BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015).

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyebab yang kompleks. Angka kejadian KNF tidak sering ditemukan di dunia barat

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem,

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berasal dari sel meningothelial (arachnoid) leptomeningen. Tumor ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa. yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sirosis hati merupakan salah satu permasalahan. penting dalam bidang kesehatan karena dapat menimbulkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization

2.3.2 Faktor Risiko Prognosis...16 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dari rata-rata nasional (1,4%), yaitu pada urutan tertinggi ke-6 dari 33 provinsi

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling. sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. kanker yang paling sering ditemukan pada wanita, setelah kanker mulut

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan kanker tersering pada wanita di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. napas bagian bawah (tumor primer) atau dapat berupa penyebaran tumor dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kematiannya. Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian nomor 4 dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit. tersering, menempati kira-kira 70% dari semua keganasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dari saluran pencernaan yang berfungsi menyerap sari makanan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kelompok tumor ganas kulit yang ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan jenis keganasan terbanyak pada wanita

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan

I. PENDAHULUAN. saat ini menjadi permasalahan dunia, tidak hanya di negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. menduduki peringkat teratas dan sebagai penyebab kematian tertinggi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sebuah metastasis adalah akibat kurang efektifnya manajemen

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.

BAB I PENDAHULUAN. paling umum terjadi dan paling banyak menyebabkan. kematian pada perempuan setelah karsinoma paru-paru

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti

BAB I PENDAHULUAN. dibanding kasus). Kematian akibat kanker payudara menduduki peringkat

BAB I PENDAHULUAN. angka morbilitas dan morbiditas yang masih tinggi. World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan. yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kanker payudara merupakan tumor ganas yang paling sering ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian. Lebih dari satu juta orang per tahun di dunia meninggal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal. dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat

marker inflamasi belum pernah dilakukan di Indonesia.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara adalah keganasan pada payudara. yang berasal dari sel epitel kelenjar payudara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENGARUH INJEKSI ANTI-VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (ANTI-VEGF) TERHADAP GRADE TRANSLUSENSI DAN PANJANG PTERIGIUM PRIMER

BAB I PENDAHULUAN. Tumor otak mendapatkan banyak perhatian karena. ditemukan merupakan penyebab kematian kedua setelah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan pertumbuhan sel

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terkendali dan penyebaran sel-sel yang abnormal. Jika penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati. urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan salah satu. kasus keganasan yang tergolong jarang ditemukan di

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang. menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan. tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular atau NCD (Non-Communicable Disease) yang ditakuti karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Studi kualitatif..., An Nur Fatimah, FKM UI, 2009

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia kanker payudara merupakan penyakit kanker dengan. presentase kasus baru tertinggi sebesar 43,3%, dan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Keganasan ini dapat menunjukkan pola folikular yang tidak jarang dikelirukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kelompok tumor ganas kulit yang ditandai dengan

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN. Kadar VEGF serum berkorelasi positif sedang dengan ukuran tumor B. SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, karsinoma payudara

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul dari permukaan dinding lateral nasofaring (Zeng and Zeng, 2010; Tulalamba and Janvilisri, 2012). Penyebab tumor ganas ini bersifat multifaktorial yaitu perbedaan letak geografis, kelainan genetik, etnis, makanan, paparan lingkungan dan infeksi virus Epstein Barr (Lutzky et al., 2008; Zeng and Zeng, 2010). Menurut data epidemiologi, insiden KNF jarang secara global di dunia, ditemukan < 0,5% dari seluruh karsinoma (Adham et al., 2012; Thompson LDR, 2013). KNF dapat ditemukan dengan insiden dari 1 per 100.000 penduduk pertahun di Caucasian dari Amerika bagian Utara dan negara barat (Zeng and Zeng, 2010). Insiden menengah terdapat di Eskimo Alaska dan daerah pesisir Mediterian (Afika Utara, Italia bagian Selatan, Yunani dan Turki) ditemukan 15-20 kasus per 100.000 penduduk pertahun (Zeng and Zeng, 2010). Karsinoma nasofaring juga banyak ditemukan pada negara Asia Tenggara (Thailand, Filipina, Vietnam) dan Arctic, terhitung sampai 18% dari semua tumor ganas (Thompson LDR, 2013). Insiden tertinggi terdapat di Cina bagian Selatan khususnya di daerah Guangdong ditemukan 15-25 kasus per 100.000 penduduk pertahun (Hepeng, 2008). Menurut Tao Q and Chan ATC, 2007 (dikutip Adham et al., 2012), pada suku Kanton yang disebut sebagai manusia perahu ditemukan insiden KNF meningkat yaitu 54,7 per 100.000 penduduk pertahun. Indonesia termasuk salah satu negara dengan prevalensi penderita KNF yang tinggi di luar Cina dimana ditemukan 13.000 kasus baru pertahun atau sebesar 6,2 per 100.000 penduduk pertahun (Adham et al., 2012). Data registrasi kanker Indonesia berdasarkan histopatologik tahun 2011 menunjukkan bahwa KNF menempati urutan pertama dari semua tumor ganas primer pada laki-laki dan urutan kesembilan pada perempuan. Karsinoma

nasofaring menempati urutan keempat menurut tumor primer tersering pada laki-laki dan perempuan di Indonesia tahun 2011 (Badan Registrasi Kanker, 2015). Kasus KNF menurut tumor primer pada laki-laki di Padang tahun 2011 menempati urutan ketujuh sedangkan pada perempuan menempati urutan kesembilan (Badan Registrasi Kanker, 2015). Karsinoma nasofaring lebih sering mengenai laki-laki dibandingkan perempuan dengan insiden 3:1 (Slootweg and Richardson, 2009; Thompson LDR, 2013). Kanker ini dapat mengenai semua umur dengan insiden meningkat setelah umur 30 tahun dan mencapai puncak pada umur 40-60 tahun (Chan et al, 2005; Slootweg and Richardson, 2009; Thompson LDR, 2013). Tumor ganas ini pada mulanya sering asimptomatik sehingga hal ini menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis dan terapi. Pada lebih dari 70% kasus, gejala pertama yang umum terjadi berupa limfadenopati servikal yang merupakan metastasis KNF (Slootweg and Richardson, 2009; Thompson LDR, 2013). Berdasarkan klasifikasi histologi World Health Organization (WHO) tahun 1978, KNF dibagi menjadi tiga subtipe yaitu karsinoma sel skuamosa (WHO tipe I), karsinoma tidak berkeratinisasi (WHO tipe II) dan karsinoma tidak berdiferensiasi (WHO tipe III). Klasifikasi histologi KNF menurut WHO tahun 1991 yaitu karsinoma sel skuamosa berkeratin (1), karsinoma tidak berkeratin berdiferensiasi (2a) dan karsinoma tidak berkeratin tidak berdiferensiasi (2b). (Chan et al, 2005; Slootweg and Richardson, 2009; Thompson LDR, 2013). Klasifikasi histologi KNF berdasarkan WHO tipe I, II dan III sudah dieliminasi. Telah dilaporkan adanya gambaran frekuensi dari berbagai subtipe yang menunjukkan batasan kategori yang tidak selalu jelas (seperti KNF berkeratin dibandingkan yang tidak berkeratin dan KNF tidak berkeratin berdiferensiasi dibandingkan dengan yang tidak berdiferensiasi). Kesalahan pengambilan sampel juga merupakan masalah yang signifikan karena ukuran biopsi yang kecil dan pemantauan reproduksibilitas klasifikasi yang belum optimal. Proporsi

KNF berkeratin mungkin lebih tinggi di daerah insiden yang rendah dibandingkan daerah dengan insiden yang tinggi. Berdasarkan masalah di atas maka klasifikasi WHO baru tahun 2005 mempertahankan terminologi klasifikasi tahun 1991 dengan penambahan satu kategori yaitu karsinoma sel skuamosa basaloid (3) (Chan et al., 2005). Menurut penelitian di Queen Elizabeth Hospital Hongkong ditemukan 99% subtipe karsinoma tidak berkeratin pada populasi yang tinggi insiden KNF. Demikian juga populasi dengan insiden KNF yang menengah di Tunisia ditemukan 92% subtipe karsinoma tidak berkeratin (Chan et al, 2005). Karsinoma nasofaring merupakan tumor yang agresif sehingga penderita KNF mempunyai prognosis yang buruk. Hal ini disebabkan terlambatnya deteksi dini, kurangnya pemahaman mekanisme seluler, kurangnya penggunaan biomarker dan rendahnya respon terapi yang ada selama ini (Tulalamba and Janvilisri, 2012). Salah satu faktor elemen yang memediasi perilaku biologi KNF yaitu perubahan jalur sinyal tingkat intraseluler, seperti mekanisme sel dapat bertahan, bertumbuh dan metastasis (Tulalamba and Janvilisri, 2012). Prognosis yang buruk juga dihubungkan dengan stadium klinik yang lanjut, keterlibatan saraf kranial, gambaran histopatologik KNF subtipe berkeratin (1) dan tidak ditemukannya virus Ebstein Barr (Gale and Zidar, 2013). Angka harapan hidup pada KNF stadium I menunjukkan 72-90% tetapi pada stadium III dan IV menurun sampai 55-30%. Hal itu tergantung rekurensi atau metastasis (Tulalamba and Janvilisri, 2012). Angiogenesis merupakan proses fundamental pada pertumbuhan tumor, invasi dan metastasis (Folkman J, 2006; Roskoski R, 2007; Li et al., 2008; Oh SH et al., 2012; Troy JD et al., 2013). Angiogenesis adalah pembentukan pembuluh darah baru yang berasal dari pembuluh darah yang sudah ada sebelumnya. Angiogenesis sangat penting untuk mengetahui progresifitas tumor (Roskoski, 2007; Li YH et al., 2008; Oh SH et al., 2012). Secara fisiologis, angiogenesis mempunyai peranan penting dalam penyembuhan luka dan siklus

reproduksi wanita sedangkan dalam kondisi patologis angiogenesis dibutuhkan pada proses pembentukan tumor padat dan proses metastasis. Vascular endothelial growth factor (VEGF) merupakan penginduksi primer dari angiogenesis (Roskoski, 2007) dan menstimulasi angiogenesis dengan mengikat reseptor yang diekspresikan sel endotel yang berdekatan dengan tumor (Troy JD et al., 2013). Vascular endothelial growth factor merupakan faktor pertumbuhan angiogenik yang merupakan stimulan primer pada vaskularisasi tumor solid dan dihubungkan dengan pertumbuhan keganasan. Ekspresi kuat dari VEGF pada tumor dikaitkan dengan peningkatan angiogenesis, proliferasi dan metastasis (Folkman J, 2009). Data pada literatur menunjukkan bahwa penanda VEGF berguna untuk menentukan progresi tumor dan prognosis pada kebanyakan jenis kanker pada manusia (Roskoski, 2007). Ekspresi VEGF positif pada sitoplasma dan atau membran sel (Li et al., 2008). Overekspresi VEGF menunjukkan prognosis yang buruk (Cho, 2007) dan dihubungkan dengan stadium tumor yang lanjut, metastasis kelenjar limfe dan meningkatnya risiko kematian (Troy JD et al., 2013). Ekspresi VEGF pada sel-sel tumor distimulasi oleh hypoxia-inducible transcription factor (HIF), faktor pertumbuhan, hormon, sitokin, onkogen dan gen supresor tumor (Roskoski, 2007). Vascular endothelial growth factor memainkan peran penting pada angiogenesis dan metastasis tumor. Hal ini tidak hanya penting bagi pasokan oksigen dan gizi serta proliferasi sel tumor tetapi juga mencerminkan potensi untuk invasi dan metastasis karena pembuluh mikro baru yang dihasilkan merupakan target inisiasi dari invasi sel tumor. Vascular endothelial growth factor juga penting untuk mengetahui microvessel density (MVD) tumor (Roskoski, 2007). Microvessel density (densitas pembuluh mikro) digunakan untuk menilai progresi suatu tumor. Microvessel density yang tinggi atau meningkat dihubungkan dengan faktor prognosis yang buruk (Folkman J, 2009). Invasi dan metastasis pada KNF mempunyai

hubungan yang erat antara MVD dan ekspresi VEGF sehingga hal ini dapat digunakan untuk memprediksi kemungkinan metastasis pada pasien KNF (Wu HG et al., 2000). Overekspresi VEGF telah dihubungkan dengan progresifitas tumor dan prognosis yang buruk pada berbagai tumor. Menurut Guang Wu tahun 2000 (dikutip oleh Agulnik and Siu, 2005), MVD dan ekspresi VEGF meningkat pada KNF stadium lanjut dibandingkan dengan stadium dini. Salah satu studi di Cina dari 127 kasus KNF yang dilakukan pemeriksaan VEGF didapatkan nilai positif 66,9%, ditemukan ekspresi yang meningkat pada stadium lanjut, dihubungkan dengan adanya metastasis ke kelenjar limfe dan kasus rekurensi (Sha and He, 2006). Demikian juga dengan penelitian di Singapura didapatkan overekspresi VEGF 100% pada 42 kasus KNF (Soo et al., 2005). Saat ini, VEGF digunakan untuk kepentingan terapi (Lutzky et al., 2008; Kurnianda J et al., 2009). Vascular endothelial growth factor telah menjadi fokus utama dalam penelitian sebagai terapi target pada kanker dengan beberapa obat anti-vegf (Hicklin and Ellis, 2005; Roskoski, 2007; Lutzky et al., 2008). Berdasarkan hal-hal di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan overekspresi VEGF dengan MVD pada KNF subtipe tidak berkeratin di laboratorium Patologi Anatomik tahun 2012-2014. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara overekspresi VEGF dengan MVD pada KNF subtipe tidak berkeratin? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan overekspresi VEGF dengan MVD pada KNF subtipe tidak berkeratin.

1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui gambaran karakteristik umum dan KNF menurut subtipe histopatologik WHO 2005. 2. Mengetahui overekspresi VEGF pada KNF subtipe tidak berkeratin. 3. Mengetahui perbedaan overekspresi VEGF berdasarkan KNF subtipe tidak berkeratin. 4. Mengetahui perbedaan MVD berdasarkan KNF subtipe tidak berkeratin. 5. Mengetahui hubungan overekspresi VEGF dengan MVD pada KNF subtipe tidak berkeratin. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat untuk Ilmu Pengetahuan Menjadi referensi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut pada KNF. 1.4.2 Manfaat untuk Institusi Menjadi data penelitian KNF di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas khususnya dan Indonesia pada umumnya. 1.4.3 Manfaat untuk Klinisi Memberikan landasan ilmiah bagi para klinisi dalam menentukan diagnosis dan pilihan terapi untuk pasien KNF.