PENGGUNAAN METODE FUZZY SIMILARITY DALAM PENENTUAN CAKUPAN WILAYAH INDEKS CURAH HUJAN
|
|
- Sucianty Lesmono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENGGUNAAN METODE FUZZY SIMILARITY DALAM PENENTUAN CAKUPAN WILAYAH INDEKS CURAH HUJAN USING FUZZY SIMILARITY METHOD FOR DETERMINING COVERAGE RAINFALL INDEX AREAS Woro Estiningtyas, Agus Buono, Rizaldi Boer, Irsal Las 1 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Balitbang Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No. 1A, Bogor Departemen Ilmu Komputer IPB, Kampus IPB Darmaga, Jl. Meranti Wing 20 Level 5-6, Bogor, Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB, Wing 19 Level 4 Gedung FMIPA IPB Darmaga Bogor woro_esti@yahoo.com Naskah masuk: 11 Maret 2013; Naskah diperbaiki: 30 September 2013; Naskah diterima: 24 Desember 2013 ABSTRAK Dalam pengembangan asuransi indeks iklim, diperlukan informasi berapa luas cakupan indeks iklim yang disusun dari suatu stasiun hujan yang dapat mewakili berlakunya suatu indeks. Penelitian ini menyajikan suatu pendekatan penentuan cakupan indeks hujan menggunakan metode Fuzzy Similarity (FS). Metode FS tergolong baru dalam aplikasi cakupan indeks hujan ini. Dalam analisisnya, metode FS tidak memerlukan periode data yang sama pada setiap stasiun hujan. Hal ini sangat membantu karena seringkali satu stasiun hujan hanya memiliki data yang pendek sementara ada stasiun lain yang cukup panjang datanya. Untuk analisis ini digunakan stasiun Cikedung, Lelea, Terisi dan Kandanghaur yang semuanya tercakup dalam wilayah administratif Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Masing-masing stasiun referensi dikorelasikan dengan 41 stasiun di seluruh Kabupaten Indramayu. Cakupan wilayah indeks hujan ditetapkan berdasarkan nilai korelasi lebih dari Hasil penelitian menunjukkan bahwa cakupan wilayah untuk stasiun pewakil Terisi adalah yang paling luas. Sekitar 53.8% dari seluruh stasiun di Kabupaten Indramayu memiliki kemiripan data dengan stasiun Terisi. Sebaliknya stasiun pewakil Kandanghaur, hanya berlaku untuk stasiun itu sendiri karena korelasinya yang sangat rendah terhadap stasiun lainnya. Kata kunci : curah hujan, Fuzzy Similarity, cakupan wilayah indeks iklim ABSTRACT This research provides an option method of determining the coverage area of the rainfall station for the implementation of climate indices with Fuzzy Similarity (FS). Four rainfall station selected for each sub district as reference station is Cikedung, Lelea, Terisi and Kandanghaur, Indramayu District, West Java. Each reference station was correlated with 41 stations across the district Indramayu. The result shows that the coverage area for the Terisi station was the most extensive. Approximately 53.8% of all stations in Indramayu district have similarities with the Terisi rainfall station data. Whilst for Kandanghaur station, it only covers Kandanghaur because there is low correlation with another rainfall station. Keywords: rainfall, Fuzzy Similarity, coverage area of climate index 1. Pendahuluan Ketersediaan data curah hujan dalam jangka panjang secara runut waktu (time series) sangat diperlukan dalam analisis, demikian juga dengan sebarannya secara spasial. Informasi tentang besaran (jeluk) serta pola curah hujan tidak dapat diketahui apabila di lokasi yang bersangkutan tidak tersedia penakar hujan yang merekam kejadian tersebut secara berkesinambungan. Distribusi stasiun penakar hujan di Indonesia belum merata secara spasial, demikian juga dengan kualitas dan kontinyuitas datanya. Pemasangan penakar hujan masih terkait dengan kepentingan instansi yang menggunakan data tersebut baik untuk kepentingan penelitian ataupun keperluan teknis lainnya seperti irigasi dan sebagainya. Ada wilayah tertentu yang cukup rapat sebaran stasiunnya, sebaliknya ada wilayah lain yang sangat jarang sebaran stasiunnya. Akibatnya ada wilayah tertentu yang ada penakar PENGGUNAAN METODE FUZZY SIMILARITY...Woro Estiningtyas dkk. 53
2 hujannya sehingga bisa merepresentasikan pola hujan setempat, tetapi sebaliknya untuk wilayah yang tidak ada penakar hujannya maka pola hujan pada umunya direpresentasikan oleh stasiun terdekat apabila keadaan topografinya relatif datar. Hasil penelitian Adiningsih yang diacu dalam Boer [1] menunjukkan bahwa kerapatan jaringan stasiun di Indonesia masih sangat rendah terutama untuk pulaupulau di luar Pulau Jawa. Pulau Jawa adalah salah satu wilayah di Indonesia dengan kerapatan jaringan stasiun meteorologi tertinggi [2]. Hingga akhir tahun 1941 terdapat sejumlah 3128 pengukur hujan yang 2 tercatat ada di Pulau Jawa dengan kerapatan 15 km pengukur hujan, namun tidak satupun yang mengumpulkan basis data secara lengkap baik dalam waktu panjang (Sandy diacu dalam Damayanti)[3]. Untuk Pulau Jawa sendiri kerapatannya sudah cukup 2 tinggi, yaitu 11.6 artinya untuk setiap 100 km wilayah di Pulau Jawa terdapat sekitar penakar hujan. Pulau yang paling rendah kerapatan stasiunnya adalah 2 Papua (Irian Jaya), yaitu 0.05 stasiun per 100 km. Jawa Barat (termasuk DKI Jakarta dan Banten) rata- 2 rata kerapatan stasiunnya sebesar km tiap stasiun [4]. Menurut Damayanti [3] jumlah stasiun hujan di Jawa Barat yang sudah sesuai dengan ketentuan World Meteorological Organization (WMO), namun perlu diperhatikan sebaran dan kualitas datanya. Selain sebaran data secara spasial, masalah lain yang dihadapi adalah kelengkapan data secara runut waktu. Dalam bidang klimatologi misalnya, kelengkapan data curah hujan secara runut waktu dalam jangka panjang sangat diperlukan dalam analisis seperti dampak perubahan iklim dan sebagainya. Tetapi kebutuhan tersebut tidak selalu tersedia seperti yang diinginkan. Seringkali data yang tersedia cukup panjang tetapi tidak lengkap secara runut waktu, atau cukup lengkap tetapi hanya dalam jangka waktu yang relatif pendek atau tersedia secara runut waktu tetapi tidak lengkap secara spasial. Kondisi ini akan menghambat dalam analisis data. Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat besar variasinya baik dari waktu ke waktu maupun dari satu tempat ke tempat yang lain. Oleh karena itu, tinggi rendahnya curah hujan sangat besar pengaruhnya terhadap keragaman hasil. Penggunaan data curah hujan dalam berbagai analisis membutuhkan syarat apakah data tersebut bisa digunakan baik ditinjau dari aspek spasial maupun temporal. Untuk kelengkapan data dari aspek temporal, saat ini telah digunakan dan dikembangkan berbagai metode prediksi data hingga skala waktu yang kecil seperti data harian. Untuk aspek spasial, metode yang dikembangkan masih terbatas. Selama ini permasalahan yang sering dijumpai adalah tidak adanya stasiun hujan yang berada dalam wilayah yang diteliti sehingga harus menggunakan data dari stasiun pewakil. Solusi yang digunakan pada umumnya adalah menggunakan data stasiun terdekat. Artinya data curah hujan dari stasiun yang paling dekat dengan lokasi penelitianlah yang digunakan untuk analisis. Selain itu metode pengelompokkan (clustering), poligon thiessen juga sering digunakan untuk mengatasi masalah keterbatasan data curah hujan secara spasial ini. Penelitian ini menawarkan suatu pendekatan baru yang bisa digunakan untuk mengatasi keterbatasan stasiun hujan, yaitu dengan Fuzzy Similarity (FS). Metode FS relatif sederhana dan memerlukan periode data yang tidak harus sama antar stasiun hujan. Terkait dengan pengembangan asuransi indeks iklim (Climate Index Insurance), keberadaan stasiun hujan maupun kualitas datanya sangat menentukan dalam penghitungan indeks iklim. Asuransi indeks iklim adalah asuransi yang memberikan penggantian atas kerugian berdasarkan indeks iklim (curah hujan, suhu, kelembaban dll). Dalam penelitian ini indeks iklim yang dikembangkan dalam asuransi adalah curah hujan. Jadi faktor curah hujan sangat besar peranannya. Menurut Boer [5] sistem ini memberikan pembayaran pada pemegang polis manakala terpenuhi kondisi cuaca/iklim yang tidak diharapkan (Indeks Iklim) tanpa harus ada bukti kegagalan panen. Indeks iklim ini digunakan sebagai dasar untuk klaim asuransi. Permasalahannya adalah tidak semua lokasi penelitian memiliki stasiun hujan, atau seandainya ada stasiun hujan tetapi datanya tidak memenuhi syarat sehingga harus menggunakan stasiun terdekat sebagai pewakil. Namun seberapa luas dan wilayah mana saja yang bisa diwakili masih menjadi pertanyaan dan perlu analisis lebih lanjut. Penentuan stasiun pewakil ini menjadi sangat penting ketika dihadapkan pada suatu keadaan dimana data curah hujan tersebut menjadi input yang menentukan dalam suatu pengambilan keputusan seperti dalam penetapan indeks iklim. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut di atas, penelitian ini mencoba untuk menganalisis hubungan antara stasiun hujan yang digunakan sebagai pewakil (stasiun referensi) dengan stasiun lainnya untuk mengetahui sebaran dan cakupan wilayah yang bisa diwakilinya menggunakan metode Fuzzy Similarity (FS). Metode FS merupakan pendekatan baru dalam bidang aplikasi klimatologi. Terkait dengan periode data yang tidak selalu sama pada setiap stasiun, metode FS tetap dapat diterapkan meskipun panjang datanya berbeda-beda pada setiap stasiun. Pendekatan dengan metode FS ini diharapkan juga bisa memberikan solusi bagi masalah keterbatasan stasiun hujan. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) menentukan nilai FS sebagai indikator kemiripan antar stasiun hujan dan 2) menyusun peta cakupan wilayah indeks untuk aplikasi Asuransi Indeks Iklim. 2. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Indramayu yang merupakan salah satu sentra produksi padi dan juga rentan terhadap perubahan iklim. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data curah hujan bulanan dari 41 stasiun hujan yang mencakup 31 kecamatan di seluruh Kabupaten Indramayu dengan periode data yang paling panjang JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 14 NO. 2 TAHUN 2013 : 53-64
3 Stasiun referensi yang digunakan adalah Cikedung, Lelea, Terisi dan Kandanghaur. Pemilihan stasiun pewakil ini adalah berdasarkan lokasi dimana akan dihitung indeks hujannya, sehingga akan diketahui indeks pada keempat stasiun hujan tersebut bisa mewakili/mencakup wilayah mana saja. Analisis Kemiripan Data dengan Metode Fuzzy Similarity. Penentuan cakupan wilayah indeks pada prinsipnya adalah menentukan kemiripan data hujan suatu stasiun dengan data hujan stasiun referensi. Dalam konteks asuransi indeks iklim, jangkaun wilayah indeks menjadi sangat penting. Metode FS pada prinsipnya mempelajari pola (fluktuasi) curah hujan dari suatu stasiun referensi kemudian membandingkannya dengan stasiun lain yang diuji. Nilai indeks dari suatu stasiun referensi akan bisa diberlakukan untuk suatu stasiun tertentu apabila stasiun tersebut memiliki kemiripan (similarity) dengan stasiun referensi yang dimaksud. Fungsi kemiripan (similarity function) pada prinsipnya adalah membandingkan dua stasiun untuk mengetahui kemiripan datanya. Untuk kemiripan antara dua stasiun (fitur), jarak antara keduanya dapat didefinisikan sebagai perbandingan mengukur (match measure). Dalam penelitian ini batasan nilai FS yang digunakan untuk menilai kemiripan adalah lebih dari 0.4. Hal ini didasarkan pada sebaran hasil korelasi. Pada penelitian ini, metode FS mempelajari pola data berdasarkan sinyal yang terbentuk. Pada prinsipnya setiap sinyal memiliki energi (EN) dan Entropi (ET). Sinyal dikatakan sama jika energi dan entropinya sama atau mirip. Setiap sinyal terdiri dari komponenkomponen sinyal sebanyak k. Untuk melakukan uji kemiripan data curah hujan diperlukan dua tahapan analisis utama, yaitu : penentuan nilai threshold kemiripan data curah hujan dan analisis Fuzzy Similarity [6]. Tahapan analisis selengkapnya dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data curah hujan dibuat beberapa frame sesuai dengan periode data yang tersedia. 2. Dilakukan transformasi wavelet sehingga diperoleh koefisien setiap sinyal yaitu d, d, d,..., d. Energi dari d dinyatakan dengan K 1. Sinyal dikatakan sama jika memiliki energi atau entropi yang sama atau mirip. Setiap sinyal merupakan kombinasi dari komponen-komponen sinyal (sebanyak k). 3. Kemudian dihitung entropinya dengan persamaan : ET i j K i 1 P ln k, j (1) dimana P adalah probabilitas density dari k,j koefisien wavelet pada setiap tingkat resolusi j=1,...dst. 4. Dilakukan estimasi densitas (density estimation) menurut metode Kernel[7], dengan persamaan: P i k, j (2) dimana : h = 1,15 x simpangan baku dari data stasiun referensi x 5. Setelah diperoleh nilai energi (EN) dan entropi (ET), maka selanjutnya dilakukan analisis fuzzy. Tujuan utamanya adalah membuat batasan EN dan ET sebagai patokan dalam menilai kemiripan data. 6. Setelah dilakukan analisis fuzzy akan diperoleh nilai EN dan ET masing-masing untuk nilai terbesar dan terkecil. Untuk setiap nilai EN akan diperoleh fuzzy membership yang berbeda-beda. Sebagai contoh untuk sinyal energi : S = Sinyal 1 EN dengan fuzzy membership 1 1 (a, b, c, d, e, f) S = Sinyal 2 EN dengan fuzzy membership 2 2 (g, h, i, j, k, l) dst S T = Sinyal ke-t EN T Untuk sinyal Entropi : S = Sinyal 1 ET dengan fuzzy membership 1 1 (m, n, o, p, q, r) S = Sinyal 2 ET dengan fuzzy membership 2 2 (s, t, u, v, w, x) dst S T = Sinyal ke-t ET T Selanjutnya digunakan persamaan : (3) dimana N = jumlah energi sinyal atau entropinya. Dalam penelitian ini, N = 2, yaitu berupa energi (EN) dan Entropi (ET). 7. Berdasarkan persamaan tersebut di atas dilakukan penghitungan untuk setiap sinyal. Sebagai contoh : dst dengan cara yang sama dihitung untuk S(S 1,S 3), S(S 1,S 4), S(S 1,S 5),..., S(S 1,S T). Jika suatu stasiun yang akan diuji menghasilkan nilai S lebih besar atau sama dengan nilai threshold, maka stasiun tersebut memiliki kemiripan data dengan stasiun referensi. 8. Cara yang sama seperti tahapan analisis tersebut di atas, diberlakukan untuk setiap stasiun referensi. Nilai FS yang dihasilkan akan memberi gambaran stasiun refensi tersebut lebih mirip ke stasiun yang mana. Keseluruhan nilai FS disajikan dalam tabel antara stasiun yang diuji dengan stasiun referensi, serta dalam bentuk peta cakupan wilayah indeks. Seluruh program tersebut dijalankan dengan Program Matlab. Secara garis besar, tahapan analisis disajikan dalam gambar 1. PENGGUNAAN METODE FUZZY SIMILARITY...Woro Estiningtyas dkk. 55
4 Dalam konteks penelitian ini, indeks iklim disusun berdasarkan curah hujan karena pengaruhnya yang cukup besar terhadap produksi tanaman. Dalam konteks asuransi indeks iklim, cakupan wilayah pewakil stasiun hujan diperlukan untuk mengetahui daerah mana saja yang bisa diwakili oleh suatu stasiun referensi dimana data pada stasiun referensi tersebut digunakan untuk menghitung indeks curah hujan. Dengan kata lain indeks curah hujan yang dihasilkan dari suatu stasiun referensi bisa berlaku bagi wilayah lain yang masuk dalam cakupannya. Dengan demikian indeks curah hujan yang dihasilkan dari salah satu stasiun referensi bisa digunakan untuk wilayah lain sebagai klaim asuransi dengan catatan wilayah tersebut memiliki kemiripan (similarity) dengan stasiun referensi. Gambar 1. Diagram alir analisis wilayah cakupan indeks iklim dengan Fuzzy Similarity Penyusunan Peta Cakupan Wilayah Indeks Iklim Anaisis kemiripan data dengan metode FS menghasilkan nilai mulai dari 0 hingga 1. Penyebaran nilai kemiripan antara seluruh stasiun dengan stasiun referensi selanjutnya di plot dalam peta. Peta administrasi yang digunakan sebagai peta dasar bersumber dari Badan Pusat Statistik [8]. 3. Hasil dan Pembahasan Indeks iklim merupakan suatu nilai hasil analisis yang digunakan sebagai dasar klaim asuransi. Indeks iklim disusun berdasarkan parameter iklim yang dipilih (curah hujan, suhu, kelembaban, dan lain-lain). Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk stasiun referensi Cikedung, nilai FS berkisar antara dengan rata-rata Cakupan wilayah untuk stasiun referensi Cikedung relatif kecil, hal ini ditunjukkan oleh nilai FS yang sebagian besar kurang dari 0.5 (Gambar 2). Dari 41 stasiun hujan yang dianalisis, cakupan wilayah yang bisa diwakili sekitar 7.7%. Cakupan wilayah yang bisa diwakili oleh stasiun Cikedung adalah stasiun Losarang, Sliyeg dan Jatibarang, dengan nilai FS berturut-turut adalah 0.49, 0.46 dan Artinya bahwa indeks iklim yang dihitung berdasarkan data Untuk memperoleh gambaran fluktuasi curah hujan maka dilakukan ploting antara curah stasiun Cikedung sebagai referensi dengan stasiun Losarang (Gambar 3). Wilayah lainnya tidak disarankan menggunakan stasiun referensi Cikedung. Apabila dilihat dari sebaran wilayahnya (Gambar 4), maka wilayah yang agak mirip dengan stasiun Cikedung dengan nilai FS sekitar 0.4 sebagian besar berada di bagian tengah Kabupaten Indramayu. Gambar 2. Penyebaran nilai FS pada setiap stasiun hujan dengan referensi stasiun Cikedung 56 JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 14 NO. 2 TAHUN 2013 : 53-64
5 Gambar 3. Fluktuasi curah hujan antara stasiun referensi Cikedung dengan stasiun Losarang Gambar 4. Penyebaran wilayah berdasarkan nilai FS dengan stasiun referensi Cikedung Untuk stasiun referensi Lelea, nilai FS antara dengan rata-rata Sebagian besar nilai FS adalah kurang dari 0.4 (Gambar 5). Sekitar 10.3% dari seluruh stasiun di Kabupaten Indramayu yang bisa diwakili oleh stasiun Lelea. Hal ini ditunjukkan oleh nilai FS yang mendekati dan lebih dari 0.5. Wilayah yang bisa diwakili oleh stasiun Lelea antara lain stasiun Bangodua (0.69), Gabus Wetan (0.60), Jatibarang (0.47) dan Krangkeng (0.46). Gambar 6 memperlihatkan contoh fluktuasi curah hujan antara stasiun Lelea sebagai referensi dengan stasiun Bangodua. Berdasarkan peta sebaran kemiripan data stasiun hujan (Gambar 7), maka wilayah yang bisa diwakili oleh stasiun Lelea sebagian besar berada di sebelah Barat Laut dan Tenggara dari Lelea. PENGGUNAAN METODE FUZZY SIMILARITY...Woro Estiningtyas dkk. 57
6 Gambar 5. Penyebaran nilai FS pada setiap stasiun hujan dengan referensi stasiun Lelea Gambar 6. Fluktuasi curah hujan antara stasiun Lelea (Referensi) dengan stasiun Bangodua Gambar 7. Penyebaran wilayah berdasarkan nilai FS dengan stasiun referensi Lelea 58 JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 14 NO. 2 TAHUN 2013 : 53-64
7 Untuk stasiun referensi Terisi nilai FS sebagian besar lebih dari 0.5 (Gambar 8). Secara keseluruhan nilai FS berkisar mulai dari 0.04 hingga 0.84, dengan rata-rata Wilayah yang bisa diwakili oleh stasiun Terisi cukup besar. Sekitar 53.8% dari seluruh stasiun di Kabupaten Indramayu memiliki kemiripan data dengan stasiun Terisi. Stasiun tersebut antara lain : Bongas (0.62), Widasari (0.70), Balongan (0.57), Sukra (0.69), Kroya (0.69), Cantigi (0.77), Arahan (0.70), Gantar (0.70), Sukagumiwang (0.64), Kedokan Bunder (0.74), Patrol (0.84), Pasekan (0.63), Tukdana (0.82), Bugel (0.68), Cigugur (0.49), Wanguk (0.72), Leuweungsemut (0.81), Karangasem (0.83), Cipancuh (0.73), Tamiang (0.54) dan Bantarhuni (0.51). Fluktuasi curah hujan antara stasiun Terisi sebagai referensi dengan stasiun Patrol disajikan dalam Gambar 9. Berdasarkan peta sebarannya (Gambar 10), wilayah yang bisa diwakili oleh stasiun Terisi cukup luas. Sebagian besar berada di sekitar stasiun Terisi mulai dari Haurgeulis, Gantar, Kroya, Cikedung hingga Jatibarang. Sebagian lagi sepanjang pantai utara Jawa mulai dari Sukra, Patrol sampai dengan Balongan. Gambar 8. Penyebaran nilai FS pada setiap stasiun hujan dengan referensi stasiun Terisi Gambar 9. Fluktuasi curah hujan antara stasiun Terisi (Referensi) dengan stasiun Patrol PENGGUNAAN METODE FUZZY SIMILARITY...Woro Estiningtyas dkk. 59
8 Gambar 10. Penyebaran wilayah berdasarkan nilai FS dengan stasiun referensi Terisi Untuk stasiun referensi Kandanghaur, analisis FS secara umum memperlihatkan hasil relatif rendah dibandingkan 3 stasiun referensi lainnya. Hanya satu stasiun yang memiliki nilai FS agak tinggi walaupun masih kurang dari 0.5, yaitu stasiun Kertasemaya dengan nilai FS 0.41 (Gambar 11), sedangkan stasiun lainnya kurang dari Secara keseluruhan, nilai FS antara hingga 0.41, dengan rata-rata Gambar 12 memperlihatkan fluktuasi curah hujan antara stasiun Kandanghaur sebagai referensi dengan stasiun Kertasemaya sebagai contoh. Dari peta penyebarannya (Gambar 13) juga terlihat bahwa sangat dominan dengan nilai FS kurang dari 0.4. Jadi indeks curah hujan di Kandanghaur hanya berlaku untuk wilayah Kandanghaur itu sendiri dan tidak disarankan menggunakan pewakil stasiun lainnya. Keseluruhan hasil analisis dirangkum dalam Tabel 1. Gambar 11. Penyebaran nilai FS pada setiap stasiun hujan dengan referensi stasiun Kandanghaur 60 JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 14 NO. 2 TAHUN 2013 : 53-64
9 Gambar 12. Fluktuasi curah hujan antara stasiun Kandanghaur (Referensi) dengan stasiun Kertasemaya Gambar 13. Penyebaran wilayah berdasarkan nilai FS dengan stasiun referensi Kandanghaur Tabel 1 menyajikan berbagai nilai FS untuk setiap stasiun hujan di Kabupaten Indramayu pada stasiun referensi Cikedung, Lelea, Terisi dan Kandanghaur. Untuk stasiun referensi Cikedung nilai FS tertinggi adalah 0.49 yaitu dengan stasiun Losarang. Untuk stasiun referensi Lelea, nilai FS tertinggi sebesar 0.69 yaitu dengan stasiun Bangodua. Nilai FS sebesar 0.84 merupakan nilai tertinggi untuk stasiun referensi Terisi terhadap stasiun hujan Patrol. Untuk stasiun referensi Kandanghaur, nilai FS tertinggi adalah 0.41 untuk stasiun Kertasemaya. Untuk mengetahui gambaran umum pola fluktuasi curah hujan antara stasiun referensi dengan stasiun lainnya, maka dilakukan plot dengan mengambil contoh stasiun hujan untuk nilai FS terendah dan tertinggi pada setiap kelompok. Berdasarkan kisaran nilai korelasi, maka dibuat 5 kelompok, yaitu kelompok 1 untuk korelasi , kelompok 2 : , kelompok 3 : , kelompok 4 : dan kelompok 5 : (Gambar 14). Jarak maksimum atau radius cakupan wilayah yang dapat diterima antara stasiun cuaca referensi dengan area yang diasuransikan adalah km (IFC [9], Martirez)[10]. Topografi wilayah serta karakteristik dan pola hujan menjadi faktor yang penting dalam menentukan radius cakupan wilayah indeks iklim. Terkait dengan keterbatasan jumlah stasiun hujan serta distribusinya secara spasial, metode FS diharapkan dapat menjadi salah satu pilihan/opsi bagi para pengguna meskipun aplikasi dalam bidang ini masih sangat terbatas. Selama ini metode FS lebih banyak dikembangkan untuk bidang aplikasi ilmu computer dan matematika [11]. PENGGUNAAN METODE FUZZY SIMILARITY...Woro Estiningtyas dkk. 61
10 Tabel 1. Hasil analisis FS untuk seluruh stasiun di Kabupaten Indramayu NO STASIUN REFERENSI HUJAN CIKEDUNG LELEA TERISI KD.HAUR 1 Indramayu Sindang Loh Bener Karang Ampel Krangkeng Junti Nyuat Jati Barang Sliyeg Kerta Semaya Bango Dua Losarang Cikedung Lelea Kandang Haur Gabus Wetan Anjatan Haur Geulis Bongas Widasari Balongan Sukra Kroya Cantigi Arahan Gantar Terisi Sukagumiwang Kedokan Bunder Patrol Pasekan Tukdana Bugel Cigugur Wanguk Tulangkacang Lueweungsemut Karangasem Cipancuh Tamiang Bantarhuni Bugis JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 14 NO. 2 TAHUN 2013 : 53-64
11 Gambar 14. Perbandingan pola curah hujan antara stasiun referensi dengan stasiun hujan pewakil pada setiap kelompok. 4. Kesimpulan Dalam konteks asuransi indeks iklim, peran stasiun hujan sangat penting sebagai sumber data untuk penentuan indeks iklim. Cakupan wilayah yang bisa diwakili oleh suatu indeks yang ditetapkan berdasarkan metode Fuzzy Similiry (FS) menghasilkan sebaran yang beragam. Untuk stasiun referensi Cikedung, nilai FS berkisar antara dengan rata-rata Wilayah yang bisa diwakili oleh stasiun Cikedung adalah sekitar PENGGUNAAN METODE FUZZY SIMILARITY...Woro Estiningtyas dkk. 63
12 7.7% dari total 41 stasiun hujan di Kabupaten Indramayu, yaitu Losarang, Sliyeg dan Jatibarang, dengan nilai FS berturut-turut adalah 0.49, 0.46 dan Untuk stasiun referensi Lelea, nilai FS antara dengan rata-rata Wilayah yang bisa diwakili sekitar 10.3%, yaitu Bangodua, Gabus Wetan, Jatibarang dan Krangkeng. Untuk stasiun referensi Terisi, nilai FS sebagian besar lebih dari 0.5. Nilai FS berkisar 0.04 hingga 0.84, dengan rata-rata Wilayah yang bisa diwakili oleh stasiun Terisi 53.8%, yaitu Bongas, Widasari, Balongan, Sukra, Kroya, Cantigi, Arahan, Gantar, Sukagumiwang, Kedokan Bunder, Patrol, Pasekan, Tukdana, Bugel, Cigugur, Wanguk, Leuweungsemut, Karangasem, Cipancuh, Tamiang dan Bantarhuni. Untuk stasiun referensi Kandanghaur nilai FS antara hingga 0.41, dengan rata-rata Tidak ada wilayah yang bisa diwakili oleh Kandanghaur mengingat hasil korelasinya yang relatif rendah. Daftar Pustaka [1] Boer, R. (2008). Pengertian tentang Informasi Iklim. Bahan Kuliah Klimatologi Terapan. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. [2] Sri Harto, Br. (1993). Analisis Hidrologi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. [3] Damayanti, A. (2001). Sebaran Stasiun dan Kualitas Data Hujan di Jawa Barat. Makalah dalam Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Wilayah untuk Mendukung [4] Damayanti, A. (2000). Pengaruh Fisiografi Terhadap Potensi Air Pada Daerah Aliran Sungai Di Jawa Barat. Tesis Fakultas Geografi: Universitas Gadjah Mada. [5] Boer, R. (2010). Pengembangan Sistim Asuransi Indeks Iklim Dalam Mendukung Pelaksanaan Program Adaptasi. Bahan Tayangan Sosialisasi Sistem Penanggulangan Dampak Fenomena Iklim. Jakarta Mei Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian. [6] Xiaoli, Li, & Xin, Yao. (2005). Application of Fuzzy Similarity to Prediction of Epileptic Seizures Using EEG Signals. L. Wang and Y. Jin (Eds) : FSKD 2005, LNAI 3613 Springer-Verlag Berlin Heidelberg. [7] Suryadi, N. (1993). Penentuan lebar jendela untuk pendugaan fungsi kepekatan metode kernel. Tesis. Magister Sain Program Studi Statistika: IPB. [8] BPS. (2010). Peta Indeks Wilayah 2010 Provinsi Jawa Barat. Badan Pusat Statistik. [9] IFC. (2009). Weather Index Insurance for Maize Production in Eastern Indonesia. A Feasibility Study. Report. International Finance Corporation and Australia Indonesia Partnership. [10] Martirez. (2009). Microensure, Helping the poor weather life's storm. Bahan Tayangan. [11] Tsai, Shian-Chi, Yung Ji Jiang, Chun Der Wu; & Shie Jue Lee. (2010). A Fuzzy Similarity- Based Approach for Multi-label Document Classification. Elsevier. 64 JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 14 NO. 2 TAHUN 2013 : 53-64
IV. PENETAPAN WILAYAH CAKUPAN INDEKS UNTUK PENERAPAN ASURANSI IKLIM
IV. PENETAPAN WILAYAH CAKUPAN INDEKS UNTUK PENERAPAN ASURANSI IKLIM 4.1. Pendahuluan Ketersediaan data curah hujan dalam jangka panjang secara runut waktu (time series) sangat diperlukan dalam analisis,
Lebih terperinciVIII. SIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut :
VIII. SIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI 8.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kejadian kekeringan di Kabupaten Indramayu merupakan penyebab utama (79.8%)
Lebih terperinciGambar 9 Peta Penutupan Lahan
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Penutupan lahan didapatkan dari interpretasi citra Landsat wilayah Kabupaten Indramayu tahun 2009. Citra Landsat yang digunakan adalah citra saat musim hujan
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN WILAYAH PERENCANAAN
BAB III III.1 Gambaran Umum Kabupaten Indramayu III.1.1 Kondisi Geografis dan Topografi Kabupaten Indramayu berada di wilayah pesisir utara Pulau Jawa. Secara geografis Kabupaten Indramayu berada pada
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
55 V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1. Keadaan Geografis dan Cuaca Kabupaten Indramayu sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia.Ibukotanya adalah Indramayu, Indramayu sebagai pusat pemerintahan,
Lebih terperinciVII. PEMBAHASAN UMUM PENGEMBANGAN ASURANSI INDEKS IKLIM PADA SISTIM USAHATANI BERBASIS PADI : Potensi dan Tantangan
VII. PEMBAHASAN UMUM PENGEMBANGAN ASURANSI INDEKS IKLIM PADA SISTIM USAHATANI BERBASIS PADI : Potensi dan Tantangan 7.1. Pendahuluan Perubahan iklim dan dampaknya pada berbagai sektor telah menggungah
Lebih terperinciJumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Indramayu Tahun 2013 sebanyak rumah tangga
Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Indramayu Tahun 2013 sebanyak 166.527 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Kabupaten Indramayu Tahun 2013 sebanyak 56 Perusahaan Jumlah
Lebih terperinciIII. ANALISIS DAN DELINEASI WILAYAH ENDEMIK KEKERINGAN UNTUK PENGELOLAAN RISIKO IKLIM
III. ANALISIS DAN DELINEASI WILAYAH ENDEMIK KEKERINGAN UNTUK PENGELOLAAN RISIKO IKLIM 3.1. Pendahuluan Salah satu indikator terjadinya perubahan iklim adalah semakin meningkatnya kejadian iklim ekstrim
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
34 III. METODE PENELITIAN Metoda penelitian ini meliputi unsur-unsur: (1) populasi, sampel, dan responden, (2) desain penelitian, (3) data dan instrumentasi, (4) pengumpulan data, dan (5) analisis data.
Lebih terperinciPENGEMBANGAN MODEL ASURANSI INDEKS IKLIM UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PETANI PADI DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM WORO ESTININGTYAS
PENGEMBANGAN MODEL ASURANSI INDEKS IKLIM UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PETANI PADI DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM WORO ESTININGTYAS SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN
Lebih terperinci3 PEWILAYAHAN CURAH HUJAN
3 PEWILAYAHAN CURAH HUJAN Pendahuluan Daerah prakiraan musim (DPM) merupakan daerah dengan tipe hujan yang memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan musim hujan berdasarkan pola hujan
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat dengan Ibu kotanya Indramayu. Kabupaten Indramayu berada pada 6º15 sampai
Lebih terperinciPEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PREDIKSI PANJANG MUSIM HUJAN BERDASAR SEA SURFACE TEMPERATURE
PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PREDIKSI PANJANG MUSIM HUJAN BERDASAR SEA SURFACE TEMPERATURE Agus Buono 1, M. Mukhlis 1, Akhmad Faqih 2, Rizaldi Boer 2 1 Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika
Lebih terperinci4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
29 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografi, dan Iklim Secara geografis wilayah Kabupaten Indramayu terletak pada koordinat 107 52-108 36 bujur timur dan 6 15-6 40 lintang selatan.
Lebih terperinci1* Woro Estiningtyas, Rizaldi Boer, Irsal Las, Agus Buono 1
IDENTIFIKASI DAN DELINEASI WILAYAH ENDEMIK KEKERINGAN UNTUK PENGELOLAAN RISIKO IKLIM DI KABUPATEN INDRAMAYU IDENTIFICATION AND DELINEATION OF DROUGHT AREA FOR CLIMATE RISK MANAGEMENT IN INDRAMAYU DISTRIC
Lebih terperinciNomor : 225/SM.120/J.3.7/04/ April 2015 Lampiran : Satu Berkas Perihal : Panggilan Peserta Diklat
Nomor : 225/SM.120/J.3.7/04/2015 2 April 2015 Lampiran : Satu Berkas Perihal : Panggilan Peserta Diklat Yang terhormat, (Terlampir) Dalam mendukung program Kementerian Pertanian terutama dalam pencapaian
Lebih terperinciPENDEKATAN HIERARCHICAL BAYES SMALL AREA ESTIMATION (HB SAE) DALAM MENGESTIMASI ANGKA MELEK HURUF KECAMATAN DI KABUPATEN INDRAMAYU
PENDEKATAN HIERARCHICAL BAYES SMALL AREA ESTIMATION (HB SAE) DALAM MENGESTIMASI ANGKA MELEK HURUF KECAMATAN DI KABUPATEN INDRAMAYU Ari Shobri B 1), Septiadi Padmadisastra 2), Sri Winarni 3) 1) Mahasiswa
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : TAHUN : SERI : PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 1 TAHUN 1996 T E N T A N G
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : TAHUN : SERI : PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 1 TAHUN 1996 T E N T A N G RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT
Lebih terperinciNomor : 102/SM.120/J.3.7/03/ Maret 2015 Lampiran : Satu Berkas Perihal : Panggilan Peserta Diklat
Nomor : 102/SM.120/J.3.7/03/2015 3 Maret 2015 Lampiran : Satu Berkas Perihal : Panggilan Peserta Diklat Yang terhormat, (Terlampir) Dalam mendukung program Kementerian Pertanian terutama dalam pencapaian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim membawa dampak pada hampir semua aspek kehidupan dan aktivitas ekonomi. Dampak yang dirasakan ada yang bersifat langsung seperti pada sektor pertanian
Lebih terperinciPEMBOBOTAN SUB DIMENSION INDICATOR INDEX UNTUK PENGGABUNGAN CURAH HUJAN (Studi Kasus : 15 Stasiun Penakar Curah Hujan di Kabupaten Indramayu)
Xplore, 2013, Vol. 1(1):e3(1-7) c 2013 Departemen Statistika FMIPA IPB PEMBOBOTAN SUB DIMENSION INDICATOR INDEX UNTUK PENGGABUNGAN CURAH HUJAN (Studi Kasus : 15 Stasiun Penakar Curah Hujan di Kabupaten
Lebih terperinci7. EVALUASI ZONA PRAKIRAAN IKLIM (ZPI) BMG DENGAN PENDEKATAN ANALISIS KELOMPOK
7. EVALUASI ZONA PRAKIRAAN IKLIM (ZPI) BMG DENGAN PENDEKATAN ANALISIS KELOMPOK 7. Pendahuluan Banyak penelitian klimatologi yang bertujuan membuat kelompok stasiun/wilayah perkiraan iklim. Penggunaan data
Lebih terperinci4 MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE EXOGENOUS (VARX)
4 MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE EXOGENOUS (VARX) Pendahuluan Beberapa penelitian curah hujan dengan satu lokasi curah hujan (tunggal) dengan model ARIMA telah dilakukan, di antaranya oleh Mauluddiyanto (2008)
Lebih terperinciJurnal Ilmu Pertanian Indonesia, Desember 2011, hlm ISSN
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, Desember 2011, hlm. 198-208 ISSN 0853 4217 Vol. 16 No.3 DELINIASI RISIKO IKLIM DAN EVALUASI MODEL HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN PRODUKSI PADI DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN ASURANSI
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data Potensi Desa (PODES) 2006, pengambilan datanya dilakukan tahun 2005. Data PODES berisi data tentang keterangan
Lebih terperinciVI. KESIMPULAN DAN SARAN
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Dalam penelitian ini telah dilakukan suatu rangkaian penelitian yang mencakup analisis pewilayahan hujan, penyusunan model prediksi curah hujan, serta pemanfaatan
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
73 BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 3.1 Kebijaksanaan Pembangunan Pada Sub-Sektor Perikanan Di Kabupaten Indramayu Sesuai dengan arahan kebijaksanaan pusat dan Provinsi Jawa Barat (Laporan tahunan Dinas
Lebih terperinciAplikasi Klimatologi
Aplikasi Klimatologi Departemen Geofisika dan Meteotologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Meteorology for better life Ruang Lingkup Sejalan dengan berlakunya sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan yang cepat dalam teknologi pengumpulan dan penyimpanan data telah memudahkan organisasi untuk mengumpulkan sejumlah data berukuran besar sehingga
Lebih terperinciTEKNIK STATISTICAL DOWNSCALING DENGAN REGRESI KOMPONEN UTAMA DAN REGRESI KUADRAT TERKECIL PARSIAL UNTUK PREDIKSI CURAH HUJAN PADA KONDISI EL NINO, LA NINA, DAN NORMAL 1 2 Woro Estiningtyas, Aji Hamim Wigena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan terjadi kekeringan setiap tahunnya. Bencana kekeringan semakin sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan pola dan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN ANALISIS
BAB IV HASIL DAN ANALISIS IV.1 Uji Sensitifitas Model Uji sensitifitas dilakukan dengan menggunakan 3 parameter masukan, yaitu angin (wind), kekasaran dasar laut (bottom roughness), serta langkah waktu
Lebih terperinciVI. ANALISIS HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN PRODUKSI PADI SERTA PENYUSUNAN INDEKS IKLIM
VI. ANALISIS HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN PRODUKSI PADI SERTA PENYUSUNAN INDEKS IKLIM 6.1. Pendahuluan Asuransi indeks iklim merupakan salah satu bentuk pendanaan yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia.
Lebih terperinciPENGARUH PENYIMPANGAN CURAH HUJAN TERHADAP PRODUKTIVITAS CENGKEH DI KABUPATEN MALANG
Pengaruh Penyimpangan CurahHujan Terhadap Produktivitas Cengkeh di Kabupaten Malang... (Halil) PENGARUH PENYIMPANGAN CURAH HUJAN TERHADAP PRODUKTIVITAS CENGKEH DI KABUPATEN MALANG (The Effect of Precipitation
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Disamping itu hutan juga memiliki fungsi hidrologi sebagai
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan aset kekayaan yang bukan saja penting bagi bangsa Indonesia, namun juga bagi sebagian penduduk dunia. Keragaman hayati yang tinggi terdapat pada hutan
Lebih terperinciJARINGAN PENGAMATAN HIDROLOGI
JARINGAN PENGAMATAN Sub Kompetensi : Mahasiswa mengenal macam dan cara kerja jaringan hidrologi di lapangan. meliputi : - Pengertian Umum - Jaringan Pengukuran Hujan - Jaringan Klimatologi - Jaringan Hidrometri
Lebih terperinciANALISA METODE KAGAN-RODDA TERHADAP ANALISA HUJAN RATA-RATA DALAM MENENTUKAN DEBIT BANJIR RANCANGAN DAN POLA SEBARAN STASIUN HUJAN DI SUB DAS AMPRONG
ANALISA METODE KAGAN-RODDA TERHADAP ANALISA HUJAN RATA-RATA DALAM MENENTUKAN DEBIT BANJIR RANCANGAN DAN POLA SEBARAN STASIUN HUJAN DI SUB DAS AMPRONG Very Dermawan, ST., MT. Ir. Abdul azis Hoesein, M.Eng.Sc,
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Curah hujan merupakan salah satu parameter atmosfer yang sulit untuk diprediksi karena mempunyai keragaman tinggi baik secara ruang maupun waktu. Demikian halnya dengan
Lebih terperinciANALISIS DAMPAK PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN HUTAN TERHADAP IKLIM DI PULAU KALIMANTAN MENGGUNAKAN MODEL IKLIM REGIONAL (REMO) SOFYAN AGUS SALIM G
ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN HUTAN TERHADAP IKLIM DI PULAU KALIMANTAN MENGGUNAKAN MODEL IKLIM REGIONAL (REMO) SOFYAN AGUS SALIM G02400013 DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA
Lebih terperinciEVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA
BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail
Lebih terperinciPEWILAYAHAN HUJAN UNTUK MENENTUKAN POLA HUJAN (CONTOH KASUS KABUPATEN INDRAMAYU) URIP HARYOKO, MSi. BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA
PEWILAYAHAN HUJAN UNTUK MENENTUKAN POLA HUJAN (CONTOH KASUS KABUPATEN INDRAMAYU) URIP HARYOKO, MSi. BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA DAFTAR ISI 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan... 2
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DAN KELURAHAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN INDRAMAYU
PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DAN KELURAHAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU Menimbang : a.
Lebih terperinciAnalisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu
Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Arif Ismul Hadi, Suwarsono dan Herliana Abstrak: Penelitian bertujuan untuk memperoleh gambaran siklus bulanan dan tahunan curah hujan maksimum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) (catchment, basin, watershed) merupakan daerah dimana seluruh airnya mengalir ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya
Lebih terperinciLampiran K Tabel Jumlah Penduduk, Luas Sawah dan Produksi Padi Tahun 1998
105 Lampiran K Tabel Jumlah Penduduk, Luas Sawah dan Produksi Padi Tahun 1998 No. Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa) Luas Sawah (Ha) 1998 Jumlah Produksi Padi (Ton) KAB. BEKASI 1 Babelan 98.136 4.751,57
Lebih terperinciKEPALA STASIUN KLIMATOLOGI
KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan September 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2013 dan Januari 2014 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kompilasi dan Kontrol Kualitas Data Radar Cuaca C-Band Doppler (CDR) Teknologi mutakhir pada radar cuaca sangat berguna dalam bidang Meteorologi untuk menduga intensitas curah
Lebih terperinciBuletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah
Lebih terperinciESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI
ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA
Lebih terperinciBuletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017
Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA Volume 7, Agustus 2017 IKLIM DAN KETAHANAN PANGAN April - Juni 2017 Rendahnya kejadian kebakaran hutan Musim panen utama padi dan jagung lebih tinggi dari
Lebih terperinciBuletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Februari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di
Lebih terperinciPropinsi Banten dan DKI Jakarta
BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,
Lebih terperinciLampiran 1. Status dan jumlah nelayan di Kabupaten Indramayu
Lampiran 1. Status dan jumlah nelayan di Kabupaten Indramayu No. Kecamatan Status Nelayan Jumlah Pemilik (RTP) Buruh (RTP) 1. Haurgeulis 0 0 0 2. Gantar 0 0 0 3. Kroya 0 0 0 4. Gabuswetan 0 0 0 5. Cikedung
Lebih terperinciSKRIPSI. Disusun Oleh : TYAS ESTININGRUM
APLIKASI METODE PUNCAK AMBANG BATAS MENGGUNAKAN PENDEKATAN DISTRIBUSI PARETO TERAMPAT DAN ESTIMASI PARAMETER MOMEN-L PADA DATA CURAH HUJAN (Studi Kasus : Data Curah Hujan Kota Semarang Tahun 2004-2013)
Lebih terperinciANALISIS HUBUNGAN CURAH HUJAN DENGAN KEJADIAN BANJIR DAN KEKERINGAN PADA WILAYAH DENGAN SISTIM USAHATANI BERBASIS PADI DI PROPINSI JAWA BARAT
J.Agromet 23 (1): 11-19,2009 ANALISIS HUBUNGAN CURAH HUJAN DENGAN KEJADIAN BANJIR DAN KEKERINGAN PADA WILAYAH DENGAN SISTIM USAHATANI BERBASIS PADI DI PROPINSI JAWA BARAT (Analysis of Relationship between
Lebih terperinciFenomena El Nino dan Perlindungan Terhadap Petani
Fenomena El Nino dan Perlindungan Terhadap Petani Oleh : Made Dwi Jendra Putra, M.Si (PMG Muda Balai Besar MKG III) Abstrak Pertengahan tahun ini pemberitaan media cetak maupun elektronik dihiasi oleh
Lebih terperinciKATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP
PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten
Lebih terperinciBuletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR
Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan
Lebih terperinciPREDIKSI AWAL MUSIM HUJAN DI JAWA MENGGUNAKAN DATA LUARAN REGIONAL CLIMATE MODEL VERSION 3.1 (REGCM3)
Available online at: http://journal.ipb.ac.id/index.php/agromet J. Agromet 28 (1): 17-22, 2014 ISSN: 0126-3633 PREDIKSI AWAL MUSIM HUJAN DI JAWA MENGGUNAKAN DATA LUARAN REGIONAL CLIMATE MODEL VERSION 3.1
Lebih terperinci1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan
Lebih terperinciBuletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara agraris yang amat subur sehingga tidak dapat dipungkiri lagi sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Data dalam Badan
Lebih terperinci8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI
8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI 8.1 Pendahuluan Padi merupakan makanan utama sekaligus mempunyai nilai politis yang tinggi bagi orang Indonesia, yang menyediakan pendapatan secara musiman dan tenaga kerja
Lebih terperinciMODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN. Muhamad Roem, Ibrahim, Nur Alamsyah
Jurnal Harpodon Borneo Vol.8. No.1. April. 015 ISSN : 087-11X MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN 1) Muhamad Roem, Ibrahim, Nur
Lebih terperinciV. PENYUSUNAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BERDASARKAN FENOMENA ENSO DAN IOD UNTUK MENENTUKAN RENCANA TANAM
V. PENYUSUNAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BERDASARKAN FENOMENA ENSO DAN IOD UNTUK MENENTUKAN RENCANA TANAM 5.1. Pendahuluan Curah hujan merupakan salah satu unsur iklim yang mempunyai variabilitas dan fluktuasi
Lebih terperinciBuletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah Jawa
Lebih terperinciKAJIAN DIMENSI SALURAN PRIMER EKSISTING DAERAH IRIGASI SUNGAI TANANG KABUPATEN KAMPAR. Abstrak
Kajian Dimensi Saluran Primer Eksiting KAJIAN DIMENSI SALURAN PRIMER EKSISTING DAERAH IRIGASI SUNGAI TANANG KABUPATEN KAMPAR Djuang Panjaitan 1,SH Hasibuan 2 Abstrak Tujuan utama dari penelitian adalah
Lebih terperinciBAB V PENJELASAN POS-POS LAPORAN KEUANGAN
5.. Penjelasan Pos-Pos Laporan Realisasi Anggaran BAB V PENJELASAN POS-POS LAPORAN KEUANGAN REF S/D 3 DESEMBER 04 5. - A PENDAPATAN,530,737,967,000.00,578,54,65,554.00 0.88,,308,065,74.00 Realisasi pendapatan
Lebih terperinciESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI
ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA
Lebih terperinciGambar 2.1. Diagram Alir Studi
2.1. Alur Studi Alur studi kegiatan Kajian Tingkat Kerentanan Penyediaan Air Bersih Tirta Albantani Kabupaten Serang, Provinsi Banten terlihat dalam Gambar 2.1. Gambar 2.1. Diagram Alir Studi II - 1 2.2.
Lebih terperinciKAJIAN DIMENSI SALURAN PRIMER EKSISTING DAERAH IRIGASI MUARA JALAI KABUPATEN KAMPAR. Abstrak
Kajian Dimensi Saluran Primer Eksiting Daerah Irigasi Muara Jalai KAJIAN DIMENSI SALURAN PRIMER EKSISTING DAERAH IRIGASI MUARA JALAI KABUPATEN KAMPAR SH. Hasibuan 1, Djuang Panjaitan 2 Abstrak Tujuan utama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara
Lebih terperinciLilik S. Supriatin 1, Sinta B. Sipayung Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer, Lapan ABSTRACT
Metode Cluster untuk...(lilik S. Supriatin dan Sinta B. Sipayung) METODE CLUSTER UNTUK MELENGKAPI DATA CURAH HUJAN PADA SUMBER AIR WADUK SAGULING (THE CLUSTER METHOD FOR COMPLETING RAINFALL DATA FOR WATER
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit akibat virus yang ditularkan oleh vektor nyamuk dan menyebar dengan cepat. Data menunjukkan peningkatan 30 kali lipat dalam
Lebih terperinciPemodelan Data Curah Hujan Menggunakan Proses Shot Noise Modeling Rainfall Data Using a Shot Noise Process
Prosiding Statistika ISSN: 2460-6456 Pemodelan Data Menggunakan Proses Shot Noise Modeling Rainfall Data Using a Shot Noise Process 1 Novi Tri Wahyuni, 2 Sutawatir Darwis, 3 Teti Sofia Yanti 1,2,3 Prodi
Lebih terperinciBuletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Januari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di
Lebih terperinciPerubahan Iklim Wilayah DKI Jakarta: Studi Masa Lalu Untuk Proyeksi Mendatang
Perubahan Iklim Wilayah DKI Jakarta: Studi Masa Lalu Untuk Proyeksi Mendatang Armi Susandi 1, Yoshida Aditiawarman 1, Edison Kurniawan 2, Ina Juaeni 2, 1 Kelompok Keahlian Sains Atmosfer, Institut Teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN Asuransi merupakan salah satu contoh Industri Keuangan Non Bank dimana asuransi terbagi menjadi dua jenis yaitu asuransi jiwa (life insurance) dan asuransi umum atau asuransi non jiwa
Lebih terperinciHidrometeorologi. Pertemuan ke I
Hidrometeorologi Pertemuan ke I Pengertian Pengertian HIDROMETEOROLOGI Adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara unsur unsur meteorologi dengan siklus hidrologi, tekanannya pada hubungan timbal balik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) di wilayah sungai, seperti perencanaan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data hidrologi merupakan data yang menjadi dasar dari perencanaan kegiatan Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) di wilayah sungai, seperti perencanaan bangunan irigasi, bagunan
Lebih terperinciRencana Strategis BMKG Tahun
2012, No.167 4 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BMKG NOMOR : KEP.06 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 Desember 2011 Rencana Strategis BMKG Tahun 2010-2014 5 2012, No.167 BMKG TUGAS POKOK dan FUNGSINYA Dasar Hukum Fungsi
Lebih terperinciPEMBAHASAN ... (3) RMSE =
7 kemampuan untuk mengikuti variasi hujan permukaan. Keterandalan model dapat dilihat dari beberapa parameter, antara lain : Koefisien korelasi Korelasi dinyatakan dengan suatu koefisien yang menunjukkan
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Hasil-Hasil PPM IPB 2016 Hal : ISBN :
Hal : 62 76 ISBN : 978-602-8853-29-3 KERENTANAN DAN RISIKO PENURUNAN PRODUKSI TANAMAN PADI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM DI KABUPATEN INDRAMAYU JAWA BARAT (Vulnerability and Risks of the Decline in Rice Production
Lebih terperinciAnalisis Potensi Banjir di Sawah Menggunakan... (Nur Febrianti et al.)
ANALISIS POTENSI BANJIR DI SAWAH MENGGUNAKAN DATA MODIS DAN TRMM (STUDI KASUS KABUPATEN INDRAMAYU) (ANALYSIS OF POTENTIAL FLOOD IN PADDY FIELD USING MODIS AND TRMM DATA (CASE STUDY: INDRAMAYU DISTRICTS))
Lebih terperinciDaftar Isi. Daftar Isi Daftar Gambar Bab 1. Pendahuluan... 5
Daftar Isi Daftar Isi... 2 Daftar Gambar... 4 Bab 1. Pendahuluan... 5 Bab 2. Metode Prediksi Iklim, Pola Tanam dan... 6 2.1 Pemodelan Prediksi Iklim... 6 2.2 Pengembangan Peta Prediksi Curah Hujan... 8
Lebih terperincisebagainya, termasuk dalam proses pembentukan tanah (klimat soil) yaitu tanah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan di dunia yang memiliki kekayaan tanah, air dan udara, dengan sejumlah kekayaan tersebut merupakan nikmat yang
Lebih terperinciUSULAN PENELITIAN MANDIRI TAHUN ANGGARAN 2015
1 USULAN PENELITIAN MANDIRI TAHUN ANGGARAN 2015 INTENSITAS KEKERINGAN DI WILAYAH KABUPATEN BENGKULU UTARA Oleh : Drs. Nofirman, MT FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS Prof. Dr. HAZAIRIN,
Lebih terperinciSTUDI ESTIMASI CURAH HUJAN, SUHU DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION
STUDI ESTIMASI CURAH HUJAN, SUHU DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION Muh. Ishak Jumarang 1), Lyra Andromeda 2) dan Bintoro Siswo Nugroho 3) 1,3) Jurusan Fisika,
Lebih terperinciDaftar Isi. Daftar Isi Daftar Gambar Bab 1. Pendahuluan... 5
Daftar Isi Daftar Isi... 2 Daftar Gambar... 4 Bab 1. Pendahuluan... 5 Bab 2. Metode Prediksi Iklim, Pola Tanam dan... 6 2.1 Pemodelan Prediksi Iklim... 6 2.2 Pengembangan Peta Prediksi Curah Hujan... 8
Lebih terperinciPengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah
Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah Yohana Fronika a, Muhammad Ishak Jumarang a*, Andi Ihwan a ajurusanfisika, Fakultas Matematika
Lebih terperinciANALISA VARIABILITAS CURAH HUJAN DI PALU BERDASARKAN DATA PENGAMATAN TAHUN
ANALISA VARIABILITAS CURAH HUJAN DI PALU BERDASARKAN DATA PENGAMATAN TAHUN 1981-2010 Wenas Ganda Kurnia Stasiun Pemantan Atmosfer Global Lore Lindu Bariri Palu Email: wenasbmkg@gmail.com ABSTRAK Curah
Lebih terperinciJURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA Volume 14, Nomor 2 - Tahun 2013 ISSN 1411-3082 Jurnal Meteorologi dan Geofisika merupakan jurnal riset yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi,
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hidrologi Dalam analisis hidrologi dilakukan beberapa analisis yaitu analisis curah hujan rerata daerah, analisis kerapatan stasiun hujan, analisis jarak antar stasiun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang terletak diantara Samudra Pasifik-Hindia dan Benua Asia-Australia, serta termasuk wilayah tropis yang dilewati oleh garis khatulistiwa, menyebabkan
Lebih terperinciBab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah multidimensi yang kompleks, bukan hanya diukur dari pendapatan, tetapi juga menyangkut kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang
Lebih terperinciVI. DAFTAR PUSTAKA. IDE2_35 ind laplengkap RUT2003.pdf. [25 Maret 2008]
VI. DAFTAR PUSTAKA Aldrian E dan Susanto RD. 2003. Identification of Three Dominant rainfall Regions within Indonesia and their Relationship to Sea Surface Temperature, Intl. J. Climatol, 23: 1435-1452.
Lebih terperinciAnalisis Korelasi Suhu Muka Laut dan Curah Hujan di Stasiun Meteorologi Maritim Kelas II Kendari Tahun
Analisis Korelasi Suhu Muka Laut dan Curah Hujan di Stasiun Meteorologi Maritim Kelas II Kendari Tahun 2005 2014 Rizka Erwin Lestari 1, Ambinari Rachmi Putri 2, Imma Redha Nugraheni Sekolah Tinggi Meteorologi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
18 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi data Tahap pertama dalam pembentukan model VAR adalah melakukan eksplorasi data untuk melihat perilaku data dari semua peubah yang akan dimasukkan dalam model. Eksplorasi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Pada lokasi DAS Sungai Cisimeut Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak,
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Studi Pada lokasi DAS Sungai Cisimeut Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Kecamatan Leuwidamar, Lebak Gambar 3.1 Peta Administrasi Kabupaten Lebak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan pada ketinggiannya Kabupaten Indramayu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan pada ketinggiannya Kabupaten Indramayu berada pada ketinggian
Lebih terperinci