Bab V Analisa. V.1 Perhitungan Faktor ESAL per Kendaraan. Faktor ESAL pada Kondisi Beban Ijin

dokumen-dokumen yang mirip
Bab III Metodologi Penelitian

Bab IV Penyajian Data

AB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda

BAB 3 METODOLOGI. Adapun rencana tahap penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasikan masalah yang dilakukan

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

KOMPENSASI BIAYA PEMELIHARAAN JALAN BERBASIS BEBAN KENDARAAN TESIS MERY CHRISTINA PAULINA SILALAHI NIM :

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 November 2013

STUDI PENGARUH PENGAMBILAN ANGKA EKIVALEN BEBAN KENDARAAN PADA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN FLEKSIBEL DI JALAN MANADO BITUNG

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dijelaskan langkah-langkah perkerasan lentur konstruksi

PERBANDINGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN DAN ASPHALT INSTITUTE

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM... i. PRASYARAT GELAR... ii. LEMBAR PERSETUJUAN... iii. PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv. UCAPAN TERIMAKASIH...

BAB IV METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi Masalah. Studi Literatur. Pengumpulan Data Sekunder. Rekapitulasi Data. Pengolahan Data.

BAB V PENUTUP V.1 KESIMPULAN

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL

Optimalisasi Tebal Perkerasan Pada Pekerjaan Pelebaran Jalan dengan Metode MDPJ 02/M/BM/2013 dan Pt T B

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

BAB I PENDAHULUAN. satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana

ANALISIS FINANSIAL PADA INVESTASI JALAN TOL CIKAMPEK-PADALARANG

ANALISA BEBAN KENDARAAN TERHADAP DERAJAT KERUSAKAN JALAN DAN UMUR SISA

Jenis-jenis Perkerasan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN BAB I PENDAHULUAN

EVALUASI UMUR LAYAN JALAN DENGAN MEMPERHITUNGKAN BEBAN BERLEBIH DI RUAS JALAN LINTAS TIMUR PROVINSI ACEH

BINA MARGA PT T B

Fitria Yuliati


BAB V VERIFIKASI PROGRAM

BAB III METODE PENELITIAN. Studi Pendahuluan. Rumusan Masalah. Tujuan Penelitian. Pengumpulan Data. Analisis Data

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan KATA PENGANTAR

BAB III METODE PERENCANAAN START

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR AKIBAT MENINGKATNYA BEBAN LALU LINTAS PADA JALAN SINGKAWANG-SAGATANI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR KONSTRUKSI JALAN RAYA. 1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Spine Road III Bukit Sentul

DESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB III METODOLOGI PEMBAHASAN

Parameter perhitungan

STUDI PENGARUH BEBAN BELEBIH (OVERLOAD) TERHADAP PENGURANGAN UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan

Analisis Perencanaan Tebal Lapis Tambah (overlay) Cara Lenduntan Balik Dengan Metode Pd T B dan Pedoman Interim No.

(STRENGTH AND LIFE DESIGN ANALYSIS FOR SEMARANG-

Gambar 3.1. Diagram Nilai PCI

PENGARUH KENDARAAN ANGKUTAN BARANG MUATAN LEBIH (OVER LOAD) PADA PERKERASAN DAN UMUR JALAN

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN RAYA RIGID PAVEMENT (PERKERASAN KAKU)

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERANCANGAN PENINGKATAN JALAN SELATAN-SELATAN CILACAP RUAS SIDAREJA - JERUKLEGI

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Evaluasi Struktural Perkerasan Kaku Menggunakan Metoda AASHTO 1993 dan Metoda AUSTROADS 2011 Studi Kasus : Jalan Cakung-Cilincing

PENGARUH KINERJA JEMBATAN TIMBANG KATONSARI TERHADAP KONDISI RUAS JALAN DEMAK KUDUS (Km 29 Km 36)

PENGARUH BEBAN BERLEBIH TRUK BATUBARA TERHADAP UMUR SISA DAN UMUR RENCANA PERKERASAN LENTUR ABSTRAK

BAB III METODOLOGI. 3.1 Diagram Alir Kerangka Pikir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Identifikasi Masalah. Pengamatan Pendahuluan

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perbandingan Perencanaan Tebal Lapis Tambah Metode Bina Marga 1983 dan Bina Marga 2011

BAB V PEMBAHASAN DAN ANALISIS. kendaraan yang melanggar dan kendaraan tidak melanggar)

PROYEK AKHIR. PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN PASURUAN-PILANG STA s/d STA PROVINSI JAWA TIMUR

Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Benkelman Beam Pada Ruas Jalan Kabupaten Dairi-Dolok Sanggul, Sumatera Utara

PERHITUNGAN LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA PADA RUAS JALAN TUMPAAN LOPANA

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

TUGAS AKHIR - RC

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

Analisis Kelayakan Ekonomi Rencana Pembangunan Jalan Sejajar Jalan Sapan - Buah Batu Bandung

Golongan 6 = truk 2 as Golongan 7 = truk 3 as Golongan 8 = kendaraan tak bermotor

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Metode Analisa Komponen

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. Data yang digunakan untuk analisa tugas akhir ini diperoleh dari PT. Wijaya

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan

BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum 3.2. Tahap Penyusunan Tugas Akhir

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

M. Yoga Mandala Putra

PENENTUAN ANGKA EKIVALEN BEBAN SUMBU KENDARAAN DI RUAS JALAN PADALARANG CIANJUR

BAB III METODE PENELITIAN. dari tahap awal sampai dengan tahap akhir. Pada bab ini akan dijelaskan langkah

EVALUASI UMUR LAYAN JALAN DENGAN MEMPERHITUNGKAN BEBAN BERLEBIH DI RUAS JALAN LINTAS TIMUR PROVINSI ACEH

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH KINERJA JEMBATAN TIMBANG KLEPU TERHADAP KONDISI RUAS JALAN SEMARANG - BAWEN (KM 17 KM 25)

EKONOMI TEKNIK ANALISIS SENSITIVITAS DAN BREAK EVEN POINT SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA TEKNIK PENGAIRAN

STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN JALAN LINGKAR TIMUR MOJOSARI KABUPATEN MOJOKERTO

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN CIJELAG - CIKAMURANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE AASTHO 93

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN (MDP) 2013

ANALISIS DAMPAK BEBAN OVERLOADING KENDARAAN BERAT ANGKUTAN BARANG TERHADAP UMUR RENCANA DAN BIAYA KERUGIAN PENANGANAN JALAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Keterangan gambar : sekunder. Gambar 2.1 Sketsa Hirarki Jalan Perkotaan. (Sumber: Tim Peneliti Puslitbang Jalan, 2002) Bandar udara

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR. perumahan Puri Botanical Residence di jl. Joglo Jakarta barat. ditanah seluas 4058

STUDI PENANGANAN JALAN RUAS BUNDER LEGUNDI AKIBAT PEKEMBANGAN LALU - LINTAS

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan dua roda depan sejajar melintang. Penumpang berada di depan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B

OPTIMASI INVESTASI INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI (Studi Kasus : Tol Sentul Barat) Abstrak

EFISIENSI PEMELIHARAAN JALAN AKIBAT MUATAN BERLEBIH DENGAN SISTEM TRANSPORTASI BARANG MULTIMODA/INTERMODA

VARIAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) BERDASARKAN FAKTOR KESERAGAMAN (FK) PADA JALAN KELAKAP TUJUH DUMAI-RIAU

MUHAMMAD ALKHAIRI NIM:

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Friksi investasi..., Fajar Irawan, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya

BAB IV STUDI KASUS BAB 4 STUDI KASUS

Transkripsi:

Bab V Analisa Pendekatan beban kendaraan diasumsikan sebagai suatu bentuk yang paling adil dalam mengkompensasi biaya pemeliharaan jalan kepada pengguna jalan. Hal ini dilakukan karena kerusakan jalan umumnya sangat ditentukan oleh beban yang melewati suatu ruas jalan. Oleh karena itu untuk dapat mempertahankan kondisi suatu ruas jalan sesuai umur layan (rencana) maka diperlukan suatu bentuk penanganan sesuai dengan kebutuhan akibat beban kendaraan yang terjadi (beban aktual). Kondisi ini tentu sangat ditentukan kemampuan pemerintah atau penyelenggara jalan dalam pendanaan. Oleh sebab itu konsep kompensasi ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menambah kemampuan pendanaan akibat kebutuhan yang terjadi. Sehingga kemampuan pelayanan jalan dapat dipertahankan sampai akhir umur rencana. Secara sederhana pendekatan diatas digambarkan dalam beberapa bentuk struktur kompensasi dan besaran nilai sesuai struktur masing-masing. Beberapa variasi struktur pricing yang mungkin didasarkan pada kondisi perkerasan dan sistem manajemen pemeliharaan jalan (Gambar V.1). Secara umum analisis masing-masing meliputi perhitungan kumulatif ESAL, model prediksi IRI, dan analisis dampak beban sumbu dan tingkat kerusakan kendaraan terhadap biaya serta analisis sensitivitas. V.1 Perhitungan Faktor ESAL per Kendaraan V.1.1 Faktor ESAL pada Kondisi Beban Ijin Beban ijin yang dimaksud merupakan beban per sumbu kendaraan yang diijinkan sesuai dengan klasifikasi fungsi dan kelas jalan 10 MST untuk arteri/jalan nasional (Pasal 11, PP.No.43/1993). Sedangkan beban aktual adalah beban yang terjadi dilapangan. Dalam hal ini data yang digunakan yaitu tipologi beban A dan B. Dari data yang diperoleh bahwa rata-rata beban aktual lebih dari MST ijin yang 59

diperbolehkan oleh instansi terkait. Sehingga dalam analisis selanjutnya digunakan sebagai beban berlebih. PERENCANAAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN HARGA SATUAN BIAYA PEMELIHARAAN KARAKTERISTIK LALU-LINTAS 1. BEBAN SUMBU KENDARAAN 2. LHR (per lajur/per arah) 3. Tingkat Pertumbuhan Lalulintas BIAYA PER KEGIATAN PEMELIHARAAN JALAN KUMULATIF ESAL (Aktual) PREDIKSI IRI (Aktual) CASHFLOW (A) CASHFLOW (B) RP/ESAL.KM RP/ESAL.KM Gambar V.1 Skema Struktur Kompensasi (Pricing) Secara Umum Dengan proses yang sama dalam perhitungan angka ekivalen kendaraan diperoleh faktor ESAL pada kondisi beban ijin (Tabel V.1). Faktor ESAL terendah golongan 7A sebesar 2,43 dan tertinggi golongan 7C2 sebesar 5,46. Tabel V.1 Faktor ESAL pada Kondisi Beban Ijin 60

V.1.2 Faktor ESAL pada Kondisi Beban Aktual Pada penelitian ini kondisi tipologi beban aktual yang digunakan adalah hasil survey volume lalu-lintas (LHR) dan beban sumbu di ruas tipe beban A dan B. Gambaran ini diharapkan dapat menunjukkan bahwa kebutuhan penanganan sangat besar untuk ruas-ruas dengan volume lalu-lintas yang tinggi. Tipe A Dari perhitungan angka ekivalen (Faktor ESAL) kendaraan data aktual yang terjadi, diperoleh rata-rata beban lebih besar dari beban ijin (Tabel V.2). Selanjutnya diperoleh bahwa rata-rata angka ekivalen (Faktor ESAL) kendaraan di ruas lebih besar dari angka ekivalen ijin. Persentase beban berlebih masing-masing golongan adalah: (1) Gol.6B sebesar 80%, (2) Gol. 7A sebesar 93%, (3) Gol.7C1 sebesar 59%, (4) Gol.7C2 sebesar 85% dan (5) Gol 7C3 sebesar 55%. Tabel V.2 Faktor ESAL pada Kondisi Beban Berlebih (Tipe A) Selanjutnya dilakukan perhitungan kumulatif ESAL pada ruas dalam satu tahun (Tabel V.3). Kumulatif ESAL merupakan hasil perkalian volume lalu-lintas (LHR) per lajur per arah dan faktor ESAL masing-masing golongan kendaraan. Data LHR yang digunakan adalah LHR rata-rata per lajur (dengan koefisien distribusi kendaraan 0.7 untuk kendaraan berat). 61

Tabel V.3 Kumulatif ESAL pada Kondisi Beban Berlebih (Tipe A) Tipe B Dari pengolahan dan analisis angka ekivalen (faktor ESAL) kendaraan data aktual yang terjadi, diperoleh rata-rata beban lebih besar dari beban ijin (Tabel V.4). Selanjutnya diperoleh bahwa angka ekivalen kendaraan di ruas lebih besar dari faktor ekivalen ijin. Persentase beban berlebih masing-masing golongan adalah: (1) Gol.6B sebesar 22%, (2) Gol. 7A sebesar 23%, (3) Gol.7C1 sebesar 16%, (4) Gol.7C2 sebesar 31% dan (5) Gol 7C3 sebesar 27%. Tabel V.4 Faktor ESAL pada Kondisi Beban Berlebih (Tipe B) Selanjutnya dilakukan perhitungan kumulatif ESAL pada ruas dalam satu tahun (Tabel V.5). Kumulatif ESAL merupakan hasil perkalian volume lalu-lintas (LHR) per lajur per arah dan faktor ESAL masing-masing golongan kendaraan. Data LHR yang digunakan adalah LHR rata-rata per lajur (dengan koefisien distribusi kendaraan 0.7 untuk kendaraan berat). 62

Tabel V.5 Kumulatif ESAL pada Kondisi Beban Berlebih (Tipe B) Analisis perhitungan angka ekivalen (faktor ESAL) aktual rata-rata pada ruas A dan B dapat memberi gambaran bahwa beban sumbu terbesar oleh jenis trailer golongan 7C2. Namun jumlah kendaraan ini yang melintas relatif kecil maka kumulatif ESAL per tahun juga kecil. Golongan kendaraan 6B memiliki nilai angka ekivalen yang besar dan jumlah kendaraan yang paling besar, sehingga kumulatif ESAL per tahun paling besar dibandingkan golongan kendaraan lainnya (Tabel V.6). Tabel V.6 Berat Sumbu, Nilai AE, Nilai LHR, & ESA Rata-Rata 63

V.2 Analisis Pengaruh Beban terhadap Biaya Pemeliharaan V.2.1 Analisis Nilai IRI Nilai IRI dapat digunakan sebagai salah satu parameter penanganan terhadap ruas jalan. Sebelumnya telah dibahas perhitungan biaya per ESAL/km/lajur dengan sistem manajemen A. Namum nilai ini belum menunjukkan hubungan beban terhadap biaya pemeliharaan. Oleh sebab itu bagian analisis ini diharapkan menghasilkan perhitungan biaya per ESAL/km/lajur dengan sistem manajemen B artinya penanganan berdasarkan kondisi kerusakan akibat beban aktual sampai pada kondisi IRI 12. Adapun langkah-langkah analisis sebagai berikut: Langkah 1 : Menghitung nilai SNC untuk masing-masing tebal perkerasan (Persamaan II.11) Langkah 2 : Menghitung prediksi IRI ( Persamaan.II.10 ), dengan data masukan: Pertumbuhan lalu-lintas per golongan dan Kumulatif ESAL per tahun (Persamaan II.2). Langkah 3 : Menentukan Skema Manajemen Pemeliharaan Jalan sesuai dengan kondisi jalan aktual Ada 2 pendekatan tipologi beban yang digunakan yaitu secara teoritis (beban normal dan beban lebih kecil dari rencana) dan aktual (beban tipe A dan B) yang merupakan beban berlebih. Dampak masing-masing tipologi beban terhadap tipe perkerasan dapat dilihat pada perubahan nilai IRI pada masing-masing tipe perkerasan. I. Beban Aktual Lebih Kecil dari Beban Rencana (Over Design) Pada kenyataannya berbagai variasi beban untuk setiap rancangan tebal perkerasan tentu mungkin terjadi. Bagian ini mencoba membuktikan hipotesa bahwa tebal perkerasan yang lebih tebal akan lebih tahan terhadap kerusakan sehingga membutuhkan biaya pemeliharaan yang lebih rendah. Oleh karena itu kumulatif 64

ESAL per tahun dihitung secara teoritis untuk masing-masing tipe perkerasan pada pertumbuhan lalu-lintas tertentu. Dalam perhitungan total biaya pemeliharaan (cash flow) tentu tidak dibatasi oleh timeframe (umur layan rencana), namun lebih kepada waktu kondisi IRI = 12 masing-masing tebal perkerasan. A. Tipe 1 Perancangan tebal dengan kumulatif ESAL sebesar 2 juta ESAL/lajur. Secara normal dengan berbagai tingkat pertumbuhan, kumulatif ESAL diasumsikan tercapai pada tahun ke 10 dengan kumulatif ESAL per tahun 191,164.15 (g=1%), 159,009.15 (g=5%) serta sebesar 138,058.98 (g=8%). Namun apabila beban aktual yang terjadi lebih kecil 50% dari beban rencana maka kumulatif ESAL tercapai pada tahun ke 20 (g=1%), ke-17 (g=5%) dan ke 16 (g=8%). Dengan asumsi nilai SNC sebesar 3,06 dan IRI awal satu diperoleh prediksi kondisi IRI sebesar 12 terjadi pada tahun ke 40 pada tingkat pertumbuhan lalu-lintas sebesar 5% (Gambar V.2 dan Tabel V.7). Grafik Hubungan IRI dan Umur Layan 120.0 IRI (m/km) 100.0 80.0 60.0 40.0 20.0 g = 1 % (Normal) g = 5 % (Normal) g = 8 % (Normal) g = 1% (over design) g = 5% (over design) g = 8% (over design) 0.0 1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 Umur Layan (tahun) Gambar V.2 Grafik Hubungan IRI dan Umur Layan (Tipe 1) 65

Tabel V.7 Kumulatif ESAL dan IRI pada Tipe 1 (Over Design) 66

B. Tipe 2 Perancangan tebal dengan kumulatif ESAL sebesar 5 juta ESAL/lajur. Secara normal dengan berbagai tingkat pertumbuhan, kumulatif ESAL tercapai pada tahun ke 10 dengan kumulatif ESAL sebesar per tahun 477.910,38 (g=1%), 397.522,87 (g=5%) serta sebesar 345.147,44 (g=8%). Namun apabila beban aktual yang terjadi lebih kecil 50% dari beban rencana maka kumulatif ESAL tercapai pada tahun ke 20 (g=1%), ke-17 (g=5%) dan ke 16 (g=8%). Dengan nilai SNC sebesar 3,21 dan IRI awal sebesar 1 (satu) diperoleh prediksi kondisi IRI sebesar 12 terjadi pada tahun ke 30 pada tingkat pertumbuhan lalu-lintas sebesar 5% (Tabel V.8 dan Gambar V.3). Tabel V.8 Kumulatif ESAL dan IRI pada Tipe 2 (Over Design) 67

Grafik Hubungan IRI dan Umur Layan IRI (m/km) 45.0 40.0 35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 g = 1 % (normal) g = 5 % (normal) g = 8 % (normal) g = 1%(overdesign) g = 5% (over design) g = 8% (over design) Umur Layan (tahun) Gambar V.3 Grafik Hubungan IRI dan Umur Layan (Tipe 2) C. Tipe 3 Perancangan tebal dengan kumulatif ESAL sebesar 10 juta ESAL/lajur. Secara normal dengan berbagai tingkat pertumbuhan, kumulatif ESAL tercapai pada tahun ke 10 dengan kumulatif ESAL per tahun sebesar 955.820,77 (g=1%), 795.045,75 (g=5%) serta sebesar 690.294,89 (g=8%). Namun apabila beban aktual yang terjadi lebih kecil 50% dari beban rencana maka kumulatif ESAL tercapai pada tahun ke 20 (g=1%), ke-17 (g=5%) dan ke 16 (g=8%). Sedangkan kondisi IRI sebesar 12 terjadi pada tahun ke 24 pada tingkat pertumbuhan lalu-lintas sebesar 5% (Tabel V.9 dan Gambar V.4)). Dari hasil prediksi IRI diperoleh bahwa beban lalu-lintas yang lebih kecil dari rencana dan pola penanganan akan memperpanjang umur layan (kondisi IRI mendekati 12). Implikasinya mengakibatkan kebutuhan akan penanganan berkala lebih lama dari beban normal. 68

Tabel V.9 Kumulatif ESAL dan IRI pada Tipe 3 (Over Design) Grafik Hubungan IRI dan Umur Layan 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 IRI (m/km) 27 g = 1 % (normal) g = 5 % (normal) g = 8 % (normal) g = 1% (over design) g = 5% (over design) g = 8% (over design) Umur Layan (tahun) Gambar V.4 Grafik Hubungan IRI dan Umur Layan (Tipe 3) 69

Dengan menggunakan pendekatan parameter IRI dalam penanganan jalan dapat digambarkan skema manajemen penanganan untuk pemeliharaan rutin dan berkala pada masing-masing tipe perkerasan (Gambar V.5 s/d Gambar V.7) pada tingkat pertumbuhan lalu-lintas sebesar 5% per tahun ( g = 5%). Penanganan rutin dan berkala diasumsikan tidak berdampak pada nilai IRI. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran umur layan aktual sampai kondisi rusak berat (IRI = 12). Namun pada kenyataan penanganan berkala dapat menyebabkan umur perkerasan lebih lama daripada hasil prediksi. Keterangan: R = rutin B = berkala RK = rekonstruksi Umur layan (tahun) Gambar V.5 Skema Manajemen Penanganan Selama Umur Layan (Tipe 1) Umur layan (tahun) Gambar V.6 Skema Manajemen Penanganan Selama Umur Layan (Tipe 2) 70

Umur layan (tahun) Gambar V.7 Skema Manajemen Penanganan Selama Umur Layan (Tipe 3) II. Beban Aktual Lebih Besar dari Beban Rencana (Under Design) Dalam analisis ini digunakan tipologi komposisi beban aktual rata-rata tipe A dan B. Dengan asumsi pertumbuhan lalu-lintas pergolongan kendaraan dan beban kendaraan tetap 5 % untuk Tipe A dan 3% untuk Tipe B, maka didapat prediksi IRI untuk masing-masing tipologi komposisi beban. Tipe A Dengan melakukan langkah 1 s/d 3 maka diperoleh prediksi nilai kondisi fungsional jalan (dengan parameter IRI) seperti yang dijelaskan dalam Tabel V.10 dan Gambar V.8. Tabel V.10 Prediksi IRI untuk masing-masing Tebal Perkerasan (Tipe A) 71

Hubungan IRI terhadap Umur Layan 250 200 IRI (m/km) 150 100 Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3 50-1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Umur Layan (tahun) Gambar V.8 Grafik Hubungan IRI dan Umur Layan (Tipe A) Dengan menggunakan parameter IRI dalam menentukan jenis penanganan seperti yang telah dijelaskan dalam Tabel II.3 dan nilai SNC masing-masing tebal perkerasan dan IRI awal sama dengan pada kondisi over design, maka pengaruh beban aktual terhadap biaya pemeliharaan terlihat dalam waktu penanganan dan frekuensi penanganan. Dengan batasan usia perkerasan (umur layan) sampai dengan IRI sebesar 12, maka ruas yang secara aktual memiliki persentase beban berlebih ratarata diatas 60%, memiliki batas usia layan kurang dari satu tahun pada semua tipe perkerasan dan pada awal tahun kedua harus sudah direkonstruksi (Gambar V.8 dan V.9). Bila sistem manajemen penanganan B dilaksanakan tentunya kondisi ini dapat segera ditangani (Gambar V.10). Namun bila menunggu waktu penanganan sampai 10 tahun rekonstruksi maka kondisi jalan akan semakin buruk. 72

Keterangan: R = rutin B = berkala RK = rekonstruksi Umur layan (tahun) Gambar V.9 Skema Manajemen Penanganan Selama Umur Layan (Tipe A) Tipe B Dengan langkah yang sama dalam analisis pengaruh beban terhadap biaya pemeliharaan maka prediksi IRI menunjukkan bahwa dengan beban yang sama pada struktur tebal perkerasan yang berbeda maka akan memberi pengaruh berbeda pada kondisi jalan. Pada rata-rata ruas diperoleh gambaran bila menggunakan struktur perkerasan dengan ESAL lebih tinggi (lapis perkerasan lebih tebal) maka kerusakan jalan lebih lama dibandingkan dengan perkerasan yang lebih rendah (Tabel V.11 dan Gambar V.10). Tabel V.11 Prediksi IRI untuk masing-masing Tebal Perkerasan (Tipe B) 73

Hubungan IRI terhadap Umur Layan IRI (m/km) 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3-1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Umur Layan (tahun) Gambar V.10 Grafik Hubungan IRI dan Umur Layan (Tipe B) Untuk ruas tersebut, tingkat beban berlebih (over loading) rata-rata per sumbu sebesar 24% (lebih rendah dari beban tipe A). Dengan menggunakan parameter IRI maka manajemen pemeliharaan untuk masing-masing tipe diasumsikan seperti yang ditunjukkan oleh Gambar V.11 s/d V.13. RK B R R R R B 0 1 2 3 4 5 6 7 Umur Layan (tahun) Gambar V.11 Skema Manajemen Penanganan Selama Umur Layan Tipe 1 (B) 74

RK R B R R R B R 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Umur Layan (tahun) Gambar V.12 Skema Manajemen Penanganan Selama Umur Layan Tipe 2 (B) Umur Layan (tahun) Gambar V.13 Skema Manajemen Penanganan Selama Umur Layan Tipe 3 (B) Dari hasil analisis kebutuhan manajemen penanganan diperoleh bahwa frekuensi dan waktu penanganan tipe perkerasan yang lebih tipis lebih cepat untuk penanganan berkala dan umur layan lebih pendek dibandingkan dengan tipe perkerasan yang lebih tebal. Kondisi ini menunjukkan bahwa perkerasan yang lebih tebal secara fungsional dapat memberi pelayanan yang lebih baik (lebih tahan terhadap kerusakan). V.2.2 Analisis Perhitungan Biaya Pemeliharaan Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis biaya adalah sebagai berikut: Langkah 1 : Menentukan Skema Manajemen Penanganan Langkah 2 : Membuat Tabel Cash Flow sesuai dengan biaya dan frekuensi Penanganan 75

Langkah 3 : Menghitung Biaya per Beban Sumbu yang merupakan hasil pembagian Total Biaya dan Kumulatif ESAL rencana I. Beban Aktual Lebih Kecil dari Beban Rencana (Over Design) A. Tipe 1 Dengan menggunakan beban aktual asumsi lebih kecil dari beban rencana sebesar 50% (over design) maka diperoleh total biaya per km/lajur sebesar Rp 651.212.974,- pada discount rate 10%, Rp 219.939.255,- pada discount rate 15% dan sebesar Rp 100.199.517,- pada discount rate 20% (Tabel V.12). Tabel V.12 Total Biaya Pemeliharaan Jalan Tipe 1 (Over Design) 76

B. Tipe 2 Untuk tebal perkerasan tipe 2 diperoleh total biaya per km/lajur sebesar Rp 822.565.242,- pada discount rate 10%, Rp 337.523.970,- pada discount rate 15% dan sebesar Rp 163.071.328,- pada discount rate 20% (Tabel V.13). Tabel V.13 Total Biaya Pemeliharaan Jalan Tipe 2 (Over Design) C. Tipe 3 Sedangkan untuk tebal perkerasan tipe 3 diperoleh total biaya per km/lajur sebesar Rp 1.293.875.280,- pada discount rate 10%, Rp 591.008.923,- pada discount rate 15% dan sebesar Rp 303.145.913,- pada discount rate 20% (Tabel V.14). 77

Tabel V.14 Total Biaya Pemeliharaan Jalan Tipe 3 (Over Design) Selanjutnya besar biaya pemeliharaan per beban sumbu kendaraan (ESAL) dengan asumsi tingkat pertumbuhan sebesar 5 %, tingkat inflasi 7% dan discount rate 15%, diperoleh sebesar Rp 110,- /ESAL/km/lajur (tipe 1) dengan umur layan 40 tahun, Rp 68,-/ESAL/km/lajur (tipe 2) dengan umur layan 30 tahun dan Rp 59,- /ESAL/km/lajur (tipe 3) dengan umur layan 24 tahun (Gambar V.15). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tebal perkerasan jalan maka kebutuhan penanganan semakin berkurang sehingga biaya semakin rendah. Disamping itu beban kendaraan yang lebih kecil memiliki umur layan yang lebih panjang karena terkait pencapaian kondisi rusak berat (IRI mencapai 12) yang lebih lama. Kondisi ini juga dapat memberikan gambaran bahwa sistem manajemen penanganan rutin bisa saja tidak dilakukan setiap tahun karena perubahan kondisi sangat kecil (kenaikan nilai IRI yang sangat kecil setiap tahun). Sehingga dapat menurunkan total biaya pemeliharaan jalan. 78

Rp./ESAL/km/lajur (2007) Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu 400 200 0 10.0% 15% 20.0% Tipe 1 326 110 50 Tipe 2 165 68 33 Tipe 3 129 59 30 Discount Rate (r) Gambar V.14 Grafik Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu (Over Design) II. Beban Aktual Lebih Besar dari Beban Rencana (Under Design) Tipe A Pada bagian ini akan dianalisis pengaruh beban terhadap biaya pemeliharaan jalan yang dibutuhkan sesuai dengan beban aktual atau sesuai dengan skema manajemen penanganan selama umur layan (IRI 12). Untuk rata-rata beban di ruas, besar biaya kegiatan penanganan untuk masing-masing tebal perkerasan digambarkan pada tabel V.15 s/d V.17. Karena beban yang sangat besar (diatas 50% beban Ijin) maka peningkatan struktur sudah dibutuhkan pada tahun ke-2 untuk semua tebal perkerasan. Besar biaya per ESAL/km/lajur untuk masing-masing tipe tebal perkerasan dengan beban aktual dapat dilihat dalam Gambar V.16. Tabel V.15 Total Biaya Pemeliharaan Jalan Tipe 1 (A) 79

Tabel V.16 Total Biaya Pemeliharaan Jalan Tipe 2 (A) Tabel V.17 Total Biaya Pemeliharaan Jalan Tipe 3 (A) Grafik Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu Rp/ESAL.km (2007) 400 300 200 100 0 10.0% 15% 20.0% Tipe 1 305 267 235 Tipe 2 133 117 103 Tipe 3 71 63 55 Discount Rate (r) Gambar V.15 Grafik Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu dengan batas umur layan IRI = 12 (Tipe A) Dengan menggunakan proses perhitungan yang sama dan umur layan 10 tahun, diperoleh bahwa biaya pemeliharaan per beban sumbu untuk tebal perkerasan yang lebih tebal menghasilkan biaya yang lebih rendah, demikian pula sebaliknya (Gambar V.16). 80

Grafik Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu Rp/ESAL.km (2007) 300 200 100 0 10.0% 15% 20.0% Tipe 1 248 184 141 Tipe 2 111 83 63 Tipe 3 60 45 34 Discount Rate (r) Gambar V.16 Grafik Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu dengan batas umur layan 10 tahun (Tipe A) Tipe B Pada beban aktual yang terjadi di ruas diperoleh gambaran waktu kebutuhan pemeliharaan jalan untuk kegiatan pemeliharaan berkala dan rekonstruksi lebih lama jika dibandingkan dengan tipologi beban di ruas A. Hal ini disebabkan oleh beban kendaraan yang lebih besar di ruas A. Gambaran total biaya pemeliharaan jalan untuk masing-masing tebal perkerasan dapat dijelaskan dalam Tabel V.18 s/d V.20. Tabel V.18 Total Biaya Pemeliharaan Jalan Tipe 1 (B) 81

Tabel V.19 Total Biaya Pemeliharaan Jalan Tipe 2 (B) Tabel V.20 Total Biaya Pemeliharaan Jalan Tipe 3 (B) Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa pada tingkat pertumbuhan 3 % di ruas B dengan menggunakan manajemen B (mempertahankan kondisi jalan sampai batas umur layan IRI=12 ) diperoleh biaya per ESAL/km/lajur seperti pada Gambar V.17. Dengan menggunakan proses perhitungan yang sama dan umur layan 10 tahun, diperoleh bahwa biaya pemeliharaan per beban sumbu untuk tebal perkerasan yang lebih tebal menghasilkan biaya yang lebih rendah, demikian pula sebaliknya (Gambar V.18). 82

Grafik Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu Rp/ESAL.km (2007) 800 600 400 200 0 10.0% 15% 20.0% Tipe 1 678.6 512.4 393.8 Tipe 2 313.6 234.0 178.3 Tipe 3 165.4 116.8 84.6 Discount Rate (r) Gambar V.17 Grafik Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu dengan batas umur layan IRI = 12 (Tipe B) Grafik Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu Rp/ESAL.km (2007) 500 400 300 200 100 0 10.0% 15% 20.0% Tipe 1 449.5 324.8 241.3 Tipe 2 204.4 145.1 106.1 Tipe 3 86.2 60.8 44.1 Discount Rate (r) Gambar V.18 Grafik Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu dengan batas umur layan 10 tahun (Tipe B) V.2.3 Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas lebih difokuskan pada pengaruh sistem manajemen, tebal perkerasan, tingkat pertumbuhan lalu-lintas dan discount rate tertentu pada biaya pemeliharaan Jalan (Rp.ESAL/km/lajur). Hasilnya untuk tipologi ruas A relatif kurang sensitif terhadap beban lalu-lintas namun sensitive terhadap tebal perkerasan 83

(Tabel V.21). Namun pada ruas B diperoleh bahwa semua variabel diatas mempengaruhi biaya pemeliharaan Jalan (Rp/ESAL/km/lajur). Hal ini disebabkan oleh komponen discount rate dan tingkat pertumbuhan lalu-lintas yang cukup sensitive terhadap biaya (Tabel V.22). Semua komponen biaya menggunakan nilai rupiah pada tahun 2007. Tabel V.21 Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu (Tipe A) Tabel V.22 Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu (Tipe B) 84

V.3 Contoh Penerapan Nilai Kompensasi V.3.1 Nilai Kompensasi per Beban Sumbu Penentuan suatu rekomendasi nilai kompensasi beban kendaraan terhadap biaya pemeliharaan jalan memang cukup sulit karena banyak faktor yang mempengaruhi. Namun dalam penelitian ini direkomendasikan suatu nilai kompensasi berdasarkan analisis sensitivitas dan analisa biaya pemulihan (cost recovery). Diasumsikan: n UmurLayan Cost ( n) Re venue( n) n UmurLayan Sebagai contoh perhitungan besaran nilai kompensasi beban kendaraan terhadap biaya pemeliharaan jalan di setiap ruas (per golongan) digambarkan sebagai berikut: Langkah 1 : Penentuan Tipe Tebal Perkerasan Langkah 2 : Penentuan Sistem Manajemen Penanganan Langkah 3 : Perhitungan Faktor Ekivalen (Faktor ESAL) per golongan kendaraan Langkah 4 : Perhitungan Besar Kompensasi Dalam analisis nilai kompensasi berdasarkan cost recovery dibandingkan masingmasing nilai untuk setiap tipe perkerasan dengan tipologi beban aktual ruas A dan B. Sebagai pendekatan maka digunakan asumsi sederhana sebagai berikut: 1. Komponen Biaya (Cost) adalah total biaya pemeliharaan selama umur layan 2. Komponen Kompensasi adalah penerimaan (Revenue) dari penerapan sistem kompensasi pada pengguna kendaraan. 3. Parameter kompensasi : Total Biaya = Total Kompensasi, Biaya pemeliharaan sama dengan biaya pemulihan. 85

Dengan melakukan perhitungan penerimaan dengan asumsi nilai kompensasi sebesar biaya per beban sumbu dengan asumsi discount rate 15% (Tabel V.21 dan Tabel V.22) serta membandingkan total biaya masing-masing tipe pada ruas tersebut, diperoleh bahwa penerimaan jauh lebih tinggi dari total biaya. Dengan demikian dilakukan penyesuaian nilai kompensasi agar nilai total kompensasi sama dengan total biaya (Tabel V.23). Tabel V.23 Rekompensasi Nilai Kompensasi per Beban Sumbu No. Karakteristik Nilai Sekarang (Present Value) Tahun 2007 (Rp/ESAL/km/lajur) Discount Rate = 15% I. Tipologi Beban Tipe A 1. Perkerasan Tipe 1 26.73 2. Perkerasan Tipe 2 28.03 3. Perkerasan Tipe 3 30.04 II. Tipologi Beban Tipe B 1. Perkerasan Tipe 1 17.93 2. Perkerasan Tipe 2 16.38 3. Perkerasan Tipe 3 13.44 Nilai kompensasi untuk ruas dengan tipologi beban tipe A semakin besar untuk tebal perkerasan yang semakin tebal. Hal ini dapat disebabkan oleh komposisi beban berlebih yang sangat besar sehingga umur layan kurang dari satu tahun sedangkan pola manajemen penanganan sendiri dilakukan setiap tahun. Kondisi ini mendorong kemungkinan penanganan yang tidak per tahun melainkan pada saat kondisi kerusakan tertentu perlu penanganan. V.3.2 Nilai Kompensasi per Golongan Kendaraan Pendekatan faktor ESAL dalam perhitungan nilai kompensasi memang diasumsikan sebagai pendekatan sesuai dengan tingkat kerusakan. Hal ini dilakukan karena secara empiris faktor ESAL sendiri merupakan faktor kerusakan oleh beban kendaraan. Namun dalam penentuan suatu nilai kompensasi per golongan kendaraan untuk 86

mencapai kondisi total biaya sama dengan total penerimaan (biaya yang terpulihkan) maka ada beberapa pertimbangan yang perlu dilakukan, antara lain: Nilai Kompensasi sebanding dengan biaya per beban sumbu (Rp/ESAL/km/lajur). Nilai Kompensasi sebanding dengan tingkat kerusakan (faktor ekivalen) per golongan kendaraan. Nilai Kompensasi sebanding dengan komposisi, beban dan volume lalu-lintas. Sehingga dalam perhitungan nilai kompensasi per golongan kendaraan dibutuhkan data beban (faktor ekivalen) per golongan kendaraan dan data komposisi serta volume lalu-lintas. Untuk itu dalam perhitungan contoh penerapan nilai kompensasi per golongan digunakan ruas tipe A dan B. Sebagai gambaran dengan data aktual beban sumbu kendaraan per golongan di ruas tipe A dan B serta nilai kompensasi pada discount rate 15% diperoleh nilai kompensasi yang berbeda untuk masing-masing tipe beban dan tipe perkerasan (Tabel V.24). Hasil perhitungan nilai kompensasi per golongan kendaraan diperoleh rekomendasi nilai dengan pendekatan cost recovery di ruas tipe A dengan tebal perkerasan tipe 2 misalnya, diperoleh besar kompensasi per golongan kendaraan 6B sebesar Rp 1200,-, golongan 7A sebesar Rp 600,-, golongan 7C1 sebesar Rp 600,-, golongan 7C2 sebesar Rp 1550,- dan golongan 7C3 Rp 750,- dalam rupiah 2007 (Rp/kend/km/lajur). Sedangkan pada tipologi ruas B diperoleh besar kompensasi per golongan kendaraan 6B sebesar Rp 520,-, golongan 7A sebesar Rp 500,-, golongan 7C1 sebesar 500, golongan 7C2 sebesar Rp 1200,- dan golongan 7C3 Rp 600,- dalam rupiah 2007 (Rp/kend /km/lajur). Analisis nilai kompensasi per golongan dilakukan hanya untuk kendaraan berat dengan asumsi bahwa kendaraan ringan memiliki faktor ESAL yang sangat kecil sehingga dapat diabaikan dalam perhitungan kerusakan. Namun demikian dari hasil yang diperoleh bahwa nilai kompensasi untuk kendaraan berat sangat tinggi sehingga akan sulit diterima apabila diterapkan di lapangan. Oleh karena itu penentuan nilai kompensasi biaya pemeliharaan berbasis beban sehingga lebih adil (fair) sulit 87

dilakukan. Sebagai implikasinya kebijakan subsidi nilai kompensasi oleh kendaraan ringan perlu dilakukan sehingga lebih dapat diterima apabila dilaksanakan. Tabel V.24 Rekomendasi Nilai Kompensasi per golongan kendaraan No. Tipe Beban Rekomendasi Nilai Kompensasi per Kendaraan (Rp/kend/km/lajur) Lalu-lintas Tipe Perkerasan 1 Tipe Perkerasan 2 Tipe Perkerasan 2 awal akhir awal akhir awal akhir 1. Tipe A a. Gol 6B 1190.71 1100 1248.45 1200 1337.8 1255 1.2 H (TRUK FUSO) b. Gol 7A 636.18 550 667.03 600 714.77 700 1.2.2 (TRONTON) c. Gol 7C1 665.13 550 697.38 600 747.29 700 1.2+2.2 (TRAILER) d. Gol 7C2 1494.78 1400 1567.26 1550 1679.43 1600 1.2+2.2.2 (TRAILER) e. Gol 7C3 710.69 750 745.15 750 798.48 750 1.2.2+2.2.2 (TRAILER) 2. Tipe B a. Gol 6B 149.96 600 136.98 520 112.36 436 1.2 H (TRUK FUSO) b. Gol 7A 426.75 200 389.82 500 319.77 500 1.2.2 (TRONTON) c. Gol 7C1 446.17 250 407.56 500 334.32 500 1.2+2.2 (TRAILER) d. Gol 7C2 1002.71 1000 915.92 1200 751.34 1200 1.2+2.2.2 (TRAILER) e. Gol 7C3 476.73 600 435.47 600 357.22 600 1.2.2+2.2.2 (TRAILER) 88