Pembahasan Persentase keragaman dapat dijelaskan melalui lima komponen utama sebesar 84.99% dengan scree plot yang ditunjukkan pada Gambar 18. Gambar 18 Scree plot

36 Score lima komponen ini digunakan di dalam analisis gerombol dengan pautan lengkap. Berdasarkan analisis gerombol ini diperoleh pewilayahan curah hujan seperti ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 7 Pewilayahan curah hujan Wilayah Stasiun Curah Hujan 1 Anjatan, Bugel, Tulung Kacang, Karang Asem, Lawang semut, Wanguk, Gabus Wetan, Cikedung, Tugu, Sukadana, Bondan, Sumur Watu, Kroya 2 Salam Darma, Gantar 3 Jatibarang, Juntinyuat, Kedokan Bunder, Lohbener, Sudi Mampir, Krangkeng, SudiKampiran, Losarang, Cidempet, Bangkir, Indramayu Selanjutnya ketiga wilayah yang terbentuk diuji kesamaan rata-ratanya. Hasil uji ini menunjukkan bahwa rata-rata ketiga wilayah berbeda. Pola curah hujan dengan pewilayahan ini ditunjukkan seperti pada Gambar 19. (a) (b) (c) Gambar 19 Pola curah hujan (a) wilayah 1, (b) wilayah 2, (c) wilayah 3 Pola curah hujan bulanan untuk setiap wilayah ada pada Lampiran 2. Selanjutnya, dilakukan analisis profil untuk melihat kemiripan wilayah yang dibandingkan. Pengujian analisis profil dilakukan untuk menguji kesejajaran, keberhimpitan dan kesamaannya pada masing-masing kombinasi 2 wilayah wilayah yakni wilayah 1 dan 2, wilayah 1 dan 3 serta wilayah 2 dan 3 (Gambar 20).

37 Nilai Curah Hujan (mm) 350 250 150 50-50 Wilayah 1 Wilayah 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan Nilai Curah Hujan (mm) 400 300 200 100 0 Wilayah 1 Wilayah 3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan (a) Nilai Curah Hujan (mm) 350 300 250 200 150 100 50 0 Wilayah 2 Wilayah 3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan (c) Gambar 20 Pola curah hujan (a) wilayah 1 dan 2, (b) wilayah 1 dan 3, (c) wilayah 2 dan 3 (b) Berdasarkan pola pada Gambar 20 (a) (wilayah 1 dan 2), diuji kesejajaran wilayah 1 dan 2 dengan. Hasil menunjukkan bahwa wilayah 1 dan wilayah 2 tersebut sejajar. Karena sejajar, selanjutnya dilakukan uji untuk keberhimpitan, dan dengan yang sama diperoleh hasil bahwa dua pewilayahan tersebut berhimpit. Karena berhimpit, diuji pula untuk kesamaan besarannya. Berdasarkan uji kesamaan besaran kedua wilayah diperoleh bahwa vektor rataan kedua wilayah berbeda. Oleh karena itu, wilayah 1 dan 2 tidak memiliki profil yang sama. Hasil uji profil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Uji profil untuk wilayah 1 dan 2 Pengujian Wilks F Nilai-p Keterangan Lambda Kesejajaran 0.06 5.86 0.051 Wilayah 1dan 2 sejajar Keberhimpitan 0.94 0.98 0.339 Wilayah 1 dan 2 berhimpit Besaran yg sama 0.006 61.53* 0.0006 Wilayah 1 dan 2 tidak memiliki besaran yang sama *nyata

38 Seperti halnya di wilayah 1 dan 2, pada wilayah 1 dan 3 (plot ditunjukkan pada Gambar 20 (b)) dilakukan pengujian apakah wilayah 1 dan 3 sejajar. Dengan. Hasil menunjukkan bahwa pewilayahan 1 dan 3 tidak sejajar (Tabel 9), artinya terdapat interaksi antara curah hujan di wilayah 1 dan 3. Oleh karena itu, wilayah 1 dan 3 tidak memiliki profil yang sama. Tabel 9 Uji profil untuk wilayah 1 dan 3 Pengujian Wilks F Nilai p Keterangan Lambda Kesejajaran 0.211 4.41* 0.0067 Wilayah 1dan 3 tidak sejajar *nyata Seperti halnya pengujian di wilayah 1 dan 2 serta wilayah 1 dan 3, dilakukan pula pengujian untuk wilayah 2 dan 3. Pertama dilakukan pengujian apakah wilayah 2 dan 3 sejajar. Plot wilayah 2 dan 3 ditunjukkan pada Gambar 13 (c). Dengan. Hasil menunjukkan bahwa dua pewilayahan tersebut sejajar, artinya tidak terdapat interaksi antara curah hujan di wilayah 2 dan 3. Karena sejajar, selanjutnya dilakukan uji untuk keberhimpitan, dan dengan yang sama diperoleh hasil bahwa dua pewilayahan tersebut berhimpit. Karena berhimpit, diuji pula untuk kesamaan besarannya. Berdasarkan uji kesamaan besaran kedua wilayah diperoleh bahwa vektor rataan kedua wilayah berbeda. Oleh karena itu, wilayah 2 dan 3 tidak memiliki profil yang sama. Hasil uji profil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Uji profil untuk wilayah 2 dan 3 Pengujian Wilks F Nilai p Keterangan Lambda Kesejajaran 0.009 10.51 0.24 Wilayah 2 dan 3 sejajar Keberhimpitan 0.73 0.82 0.38 Wilayah 2 dan 3 berhimpit Besaran yg sama 0.000 61.53* 0.0045 Wilayah 2 dan 3 tidak memiliki besaran yang sama *nyata

39 Pewilayahan dan pola curah hujan untuk masing-masing wilayah 1, 2 dan 3 serta deliniasinya (dengan mempertimbangkan pengaruh angin) ditunjukkan pada Gambar 21. Gambar 21 Pewilayahan curah hujan, pola masing-masing wilayah dan Deliniasinya Simpulan Proses pewilayahan curah hujan diperoleh dengan lima AKU, total keragaman yang dapat dijelaskan melalui lima komponen utama tersebut sebesar 84.99% dan tiga wilayah curah hujan dengan metode complete linkage dan perhitungan jaraknya Euclidean. Adapun pewilayahan tersebut yakni wilayah 1 : Anjatan, Bugel, TL Kacang, KarangAsem, Lawang Semut, Wanguk, Gabus Wetan, Cikedung, Tugu, Sukadana, Bondan, Sumur Watu, Kroya, dan Tamiyang, wilayah 2: SL Darma dan Gantar serta wilayah 3 : Jatibarang, Juntinyuat, Kedokan Bunder, Lohbener, Sudi Mampir, Krangkeng, Sudi Kampiran, Losarang, Cidempet, Bangkir, dan Indramayu. Pewilayahan ini sesuai dengan arah angin yang terjadi pada musim hujan, bulan lembab dan musim kemarau.