BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah kesehatan global yang prevalensinya terus

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah kesehatan global yang prevalensinya terus"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan global yang prevalensinya terus meningkat setiap tahun. Anemia yang paling banyak terjadi baik di negara maju maupun negara berkembang adalah anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi ini merupakan anemia yang disebabkan karena defisiensi zat besi dan dapat diderita oleh siapapun termasuk bayi, anak-anak, bahkan orang dewasa baik pria maupun wanita (World Health Organization, 2008). Di Indonesia anemia defisiensi besi juga merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang angka kejadiannya cukup tinggi. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (2013), sebanyak 21,7% penduduk di Indonesia mengalami anemia. Kondisi ini perlu mendapat perhatian serius karena anemia memiliki dampak yang luas yang dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia karena dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan pada anak, menurunkan konsentrasi, dan menurunkan produktivitas kerja (World Health Organization, 2008). Dalam mengatasi permasalahan defisiensi zat gizi mikro, program yang sudah sering dijalankan adalah dengan penganekaragaman pangan, suplementasi, dan fortifikasi. Upaya pemerintah dalam menanggulangi masalah defisiensi zat besi dan zink antara lain dengan suplementasi. Dalam pelaksanaannya, program suplementasi tablet besi pada ibu hamil dirasa masih kurang berhasil dikarenakan rendahnya cakupan ibu hamil yang mendapat tablet tambah darah (TTD) dan rendahnya tingkat kepatuhan mengkonsumsi sesuai anjuran (Soekirman, 2000). Selain program

2 suplementasi pemerintah juga melaksanakan program fortifikasi pada bahan pangan. Fortifikasi merupakan proses penambahan zat gizi tertentu ke dalam bahan pangan. Dibandingkan dengan suplementasi dan penganekaragaman pangan, fortifikasi dianggap sebagai program yang cukup efektif dalam mengatasi permasalahan defisiensi zat gizi mikro. Meski menurut Le (2006) keefektifan fortifikasi hanya setengah dari efektifitas program suplementasi, tetapi fortifikasi dapat digunakan pada populasi yang lebih luas, dapat diterapkan sebagai program jangka panjang, dan biaya yang digunakan lebih sedikit (Reddy, 2003 ; Allen et al., 2006). Fortifikasi yang dapat dilakukan untuk mengatasi anemia defisiensi besi adalah fortifikasi zat besi dan zink. Zat besi dan zink merupakan mikromineral yang berperan penting dalam proses pembentukan hemoglobin dalam sel darah merah. Zat besi merupakan komponen penting dalam hemoglobin yang berfungsi mengikat zat-zat yang akan diangkut oleh hemoglobin. Zink juga sangat penting dalam proses pembentukan hemoglobin yaitu sebagai katalis enzim ALA dehidratase yang merupakan enzim penting saat pembentukan hemoglobin. Asupan zat besi dan zink yang cukup dapat membantu meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah serta mengoptimalkan fungsinya sebagai pengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Salah satu cara untuk mencukupi asupan zat besi dan zink adalah melalui fortifikasi ganda dua mikromineral tersebut pada makanan. Fortifikasi ganda dan multifortifikasi pada makanan memang lebih menguntungkan karena dapat mengatasi defisiensi dua mikronutrien atau lebih pada waktu yang sama dengan biaya dan cara yang efektif. Dalam melakukan fortifikasi

3 ganda dan multifortifikasi perlu memperhatikan interaksi zat yang difortifikasikan. Interaksi zat besi dan zink bersifat antagonis, namun melalui penelitian yang dilakukan oleh Peres et al. (2001) menunjukkan bahwa zat besi dan zink bila diberikan bersama-sama dapat diserap dengan baik dan memberikan efek yang paling optimal jika zat besi dan zink diberikan dengan perbandingan 2 : 1. Jika perbandingannya ditingkatkan, absorpsinya akan menurun secara bertahap. Jenis zat besi yang banyak digunakan sebagai fortifikan pada bahan pangan adalah NaFeEDTA. NaFeEDTA mempunyai tingkat absorbsi yang baik terlebih jika kandungan fitat dalam pangan pembawa tinggi karena Fe pada EDTA tidak dapat diikat oleh senyawa fitat maupun senyawa penghambat lainnya (Lynch, 2002). Sedangkan zink yang banyak digunakan sebagai fortifikan pada bahan pangan adalah ZnSO 4 karena bioavailibilitasnya lebih tinggi daripada fortifikan zink lainnya yaitu ZnO dan pada saat dilakukan fortifikasi ganda dengan Fe termasuk NaFeEDTA, tidak ada efek negatif seperti penghambatan absorbsi di usus (Layrisse &Torres, 1997). Komite Ahli Penambahan Makanan FAO/WHO (2000) menyatakan NaFeEDTA dan ZnSO 4 aman untuk digunakan sebagai fortifikan. Sejak tahun 1998, pemerintah telah mewajibkan fortifikasi tepung terigu dengan zat besi, zink, vitamin B1, B2 dan asam folat melalui SK Menteri Kesehatan No. 632/MENKES/SK/VI/98 dan SK Dirjen IKAH No.03/DIRJENIKAH/SK/II/2002. Fortifikasi pada tepung terigu dipandang cukup efektif karena tingkat konsumsi masyarakat terhadap tepung terigu yang terus meningkat dari tahun ketahun. Hal ini sangat ironis mengingat bahan baku tepung terigu, yaitu gandum, masih jarang diproduksi di dalam

4 negeri sehingga produksi tepung terigu dalam negeri masih mengandalkan impor. BPS pada tahun 2008 menyebutkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-6 importir gandum terbesar di dunia. Untuk itu, perlu adanya inovasi bahan makanan pengganti tepung terigu, salah satunya dengan mengandalkan tepung yang dibuat dari umbi-umbian seperti singkong. Di Indonesia, singkong menempati urutan nomor tiga setelah beras dan jagung sebagai makanan, bahkan di beberapa daerah yang sulit diperoleh beras maka singkong digunakan sebagai bahan makanan pokok (Hastati, 2005). Singkong dapat diolah menjadi produk setengah jadi yang merupakan produk antara yang perlu diproses lebih lanjut supaya dapat dikonsumsi. Produk setengah jadi yang beredar di masyarakat yaitu gaplek, tepung gaplek, tepung singkong, dan tepung tapioka (Suprapti, 2005). Teknologi tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak (Widowati, 2009). Fortifikasi pada tepung singkong dapat menjadi solusi baru untuk menggantikan fortifikasi pada tepung terigu. Menurut Wiranatakusumah & Haryadi (1998), salah satu faktor penentu keberhasilan fortifikasi adalah bahan makanan pembawa adalah makanan yang sudah sering dan terbiasa dikonsumsi oleh target sehingga nantinya makanan yang sudah difortifikasi lebih mudah sampai ke target. Pada penelitian ini, tepung singkong difortifikasi ganda dengan menggunakan fortifikan NaFeEDTA dan ZnSO 4, yang kemudian dapat diolah menjadi produk jadi yaitu biskuit. Fortifikasi pangan dalam bentuk biskuit banyak

5 menjadi pilihan karena dapat langsung dikonsumsi, kadar airnya rendah sehingga tahan lama, teksturnya disukai karena renyah dan mudah dibuat. Di Indonesia, aplikasi fortifikasi tepung yang sudah lama dilakukan adalah fortifikasi pada tepung terigu yang peraturannya tertuang dalam Kemenkes RI Nomor 1452/MENKES/SK/X/2003 dan SK Memperindag 153/MPP/Kep/5/2001 tentang fortifikasi wajib zat gizi mikro pada tepung terigu. Menurut Kemenkes tersebut, jumlah fortifikan zink dan zat besi yang digunakan pada fortifikasi tepung terigu minimal 30 ppm zink dan 50 ppm zat besi. Jumlah inilah yang menjadi dasar dalam pembuatan variasi fortifikan zink dan zat besi yang akan difortifikasikan pada tepung singkong. Melalui penelitian ini, diharapkan singkong dapat menjadi bahan pembawa fortifikan yang dapat diterima dan terdistribusi kepada seluruh target fortifikasi. Di samping itu, hasil yang diperoleh diharapkan dapat menjadi inovasi dalam solusi masalah defisiensi zink dan zat besi. B. Rumusan Masalah 1. Apakah ada perbedaan sifat fisik biskuit tepung singkong yang difortifikasi ZnSO 4 dan NaFeEDTA dibandingkan dengan biskuit tepung singkong tanpa fortifikasi (kontrol)? 2. Apakah ada perbedaan daya terima biskuit tepung singkong yang difortifikasi ZnSO 4 dan NaFeEDTA dibandingkan dengan biskuit tepung singkong tanpa fortifikasi (kontrol)? 3. Apakah ada perbedaan kadar zink biskuit tepung singkong yang difortifikasi ZnSO 4 dan NaFeEDTA dibandingkan dengan biskuit tepung singkong tanpa fortifikasi (kontrol)?

6 4. Apakah ada perbedaan kadar zat besi biskuit tepung singkong yang difortifikasi ZnSO 4 dan NaFeEDTA dibandingkan dengan biskuit tepung singkong tanpa fortifikasi (kontrol)? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Menghasilkan produk biskuit tepung singkong dan mengetahui sifat fisik, daya terima, kadar zink dan zat besi biskuit tepung singkong yang difortifikasi ZnSO 4 dan NaFeEDTA dengan jumlah yang bervariasi (0 ppm, 30 ppm, dan 50 ppm). 2. Tujuan Khusus a) Mengetahui perbedaan sifat fisik biskuit tepung singkong yang difortifikasi ZnSO 4 dan NaFeEDTA dibandingkan dengan biskuit tepung singkong tanpa fortifikasi (kontrol). b) Mengetahui perbedaan daya terima biskuit tepung singkong yang difortifikasi ZnSO 4 dan NaFeEDTA dibandingkan dengan biskuit tepung singkong tanpa fortifikasi (kontrol). c) Mengetahui perbedaan kadar zink biskuit tepung singkong yang difortifikasi ZnSO 4 dan NaFeEDTA dibandingkan dengan biskuit tepung singkong tanpa fortifikasi (kontrol). d) Mengetahui perbedaan kadar zat besi biskuit tepung singkong yang difortifikasi ZnSO 4 dan NaFeEDTA dibandingkan dengan biskuit tepung singkong tanpa fortifikasi (kontrol).

7 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Penelitian ini merupakan media untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh peneliti selama masa perkuliahan di Program Studi Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dan diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang aplikasi metode fortifikasi. 2. Bagi pemerintah Sebagai pertimbangan dalam pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan program fortifikasi pangan. 3. Bagi masyarakat Penelitian ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat mengenai upaya perbaikan gizi dengan fortifikasi zink dan zat besi serta dapat digunakan sebagai bahan dasar pengembangan produk pangan yang dapat diterima secara sensoris dan diproduksi dalam jumlah besar sebagai salah satu solusi pemecahan permasalahan defisiensi zink dan zat besi. 4. Bagi peneliti lain Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai nilai gizi produk dan efektifitas fortifikasi biskuit dengan ZnSO 4 dan NaFeEDTA serta menambah ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang pangan dan gizi.

8 E. Keaslian Penelitian 1. Akhtar & Anjum (2007) dengan judul Sensory characteristic of whole wheat mineral fortified chapattis. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh fortifikasi ganda zink dan zat besi menggunakan berbagai macam fortifikan yaitu ZnSo 4, ZnO, NaFeEDTA, dan zat besi elemental terhadap sifat fisik (warna, rasa, dan aroma) dan tingkat kesukaan konsumen pada tepung terigu yang dibuat menjadi kue capati. Penelitian ini juga bertujuan untuk menentukan kondisi dan jangka waktu yang paling sesuai untuk penyimpanan tepung terigu hasil fortifikasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kue capati yang dibuat dari tepung yang difortifikasi NaFeEDTA baik dengan ZnSO 4 maupun ZnO lebih disukai dan dapat diterima secara fisik, sedangkan fortifikan zink tidak terlalu banyak berpengaruh terhada sifat fisik kue capati yang dihasilkan. Kondisi optimal untuk penyimpanan tepung terigu hasil fortifikasi adalah dengan menggunakan kemasan polipropilen dan dengan suhu serta kelembaban yang terkontrol. Jangka waktu penyimpanan optimalnya adalah kurang dari 1 bulan, bila lebih, maka capati yang dihasilkan kurang disukai karena sifat fisiknya sudah banyak berubah. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama melihat pengaruh fortifikasi ganda zink dan zat besi terhadap sifat fisik dan tingkat kesukaan konsumen terhadap produk hasil fortifikasi. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian ini tidak melihat pengaruh fortifikasi terhadap sifat fisik berupa tekstur produk serta tidak mengukur kadar zink dan zat besi produk akhir fortifikasi. Namun demikian, penelitian ini melihat kondisi dan jangka waktu yang paling sesuai untuk penyimpanan tepung terigu yang

9 sudah difortifikasi. Perbedaan lainnya adalah bahan yang difortifikasi adalah tepung terigu, bukan tepung singkong. 2. Desnita (2010) dengan judul Pengaruh fortifikasi natrium feri ethylene diamine tetra asetat (NaFeEDTA) terhadap sifat fisik, organoleptik, dan kadar zat besi biskuit Cassava Chocolate Cookies. Dalam penelitian ini peneliti memfortifikasi tepung singkong dengan NaFeEDTA berbagai variasi jumlah (0 ppm, 30 ppm, dan 50 ppm) yang kemudian dibuat biskuit cokelat. Biskuit hasil fortifikasi tersebut kemudian diukur kadar zat besinya, diamati sifat fisiknya, dan dinilai tingkat kesukaannya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa NaFeEDTA mempengaruhi sifat fisik, warna, dan tekstur biskuit hasil fortifikasi, tidak ada perbedaan tingkat kesukaan panelis terhadap biskuit hasil fortifikasi kecuali dari segi tekstur, dan kadar zat besi biskuit yang difortifikasi lebih tinggi daripada biskuit kontrol dibuat dari bahan utama tepung terigu. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan fortifikan NaFeEDTA, tepung singkong, produk akhir dalam bentuk biskuit, melakukan uji sifat fisik, tingkat kesukaan konsumen, dan menghitung kadar zat besi produk akhir. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian ini tidak memfortifikasi zink dan tidak menghitung kadar zink produk akhir. 3. Ansokowati (2011) dengan judul Nilai gizi dan daya terima biskuit tepung singkong dengan fortifikasi zat besi pada anak usia sekolah dasar di Kabupaten Bantul sebagai upaya mengatasi defisiensi zat gizi mikro berbasis pangan lokal. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari penggunaan fortifikan Fe yaitu FeSO 4 dan NaFeEDTA terhadap nilai gizi (kadar air, kadar abu, kadar serat kasar, lemak, karbohidrat, dan

10 protein), sifat fisik (warna, aroma, rasa, dan tekstur), dan daya terima biskuit tepung singkong yang difortifikasi fortifikan tersebut. Hasil dari penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan tingkat kesukaan panelis terhadap biskuit tepung singkong secara keseluruhan dan terdapat perbedaan kandungan zat gizi pada biskuit tepung singkong yang difortifikasi dan non-fortifikasi. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan tepung singkong sebagai bahan dasar produk, melakukan uji sifat fisik, uji organoleptik, serta uji kandungan Fe dan produk akhirnya berupa biskuit. Sedangkan perbedaan dengan penelitian ini adalah fortifikan yang digunakan tidak menggunakan fortifikan zink melainkan hanya menggunakan fortifikan Fe saja. Perbedaan lainnya adalah pada jenis panelis pada penelitian ini menggunakan panelis tidak terlatih yaitu anak SD di Kabupaten Bantul serta adanya variabel lain yaitu kandungan gizi dari biskuit yang difortifikasi. 4. Rahmawati (2012) dengan judul Uji Organoleptik, Sifat Fisik, Kadar Zat Besi dan Seng pada Keripik Singkong yang Difortifikasi Ganda Fe (FeSO 4 ) dan Seng (ZnSO 4 ). Metode penelitian adalah eksperimental. Pembuatan keripik berasal dari tepung singkong, tepung terigu, dan tepung jagung dengan perbandingan 5:3:2. Keripik dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu tanpa fortifikasi, dengan fortifikasi FeSO 4 dan ZnSO 4 masing-masing 30 gram, serta dengan fortifikasi FeSO 4 dan ZnSO 4 masing-masing 50 gram. Hasil penelitian ini terdapat perbedaan signifikan antara sifat fisik dan tingkat kesukaan. Keripik tanpa fortifikasi lebih disukai dibandingkan dengan keripik fortifikasi.

11 Persamaan pada penelitian ini adalah dual fortifikasi (Fe dan Zn) pada produk, melakukan uji sifat fisik, kadar zink dan zat besi produk. Sedangkan perbedaannya bahan yang difortifikasi yaitu biskuit tepung singkong dan jenis fortifikan yang digunakan yaitu NaFeEDTA dan ZnSO 4.

BAB I PENDAHULUAN. negara maju maupun negara berkembang adalah anemia defisiensi besi.

BAB I PENDAHULUAN. negara maju maupun negara berkembang adalah anemia defisiensi besi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia merupakan masalah kesehatan global yang prevalensinya terus meningkat setiap tahun. Anemia yang paling banyak terjadi baik di negara maju maupun negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 menjadi perhatian pemerintah Indonesia. Salah satu indikator terpentingnya adalah masalah stunting. Target angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan perhatian lebih dibandingkan permasalahan kesehatan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan perhatian lebih dibandingkan permasalahan kesehatan lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah gizi merupakan masalah kompleks yang masih mendapatkan perhatian lebih dibandingkan permasalahan kesehatan lainnya. Persoalan gizi yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobin merupakan salah satu komponen sel darah merah yang berfungsi. pembentukan Hb yang mengakibatkan kondisi anemia.

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobin merupakan salah satu komponen sel darah merah yang berfungsi. pembentukan Hb yang mengakibatkan kondisi anemia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anemia adalah keadaan dimana kadar hemoglobin dalam darah rendah. Hemoglobin merupakan salah satu komponen sel darah merah yang berfungsi membawa oksigen ke seluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan menggunakan tepung terigu, namun tepung terigu adalah produk impor. Untuk mengurangi kuota impor terigu tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia. Anemia banyak terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat 2010-2015 dilakukan pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan bangsa. Pemerintah memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbasis Sumber Daya Lokal yang tertulis dalam Peraturan Presiden RI

BAB I PENDAHULUAN. Berbasis Sumber Daya Lokal yang tertulis dalam Peraturan Presiden RI 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal yang tertulis dalam Peraturan Presiden RI Nomor 22 tahun 2009 merupakan strategi untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seluruh penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan

I. PENDAHULUAN. seluruh penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran strategis sektor pertanian yakni menghasilkan bahan pangan bagi seluruh penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan mengingat pangan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi zat gizi makro. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi zat gizi makro. Meskipun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia KEP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi zat gizi makro. Meskipun sekarang ini terjadi pergeseran masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi bukan merupakan makanan asli budaya Indonesia. Meskipun masih banyak jenis bahan makanan lain yang dapat memenuhi karbohidrat bagi tubuh manusia selain beras, tepung

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. fisiologis namun, berbagai penelitian hanya dilakukan pada mineral yang

BAB I. PENDAHULUAN. fisiologis namun, berbagai penelitian hanya dilakukan pada mineral yang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak mineral yang terlibat dalam reaksi biologis dan proses fisiologis namun, berbagai penelitian hanya dilakukan pada mineral yang terdapat pada jumlah yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat secara global baik di negara berkembang maupun negara maju. Anemia terjadi pada semua tahap siklus kehidupan dan termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia masalah kekurangan pangan dan kelaparan merupakan salah satu masalah pokok. KEP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi sangat penting bagi kehidupan. Kekurangan gizi pada balita dapat menimbulkan beberapa efek negatif seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawan terhadap penyakit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia pada remaja putri merupakan salah satu dampak masalah kekurangan gizi remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian yang dilakukan oleh WHO (2013). Di Indonesia sendiri, didapatkan bahwa anemia pada balita cukup tinggi yaitu 28%.

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian yang dilakukan oleh WHO (2013). Di Indonesia sendiri, didapatkan bahwa anemia pada balita cukup tinggi yaitu 28%. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia kini menjadi masalah kesehatan serius yang terjadi di hampir seluruh Negara di dunia, baik di Negara yang tergolong berkembang maupun yang tergolong ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah naga (Hylocereus sp.) merupakan tanaman jenis kaktus yang berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang awalnya dikenal sebagai tanaman

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Program

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi 53 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang berfungsi sebagai pemeliharaan, pertumbuhan, kerja dan penggantian jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir

BAB I PENDAHULUAN. antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi ketersediaan pangan lokal di Indonesia sangat melimpah antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir seluruh wilayah Indonesia. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi vitamin A diperkirakan mempengaruhi jutaan anak di seluruh dunia. Sekitar 250.000-500.000 anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap tahun karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan terganggu, menurunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada anak-anak membuat anak buta setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada anak-anak membuat anak buta setiap tahunnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Defisiensi vitamin A merupakan penyebab kebutaan yang paling sering ditemukan pada anak-anak membuat 250.000-500.000 anak buta setiap tahunnya dan separuh diantaranya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kurang vitamin A, Gangguan Akibat kurang Iodium (GAKI) dan kurang besi

BAB 1 : PENDAHULUAN. kurang vitamin A, Gangguan Akibat kurang Iodium (GAKI) dan kurang besi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia karena defisiensi besi merupakan kelainan gizi yang paling sering ditemukan di dunia dan menjadi masalah kesehatan masyarakat. Saat ini diperkirakan kurang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu

Lebih terperinci

Peluang Aplikasi Mikroenkapsulat Vitamin A dan Zat Besi sebagai. Chance of Microencapsulat Application of Vitamin A and Iron as

Peluang Aplikasi Mikroenkapsulat Vitamin A dan Zat Besi sebagai. Chance of Microencapsulat Application of Vitamin A and Iron as Peluang Aplikasi Mikroenkapsulat Vitamin A dan Zat Besi sebagai Chance of Microencapsulat Application of Vitamin A and Iron as D ABSTRAK Vitamin A dan zat besi termasuk salah satu zat gizi mikro yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering terjadi pada semua kelompok umur di Indonesia, terutama terjadinya anemia defisiensi besi. Masalah anemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak negara di dunia termasuk Indonesia. Kekurangan vitamin A (KVA) merupakan salah satu masalah gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia khususnya anemia defisiensi besi, yang cukup menonjol pada anak-anak sekolah khususnya remaja (Bakta, 2006).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berlanjut hingga dewasa bila tidak diatasi sedari dini.

BAB 1 PENDAHULUAN. berlanjut hingga dewasa bila tidak diatasi sedari dini. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Periode emas tersebut dapat diwujudkan apabila pada masa ini, bayi dan anak mendapatkan asupan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi.

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi. 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah gizi pada remaja dan dewasa yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi. Prevalensi anemia di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rata-rata kue kering di kota dan di pedesaan di Indonesia 0,40

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rata-rata kue kering di kota dan di pedesaan di Indonesia 0,40 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketergantungan konsumen pada makanan jajanan di Indonesia telah semakin meningkat dan memegang peranan penting, karena makanan jajanan juga dikonsumsi oleh golongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk bahan dasar olahan pangan sangat tinggi. Hal ini terjadi karena semakin beragamnya produk olahan pangan

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan daerah tropis yang kaya akan hasil sumber daya alam. Salah satu hasilnya adalah umbi-umbian, salah satunya adalah singkong yang mempunyai potensi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat. Pertumbuhan yang cepat pada tubuh remaja membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cookies merupakan alternatif makanan selingan yang cukup dikenal dan digemari oleh masyarakat. Cookies dikategorikan sebagai makanan ringan karena dapat dikonsumsi setiap

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. juta penduduk Indonesia (Siagian, 2003). Asupan yang cukup serta ketersediaan

I PENDAHULUAN. juta penduduk Indonesia (Siagian, 2003). Asupan yang cukup serta ketersediaan I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang,

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan setiap orang akan makanan tidak sama, karena kebutuhan akan berbagai zat gizi juga berbeda. Umur, Jenis kelamin, macam pekerjaan dan faktorfaktor lain menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang rentan mengalami masalah gizi yaitu kekurangan protein dan energi.

BAB I PENDAHULUAN. yang rentan mengalami masalah gizi yaitu kekurangan protein dan energi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah (7-9 tahun) merupakan salah satu kelompok yang rentan mengalami masalah gizi yaitu kekurangan protein dan energi. Riset Kesehatan Dasar tahun 2013

Lebih terperinci

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH: PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH: NEZLY NURLIA PUTRI No. BP 07117037 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekatul adalah hasil samping dari penggilingan padi menjadi beras. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak 60-65%. Sementara bekatul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kurang optimal. Oleh karena itu, pemenuhan zat gizi harus benar benar

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kurang optimal. Oleh karena itu, pemenuhan zat gizi harus benar benar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup, khususnya manusia pasti membutuhkan zat gizi sebagai penunjang kelancaran pertumbuhan dan perkembangan. Apabila zat gizi yang dibutuhkan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada jaman sekarang banyak dari masyarakat Indonesia yang terlalu bergantung pada beras, mereka meyakini bahwa belum makan jika belum mengonsumsi nasi. Menurut Kementerian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di Indonesia. Asupan zat gizi yang mempunyai peran penting dalam masalah pangan dan gizi adalah kalsium.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya terus meningkat secara global, termasuk di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya terus meningkat secara global, termasuk di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang prevalensinya terus meningkat secara global, termasuk di Indonesia. Peningkatan ini seiring dengan peningkatan

Lebih terperinci

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri.

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakso adalah makanan yang banyak digemari masyarakat di Indonesia. Salah satu bahan baku bakso adalah daging sapi. Mahalnya harga daging sapi membuat banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kelor merupakan salah satu tanaman sayuran yang multiguna. Hampir semua bagian dari tanaman kelor ini dapat dijadikan sumber makanan karena mengandung senyawa aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai di berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Wanita muda memiliki risiko yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu dekat adalah tepung yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah dasar adalah anak yang berusia 6-12 tahun. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat pertumbuhan yang terjadi sebelumnya pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bakso merupakan salah satu olahan daging secara tradisional, yang sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki rasa yang khas, enak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengkonsumsi berbagai jenis pangan sehingga keanekaragaman pola

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengkonsumsi berbagai jenis pangan sehingga keanekaragaman pola BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang dihadapi oleh negara berkembang termasuk Indonesia adalah peningkatan jumlah penduduk yang pesat dan tidak seimbang dengan penyediaan pangan

Lebih terperinci

3. plasebo, durasi 6 bln KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

3. plasebo, durasi 6 bln KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS persisten, RCT 2. Zn + Vit,mineral 3. plasebo, durasi 6 bln BB KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BB, PB Zn dan Zn + vit, min lebih tinggi drpd plasebo Kebutuhan gizi bayi yang tercukupi dengan baik dimanifestasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan keadaan masa eritrosit dan masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh (Handayani, 2008). Anemia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ketergantungan terhadap tepung terigu, maka dilakukan subtitusi tepung terigu

I. PENDAHULUAN. ketergantungan terhadap tepung terigu, maka dilakukan subtitusi tepung terigu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, tepung terigu sangat dibutuhkan dalam industri pangan dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut Indonesia harus mengimpor gandum yang tidak dapat diproduksi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang merupakan buah-buahan dengan jenis yang banyak di Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok dan masih banyak lagi. Menurut Kementrian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan suami istri. Masa kehamilan adalah suatu fase penting dalam pertumbuhan anak karena calon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), legum (polong-polongan) dan umbi-umbian.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar yang penting bagi manusia untuk mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan mengoptimalkan penggunaan sumber

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah suatu proses pembuahan dalam rangka melanjutkan keturunan sehingga menghasilkan janin yang tumbuh di dalam rahim seorang wanita (1). Di mana dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cake merupakan adonan panggang yang dibuat dari empat bahan dasar yaitu tepung terigu, gula, telur dan lemak. Cake banyak digemari masyarakat terutama bagi anak-anak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anemia merupakan masalah gizi yang sering terjadi di dunia dengan populasi lebih dari 30%. 1 Anemia lebih sering terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2010 mengimpor terigu sebesar kg, untuk tahun

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2010 mengimpor terigu sebesar kg, untuk tahun BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap konsumsi tepung terigu cukup tinggi. Berbagai produk pangan yang diolah, sebagian besar menggunakan tepung terigu.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah berkembang dengan cepat. Pangan fungsional yang merupakan konvergensi antara industri, farmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang I PENDAHULUAN Cookies merupakan salah satu produk yang banyak menggunakan tepung. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang dihasilkan. Tepung kacang koro dan tepung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan vitamin A dalam tubuh berkurang dengan gejala awal kurang dapat melihat pada malam hari (rabun senja).

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumber zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya program

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. Disebut beras analog karena bentuknya yang oval menyerupai beras, tapi tidak terproses

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian cukup tinggi untuk digunakan sebagai

PENDAHULUAN. kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian cukup tinggi untuk digunakan sebagai PENDAHULUAN Latar Belakang Umbi-umbian di Indonesia masih kurang mendapat perhatian, karena komoditi ini dianggap sebagai makanan kelas rendahan yang dihubungkan dengan kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, teksturnya yang lembut sehingga dapat dikonsumsi anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, teksturnya yang lembut sehingga dapat dikonsumsi anak-anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bolu merupakan makanan tradisional yang banyak digemari oleh masyarakat, teksturnya yang lembut sehingga dapat dikonsumsi anak-anak sampai lansia. Bahan utama pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Biskuit merupakan makanan yang cukup popular dikalangan masyarakat. Biskuit merupakan makanan praktis karena dapat dimakan kapan saja, biskuit juga memiliki daya simpan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah padi dan jagung bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. setelah padi dan jagung bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Singkong (Manihot utillisima) merupakan makanan pokok ketiga setelah padi dan jagung bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat tumbuh sepanjang tahun di daerah tropis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat, arakat, mulai dari buah, daun, batang, pelepah, sampai jantungnya.

I. PENDAHULUAN. masyarakat, arakat, mulai dari buah, daun, batang, pelepah, sampai jantungnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara penghasil pisang terbesar ketujuh di dunia, yang mampu menghasilkan 6,3 juta ton pisang per tahunnya (Furqon, 2013). Pada dasarnya, semua komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang bersangkutan. Hemoglobin merupakan protein berpigmen

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. gembili, sagu, kimpul, gadung dan sebagainya (Muhandri, 2015)

I PENDAHULUAN. gembili, sagu, kimpul, gadung dan sebagainya (Muhandri, 2015) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang berkelanjutan. Upaya meningkatkan kualitas SDM seharusnya dimulai sedini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI

PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI OLEH DIKA YULANDA BP. 07117007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS

Lebih terperinci

GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7

GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7 GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7 METABOLISME MINERAL PADA WANITA HAMIL : KALSIUM DAN FOSFOR Selama kehamilan metabolisme kalsium dan fosfor mengalami perubahan. ABSORBSI kalsium dalam darah menurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil ikan tuna di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil ikan tuna di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil ikan tuna di dunia. Negara Indonesia memiliki samudera kunci untuk perikanan tuna yakni Samudera Hindia dan Samudera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, secara

Lebih terperinci

lain-lain) perlu dilakukan (Suryuna, 2003).

lain-lain) perlu dilakukan (Suryuna, 2003). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menghadapi era globalisasi dan persaingan bebas, industri kecil berbasis pertanian perlu mendapat perhatian untuk meningkatkan nilai tambah hasil pertanian. Seiring dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Prevalensi anemia di Indonesia cukup tinggi pada periode tahun 2012 mencapai 50-63% yang terjadi pada ibu hamil, survei yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauteri mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012). Selama proses kehamilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usia subur. Perdarahan menstruasi adalah pemicu paling umum. kekurangan zat besi yang dialami wanita.meski keluarnya darah saat

BAB I PENDAHULUAN. usia subur. Perdarahan menstruasi adalah pemicu paling umum. kekurangan zat besi yang dialami wanita.meski keluarnya darah saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia masih banyak ditemukan, baik masalah akibat kekurangan zat gizi maupun akibat kelebihan zat gizi. Masalah gizi akibat kekurangan zat gizi diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan dampak masalah gizi pada remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, dapat karena kekurangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Ketela pohon atau ubi kayu dengan nama latin Manihot utilissima merupakan salah satu komoditas pangan penting di Indonesia selain tanaman padi, jagung, kedelai, kacang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia Gizi Besi Anemia gizi besi adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan cadangan besi dalam hati, sehingga jumlah hemoglobin darah menurun dibawah normal. Sebelum terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk memenuhi tumbuh kembang janinnya. Saat ini

Lebih terperinci