SUBSTITUSI TEPUNG PISANG AWAK MASAK(Musa paradisiaca var. awak) DAN KECAMBAH KEDELAI (Glycine max ) PADA PEMBUATAN BISKUIT SERTA DAYA TERIMA.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

SUBTITUSI TEPUNG PISANG AWAK (Musa paradisiaca var Awak) DAN IKAN LELE DUMBO (Clariasis garipinus) DALAM PEMBUATAN BISKUIT SERTA UJI DAYA TERIMANYA

GAMBARAN POLA KONSUMSI PANGAN KELUARGA PESERTA PROGRAM PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DI KELURAHAN MABAR HILIR KECAMATAN MEDAN DELI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

SUBSTITUSI TEPUNG PISANG AWAK MASAK (Musa paradisiaca var. awak) DAN KECAMBAH KEDELAI (Glycine max) PADA PEMBUATAN BISKUIT SERTA DAYA TERIMA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. secara eksklusif selama 6 bulan kehidupan pertama bayi. Hal ini dikarenakan ASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

UJI DAYA TERIMA DAN KANDUNGAN GIZI NASI DENGAN PENAMBAHAN LABU KUNING DAN JAGUNG MANIS

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) sehat adalah suatu keadaan

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

Lampiran 1 FORMULIR UJI KESUKAAN (UJI HEDONIK) 3. Netralkan indera pengecap anda dengan air putih setelah selesai mencicipi satu sampel.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan pangan menurut Indrasti (2004) adalah dengan

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (SNI, 1992). Berdasarkan SNI biskuit dapat dikelompokkan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rata-rata kue kering di kota dan di pedesaan di Indonesia 0,40

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. yang rentan mengalami masalah gizi yaitu kekurangan protein dan energi.

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan vitamin A (KVA). KVA yaitu kondisi kurang zat gizi mikro

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada anak-anak membuat anak buta setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi zat gizi makro. Meskipun

BAB 1 PENDAHULUAN. berlanjut hingga dewasa bila tidak diatasi sedari dini.

BAB I PENDAHULUAN. terbukti berperan penting dalam menunjang kesehatan tubuh.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah kesehatan global yang prevalensinya terus

UJI DAYA TERIMA ROTI TAWAR DENGAN MODIFIKASI TEPUNG JAGUNG DAN KENTANG DAN KONTRIBUSINYA DALAM PEMENUHAN KECUKUPAN ENERGI PADA ANAK SD

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan salah satu. permasalahan gizi di Indonesia (Herman, 2007). Balita yang menderita KEP

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri.

SUBSTITUSI TEPUNG BIJI NANGKA PADA PEMBUATAN KUE BOLU KUKUS DITINJAU DARI KADAR KALSIUM, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA

PEMANFAATAN WORTEL (Daucus carota) DALAM PEMBUATAN MIE BASAH SERTA ANALISA MUTU FISIK DAN MUTU GIZINYA

PENGARUH PEMBERIAN DIET YANG MENGANDUNG CRACKERS DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG ASIA SEBAGAI SUMBER. Oleh : ESTHER YUNIANTI

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi dua, yaitu zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi yang

METODE. Waktu dan Tempat

3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI)

UJI DAYA TERIMA DAN NILAI GIZI BAKSO YANG BERBAHAN DASAR TEPUNG RUMPUT LAUT. Masyarakat USU, Medan

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan sebagian kecil masyarakat (Chasanah dkk., 2013).

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG WORTEL PADA PEMBUATAN BISKUIT DITINJAU DARI KADAR β-karoten, SIFAT ORGANOLEPTIK DAN DAYA TERIMA

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air

MAKANAN SIAP SANTAP DALAM KEADAAN DARURAT

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

Effect of Substitution Soy Flour and Flour Anchovy towards Protein and Calcium Crackers

PEMANFAATAN JANTUNG PISANG KEPOK KUNING (Musa paradisiaca) TEPUNG KEDELAI DAN TEPUNG TAPIOKA SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN PADA BAKSO DAGING SAPI

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh berbagai macam masalah. Menurut McCarl et al., (2001),

I. PENDAHULUAN. tidak ada sama sekali. Saat produksi ikan melimpah, belum seluruhnya

I. PENDAHULUAN. seluruh penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Menurut Kemenkes RI (2016) terdapat 34,2% balita di Indonesia memiliki asupan protein rendah pada

EVAKUASPENERIMAAN KONSUMEN TERHADAP CITA RASA COOKIES PISANG OWAK (Musa paradisiaca L)

BAB I PENDAHULUAN. Pisang ( Musa paradisiaca L) adalah salah satu buah yang digemari oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air) menjadi. ditemui, tetapi KVA tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum

NASKAH PUBLIKASI. KUALITAS BISKUIT DENGAN KOMBINASI TEPUNG PISANG KEPOK PUTIH (Musa paradisiaca forma typica) DAN TEPUNG TEMPE

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk semi padat yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan

TINJAUAN PUSTAKA. pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... i SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS... ABSTRAK... HALAMAN PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP PENULIS... vi KATA PENGANTAR...

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak

BAB I PENDAHULUAN. tetapi juga mempunyai fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh (Khomsan, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di

BAB I PENDAHULUAN. satu keanekaragaman tersebut adalah bunga Tasbih (Canna edulis Ker.) dan ikan

Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Ikan Tuna terhadap Karakteristik Hedonik Kue Bagea Khas Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun oleh : AGUSTINA ITRIANI J

PENGARUH PROPORSI TEPUNG TERIGU : PISANG TANDUK KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR TERHADAP KUALITAS CAKE SKRIPSI. Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Kerupuk bertekstur garing dan

Transkripsi:

SUBSTITUSI TEPUNG PISANG AWAK MASAK(Musa paradisiaca var. awak) DAN KECAMBAH KEDELAI (Glycine max ) PADA PEMBUATAN BISKUIT SERTA DAYA TERIMA. Vinni Ardwifa 1, Jumirah 2, Etty Sudaryati 2 1 Alumni Mahasiswa Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, Medan 2 Staf Pengajar Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, Medan ABSTRAK Tepung pisang awak masak (Musa paradisiaca var. awak) dan kecambah kedelai (Glycine max ) dapat diolah menjadi biskuit. Biskuit merupakan makanan yang disenangi semua kalangan usia termasuk balita. Biskuit memiliki bentuk yang menarik dan rasa yang manis.tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima dan kandungan gizi dari biskuit yang disubstitusikan tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan rancangan acak lengkap dengan dua faktor dan tiga perlakuan yaitu penambahan tepung pisang awak masak 40%, tepung kecambah kedelai 40% dan campuran tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai masing masing 20%. Uji daya terima biskuit substitusi tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai dilakukan terhadap 30 ibu balita dan balita di posyandu Namogajah Kecamatan Medan Tuntungan dan analisis zat gizi dilakukan di Laboratorium Badan Riset dan Standarisasi Industri Medan. Hasil penelitian uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur, biskuit oeleh 30 ibu balita yang paling disukai adalah biskuit dengan campuran tepung pisang awak masak 20% dan kecambah kedelai 20%. Daya terima pada anak balita menunjukkan semua balita menyukai ketiga perlakuan biskuit. Hasil analisis Kandungan gizi ketiga perlakuan mengandung karbohidrat sebesar 61,95%, 55,47%, 55,46%, protein sebesar 7,69%, 13,7%, 10,3%, lemak sebesar 22,4%, 24,3%, 25,9%. Disarankan kepada masyarakat agar dapat menjadikan biskuit substitusi tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai sebagai alternatif makanan tambahan untuk balita. Kata kunci: tepung pisang awak masak, kecambah kedelai, biskuit PENDAHULUAN Gizi sangat penting bagi kehidupan. Kekurangan gizi pada balita dapat menimbulkan beberapa efek negatif seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawan terhadap penyakit, menurunnya kecerdasan dan gangguan mental. Kekurangan gizi yang serius dapat menyebabkan kematian. Masalah gizi di Indonesia meliputi anemia, kekurangan vitamin A, gangguan akibat kekurangan yodium, defisiensi zat besi, dan kekurangan energi protein (KEP).Balita termasuk kelompok rawan kekurangan zat gizi termasuk KEP. Ini

terjadi tidak hanya didahulukan dari kelaparan atau kekurangan pangan tetapi dapat terjadi dari aspek makanan yang kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi kurang gizi di Indonesia menunjukkan peningkatan dari 17,9% pada tahun 2010 menjadi 19,6% pada tahun 2013. Diantara 33 provinsi di Indonesia, Sumatera Utara menempati urutan ke 16 dari 18 provinsi yang memiliki prevalensi gizi buruk dan kurang di atas angka prevalensi nasional yaitu berkisar antara 21,2 persen sampai dengan 33,1 persen. Peningkatan masalah gizi tersebut kemungkinan disebabkan oleh asupan yang tidak sesuai dengan kebutuhan balita baik zat gizi makro dan mikro. Semakin meningkat usia balita maka semakin meningkat pula kebutuhan zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan. Salah satu upaya untuk memperbaiki asupan zat gizi pada balita melalui pemberian makanan.biskuit merupakan makanan yang disenangi balita karenamemiliki variasi bentuk yang menarik dan rasa yang manis. Jajanan sehat seperti biskuit dengan penambahan beberapa jenis bahan makanan yang mengandung zat gizi yang tinggi sangat tepat dijadikan sebagai tambahan makanan. Pertimbangannya balita telah dikategorikan mampu mengkonsumsi makanan padat yang memiliki tekstur renyah dan memiliki varian rasa. Disamping itu sistem pencernaan yang telah mampu mencerna makanan padat dan gigi yang mulai tumbuh, membantu proses peralihan makanan dari hanya mengkonsumsi ASI saja menjadi mengkonsumsi makanan padat. Hasil penelitian tentang modifikasi biskuit dengan penambahan berbagai jenis makanan bergizi antara lain telah dilakukan oleh Febrina (2012), yang menambahkan tepung wortel dalam pembuatan biskuit. Berdasarkan penambahan tepung wortel 5%, 15%, dan 25% terbukti menambah kadar vitamin A. Selain itu pembuatan biskuit dengan penambahan tepung ceker ayam yang dilakukan oleh Ramadhani (2013) menunjukkan semakin banyak tepung ceker ayam yang ditambahkan dalam pembuatan biskuit maka semakin tinggi kandungan kalsium pada biskuit. Kadar kalsium biskuit ceker ayam per 100 gram biskuit dengan perbandingan 15%, 20%, 25% yaitu 201,0 mg 237,9 mg, 313,6 mg. Penelitian Mervina (2009) tentang formulasi biskuit dengan substitusi tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dan isolat protein kedelai (Glycine max) sebagai makanan potensial untuk anak balita gizi kurang.dengan memberikan kontribusi protein 25.12% dan 39.20% dari AKG, produk biskuit dapat dikatakan biskuit tinggi protein karena memberikan kontribusi yang cukup terhadap pemenuhan zat gizi, terutama protein dan energi. Tujuan penambahan isolat protein kedelai selain sebagai penambah kandungan protein juga untuk memperbaiki tekstur biskuit. Bahan yang diperlukan dalam pembuatan biskuit umumnya adalah tepung terigu. Biskuit yang berbahan dasar tepung terigu hanya mengandung zat gizi makro seperti karbohidrat, protein, lemak dan sedikit mengandung zat gizi mikro seperti fosfor, kalsium dan zat besi. Banyak biskuit yang beredar dipasaran mengandung terlalu banyak gula. Baik didalam adonan maupun sebagai pelengkap misalnya selai atau salut coklat. Selain itu sedikit biskuit yang mengandung karbohidrat kompleks seperti tepung gandum. Salah satu alternatif pembuatan biskuit adalah dengan penambahan

pisang awak masak dan kecambah kedelai yang telah dibuat menjadi tepung. Pisang awak sering dimanfaatkan masyarakat sebagai makanan bayi, keripik, makanan tradisional seperti godok-godok, pisang sale. Hasil penelitian Puspita (2011) terdapat 83,3 persen bayi di Desa Paloh Gadeng Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara diberikan pisang awak dengan cara dilumatkan, dikerok dan terkadang dicampur bersama nasi. Pisang Awak yang telah dibuat menjadi tepung dapat dijadikan bahan tambahan dalam pembuatan biskuit. Untuk menambah zat gizi dapat ditambahkan tepung kecambah kedelai pada proses pembuatannya. Proses bahan makanan yang dijadikan tepung dapat menambah masa ketahanan bahan makanan tersebut. Sehingga jangka waktu penyimpanannya dapat lebih lama daripada sebelum dijadikan tepung. Kedelai dalam bentuk kering yang dikecambah mengalami peningkatan protein dan dapat melipatgandakan jumlah vitamin A sebanyak 300% dan vitamin C hingga 500-600% (Cahyadi,2007) sedangkan menurut hasil penelitian pengembangan formula MP-ASI tepung pisang awak dengan kecambah kedelai yang dilakukan oleh Jumirah & Fitri (2013) ternyata mampu meningkatkan kandungan zat gizi terutama serat (7,5%), karbohidrat (54,43%), energi (400,27 kkal), lemak (10%), dan protein (17,85%). Selain itu campuran tepung pisang awak dan kecambah kedelaimengandung sejumlah zat prebiotik yaitu Inulin sebesar 3,53%, Frukto Oligo Sakarida (FOS) sebesar 2,72 dan Galakto Oligo Sakarida (GOS) sebesar 0,36. Sejalan dengan fenomena diatas penulis tertarik membuat biskuit dengan substitusi tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai. Hal ini didasarkan pada kandungan gizi dari tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai yang hanya dari zat gizi makro tetapi juga zat gizi mikro. Selain itu jenis bahan makanan ini belum banyak dimanfaatkan menjadi biskuit, khususnya terkait perbaikan gizi pada anak balita. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, menggunakan rancangan penelitian acak lengkap yang terdiri dari dua faktor yaitu tepung pisang awak masakdan tepung kecambah kedelaidengan 3 perlakuan.dengan perbandingan tepung terigu dengan tepung pisang awak 60% : 40%, tepung terigu dengan kecambah kedelai sebesar 60%:40%, dan tepung terigu dengan tepung pisang awak dan kecambah kedelai 60%:20%:20%. Pembuatan biskuit dilakukan di Laboratoriun FKM USU. Pengujian zat gizi dilakukan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan. Pelaksanaan uji daya terima dilakukan di posyandu Namogajah kecamatan Medan tuntungan.penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Juni 2015. Data yang dikumpulkan, diolah secaramanual. Hasil nilai rata-rata dianalisisuntuk mengetahui apakah databerdistribusi normal atau tidak denganmenggunakan Uji Kesamaan Varians(Uji Bartlet). Apabila data berdistribusinormal maka dilanjutkan denganmenggunakan Analisa Sidik Ragam.Apabila data tidak berdistribusi normalmaka dilanjutkan dengan Uji Kruskal Wallis. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari ketiga perlakuan yang berbeda terhadap biskuit maka

dihasilkan biskuit yang berbeda. Biskuit tepung pisang awak A1 berwarna coklat, aroma biskuit pisang, rasa khas pisang, dan memiliki tekstur sedikit keras. Biskuit kecambah kedelai A2 berwarna putih kekuningan, beraroma biskuit kedelai, rasa khas kedelai, dan tekstur renyah. Biskuit dengan campuran tepung pisang awak dan kecambah kedelai berwarna kuning kecoklatan, beraroma pisang dan sedikit kedelai, rasa khas pisang dan sedikit kedelai gurih, dan memiliki tekstur renyah. Analisis Organoleptik Warna Biskuit Hasil analisis organoleptik warna biskuit dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini Tabel 1. Hasil Analisis Organoleptik Warna Biskuit Kriteria A1 A2 A3 Warna Panelis Skor Panelis Skor Panelis Skor Suka 13 39 22 66 20 60 Kurang suka 13 26 7 14 10 20 Tidak suka 4 4 1 1 0 0 Total 30 69 30 81 30 80 % 76,6 90,0 88,9 Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat total skor biskuit pada perlakuan A 2 memiliki skor tertinggi 81 (90,0%). Berdasarkan uji Barlett maka dapat diketahui bahwa varians data populasi dimana sampel ditarik adalah seragam (homogen) yaitu b h (0,940) > b c (0,93)sehingga dapat dilanjutkan ke Analisis Sidik Ragam. Tabel 2. Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Warna Sumber perlakuan Galat Total keragaman Db 2 87 89 JK 2,96 29,27 32,23 KT 1,48 0,34 F hitung 4,39 F tabel (α=0,05) 3,15 Keterangan Ada perbedaan Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa nilai F hitung (4,39) > F tabel (3,15). Hal ini berarti bahwa ada perbedaan warna pada setiap biskuit yang dihasilkan pada perlakuan A 1, A 2 dan A 3. Maka dapat dilanjutkan uji ganda duncan. Tabel 3. Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Warna Perlakuan A1 A3 A2 Rata-rata 2,3 2,67 2,7 A2 A3 = 2,7 2,67 = 0,03 < 0,31 A2 A1 = 2,7 2,3 = 0,4 > 0,32 A3 A1 = 2,67 2,3 = 0,37 > 0,31 Jadi A2 = A3 Jadi A2 A1 Jadi A3 A1 Berdasarkan Uji Duncan seperti pada tabel 3, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap warna biskuit A3 sama dengan A2, namun biskuit A1 berbeda dengan kedua biskuit lainnya. Hal ini berarti bahwa warna biskuit A2 dan A3 lebih disukai daripada warna biskuit A1 karena biskuit A1 mempunyai penilaian yang paling rendah (2,3) dimana semakin rendah tingkat penilaian maka biskuit akan kurang disukai. Analisis Organoleptik Aroma Biskuit Hasil analisis organoleptik aroma biskuit dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini Tabel 4. Hasil Analisis Organoleptik AromaBiskuit Kriteria A1 A2 A3 Warna Panelis Skor Panelis Skor Panelis Skor Suka 26 78 20 60 27 81 Kurang suka 4 8 7 14 3 6 Tidak suka 0 0 3 3 0 0 Total 30 86 30 77 30 87 % 95,6 85,6 96,7 Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat total skor biskuit pada perlakuan

A 3 memiliki skor tertinggi yaitu 87 (96,7%). Dari uji Barlett maka dapat diketahui bahwa varians data populasi dimana sampel ditarik adalah tidak seragam (tidak homogen) yaitu b h (0,649)< b c (0,93)sehingga dapat dilanjutkan ke Analisis Kruskal Wallis. Tabel 5. Hasil Analisis Kruskal Wallis terhadap AromaBiskuit Aroma N Mean Rank p-value Perlakuan A1 3 45,50 A2 14 43,36 0,939 A3 73 45,91 Total 90 Berdasarkan hasil analisis Kruskal Wallis pada Tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa nilai p-value = 0,939 >α=0,05. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan aroma pada setiap biskuit yang dihasilkan pada perlakuan A 1, A 2 dan A 3. Analisis Organoleptik Rasa Biskuit Hasil analisis organoleptik rasa biskuit dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini Tabel 6.Hasil Analisis Organoleptik AromaBiskuit Kriteria A1 A2 A3 Rasa Panelis Skor Panelis Skor Panelis Skor Suka 23 69 17 51 26 78 Kurang suka 7 14 12 24 3 6 Tidak suka 0 0 1 1 1 1 Total 30 83 30 76 30 85 % 92,3 84,5 94,5 Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat total skor biskuit pada perlakuan A 3 memiliki skor tertinggi 85(94,5%). Dari uji Barlett maka dapat diketahui bahwa varians data populasi dimana sampel ditarik adalah seragam (homogen) yaitu b h (0,972)> b c (0,93)sehingga dapat dilanjutkan ke Analisis Sidik Ragam. Tabel 7. Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Rasa Sumber keragaman perlakuan Galat Total Db 2 87 89 JK 1,49 21,00 22,49 KT 0,74 0,24 F hitung 3,08 F tabel (α=0,05) 3,15 Keterangan Tidak ada perbedaan Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Tabel 7 di atas dapat dilihat bahwa nilai F hitung (3,08) < F tabel (3,15). Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan rasa pada setiap biskuit yang dihasilkan pada perlakuan A 1, A 2 dan A 3. Analisis Organoleptik Tekstur Biskuit Hasil analisis organoleptik tekstur biskuit dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini Tabel 8. Hasil Analisis Organoleptik teksturbiskuit Kriteria A1 A2 A3 warna Panelis Skor Panelis Skor Panelis Skor Suka 23 69 21 63 21 63 Kurang suka 6 12 8 16 9 18 Tidak suka 1 1 1 1 0 0 Total 30 82 30 80 30 81 % 91,1 88,9 90,0 Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat total skor biskuit pada perlakuan A 1 memiliki skor tertinggi 82 (91,1%). Dari uji Barlett maka dapat diketahui bahwa varians data populasi dimana sampel ditarik adalah seragam (homogen) yaitu b h (0,99)> b c (0,93)sehingga dapat dilanjutkan ke Analisis Sidik Ragam.

Tabel 9. Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Tekstur Sumber Perlakuan Galat Total Keragaman Db 2 87 89 JK 0,07 22,83 22,90 KT 0,03 0,26 F hitung 0,127 F tabel (α=0,05) 3,15 Keterangan Tidak ada perbedaan Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Tabel 9 di atas dapat dilihat bahwa nilai F hitung (0,127) < F tabel (3,15). Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan tekstur pada setiap biskuit yang dihasilkan pada perlakuan A 1, A 2 dan A 3. Analisis Kandungan Karbohidrat, Protein, Lemak, Abu dan Air pada Biskuit Substitusi Tepung Pisang Awak Masak dan Kecambah Kedelai Hasil analisis kandungan karbohidrat, protein, lemak, abu dan air pada biskuit dengan tiga perlakuan dapat dilihat pada tabel 10 Tabel 10. Kandungan Zat Gizi dalam 100 grambiskuit Zat Gizi A1 A2 A3 Karbohidrat 61,95 55,47 55,46 (gr) Protein (gr) 7,69 13,7 10,3 Lemak (gr) 22,4 24,3 25,9 Kadar Air (gr) 6,69 4,88 6,76 Kadar Abu (gr) 1,27 1,65 1,58 Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat hasil dari kandungan gizi biskuit menunjukkan kandungan karbohidrat paling tinggi terdapat pada A1 yaitu biskuit dengan substitusi tepung pisang awak sebesar 61,95%. Kandungan protein paling tinggi terdapat pada A2 yaitu biskuit dengan substitusi kecambah kedelai yaitu sebesar 13,7%. Sedangkan pada A3 terdapat kandungan lemak paling tinggi yaitu 25,9%. Biskuit dengan subtitusi tepung pisang awak masak memberi kontribusi karbohidrat sebesar 61,95%, biskuit dengan penambahan tepung kecambah kedelai 55,47% dan biskuit dengan campuran tepung pisang dan kecambah kedelai mengandung 55,46% karbohidrat. Menurut syarat mutu biskuit SNI 01-2973-1992 kandungan karbohidrat mencapai 70% sedangkan biskuit substitusi tepung pisang awak masak dengan kecambah kedelai dengan tiga perlakuan belum mencapai 70%. Kandungan protein yang terdapat pada biskuit masing masing sebesar 7,69%, 13,7%, 10,3% ini menunjukkan sudah memenuhi syarat mutu biskuit menurut SNI 01-2973- 1992 dengan minimum kadar protein sebesar 6%. Biskuit dengan penambahan tepung kecambah kedelai menyumbang protein paling banyak dari ketiga perlakuan pada biskuit. Kandungan Protein yang tinggi dalam suatu makanan berfungsi sebagai zat pengatur dan pembangun yang dapat berperan dalam proses pertumbuhan dan pembentukan jaringan pada masa pertumbuhan khusus nya pada balita. Kandungan lemak pada biskuit yaitu sebesar 22,4% pada perlakuan pertama, 24,3%, dan 25,9% untuk perlakuan kedua dan ketiga, sudah memenuhi syarat yaitu minimum kandungan lemak 9,5% dalam 100 gram biskuit. Lemak merupakan zat gizi penghasil energi yang paling tinggi konsentrasinya. Energi yang diperoleh dari lemak menghemat protein agar digunakan untuk sintesis jaringan. Untuk menjaga pertumbuhan dan perkembangan neurologis makanan balita mengandung asam lemak esensial berupa asam linoleat dan asam linolenat. (Almatsier, 2011). Kandungan air pada biskuit yaitu masing masing sebesar 6,69%,

4,88% dan 6,76%, hanya perlakuan kedua yaitu biskuit dengan penambahan tepung kecambah kedelai yang memenuhi syarat yaitu maksimal kandungan air 5%. Dengan kandungan air yang banyak pada biskuit menurunkan daya tahan biskuit untuk jangka waktu simpan yang lama. Pada kadar abu maksimum 2% pada biskuit menurut syarat SNI 01-2973-1992 sedangkan biskuit dengan penambahan tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai mengandung masing masing 1,27%, 1,65% dan 1,58% sudah memenuhi. Balita dianjurkan mengkonsumsi protein perharinya yaitu sebesar 35 gram perhari menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.75 tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Untuk Bangsa Indonesia. Biskuit dengan substitusi tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai dapat menyumbang 5,3% - 9,4% protein dari kebutuhan perhari balita. Karbohidrat paling banyak terkandung dalam biskuit dengan penambahan tepung pisang awak masak. Jika balita mengkonsumsi sebanyak 24 gram biskuit diperkirakan dapat menyumbang karbohidrat sebanyak 6,7% dari kebutuhan karbohidrat perhari yaitu 220 gram. Dengan demikian biskuit dapat dijadikan makanan selingan atau cemilan pada balita karena telah diperkaya akan protein. Protein yang lebih banyak didapat dari biskuit kecambah kedelai dan biskuit dengan campuran tepung pisang awak masak sedangkan untuk karbohidrat paling banyak terdapat biskuit dengan penambahan tepung pisang awak masak. KESIMPULAN DAN SARAN Penambahan tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai pada biskuit menunjukkan ada perbedaan berdasarkan warna, tidak ada perbedaan berdasarkan indikator aroma, rasa dan tekstur Berdasarkan uji daya terima panelis ibu balita menunjukkan biskuit campuran tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai yang paling disukai, uji daya terima panelis balita menunjukkan biskuit tepung pisang awak masak, kecambah kedelai, campuran tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai disukai balita. Kandungan gizi pada biskuit substitusi tepung pisang awak masak, kecambah kedelai, campuran tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai memberikan kontribusi karbohidrat sebesar 61,95%, 55,47%, 55,46%. Protein sebesar 7,69%, 13,7%, 10,3%, lemak sebesar 22,4%, 24,3%, 25,9%. Disarankan agar ketiga perlakuan biskuit dapat dimanfaatkan sebagai alternatif makanan tambahan. Jika ditinjau dari kandungan protein biskuit kecambah kedelai lebih disarankan agar dapat dikonsumsi balita sebagai makanan tambahan untuk pencegahan gizi kurang. DAFTAR PUSTAKA Almatsier Sunita, Susirah Soetardjo, Moesjianti Soekatri. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Ardiani Fitri dan Jumirah. 2013. Pengembangan formula MP-ASI dari bahan dasar pisang awak (Musa paradisiaca var Awak) dengan kecambah kedelai (Glycin max) dan ikan lele dumbo(claria gariepinus). Cahyadi, W. 2007. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Jakarta Depkes R.I.,2013.Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia

(Riskesdas) 2013, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta Febrina, Y. 2012. Pengaruh Penambahan Tepung Wortel Terhadap Daya Terima Dan Kadar Vitamin A Pada Biskuit. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan Mervina, 2009. Formulasi biskuit dengan substitusi tepung ikan lele dumbo (clarias gariepinus) dan isolat protein kedelai (glycine max) sebagai makanan potensial untuk anak balita gizi kurang. Skripsi, departemen gizi masyarakat fakultas ekologi manusia, IPB, Bogor. http://repository.ipb.ac.id/handle /123456789/12282 PerMenKes R.I. No. 75. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2013 Tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Dibuka pada website http://www.hukor.depkes.go.id// pada tanggal 30 mei 2015 Puspita Winda, 2011. Pola Pemberian Pisang Awak (Musa Paradisiaca Var. Awak), Status Gizi Dan Gangguan Saluran Pencernaan Pada Bayi Usia 0-12 Bulan Di Desa Paloh Gadeng Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara Tahun 2011. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan Ramadhani, M. 2013. Pemanfaatan Tepung Ceker Ayam Pada Pembuatan Biskuit Dan Uji Daya Terima. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan Standar Nasional Indonesia (SNI). 1992.Syarat Mutu Biskuit. Departemen Perindustrian RI