Bab III Perancangan Sistem

dokumen-dokumen yang mirip
Bab IV Pengujian dan Analisis

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

ANALISIS PENGENDALI KECEPATAN MOTOR DC MENGGUNAKAN METODA LOGIKA FUZZY DENGAN PENCATUDAYAAN PWM TESIS

GPENELITIAN MANDIRI RANCANG BANGUN SISTEM KENDALI MOTOR DC MENGGUNAKAN FUZZY LOGIC BERBASIS MIKROKONTROLER

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM. Gambar 3. 1 Diagram Blok Sistem Kecepatan Motor DC

Implementasi Kendali Logika Fuzzy pada Pengendalian Kecepatan Motor DC Berbasis Programmable Logic Controller

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan mulai pada November 2011 hingga Mei Adapun tempat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PERANCANGAN ALAT DAN PROGRAM MIKROKONTROLER. program pada software Code Vision AVR dan penanaman listing program pada

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PERANGKAT KERAS

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. pada sistem pengendali lampu telah dijelaskan pada bab 2. Pada bab ini akan dijelaskan

BAB III PERANCANGAN ALAT PENYIMPANAN DATA KECEPATAN ANGIN, ARAH ANGIN DAN SUHU

BAB III PERANCANGAN PERANGKAT KERAS MOBILE-ROBOT

DT-51 Application Note

Lima metode defuzzifikasi ini dibandingkan dengan mengimplementasikan pada pengaturan kecepatan motor DC.

BAB IV PEMBAHASAN. waktu tertentu. Dimana alat tersebut dapat dioperasikan melalui komputer serta

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA

Perancangan dan Implementasi Embedded Fuzzy Logic Controller Untuk Pengaturan Kestabilan Gerak Robot Segway Mini. Helmi Wiratran

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

PENGENDALIAN KECEPATAN MOTOR DC DENGAN MENGGUNAKAN FUZZY LOGIC KONTROLER BERBASIS PLC

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

DT-51 Application Note

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

PERANCANGAN SISTEM KONTROL KESTABILAN SUDUT AYUNAN BOX BAYI BERBASIS MIKROKONTROLER MENGGUNAKAN FUZZY LOGIC CONTROL

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH PEMASANGAN MOTOR DC PADA SEKUTER DENGAN PENGENDALI PULSE WIDTH MODULATION

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. (secara hardware).hasil implementasi akan dievaluasi untuk mengetahui apakah

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN ALAT

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. MOTO DAN PERSEMBAHAN... v. DAFTAR ISI...

TUGAS MATAKULIAH APLIKASI KOMPUTER DALAM SISTEM TENAGA LISTRIK FINAL REPORT : Pengendalian Motor DC menggunakan Komputer

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Computer. Parallel Port ICSP. Microcontroller. Motor Driver Encoder. DC Motor. Gambar 3.1: Blok Diagram Perangkat Keras

MODUL PRAKTIKUM MIKROPOSESOR & INTERFACING

PENGENDALIAN KECEPATAN MOTOR DC MENGGUNAKAN SENSOR ENCODER DENGAN KENDALI PI

RANCANG BANGUN SIMULATOR PENGENDALIAN POSISI CANNON PADA MODEL TANK MILITER DENGAN PENGENDALI PD (PROPOSIONAL DERIVATIVE)

BAB III PERANCANGAN ALAT

Kendali Perancangan Kontroler PID dengan Metode Root Locus Mencari PD Kontroler Mencari PI dan PID kontroler...

ROBOT MOBILE PENJEJAK ARAH CAHAYA DENGAN KENDALI LOGIKA FUZZY

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

Rancang Bangun Sistem Pengaturan Kecepatan Coolpad Menggunakan Sistem Kontrol Logika Fuzzy

Sistem Pengaturan Kecepatan Motor DC pada Alat Ektraksi Madu Menggunakan Kontrol Logika Fuzzy

SISTEM PENGEMBANGAN KENDALI LOGIKA FUZZY BERBASIS PROGRAMMABLE LOGIC CONTROLLER

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

ANALOG TO DIGITAL CONVERTER

BAB III PERANCANGAN ALAT

Gambar 3.1 Blok Diagram Port Serial RXD (P3.0) D SHIFT REGISTER. Clk. SBUF Receive Buffer Register (read only)

BAB IV ANALISA DAN PENGUJIAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI PERANGKAT KERAS DAN PERANGKAT LUNAK SISTEM. Dari diagram sistem dapat diuraikan metode kerja sistem secara global.

BAB III DESAIN BUCK CHOPPER SEBAGAI CATU POWER LED DENGAN KENDALI ARUS. Pada bagian ini akan dibahas cara menkontrol converter tipe buck untuk

PC-Link. 1x Komputer / Laptop dengan OS Windows 2000, Windows XP atau yang lebih tinggi. Gambar 1 Blok Diagram AN200

BAB IV ANALISIS RANGKAIAN ELEKTRONIK

BAB III PERENCANAAN DAN PEMBUATAN PERANGKAT LUNAK

BAB III PERANCANGAN SISTEM. 3.1 Pengantar Perancangan Sistem Pengendalian Lampu Pada Lapangan Bulu

DT-BASIC Application Note

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

PERANCANGAN KONTROLER PI ANTI-WINDUP BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA 32 PADA KONTROL KECEPATAN MOTOR DC

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Perancangan sistem pengendalian posisi linier motor DC dengan algoritma

BAB IV ANALISIS DAN PENGUJIAN. Berikut ini adalah diagram blok rangkaian secara keseluruhan dari sistem alat ukur curah hujan yang dirancang.

Implementasi Fuzzy Logic Pada Microcontroller Untuk Kendali Putaran Motor DC

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

EMS. 2 A Dual H-Bridge

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI PERANGKAT KERAS

BAB III PERANCANGAN. Gambar 3.1. Blok sistem secara keseluruhan. Sensor tegangan dan sensor arus RTC. Antena Antena. Sensor suhu.

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA

IV. PERANCANGAN SISTEM

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... ABSTRAKSI... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

ANALISA SISTEM KENDALI FUZZY PADA CONTINUOUSLY VARIABLE TRANSMISSION (CVT) DENGAN DUA PENGGERAK PUSH BELT UNTUK MENINGKATKAN KINERJA CVT

Perancangan Serial Stepper

Bab II Landasan Teori

BAB III PERANCANGAN SISTEM

SISTEM PENGATURAN POSISI SUDUT PUTAR MOTOR DC PADA MODEL ROTARY PARKING MENGGUNAKAN KONTROLER PID BERBASIS ARDUINO MEGA 2560

IMPLEMENTASI MICROKONTROLLER UNTUK SISTEM KENDALI KECEPATAN BRUSHLESS DC MOTOR MENGGUNAKAN ALGORITMA HYBRID PID FUZZY

BAB III METODE PENELITIAN. Tujuan dari tugas akhir ini yaitu akan membuat sebuah mobile Robot

II. PERANCANGAN SISTEM

ADC (Analog to Digital Converter)

BAB III PERANCANGAN. bayi yang dilengkapi sistem telemetri dengan jaringan RS485. Secara umum, sistem. 2. Modul pemanas dan pengendali pemanas

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

Makalah Seminar Tugas Akhir

DISAIN DAN IMPLEMENTASI PENGENDALI FUZZY BERBASIS DIAGRAM LADDER PLC MITSUBISHI Q02HCPU PADA SISTEM MOTOR INDUKSI

Sistem Pengendali Suhu Otomatis Pada Inkubator Fermentasi Yoghurt Berbasis Mikrokontroler Dengan Metode Logika Fuzzy

DESAIN PEMBUATAN PROTOTYPE SISTEM PENGATURAN KECEPATAN MOTOR DC PENGUAT TERPISAH BERBASIS MIKROKONTROLER DENGAN LOGIKA FUZZY SKRIPSI

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Lembar Pengesahan Pembimbing... ii. Lembar Pernyataan Keaslian...iii. Lembar Pengesahan Pengujian...

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB II TEORI DASAR 2.1 Pendahuluan 2.2 Sensor Clamp Putaran Mesin

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. sederhana, ditunjukan pada blok diagram dibawah ini.

PROTOTIPE SISTEM KENDALI TEMPERATUR BERBASIS FUZZY LOGIC PADA SEBUAH INKUBATOR

BAB III PERANCANGAN DAN CARA KERJA RANGKAIAN

JOBSHEET VIII MENGGUNAKAN TIMER/COUNTER DALAM MIKROKONTROLER ATMEGA8535

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN PENGUJIAN ALAT SISTEM PENGONTROL BEBAN DAYA LISTRIK

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PENYATAAN... INTISARI... ABSTRACT... HALAMAN MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... PRAKATA...

IMPLEMENTASI MODEL REFERENCE ADAPTIVE SYSTEMS (MRAS) UNTUK KESTABILAN PADA ROTARY INVERTED PENDULUM

PEMBUATAN APLIKASI TRACKING ANTENA BERBASIS KANAL TV. Kampus ITS, Surabaya

Transkripsi:

Bab III Perancangan Sistem Dalam perancangan sistem kendali motor DC ini, terlebih dahulu dilakukan analisis bagian-bagian apa saja yang diperlukan baik hardware maupun software kemudian dirancang bagian-perbagian, kemudian diintegrasikan sebagai sebuah kesatuan sistem kendali fuzzy. II.7 Analisis dan perancangan blok pengendali kecepatan motor DC Secara umum, sistem kendali kecepatan motor DC digambarkan dalam diagram blok berikut ini Set point Error + _ Kendali Plant Kecepatan Umpan balik Gambar III.1. Diagram blok sistem pengendali kecepatan motor DC Set point merupakan masukan kecepatan yang dinginkan, error berupa selisih kecepatan antara set point dengan kecepatan motor yang diukur melalui sensor. Kendali merupakan metoda untuk memberikan kompensasi terhadap error yang kompensasi ini diharapkan dapat menekan nilai error sama dengan 0. Hasil komputasi kendali ini kemudian diberikan ke plant sehingga plant diberi masukan berupa tegangan yang besarnya sesuai dengan hasil komputasi. Untuk efisiensi penggunaan catu daya pengendali, digunakan mikrokontroller sebagai pengolah data dan menggunakan mekanisma PWM sebagai pencatudayaan motor, adapun untuk kepentingan akusisi data digunakan PC yang dihubungkan melalui port serial. Untuk membangun sistem pengendali kecepatan motor DC dengan menggunakan mikrokontroller, diperlukan beberapa bagian baik hardware maupun software. Diagram blok sub sistem-sub sistem yang membangun sistem kendali kecepatan motor DC berbasis mikrokontroller ATMega 8535 digambarkan sebagai berikut: 41

ATMega8535 Plant PWM Driver motor Motor DC USART Sistem Pengolah Data ADC Pencacah Pulsa Encoder PC Masukan analog Gambar III.2. Diagram blok sistem pengendali kecepatan motor DC dengan menggunakan ATMega8535 Fungsi masing-masing subsistem di atas sebagai berikut Masukan analog berfungsi untuk memberikan nilai set point dalam bentuk tegangan DC analog Motor sebagai objek yang dikendalikan kecepatannya Encoder sebagai sensor kecepatan Pencacah pulsa berfungsi untuk mengukur kecepatan motor oleh mikrokontroller Sistem pengolah data sebagai bagian utama mikrokontroller untuk melakukan komputasi USART untuk komunikasi serial ke PC PC untuk akusisi data PWM untuk menghasilkan tegangan sesuai dengan besar duty cycle yang ditentukan Driver motor untuk meningkatkan tegangan dan arus dari PWM sebagai catu daya motor 42

II.8 Perancangan Hardware Hardware yang dibutuhkan dalam perancangan meliputi: sistem motor DC, driver motor, masukan analog untuk kecepatan referensi (set point) dan beban. II.8.1 Perancangan sistem motor DC Motor DC yang digunakan dalam penelitian ini terdiri 2 buah, 1 sebagai motor yang diatur kecepatannya sedangkan 1 buah motor sebagai beban (generator) yang dihubungkan porosnya menggunakan kopel sehingga kecepatan kedua motor tersebut selalu sama. Sistem tersebut diilustrasikan dalam gambar berikut ini. Kopel Motor DC Beban Gambar III.3. Sistem motor DC Motor DC dilengkapi dengan encoder sebagai sensor kecepatan dengan ketelitian 116 pulsa/rotasi. Jika motor berputar, maka beban berupa generator juga akan berputar sehingga menghasilkan tegangan. II.8.2 Perancangan driver motor Untuk memberikan catu daya ke motor diperlukan driver yang menerima masukan dari mikrokontroller dan keluarannya ke motor DC. Driver motor DC yang dibangun menggunakan IC L298N yang didalamnya merupakan rangkaian bridge yang menerima masukan level TTL dan mampu memberikan arus maksimum 1 ampere dan tegangan maksimum 46 volt. Dengan IC ini maka keluaran dari mikrokontroller dapat langsung diberikan ke pin masukan untuk mengatur polaritas pencatudayaan motor dan sinyal PWM melalui pin enable di L298N. Input driver ini berupa tegangan 0 5 volt sedangkan keluaran berupa tegangan yang besarnya sesuai dengan tegangan referensi dan duty cyclenya. Diagram blok L298N dijelaskan dalam gambar berikut ini. 43

Gambar III.4. Diagram blok L298N Ketika diimplementasikan sebagai driver motor DC, konfigurasi pin yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut. Gambar III.5. Skema rangkaian driver motor Catu daya driver motor terdiri dari catu daya referensi dan catu daya logic (VCC=5V). Keluaran driver motor dari pin 13 dan 14 yang dihubungkan langsung ke motor yang akan dikendalikan. II.8.3 Perancangan masukan kecepatan referensi (set point) Untuk memberikan kecepatan referensi ke sistem pengendali, ada 2 pilihan yang bisa digunakan: Potensiometer, pemberian nilai set point dengan cara memutar potensiometer sedemikian hingga nilai set point sesuai dengan yang diinginkan Input analog dari generator fungsi Rentang nilai tegangan yang diijinkan 0.5 volt sampai dengan 5,5 volt sesuai dengan kemampuan ADC pada ATMega 8535. Untuk memilih mode apakah dari 44

potensiometer atau dari input analog diberikan switch sehingga ketika menggunakan input analog tidak terganggu oleh tegangan pada potensiometer. Kedua tipe masukan ini kemudian dihubungkan ke Port A.0 sebagai masukan analog. Rangkaian masukan kecepatan referensi dengan menggunakan potensiometer sebagai berikut. Gambar III.6. Skema masukan set point melalui potensiometer Cara kerja pengaturan tegangan sebagai referensi dengan menggunakan potensiometer adalah memfungsikan potensiometer sebagai rangkaian pembagi tegangan antara ground dengan VCC 5 volt. II.8.4 Perancangan pengujian perubahan beban Untuk menguji perubahan beban ketika motor berputar, pada terminal generator (beban) dihubungkan ke beban berupa led sehingga kecepatan motor turun akan tetapi motor masih mampu berputar. II.9 Perancangan Sofware Software yang diperlukan berupa program untuk memasukkan nilai set point ke ADC, modul-modul program mikrokontroller seperti: modul penghitung jumlah pulsa encoder, modul timer untuk pewaktuan penghitung jumlah pulsa encoder, modul PWM untuk membangkitkan tegangan DC yang akan diberikan ke driver motor, modul komputasi logika fuzzy dan modul akusisi data berupa hasil pengukuran ke PC melalui port serial. Mikrokontroller yang digunakan adalah ATMega 8535 sedangkan tools untuk pengembangan programnya menggunakan Code Vision dan bahasa yang digunakan adalah bahasa C. Untuk proses download ke mikrokontroller, penulis menggunakan PonyProg 2000 versi 2.06f Beta. Proses download dengan menggunakan file hexa yang kemudian didownload ke mikrokontroller melalui 45

port paralel. Setelah program didownload ke mikrokontroller, mikrokontroller akan berfungsi sesuai dengan program yang kita masukkan. maka II.9.1 Perancangan pembaca masukan set point melalui potensiometer Masukan set point melalui potensiometer yang berfungsi sebagai resistor pembagi tegangan yang dapat diatur dengan memutar potensiometer tersebut. Beda tegangan potensiometer tersebut kemudian diumpankan ke ADC internal ATMega8535. Hasil pembacaan ADC kemudian dibagi 2 agar ketelitian pengaturan set point dengan cara memutar potensiometer lebih tinggi dan hasil tersebut sebesar 127 telah mencukupi kebutuhan untuk memberikan nilai sebagai set point. Variabel sp di atas kemudian digunakan dalam komputasi selanjutnya. II.9.2 Perancangan modul pencacah pulsa encoder Modul pembacaa pulsa encoder memanfaatkan fasilitas timer pada ATMega8535. Modul pencacah pulsa encoder menggunakan timer 0. Cara kerja timer yang difungsikan sebagai pencacah adalah dengan mengkonfigurasikan agar sumber clock dari eksternal yakni dengan mengkonfigurasikan nilai TCCR0. Berikut register pada TCCR0. Gambar III.7. Register pada a TCCR timer 0 Dengan memberikan nilai pada TCCR0 = 0x07 maka timer 0 menggunakan sumber clock eksternal dan counter akan naik ketika ada sinyal naik (rising edge). Secara fisik,, sumber clock timer 0 berasal dari luar yakni melalui PB.0. Encoder yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai ketelitian 116 pulsa/rotasi sehingga jika waktu pencuplikan sebesar 20 ms, maka kecepatan motor dalamm rpm dinyatakan v = Jumlah pulsa 1000 x x 60 rpm 116 ts 46

dimana v adalah kecepatan motor dalam rpm, dan ts adalah waktu pencuplikan dalam mili detik. Nilai pulsa tersimpan dalam register TCNT0. II.9.3 Perancangan timer Timer digunakan sebagai pewaktu proses pencacahan jumlah pulsa encoder (time sampling), proses pewaktuan ini dengan memanfaatkan timer 2. Konfigurasi timer 2 sebagai timer dengan cara mengkonfigurasi register TCCR2 dan TCNT2. Register TCCR2 adalah register yang digunakan untuk mengkonfigurasi pre skalar timer. Gambar III.8. Register pada TCCR timer 2 Dengan memberikan nilai 0x07 pada TCCR2 berarti preskalar yang dipilih 1024, yakni counter register TCNT2 akan naik setiap 1024 siklus clock. Besar time sampling yang dipilih harus memperhatikan beberapa faktor sehingga didapatkan desain sistem kendali yang optimal, faktor-faktor untuk menentukan penentuan besar time sampling tersebut yaitu: Ketelitian encoder Besar rise time Besar settling time Semakin kecil time sampling menyebabkan ketelitian penentuan nilai set point menjadi berkurang, hal ini dikarenakan pada penghitungan pulsa encoder pada time sampling rendah, kesalahan atau pembulatan 1 pulsa akan signifikan karena pulsa yang terkumpul sedikit, lain halnya pada time sampling yang besar maka jumlah pulsa yang terkumpul banyak sehingga kesalahan atau pembulatan 1 pulsa tidak terlalu signifikan terhadap hasil pengukuran. Jadi, penentuan time sampling merupakan kompromi ketiga variabel besaran yang berpengaruh di atas. Berikut tabel data penentuan besar time sampling dengan ketelitian yang dihasilkan dalam penentuan set point. 47

Tabel III.1. Pengaruh time sampling terharap ketelitian set point Time sampling (ms) Ketelitian (rpm) 5 103.45 10 51.72 15 34.48 20 25.86 25 20.69 30 17.24 35 14.78 40 12.93 45 11.49 50 10.34 Berdasar pengukuran karakteristik motor dalam domain waktu dengan masukan step pada set point 80 dimana besar rise time yakni waktu yang dibutuhkan untuk mencapai nilai sebesar steady state yang pertama kali kurang lebih sebesar 160ms dan besar nilai settling time sebesar 200ms, maka dipilih time sampling sebesar 20 ms dengan pertimbangan Ketelitian set point sebesar 25.86 rpm Terdapat 10 kali pengambilan data kecepatan sebelum motor mencapai range steady state. Jika waktu pencuplikan yang diinginkan sebesar 20 ms, maka harus ditentukan mulai dari nilai berapa register TCNT2 bertambah sampai terjadi overflow. Dengan pre skalar 1024 dan clock osilator sebesar 11059200 berarti bahwa register TCNT2 akan naik setiap 1024 x (1/11059200) atau sekitar 9.26 x 10-5 detik, sehingga dibutuhkan 216 siklus untuk mendapatkan nilai timer 20 ms. Karena nilai maksimal TCNT2 256 maka TCNT2 harus diset bahwa nilai terendahnya adalah 240 (256-216) atau 0x28. Jadi secara keseluruhan konfigurasi timer 2 adalah: TCCR2=0x07 dan TCNT2=0x28. II.9.4 Perancangan PWM sebagai penghasil tegangan ke motor Untuk mengkonfigurasikan timer 1 sebagai fast PWM 8 bit maka register TCCR1A diberi nilai 0xA1, sedangkan untuk menjalankan pada pre skalar 64, maka TCCR1B diberi nilai 0x0B. Kemudian nilai TCNT1 juga perlu diinisialisasi dengan nilai 0x00 sehingga secara keseluruhan konfiguraisi PWM sebagai 48

berikut: TCCR1A=0xA1, TCCR1B=0x0B, TCNT1=0x000. Besar kecilnya duty cycle PWM adalah perbandingan nilai TCNT1 dengan nilai maksimal counter sehingga pada mode fast PWM 8 bit maka duty cycle adalah TCNT1/256. II.9.5 Perancangan komunikasi serial dengan PC Untuk pengamatan data, hasil pengukuran dan komputasi tersebut dikimkan ke PC melalui port serial. Data yang dikirimkan tidak hanya nilai kecepatan saja, bahkan nilai variabel-variabel selama proses komputasi juga dapat ditampilkan ke PC melalui port serial. Dalam komunikasi serial, ada 3 parameter penting yakni: Baudrate. Seting baudrate dengan memberikan nilai pada register UBRR. Rumus untuk menghitung nilai UBRR dinyatakan UBRR = Sehingga jika kita menggunakan baudrate 9600 maka UBRR bernilai 71 atau 0x47. Format data. Seting format data dengan memberikan nilai pada register UCSRC. Jika kita akan menggunakan format 1-bit start, 8-bit data,1-bit stop dan tidak ada paritas, maka register UCSRC diberi nilai 0x86. Enable transmit dan enable receive. Seting ini melalui register UCSRB, jika RXEN dan TXEN diset 1, maka register UCSRB diberi nilai 0x18. Selain parameter dalam program di mikrokontroller, parameter tersebut juga digunakan pada program di sisi PC. Penerimaan data serial tersebut dapat menggunakan Hyper Terminal yang merupakan software bawaan Microsoft Windows. II.9.6 Perancangan logika fuzzy Dalam perancangan kendali fuzzy, ada 3 tahap yakni: fuzzifikasi, inferensi fuzzy dan defuzzyfikasi. Fuzzifikasi Frekuensi kristal - 1 16 x baud rate Meliputi pendefinisian masukan/keluaran sistem dalam format crisp dan batasan nilai-nilainya. Fungsi keanggotaan masukan berupa E dan CE yang dinyatakan dengan E(n) = SP(n) PV (n) 3.1 49

CE (n) = E(n) E(n-1) 3.2 Dimana E adalah selisih kecepatan dengan set point, CE adalah perubahan selisih kecepatan antara selisih kecepatan sekarang dengan yang sebelumnya. Nilai E dan CE mempunyai 5 label: NB (negative big), NS (negative small), Z (zero), PS (positive small), dan PB (positive big). Fungsi keanggotaan yang digunakan berupa fungsi segitiga, sehingga persamaan fungsi keanggotaannya u A B C Gambar III.9. Bentuk fungsi keanggotaan E dan CE berupa segitiga Sehingga secara matematis, nilai u yang digunakan untuk menyatakan derajat keanggotaan dinyatakan dengan: u = 0 untuk x<a u = u = x A B A C x C B untuk A x B untuk B x C u = 0 untuk x > C Adapun batas-batas nilai tiap label berdasarkan pengukuran bahwa kecepatan maksimum pada catu daya 12 volt disekitar range 80 pulsa/20ms, maka fungsi keanggotaan dinyatakan sebagai berikut: NB NS Z PS PB Inferensi Fuzzy -80-40 -20 0 20 40 80 Gambar III.10. Fungsi keanggotaan E dan CE 50

Inferensi fuzzy mengacu pada grafik kinerja sistem kendali domain waktu dengan masukan step response, kemudian dibuatlah if-then rule yang merepresentasikan tujuan yang diinginkan yaitu peningkatan kinerja sistem. Gambar III.11. Kinerja sistem kendali domain waktu dengan masukan step sebagai acuan pembuatan rule Rule utama sistem fuzzy yang dibangun merujuk ke state-state utama yaitu: a, b, c, d, e, f, g, h. Rule if-then tersebut sebagai berikut Tabel III.2. Rule utama sistem No Rule E(Error) CE ( Error) PWM Referensi 1 PB Z PB A 2 Z NB NB B 3 NB Z NB C 4 Z PB PB D 5 PS Z PS E 6 Z NS NS F 7 NS Z NS G 8 Z PS PS H 9 Z Z Z Set point Untuk memperhalus respon diperlukan state diantara state-state referensi utama, sehingga rule tambahan tersebut sebagai berikut Tabel III.3. Rule tambahan untuk memperhalus respon 51

No Rule E(Error) CE( Error) PWM Referensi 10 PB NS PS A-B 11 PB NB Z A-B 12 PS NB NS A-B 13 NS NS NS B-C 14 NB PS NS C-D 15 NB PB Z C-D 16 NS PS Z C-D 17 NS PB PS C-D 18 PS PS PS D-E 19 PS NS Z E-F Karena ada 5 nilai dengan 2 variabel masukan, maka total rule sebanyak 25. Rule pelengkap tersebut sebagai berikut Tabel III.4. Rule pelengkap sistem No Rule E(Error) CE( Error) PWM Referensi 20 NB NB NB B-C 21 NB NS NB B-C 22 PS PB NB D-E 23 PB PB PB D-E 24 PB PS PB D-E 25 NS NB PB F-G Dalam implementasi programnya, kalkulasi masukan E dan CE untuk mendapatkan keluaran perubahan nilai PWM, digunakan matrik yang nilainya sesuai dengan fungsi keanggotaan keluaran seperti dinyatakan dalam rule-rule di atas. Implementasi nilai-nilai rule dalam program dengan matrik berukuran 5 x 5 bertipe integer. Defuzzyfikasi Langkah terakhir dalam pengembangan sistem fuzzy adalah defuzzyfikasi yakni untuk mendapatkan nilai crisp dari hasil inferensi fuzzy. Fungsi keanggotaan keluaran adalah PWM berupa fungsi singleton yang mempunyai label yang sama dengan masukannya. Hubungan PWM dinyatakan: PWM(n) = PWM(n-1) + PWM 3.3 Berdasar pengukuran bahwa motor mulai berputar pada pemberian nilai PWM sebesar 100, maka rentang perubahan nilai PWM adalah mulai dari 0 sampai 52

dengan 155 (255-100). Jadi untuk mengatasi dead zone pada motor, penulis hanya membatasi operasi pada daerah kerja liniernya saja sehingga fungsi keanggoatan PWM sebagai berikut Gambar III.12. Fungsi keanggotaan keluaran berupa PWM Sedangkan metoda yang digunakan dalam proses defuzzyfikasi adalah COG (center of grafity). Metode COG diilustrasikan sebagai berikut Gambar III.13. Defuzzyfikasi dengan metoda COG Secara matematis, nilau U yang berbenilai crisp dinyakatan dengan U= k i = 1 k i = 1 u i * µ(u i ) µ (u i ) 3.4 Pada proses defuzzyfikasi dengan metode COG setiap keluaran fungsi keanggotaan yang mempunyai nilai diatas fuzzy keluaran dipotong, pemotongan ini disebut lamda cut. Hasil dari fungsi keanggotaan yang telah terpotong digabungkan lalu dihitung dengan COG secara keseluruhan. 53

II.9.7 Kompensasi ketidaklinieran sistem Hasil percobaan untuk menyatakan hubungan antara PWM dengan kecepatan menunjukkan bahwa hubungan tersebut tidak linier, bahkan terdapat dead zone sehingga pada daerah tersebut perubahan nilai PWM tidak memberikan perubahan kecepatan, motor tetap dalam keadaan diam. Hubungan antara pemberian nilai PWM dan kecepatan motor dinyatakan dalam gambar berikut ini. PWM vs Kecepatan 90 80 70 y = kecepatan (rpm) 60 50 40 30 Plant 80 20 10 0 0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 x = PWM 8 bit (desimal) 155 Gambar III.14. Kompensasi ketidaklinieran plant Terlihat kondisi plant bahwa: Motor mulai bergerak pada pemberian nilai PWM 8 bit sebesar 100 sehingga terdapat dead zone dari 0 sampai dengan 100. Dari grafik terlihat bahwa hubungan PWM dengan kecepatan tidak benarbenar linier akan tetapi agak melengkung. Dari kondisi diatas, maka diperlukan kompensasi sehingga hasil komputasi memberikan respon mendekati kondisi nyata dengan cara membuat fungsi yang linier yang mendekati kondisi real plant tersebut, fungsi linier tersebut adalah 80 kecepatan = ( pwm 100) 255 100 54

Kondisi ini mempengaruhi perancangan fuzzy sehingga keluaran defuzzifikasi yang semula dari rentang 0-255 menjadi 0-150, sehingga perubahan selisih pemberian nilai PWM hanya pada daerah kerja liniernya saja. 55