KARAKTERISASI RAGAM GENETIK IKAN SEPAT (Trichogaster pectoralis) BERDASARKAN ANALISIS RAPD (RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA) DAN MORFOMETRIK

dokumen-dokumen yang mirip
II. BAHAN DAN METODE

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M

KARAKTERISTIK FENOTIPE MORFOMERISTIK DAN KERAGAMAN GENOTIPE RAPD (RANDOMLY AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA) IKAN NILEM (Osteochilus hasselti) DI JAWA BARAT

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

Irin Iriana Kusmini, Rudy Gustiano, dan Mulyasari. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Jl. Raya Sempur No. 1, Bogor

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

KERAGAMAN TIGA POPULASI IKAN TAMBAKAN (Helostoma temminckii) DENGAN METODE RAPD (RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA) DAN KARAKTER MORFOMETRIK

KARAKTERISTIK GENETIK ENAM POPULASI IKAN NILEM (Osteochilus hasselti) DI JAWA BARAT

Mahasiswa Pascasarjana Institut Pertanian Bogor 2 Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK BEBERAPA POPULASI IKAN BATAK (Tor soro) DENGAN METODE RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA (RAPD) 1

EVALUASI RAGAM GENETIK IKAN NILA HASIL SELEKSI BEST F4, F5 DAN NIRWANA II BERDASARKAN ANALISIS RAPD DAN TRUSS MORFOMETRIK PENI PITRIANI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS RAGAM GENOTIP RAPD DAN FENOTIP TRUSS MORFOMETRIK TIGA POPULASI IKAN GABUS Channa striata (Bloch, 1793) TIA OKTAVIANI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RAGAM GENOTIPE IKAN TENGADAK, Barbonymus schwanenfeldii (Bleeker 1854) PERSILANGAN POPULASI JAWA DAN KALIMANTAN BERDASARKAN RAPD

3. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD)


VARIASI GENETIK HIBRIDA IKAN GURAME DIANALISIS DENGAN MENGGUNAKAN MARKER RAPD

KARAKTERISASI FENOTIPE DAN GENOTIPE TIGA POPULASI IKAN TENGADAK, Barbonymus schwanenfeldii

Keragaman genotipe dan morfometrik ikan tengadak Barbonymus schwanenfeldii (Bleeker 1854) asal Sumatera, Jawa, dan Kalimantan

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanana Air Tawar Jl. Raya Sukamandi No. 2, Subang

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara tropis dan diketahui memiliki level

KARAKTERISIK FENOTIP MORFOMETRIK DAN GENOTIP RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) IKAN BETOK Anabas testudineus (Bloch, 1792) ULFAH FAYUMI

PENENTUAN VARIASI GENETIK IKAN BATAK (Tor soro) DARI SUMATERA UTARA DENGAN METODE ANALISIS RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA (RAPD)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VARIASI GENETIK HASIL PERSILANGAN NILA BEST DENGAN RED NIFI DAN NIRWANA MENGGUNAKAN PENANDA RAPD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki 3 pasang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

VARIASI FENOTIPE UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) DARI PERAIRAN PELABUHAN RATU, KARAWANG, DAN BONE

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

EVALUASI DAN OPTIMALISASI PROGRAM PCR DALAM DETERMINASI KELAMIN IKAN BARBIR EMAS Puntius conchonius SECARA MOLEKULAR RADI IHLAS ALBANI

ANALISIS VARIASI GENOTIPE IKAN KELABAU (Osteochilus kelabau) DENGAN METODE MITOKONDRIA-RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP)

I PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. Keragaman genetik ikan endemik butini... (Jefry Jack Mamangkey)

BAB III METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BIO306. Prinsip Bioteknologi

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

TINJAUAN PUSTAKA Ikan Nilem

BAB I PENDAHULUAN. Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

BAB III METODE PENELITIAN

KARAKTERISTIK FENOTIPE MORFOMERISTIK DAN KERAGAMAN GENOTIPE RAPD (RANDOMLY AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA) IKAN NILEM (Osteochilus hasselti) DI JAWA BARAT

Otong Zenal Arifin, Estu Nugroho dan Rudhy Gustiano Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Jl. Sempur No. 1, Bogor

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR. DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

Keragaman Fenotip Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch) di Perairan Rawa Gambut

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau

MATERI DAN METODE. Materi

KARAKTERISASI MORFOLOGI KETURUNAN PERTAMA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) GET DAN GIFT BERDASARKAN METODE TRUSS MORPHOMETRICS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KERAGAMAN GENETIK IKAN KELABAU PADI (Osteochilus schlegeli Blkr) ASAL PERAIRAN UMUM KALIMANTAN BARAT BERDASARKAN ANALISIS KARAKTER MORFOMETRIK

UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

MATERI DAN METODE. Materi

SKRIPSI OLEH : HERMANYANTO LAIA / PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

PENDAHULUAN Latar Belakang

STUDI MORFOMETRIK DAN MERISTIK IKAN LEMEDUK (Barbodes schwanenfeldii) DI SUNGAI BELUMAI KABUPATEN DELI SERDANG ANITA RAHMAN

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Tabel 2. Rincian pengambilan contoh uji baik daun maupun kayu jati

GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA

KERAGAMAN Musa acuminata Colla LIAR DENGAN PENDEKATAN MORFOLOGI DAN MOLEKULER

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

KARAKTERISASI RAGAM GENETIK IKAN SEPAT (Trichogaster pectoralis) BERDASARKAN ANALISIS RAPD (RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA) DAN MORFOMETRIK NOVA F. SIMATUPANG DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul : KARAKTERISASI RAGAM GENETIK IKAN SEPAT (Trichogaster pectoralis) BERDASARKAN ANALISIS RAPD (RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA) DAN MORFOMETRIK adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2012 NOVA F. SIMATUPANG C14070075

ABSTRAK NOVA F. SIMATUPANG. Karakterisasi Ragam Genetik Ikan Sepat (Trichogaster pectoralis) Berdasarkan Analisis RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) Dan Morfometrik. Dibimbing oleh DINAR TRI SOELISTYOWATI dan RUDHY GUSTIANO. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman genetik ikan sepat yang berasal dari tiga lokasi berbeda yaitu Jawa (Tasikmalaya), Sumatra (Jambi) dan Kalimantan (Kalimantan Selatan) menggunakan metode RAPD dan karakter morfometrik. Hasil menunjukkan bahwa polimorfisme dan heterosigositas tertinggi yaitu populasi ikan sepat Kalimantan (26,67%) dan (0,12). Ukuran fragmen pada setiap populasi berkisar antara 125-2000 bp. Jarak genetik yang paling jauh adalah populasi Jawa dengan Kalimantan (0,343) sedangkan jarak genetik yang paling dekat adalah populasi Sumatra dengan Jawa (0,257). Berdasarkan uji karakter morfometrik diketahui terdapat 3 karakter yang berbeda nyata yaitu B2 (jarak antara awal sirip dorsal dengan akhir sirip dorsal), B6 (jarak antara akhir sirip dorsal dengan sirip pektoral) dan C2 (jarak antara sirip pektoral dengan sirip ventral). Hasil analisis fungsi kanonikal menunjukkan karakter morfologi ikan sepat Kalimantan memiliki nilai indeks kesamaan dengan Sepat Jawa sebesar 20%. Kata kunci: ikan sepat, genotip, morfometrik, RAPD ABSTRACT NOVA F. SIMATUPANG. Characteristic of Sepat Fish (Trichogster pectoralis) based on RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) Analysis and Morphometric Measurment, Supervised by DINAR TRI SOELISTYOWATI dan RUDHY GUSTIANO. This research aims to identify genetic relationship of sepat from Java (Tasikmalaya), Sumatera (Jambi), and Kalimantan (South Kalimantan) using RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) and morfometric character. The results shows that Sepat population from Kalimantan has the highest polymorphism and heterozigosity. Fragment size of RAPD loci in each population is about 125-2000 bp. The largest genetic distance is about 0.343 between population Java and Kalimantan and the smallest is about 0.257 between population Sumatra and Jawa. Based on morfometric character, there are 3 different characters recognized them are : B2, B6, and C2. The highest diversity coefficient is in C2 and the lowest is in A4. Key words: snake skin fish, genotype, morfometric, RADP, genetic distance

KARAKTERISASI RAGAM GENETIK IKAN SEPAT (Trichogaster pectoralis) BERDASARKAN ANALISIS RAPD (RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA) DAN MORFOMETRIK NOVA F. SIMATUPANG SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

PENGESAHAN Judul Skripsi Nama Mahasiswa NIM Departemen : Karakterisasi Ragam Genetik Ikan Sepat (Trichogaster pectoralis) Berdasarkan Analisis RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) dan Morfometrik : Nova F. Simatupang : C14070075 : Budidaya Perairan Disetujui Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir.Dinar Tri Soelistyowati, DEA NIP. 19611016 1984032001 Dr. Ir.Rudhy Gustiano, M.Sc NI196108031989031006 Diketahui, Ketua Departemen Budidaya Perairan Dr. Ir. Odang Carman M.Sc NIP 19591222 198601 1 001 Tanggal Pengesahan:

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih serta berkat-nya yang senantiasa dilimpahkan sehingga setiap proses dalam penyelesaian dan penulisan karya ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011 di laboratorium molekuler dan genetika Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT) Bogor, Jawa Barat dengan judul Karakterisasi Ragam Genetik Ikan Sepat (Trichogaster pectoralis) Berdasarkan Analisis RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) dan Morfometrik. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr.Ir. Dinar Tri Soelistyowati DEA, selaku pembimbing I dan kepada Dr. Ir. Rudhi Gustiano MSc., selaku pembimbing II, bimbingan, arahan serta motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi serta kesempatan yang diberikan untuk mengikuti kegiatan balai. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dr. Nur Bambang PU MSi, sebagai dosen PA (pembimbing akademik dan penguji tamu) yang telah banyak memberi masukan selama penulis mengikuti perkuliahan di IPB. Selain itu penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Iskandariah, S.Pi dan Glen S.Pi yang selalu memberikan ilmu serta arahan selama penelitian berlangsung, dan juga kepada semua pegawai Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor yang sudah banyak memberikan motivasi serta sambutan yang hangat. Ungkapan terimakasih juga ditujukan kepada kedua orang tua penulis yakni Bapak Togar Simatupang dan Ibu Risma Sihotang, keluarga penulis lainnya Rizal, Derman, Magdalena, Regina Morina Simangunsong, Try Eliza yang selalu memberikan doa, kasih sayang, serta semangat, terkhusus kepada Regina Simangunsong terimakasih telah menjadi sahabat sekaligus bagian keluargaku yang telah banyak memberikan bantuan, tumpangan kosan, canda tawa dan suka duka lainya. Selain itu penulis mengucapkan terimkasih kepada teman satu penelitian Pembaruan Siregar, Intan Putriana dan juga kepada Richardo Kaka David Lubis sebagai teman terdekat saat ini. Bogor, Januari 2012 Nova F. Simatupang

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Balige, Toba Samosir 10 April 1989 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Togar Simatupang dan Ibu Risma Sihotang. Pendidikan formal yang telah dilalui penulis adalah SD Katolik San Franceso Balige lulus pada tahun 2003, SLTP Katolik Budhi Dharma Balige lulus pada tahun 2005, SMAN 2 Yayasan Soposurung Balige lulus pada tahun 2007. Pada Tahun 2007 pula penulis mulai melanjutkan perkuliahan di IPB melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti praktek lapang di PT. TWM Anyer, Banten pada tahun 2010. Selain itu penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum pada mata kuliah Fisika Kimia Perairan (2009) dan juga Dasar- Dasar Mikrobiologi (2009). Penulis juga adalah penerima pembiayaan Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) sebanyak 3 kali di bidang yang berbeda. Penulis adalah penerima beasiswa Perkumpulan Orangtua Mahasiswa (POM) tahun 2007-2009, beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) 2009/2010 dan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) 2010/2011. Selain itu penulis juga aktif berorganisasi kemahasiswaan seperti, Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) periode 2008/2009 bidang kewirausahaan, 2009/2010 di bidang marketing, Anggota Keluarga Mahasiswa Katolik (KEMAKI), Komisi Kesenian IPB (KOMKES), dan juga aktif di organisasi di luar kampus yaitu Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) sebagai Badan Pengurus Cabang (BPC) pada periode 2010/2011 di depertemen Keuangan, 2011/2012 sebagai Kepala Bidang Kerohanian, Kader dan Kewirausahaan, serta menjadi Majelis Ketua pada Konfrensi Cabang GMKI yang ke-32 di Bogor dan mengikuti beberapa kepanitian di berbagai even di kampus. Tugas akhir dalam perguruan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul Karakterisasi Ragam Genetik Ikan Sepat (Trichogaster pectoralis) Berdasarkan Analisis RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) dan Morfometrik.

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... ii DAFTAR GAMBAR.... iii DAFTAR LAMPIRAN... iv I.PENDAHULUAN.... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan Penelitian.... 4 II.BAHAN DAN METODE.... 5 2.1 Materi Ikan Uji.... 5 2.2 Ekstraksi DNA.... 5 2.3 Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR... 5 2.4 Elektroforesis.... 5 2.5 Karakterisasi Morfometrik.... 7 2.6 Analisis Data.... 8 III.HASIL DAN PEMBAHASAN.... 9 3.1 Hasil.... 9 3.1.1 Profil RAPD.... 9 3.1.2 Keragaman Genetik Intrapopulasi.... 10 3.1.3 Uji Perbandingan F st... 10 3.1.4 Jarak Genetik... 10 3.1.5 Karakteristik Morfometrik... 11 3.2 Pembahasan... 15 IV.KESIMPULAN DAN SARAN.... 21 4.1 Kesimpulan... 21 4.2 Saran... 21 DAFTAR PUSTAKA.... 22 LAMPIRAN.... 24

DAFTAR TABEL Halaman 1 Deskripsi sekuen primer RAPD pada amplifikasi DNA ikan sepat... 5 2. Jumlah dan ukuran fragmen DNA 3 populasi ikan sepat.... 9 3. Persentase polimorfisme dan heterozigositas 3 populasi ikan sepat.... 10 4. Uji perbandingan berpasangan Fst pada 3 lokus... 10 5. Jarak genetik 3 populasi ikan sepat.... 11 6. Rata-rata 21 karakter morfometrik (cm) ikan sepat.... 12 7. Uji signifikansi pada 21 karakter morfometrik ikan sepat... 13 8. Indeks kemiripan (%) morfometrik 3 populasi ikan sepat... 14

DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Titik-titik morfometrik pada ikan sepat.... 7 2. Amplifikasi DNA dengan primer OPC-02, OPC-05, OPA-02... 9 3. Dendrogram 3 populasi ikan sepat ( Jawa, Sumatra dan Kalimantan)... 11 4. Penyebaran karakter morfometrik 3 populasi ikan sepat... 14 5. Dendrogram kemiripan morfometrik pada 3 populasi ikan sepat... 14

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. a. Data fragmen DNA ikan sepat Sumatra.... 22 b. Data fragmen DNA ikan sepat Jawa.... 23 c. Data fragmen DNA ikan sepat Kalimantan.... 24 2. Data pengukuran karakter morfometrik.... 25 3. Koefisien keragaman (CV) morfometrik ikan sepat.... 26 4. Canonical discriminant function coefficients.... 27

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati (biodiversity) yang tinggi. Salah satu sumberdaya alam yang dimiliki Indonesia adalah potensi perairan darat (air tawar). Keberadaan habitat sungai, rawa, danau secara alami atau buatan merupakan pendukung kehidupan keanekaragaman perikanan. Pengelolaan terhadap sumber daya tersebut terus dikembangkan sebagai andalan bagi kehidupan di masa mendatang baik ditinjau dari segi ekonomi, ketahanan pangan global, maupun pemenuhan konsumsi protein bagi masyarakat. Keanekaragaman ikan air tawar yang dimiliki Indonesia sebagian telah dikenal dengan baik dan dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat, misalnya ikan mas, lele, nila, patin, gurame dan bawal yang telah dikuasai sistem budidayanya. Namun beberapa komoditas lain belum dikuasai sepenuhnya sistem budidayanya termasuk ikan sepat, sehingga sampai sekarang masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam, terutama pada musim penghujan dimana populasi ikan ini melimpah. Kegiatan penangkapan ikan sepat yang dilakukan secara berlebihan dapat mengancam kepunahan ikan, seperti halnya di Kalimantan Selatan populasi ikan ini sudah menurun (Anonim, 2010 a ). Berbagai aktivitas manusia yang merusak alam serta metode penangkapan yang tidak ramah lingkungan telah berdampak pada penurunan stok populasi di alam yang dapat mengancam kelestariannya (Mamangkey et al., 2007). Sama halnya pada ikan sepat akan mengalami kepunahan jika dilakukan dengan metode penangkapan yang tidak ramah lingkungan serta berlebihan. Ikan sepat (Trichogaster pectoralis) merupakan ikan yang berasal dari Asia Tenggara yaitu dari lembah sungai Mekong di Laos, Thailand, Kamboja, dan Vietnam. Jenis ikan ini diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1934 untuk dikembangkan pembudidayaannya di kolam-kolam, sawah dan rawa adalah ikan sepat siam. Pada tahun 1937 ikan sepat ini dimasukkan ke danau Tempe di Sulawesi dan berhasil mendominasi 70% hasil tangkapan di danau tersebut selama 2 tahun. Hal ini tentu saja prospektif jika diintroduksi ke seluruh kawasan di 1

Indonesia dengan dukungan penguasaan teknologi serta sistem budidaya yang memadai, sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat serta memenuhi kebutuhan gizi khususnya dikalangan masyarakat pedesaan. (Anonim, 2010 b ). Ikan sepat memiliki keunggulan yaitu mampu beradaptasi dengan lingkungan buruk. Hal ini dimungkinkan karena ikan sepat sendiri memiliki alat pernafasan tambahan berupa labirin (bunga karang). Selain itu ikan ini juga memiliki bulu cambuk yang merupakan modifikasi dari sirip anal dan berfungsi sebagai alat perlindungan diri dan membantu dalam hal pencarian makanan. Berdasarkan keunggulan tersebut, ikan sepat berpotensi sebagai komoditas ikan budidaya di masa yang akan datang, khususnya pemberdayaan pada lahan-lahan kristis. Pada periode 5 tahun terakhir produksi ikan sepat cenderung meningkat dari 6.46 ton (2004) menjadi 8,46 ton (2008). Hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi peningkatan produksi sebesar 7% setiap tahun. Berdasarkan data Survey Sosial Ekonomi (Susenas), konsumsi dan serapan ikan sepat pada tahun 2008 termasuk salah satu ikan asin yang diawetkan dan banyak dikonsumsi masyarakat selain ikan tongkol, cakalang dan kembung. Harga ikan sepat yang diasinkan berkisar Rp. 20.000/kg. Angka konsumsi tertinggi adalah propinsi Kalimantan Tengah dengan tingkat konsumsi 2,07 kg/th per kapita, Kalimantan Selatan 1,82 kg/ th per kapita dan Sumatra Selatan 1,15 kg/th per kapita. Hal ini menunjukkan peluang pasar yang masih tinggi. (Anonim, 2010 b ) Untuk memenuhi permintaan pasar tersebut maka dilakukan suatu kegiatan budidaya yang berkelanjutan, sehingga stok di alam tetap terjaga. Salah satu pendekatan dari sisi genetik adalah melakukan pemuliaan calon induk yang unggul secara genetik melalui seleksi dan pengelolaan reproduksinya. Seleksi dan pengelolaan genetik ini berhubungan erat dengan informasi populasi calon induk, khususnya potensi keragaman genetis. Selain dari sisi genotip variasi genetik juga dapat dilihat berdasarkan karakter morfologisnya, misalnya morfometrik dan meristik. Keragaman genetik merupakan hirarki yang paling rendah dalam tingkatan keragaman hayati yang menggambarkan keragaman di dalam spesies yang merefleksikan keragaman sampai pada level DNA. Keragaman genetik 2

merupakan kunci penting bagi suatu spesies untuk dapat bertahan hidup dan menjamin kestabilan populasi dalam waktu yang lama, yaitu menentukan kemampuan respon suatu populasi terhadap seleksi, baik seleksi alam ataupun buatan. Populasi dengan keragaman genetik yang tinggi memiliki peluang hidup yang lebih tinggi, karena banyak alternatif gen atau kombinasi gen yang tersedia untuk merespon perubahan kondisi lingkungan yang dihadapi. Penurunan keragaman genetik bisa disebabkan oleh beberapa hal seperti isolasi populasi, inbreeding, dan genetic drift (Soewardi, 2007). Salah satu metode karakterisasi genotip adalah analisa molekuler dengan metode Random Amplified Polymhorpic DNA (RAPD) menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Penanda molekuler RAPD yang digunakan merupakan sekuen DNA polimorfik yang dipisahkan oleh gel elektroforesis PCR menggunakan satu primer oligonukleotida pendek secara acak. Metode RAPD memiliki beberapa keunggulan diantaranya mampu mendeteksi sekuen nukleotida hanya dengan satu primer, polimorfisme tinggi, dan dapat digunakan tanpa mengetahui latar belakang genom sebelumnya (Dunham, 2004). Selain itu, keragaman genetik dapat pula diidentifikasi berdasarkan variasi fenotip morfologi diantaranya dengan metode morfometrik. Metode pengukuran morfometrik dilakukan dengan menghubungkan titik-titik pada kerangka tubuh ikan (Blezinsky and Doyle, 1987). Pengukuran karakteristik morfologi dengan morfometrik lebih mudah dilakukan, dan biayanya jauh lebih murah. Karakterisasi morfologi ini sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, terutama habitat perairannya. Informasi keragaman genetik merupakan dasar dalam program pengelolaan populasi dan pemuliaan ikan sepat untuk meningkatkan produktifitas serta kelestariannya. Mempertahankan keragaman genetik penting dalam sebuah populasi dan harus dikelola dan ditingkatkan sehingga menghasilkan stok unggul yang berkualitas secara kontinyu. 3

1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa keragaman genetik populasi ikan sepat (Trichogaster pectoralis) yang berasal dari Sumatra, Jawa dan Kalimantan menggunakan penanda molekuler RAPD dan morfometrik. 4

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Materi Ikan Uji Ikan yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas 3 populasi yang dikoleksi dari Sumatra (Jambi), Jawa Barat (Tasikmalaya) yang berasal dari lingkungan budidaya, dan Kalimantan Selatan yang berasal dari alam, masingmasing sebanyak 10 ekor. 2.2 Ekstraksi DNA Setiap sampel ikan diambil sirip ekor dan ditimbang sebanyak 5-10 mg dibilas 2 kali dengan menggunakan akuades, lalu dikeringkan dengan tissue dan dimasukan ke dalam tabung eppendorf 1,5 ml, kemudian dilisis dengan menambahkan urea sebanyak 500 µl dan protein kinase (K) 10 µl. Setelah itu dikocok menggunakan alat vortex dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam atau sampai sirip hancur. Selanjutnya ditambahkan larutan phenol:chloroform: isoamilalkohol (PCL) dengan perbandingan 25:24:1 sebanyak 1000 µl dan disentrifuse dengan menggunakan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Supernatan lalu dipindahkan ke tabung baru dan ditambahkan etanol 90% sebanyak 1000 µl dan Na asetat sebanyak 10 µl lalu di sentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang dan pellet dikering anginkan sampai etanol menguap. DNA dilarutkan dengan menambahkan rehydration solution sebanyak 100 µl. DNA yang belum akan digunakan dalam jangka waktu lama disimpan pada suhu 2-8 C. 2. 3 Amplifikasi DNA dengan teknik PCR Tiga jenis primer yang digunakan adalah OPA2, OPC2, OPC5 (Tabel 1) Tabel 1. Deskripsi sekuen primer RAPD pada amplifikasi DNA ikan sepat Primer OPA 2 OPC 2 OPC 5 Sekuen Nukleotida (5 3 ) TGCCGAGCTG GTGAGGCGTC GATGACCGCC 5

Amplifikasi DNA dilakukan menggunakan metode PCR. Komposisi bahan yang digunakan adalah 1 unit dry taq produk Promega, 2 µl DNA genom hasil ekstraksi, 2 µl primer, 21 µl air akuades sehingga total sebanyak 2 µl. Selanjutnya disenrtifugasi terlebih dahulu sampai tidak terdapat gelembung. Setelah itu dimasukkan ke dalam mesin PCR dengan 35 siklus. Secara umum proses PCR terdiri dari 3 tahap yaitu denaturasi (penguraian utas ganda DNA), penempelan primer (annealing) dan pemanjangan utas DNA (elongasi). Predenaturasi dilakukan pada suhu 94 C selama 2 menit untuk memastikan kesempurnaan denaturasi, sedangkan denaturasi dilakukan pada suhu 94 C selama 1 menit, annealing pada suhu 36 C selama 1 menit dan elongasi pada suhu 72 C selama 2 menit. Elongasi akhir dilakukan pada suhu 72 C selama 7 menit untuk meyakinkan proses elongasi berjalan sempurna, dan proses penstabilan pada suhu 4ºC selama 3 menit. Proses PCR ini berlangsung selama 30 siklus. 2.4 Elektroforesis Agar yang digunakan adalah gel agarose 2% ditimbang sebanyak 0.8 mg dan ditambahkan TBE buffer sebanyak 40 ml, kemudian dipanaskan dan sekaligus diaduk di atas hot plate pada suhu 150 C sampai larutan tersebut bewarna bening, kemudian ditambahkan ethidium bromide 10 µl. Setelah mendidih, kemudian dituang ke dalam cetakan agar dan dibentuk sumur gel dengan menggunakan sisir gel. Gel dibiarkan membeku dan sisir diambil dengan hati-hati. Gel kemudian ditempatkan pada alat/ tangki elektroforesis dengan posisi lubang berada pada kutub negatif. Untuk mengetahui keberhasilan amplifikasi primer yang dicobakan, campuran 9 µl hasil PCR dengan 2 µl loading die dielektroforesis pada gel agarose 2% (w/v) dalam larutan TBE dan tegangan 100 volt selama 30 menit untuk mengukur laju migrasi DNA. Gel direndam agar pita DNAnya dapat terlihat pada cahaya ultraviolet untuk keperluan dokumentasi menggunakan kamera. Gene Ruler 100bp DNA Loader digunakan sebagai standar untuk menentukan ukuran fragmen hasil amplifikasi. Untuk keperluan dokumentasi gambar difoto dengan menggunakan kamera pollaroid. Gene Ruler 100bp DNA Loader digunakan sebagai standar untuk menentukan ukuran fragmen hasil amplifikasi. 6

2.5 Karakterisasi Morfometrik Ikan sepat diambil secara acak sebanyak 10 ekor per masing- masing populasi dan dipilih berdasarkan kelengkapan anggota tubuhnya. Metode pengukuran morfometrik dengan menghubungkan jarak titik-titik tanda yang dibuat pada kerangka tubuh (Gambar 1). Pemilihan titik tersebut berdasarkan modifikasi teori Blezinsky and Doyle (1987). Pembuatan titik dilakukan dengan cara ikan diletakkan di atas kertas folio yang berlapis plastik kemudian mulai ditusuk tepat disisi titik-titik yang telah ditentukan. Karakterisasi morfometrik dilakukan dengan membagi tubuh ikan menjadi 3 bagian besar yaitu kepala, ekor dan badan. Sepuluh titik tersebut yaitu: mulut, punuk, awal sirip dorsal, akhir sirip dorsal, awal sirip caudal, akhir sirip caudal, awal sirip anal, awal ventral, awal pektoral, bawah mulut. Selanjutnya masing-masing jarak titik di seluruh badan ikan tadi dihubungkan dan diukur dengan penggaris sehingga dari 10 titik diperoleh 21 karakter yang dapat dilihat pada Gambar 1. A1 A2 A3 A6 A4 A5 C3 C2 B1 B4 B3 C1 B7 B6 B2 B5 D4 D3 D1 D5 D2 Gambar 1. Titik-titik morfometrik pada ikan sepat Keterangan gambar: A1 : Jarak antara titik awal mulut dengan punuk A2 : Jarak antara titik awal mulut dengan bawah mulut A3 : Jarak antara punuk dengan bawah mulut A4 : Jarak antara punuk dengan sirip ventral A5 : Jarak antara punuk dengan sirip pektoral A6 : Jarak antara punuk dengan awal sirip anal B1 : Jarak antara punuk dengan awal sirip dorsal B2 : Jarak antara awal sirip dorsal dengan akhir sirip dorsal B3 : Jarak antara awal sirip dorsal dengan sirip pektoral 7

B4 B5 B6 B7 C1 C2 C3 D1 D2 D3 D4 D5 : Jarak antara sirip dorsal dengan awal sirip ventral : Jarak antara akhir sirip dorsal dengan sirip ventral : Jarak antara akhir sirip dorsal dengan sirip pektoral : Jarak antara awal sirip dorsal dengan awal sirip anal : Jarak antara awal sirip anal dengan sirip pektoral : Jarak antara sirip pektoral dengan sirip ventral : Jarak antara sirip ventral dengan bawah mulut : Jarak antara akhir sirip dorsal dengan akhir sirip caudal : Jarak antara awal sirip caudal dengan akhir sirip caudal : Jarak antara akhir sirip caudal dengan awal sirip anal : Jarak antara awal sirip anal dengan awal sirip caudal : Jarak antara akhir sirip dorsal dengan awal sirip caudal 2.6 Analisis Data Keragaman genetik dianalisis menggunakan program TFPGA (Tools for Population Genetic Analysis) (Nei dan Tajima, 1981). Hubungan kekerabatan interpopulasi dianalisis berdasarkan jarak genetik dengan program UPGMA (Unweight Pair Methods Arithmetic) menurut Wright (1978) yang dimodifikasi oleh Rogers (1972) dalam Arifin et al., (2007) dan disajikan dalam bentuk dendrogram. Data seluruh karakter morfometrik dikonversi ke dalam rasio karakter dibagi dengan panjang standar. Data rasio ukuran karakter dianalisis menggunakan program SPSS 16,0. Analisis keragaman morfologis antar lokasi dilakukan secara deskriptif dengan membandingkan koefisien keragaman (CV). Untuk melihat penyebaran karakter dilakukan dengan analisis canonical dan untuk melihat keeratan korelasi dan kemiripan dilakukan analisis sharing component. 8

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berdasarkan pengamatann dan analisa DNA yang menjadi dasar kajian genetik dan fenotip morfometrik, hasil yang diperoleh meliputi profil DNA yang membahas mengenai keragaman dan jarak genetik, serta morfometrik yang memberikan gambaran mengenai kemiripan fenotipik antar populasi. 3.1.1 Profil RAPD Hasil amplifikasi DNA menggunakan primer OPC-02, OPC-05, OPA-02 pada 3 populasi disajikan pada Gambar 2 dan Lampiran 1. 1 2 3 1 2 3 1 2 3 M 1 2 3 1 2 3 1 2 3 M 4 5 6 4 5 6 4 5 6 M 3000 bp 1000 bp 5000 bp Sumatera Jawa Kalimantan Sumatera Jawa Kalimantan Sumatera Jawa Kalimantan Gambar 2. Amplifikasi DNA dengan primer OPC-02, OPC-05, OPA-02 Fragmen dan ukuran DNA yang teramplifika asi bervariasi antara 20-30 pada kisaran 125-2000 bp (Tabel 2). Jumlah fragmen yang paling banyak terdapat pada populasi ikan sepat dari Jawa berkisarr 27-29 padaa ukuran fragmen 175-2000 bp. Sedangkan jumlah dan ukuran fragmen terendah Kalimantan yaitu 20-27 pada 175-2000bp. adalah populasi ikan sepat Tabel 2. Jumlah dan ukuran fragmen DNA 3 populasi ikan sepat Populasi Ikan Sepat Sumatera Jawa Kalimantann Jumlah Fragmen 23-30 27-29 20-27 Kisaran Ukuran 125-2000 bp 175-2000 bp 175-2000 bp 9

3.1.2 Keragaman Genetik Intrapopulasi Derajat polimorfisme merupakan ukuran keragaman genetika intrapopulasi yang didasarkan pada besarnya proporsi lokus polimorf terhadap total lokus yang diidentifikasi. Sedangkan heterosigositas adalah jumlah individu heterozigot pada lokus tertentu di dalam populasi. Persentase polimorfisme dan heterosigositas 3 populasi ikan sepat disajikan pada Tabel 3. Persentase polimorfisme pada populasi sepat Kalimantan dan Sumatra 26.67%, lebih tinggi dibandingkan polimorfisme pada populasi sepat Jawa 13,33%. Demikian juga heterosigositas populasi ikan sepat Kalimantan (0,12) dan Sumatera (0,11), lebih tinggi dibandingkan heterosigositas populasi ikan sepat Jawa (0,06). Tabel 3. Persentase polimorfisme dan heterozigositas 3 populasi ikan sepat Populasi Ikan Sepat Polimorfisme (%) Heterozigositas Sumatera 26.67 0.11 Jawa 13.33 0.06 Kalimantan 26.67 0.12 3.1.3 Uji Perbandingan Fst Uji perbandingan Fst menggambarkan tingkat akurasi perbedaan genetik intrapopulasi (Tabel 4). Tabel 4. Uji perbandingan berpasangan Fst pada 3 lokus Populasi Ikan Sepat Sumatera Jawa Kalimantan Sumatera ***** Jawa 0.998 ***** Kalimantan 0.964 0.464 ***** Keterangan : 0,05 = berbeda nyata > 0,05 = tidak berbeda nyata Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa distribusi genotip ketiga populasi ikan sepat dari Sumatra, Jawa dan Kalimantan tidak berbeda nyata (P>0.05). 3.1.4 Jarak Genetik Berdasarkan analisis keragaman genetik interpopulasi menunjukkan nilai jarak genetik berkisar antara 0,257 hingga 0,343 (Tabel 5) 10

Tabel 5. Jarak genetik 3 populasi ikan sepat Populasi Ikan Sepat Sumatera Jawa Kalimantan Sumatera ***** Jawa 0.257 ***** Kalimantan 0.277 0.343 ***** Hubungan kekerabatan interpopulasi 3 populasi ikan sepat yang digambarkan dalam bentuk dendrogram UPGMA menunjukkan populasi ikan sepat dari populasi Sumatra dan Jawa membentuk satu kelompok terpisah dari sepat Kalimantan (Gambar 3). Jawa Sumatra Kalimantan Gambar 3. Dendrogram 3 populasi ikan sepat (Jawa, Sumatra, Kalimantan) 3.1.5 Karakteristik Morfometrik Pengukuran 21 karakter morfometrik pada ketiga populasi ikan sepat (Lampiran 2), disajikan dalam bentuk rata-rata (Tabel 6) dan koefisien keragaman (Lampiran 3). Koefisien keragaman tertinggi adalah karakter C2 (jarak antara sirip pektoral dengan sirip ventral) dan yang terendah adalah karakter A4 (jarak antara punuk dengan sirip ventral). 11

Tabel 6. Rata-rata 21 karakter morfometrik (cm) ikan sepat Karakter yang diukur Sumatra Jawa Kalimantan A1 2,441±0,211 1,673±0,221 1,765±0,150 A2 2,222±0,404 1,544±0,263 1,456±0,195 A3 3,165±0,697 1,817±0,207 2,000±0,286 A4 3,734±0,194 2,325±0,257 2,556±0,279 A5 7,157±0,337 4,379±0,585 4,588±0,661 A6 4,641±0,337 2,978±0,283 3,167±0,347 B1 4,672±0,231 2,917±0,453 3,077 ±0449 B2 3,463±0,481 1,856±0,291 2,133±0,194 B3 5,783±0,415 3,435±0,525 3,777±0,505 B4 5,583±0,379 3,303±0,557 3,611±0,390 B5 7,481±1,181 4,533±0,592 5,113±0,688 B6 7,584±0,595 4,212±0,534 4,844±0,782 B7 5,636±1,200 3,105±0,485 3,511±0,406 C1 0,90±1,490 0,536±0,082 0,533±0,323 C2 0,634±0,172 0,511±0,128 0,555±0,070 C3 1,635±0,176 1,094±0,087 1,299±0,324 D1 2,762±0,231 1,813±0,280 1,944±0,211 D2 1,879±0,336 1,177±0,211 1,300±0,226 D3 7,847±1,699 4,933±0,899 5,655±0,818 D4 8,988±0,681 5,177±0,776 5,888±0,723 D5 3,626±0,239 2,298±0,341 2,644±0,483 Keterangan A1 : Jarak antara titik awal mulut dengan punuk A2 : Jarak antara titik awal mulut dengan bawah mulut A3 : Jarak antara punuk dengan bawah mulut A4 : Jarak antara punuk dengan sirip ventral A5 : Jarak antara punuk dengan sirip pektoral A6 : Jarak antara punuk dengan awal sirip anal B1 : Jarak antara punuk dengan awal sirip dorsal B2 : Jarak antara awal sirip dorsal dengan akhir sirip dorsal B3 : Jarak antara awal sirip dorsal dengan sirip pektoral B4 : Jarak antara sirip dorsal dengan awal sirip ventral B5 : Jarak antara akhir sirip dorsal dengan sirip ventral B6 : Jarak antara akhir sirip dorsal dengan sirip pektoral B7 : Jarak antara awal sirip dorsal dengan awal sirip anal C1 : Jarak antara awal sirip anal dengan sirip pektoral C2 : Jarak antara sirip pektoral dengan sirip ventral C3 : Jarak antara sirip ventral dengan bawah mulut D1 : Jarak antara akhir sirip dorsal dengan akhir sirip caudal D2 : Jarak antara awal sirip caudal dengan akhir sirip caudal D3 : Jarak antara akhir sirip caudal dengan awal sirip anal D4 : Jarak antara awal sirip anal dengan awal sirip caudal D5 : Jarak antara akhir sirip dorsal dengan awal sirip caudal 12

Uji perbandingan karakter morfometrik (Tabel 7) menunjukkan 3 karakter berbeda. Tabel 7. Uji signifikansi pada 21 karakter morfometrik ikan sepat Jarak genetik Wilks' Lambda F df1 df2 Sig. A1.833 2.703 2 27.085 A2.863 2.149 2 27.136 A3.954.654 2 27.528 A4.993.099 2 27.906 A5.935.941 2 27.403 A6.973.379 2 27.688 B1.974.362 2 27.700 B2.774 3.931 2 27.032* B3.965.482 2 27.622 B4.948.735 2 27.489 B5.986.190 2 27.828 B6.698 5.837 2 27.008* B7.866 2.093 2 27.143 C1.978.302 2 27.742 C2.788 3.627 2 27.040* C3.832 2.718 2 27.084 D1.951.694 2 27.508 D2.988.168 2 27.846 D3.963.524 2 27.598 D4.824 2.882 2 27.073 D5.908 1.362 2 27.273 * Karakter yang berbeda (P 0,05) Karakter yang berbeda nyata adalah B2 (jarak antara awal sirip punggung dengan akhir sirip punggung), B6 (jarak antara akhir sirip punggung dengan sirip pektoral) dan C2 (jarak antara sirip pektoral dengan sirip ventral). Hasil ilustrasi fungsi kanonikal memperlihatkan bahwa karakter morfometrik ketiga populasi ikan sepat terdistribusi pada kuadran yang berbeda (Gambar 4). Populasi sepat Sumatra (kuadran II dan III) terpisah dari populasi Kalimantan (kuadran I) dan Jawa (Kuadran IV). Kemiripan komponen morfometrik antar populasi ikan sepat dapat digambarkan menggunakan sharing component (index kesamaan) pada Tabel 8. 13

I II III IV Gambar 4. Penyebaran karakter morfometrik 3 populasi ikan sepat Berdasarkan Indeks kesamaan morfometrik (Tabel 8) menunjukkan bahwa terdapat sharing component ikan sepat Kalimantan dengan sepat Jawa sebesar 20%. Kemiripan antar ketiga populasi yang diamati digambarkan pada dendrogram (Gambar 5). Tabel 8. Indeks kemiripan (%) morfometrik pada 3 populasi ikan sepat Populasi ikan sepat Sumatera Jawa Kalimantan Total Sumatera 100,0 0,0 0,0 100,0 Jawa 100,0 0,0 0,0 100,0 Kalimanta 0,0 20,0 80,0 100,0 25 20 15 10 5 0 +--------+----------+---------+---------+---------- Jawa Kalimantan Sumatra Gambar 5 Dendrogram kemiripan morfometrik pada 3 populasi ikan sepat 14

Pada dendrogram kemiripan morfometrik interpopulasi (Gambar 5) menunjukkan adanya hubungan yang lebih dekat antara sepat Jawa dan Kalimantan dibanding dengan sepat Sumatra. 3.2 Pembahasan Aspek-aspek genetik dari suatu sistem budidaya merupakan faktor penting untuk menentukan kemampuan potensialnya terkait dengan keragaan produksi. Selain itu faktor lingkungan (habitat) juga berpengaruh terhadap stabilitas struktur genetik yang berkaitan dengan pertukaran dan aliran gen antar populasi pada proses seleksi dan persilangan. Perbedaan variasi genetik ikan di alam maupun di lingkungan budidaya dapat dilihat dari proporsi lokus polimorfik, jumlah alel per lokus (keragaman alelik), heterozigositas dan diperkuat dengan uji perbandingan Fst. (Wigati et al., 2003) Pada penelitian ini jumlah fragmen DNA teramplifikasi pada populasi ikan sepat Jawa (27-30) lebih tinggi daripada kedua populasi lainnya. Ukuran fragmen DNA yang teramplifikasi pada ketiga populasi memiliki kisaran 125-2.000 bp. Perbedaan polimorfisme pita DNA yang dihasilkan setiap primer RAPD menggambarkan keunikan genom yang diamati. Pada ikan dengan tingkat variasi genetik tinggi dibutuhkan 6-7 primer untuk menguji variasi genetiknya, serta 10-15 primer untuk spesies dengan tingkat variasi genetik yang rendah (Liu et al., 1994 dalam Feni, 2008). Pemilihan primer pada RAPD berpengaruh terhadap polimorfisme fragmen yang dihasilkan karena setiap primer memiliki situs penempelan sendiri sehingga fragmen dari DNA yang diamplifikasi oleh primer berbeda menghasilkan polimorfik dengan jumlah fragmen dan berat molekul berbeda (Roslim, 2001). Derajat polimorfisme ditentukan oleh besarnya proporsi lokus polimorf terhadap total lokus yang teridentifikasi. Polimorfik dikatakan ada jika suatu pita muncul pada satu jenis parental tetapi tidak muncul pada parental lain (Soewardi, 2007). Polimorfisme tersebut dapat memberikan gambaran mengenai tingkat keragaman genetik suatu populasi. Derajat polimorfisme pada populasi sepat Kalimantan dan Sumatra yaitu 26,67% lebih tingggi dibandingkan populasi sepat Jawa (13,33%). Hal ini mengindikasikan bahwa populasi Kalimantan dan Sumatra 15

keragaman genetiknya lebih tinggi dibanding Jawa. Tingkat polimorfisme dipengaruhi oleh faktor seleksi alam dan persilangan serta didukung juga oleh adanya migrasi dan tingkat mutasi gen pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan. Tingginya polimorfisme pada populasi Kalimantan dipengaruhi dari kondisi habitat populasi ikan tersebut. Sampel populasi Kalimantan diperoleh dari alam dengan kondisi perairan yang didominasi oleh rawa dan cenderung fluktuatif. Keragaman genetik yang lebih tinggi menunjukkan kemampuan beradaptasi lebih baik dengan perubahan lingkungan yang fluktuatif sehingga bisa bertahan hidup. Spesies yang berada di alam memiliki variasi genetik yang lebih besar dan terbentuk selama proses adaptasi terhadap kondisi alam yang berfluktuasi (Tave, 1999). Sedangkan populasi sepat Jawa dan Sumatra berasal dari hasil budidaya yang dipelihara dalam lingkungan yang stabil dan terkontrol sehingga variasi alel yang dimiliki lebih kecil (sedikit) karena seleksi oleh lingkungan relatif rendah. Selain itu pada ikan-ikan hasil budidaya potensi terjadinya inbreeding lebih besar karena ikan hanya akan melakukan perkawinan dengan ikan sejenisnya yang terbatas dalam wadah budidaya tersebut sehingga dalam waktu tertentu populasi akan semakin seragam. Selain itu pada ikan budidaya pengelolaan sistem rekrutmen calon induk yang tidak terarah serta tidak mengetahui sejarah calon induk tersebut dapat menyebabkan terjadinya seleksi tanpa sengaja sehingga berpengaruh pada penurunan keragaman genetik ikan tersebut (Mulyasari, 2007). Heterosigositas merupakan ukuran keragaman genetik berdasarkan proporsi jumlah individu heterozigot populasi (Soewardi, 2007). Rata-rata heterosigositas terendah terdapat pada populasi sepat Jawa (0,06), sedangkan yang tertinggi adalah pada populasi sepat Kalimantan (0,12). Heterosigositas ikan sepat tergolong rendah dibandingkan ikan air tawar lainya seperti ikan nila (0,6) dan ikan baung (0,7) (Nugroho et al., 2005). Hal ini menunjukkan bahwa populasi sepat memiliki laju pertukaran genetik yang sempit karena keterbatasan populasi sumber genetik pada proses reproduksinya. Selain itu variasi genetik pada ikan sepat diduga terkait dengan tingkah laku ikan sebagai spesies yang menjaga 16

anaknya (parental care), sehingga cenderung membatasi penyebaran populasi. Kepadatan populasi pada suatu daerah juga mempengaruhi nilai keragaman genetik. Jumlah populasi ikan sepat di Kalimantan lebih besar dibandingkan dengan di Jawa karena hasil tangkapan ikan sepat didominasi dari Kalimantan sehingga nilai heterosigositas juga lebih tinggi Selain itu menurut Sugama et al. (1996) pada lingkungan yang stabil akan lebih sedikit ditemukan variasi alel dari pada lingkungan dinamis, laju seleksi dan mutasi juga rendah. Rendahnya peluang terjadinya perkawinan acak diduga juga karena terbatasnya jumlah individu sehingga terjadi pembatasan pertukaran gen dan terkait dengan perkawinan sekerabat yang semakin meningkat dan menyebabkan genetic drift (penghanyutan gen) dan memicu kemunculan homozigot semakin tinggi. Jika suatu populasi nilai homosigotnya tinggi maka kemungkinan akan rentan terhadap perubahan lingkungan dan serangan penyakit, daya tahan hidup rendah, pertumbuhan lambat, abnormalitas dan lebih fatal lagi kematian massal. Sebaliknya suatu populasi dengan nilai heterosigositas tinggi, maka variasi genetiknya juga tinggi. Populasi dengan variasi genetik tinggi memiliki peluang hidup yang lebih baik untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. (Haryanti et al., 2005). Secara statistik, uji perbandingan Fst menunjukkan tidak terdapat perbedaan genetik secara nyata antara ketiga populasi ikan sepat. Hal ini mengindikasikan bahwa ikan sepat yang berasal dari Sumatra, Jawa dan Kalimantan tersebut memiliki banyak unsur kesamaan materi genetik (P>0,05). Jarak genetik antar populasi yang terdekat adalah populasi ikan sepat Jawa dengan Sumatra (0,257), sedangkan yang terjauh adalah populasi sepat Jawa dan Kalimantan (0,343). Menurut Nugroho et al., (2006) jarak genetik menunjukkan nilai kekerabatan. Semakin kecil jarak genetik maka akan semakin banyak kemiripan populasi tersebut. Spesies yang dikoleksi pada daerah berdekatan akan mempunyai nilai kekerabatan yang lebih dekat dibandingkan spesies yang dikoleksi pada daerah yang berjauhan (Nugroho et al., 2006). Perbedaan letak geografis antara Kalimantan dan Jawa diduga berkontribusi terhadap nilai jarak genetik. Selain itu, jarak genetik dipengaruhi juga oleh kondisi perairan yang berbeda serta pola migrasi yang terbatas. Jarak antara Sumatra dan Jawa lebih 17

dekat dibandingkan dengan Jawa dan Kalimantan sehingga kemungkinan ikan sepat bermigrasi dari Jawa ke Sumatra atau sebaliknya. Berdasarkan dendrogram UPGMA menunjukkan bahwa antara populasi sepat Sumatra dan Jawa memiliki kekerabatan yang lebih dekat dibandingkan dengan populasi yang berasal dari Kalimantan (Gambar 3). Introduksi populasi bisa berlangsung melalui perdagangan sehingga mendukung aliran materi genetik (genetic introgression) (Haryanti et al., 2005), yang mengarah pada perkembangbiakan populasi secara lokal serta meningkatkan kemiripan populasi pada kedua lokasi Sumatra dan Jawa. Pada populasi Kalimantan memiliki kondisi perairan yang berbeda serta terpisahkan secara geografis, atau pola migrasinya terbatas sehingga menyebabkan pertukaran gen juga semakin sempit, namun memiliki indeks kemiripan dengan populasi Jawa sebesar 20% (Gambar 4). Dalam hal ini peningkatan laju aliran gen antara populasi pada lokasi yang terpisah dapat meningkatkan kemiripan kedua populasi. Berbagai aktivitas manusia yang sering mencemari lingkungan, merusak habitat organisme perairan dengan melakukan penangkapan berlebih serta dengan cara yang tidak ramah lingkungan, misalnya penggunaan bom dan bahan kimia dapat mengancam kepunahan suatu spesies. Penurunan jumlah stok populasi ikan sepat di alam dan rendahnya produktivitas diduga terkait dengan keseragaman, peningkatan inbreeding individu dan sebagai dampak dari keterbatasan jumlah individu di alam (Mamangkey et al.,, 2007). Koefisien keragaman karakter morfometrik yang tertinggi adalah C2 (jarak antara sirip pektoral dengan sirip ventral), sedangkan koefisen keragaman terendah adalah karakter A4 (jarak antara punuk dengan sirip ventral) (Lampiran 3). Berdasarkan uji signifikansi morfometrik menunjukkan 18 karakter tidak berbeda dan hanya 3 karakter yang berbeda nyata (P<0,05) yaitu karakter B2 (jarak antara awal sirip punggung dengan akhir sirip punggung), B6 (jarak antara akhir sirip punggung dengan sirip pektoral) dan C2 (Jarak antara sirip pektoral dengan sirip ventral). Hal ini menunjukkan bahwa secara genetik ketiga populasi memiliki kemiripan materi genetik namun secara morfometrik menunjukkan perbedaan. Karakter yang berbeda secara nyata dapat digunakan sebagai penciri ikan tersebut (Kusmini et al., 2010). Perbedaan tiga karakter tersebut diduga 18

dipengaruhi oleh perbedaan faktor lingkungan kondisi perairan yang secara geografis berbeda antara Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Ikan yang berasal dari alam cenderung memiliki lingkungan yang berfluktuatif dan tidak terkontrol. Menurut Ariyanto (2003) ekspresi fenotipik ikan dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu genetik dan lingkungan serta interaksi keduanya. Variasi umur dan ukuran sampel ikan diduga berpengaruh terhadap hasil analisis karakteristik morfometrik pada fungsi 1 (Gambar 4) dan (Lampiran 2). Pada gambar 4 tersebut terlihat bahwa populasi Kalimantan dan Jawa saling mendekati, sedangkan populasi Sumatra terpisah dari kedua populasi lainya. Ikan sepat yang berasal dari Sumatra diduga berukuran induk dan siap konsumsi, sedangkan sampel ikan yang berasal dari Jawa dan Kalimantan berukuran benih. Indeks kemiripan populasi ikan sepat Sumatra dan Jawa adalah 100%, sedangkan populasi Kalimantan dan Jawa adalah 20%. Perbedaan ukuran tubuh berkembang sesuai dengan kondisi lingkungan (lokal) tempat hidupnya. Hal ini diduga karena variasi fenotip yang diamati secara kuantitatif adalah gabungan dari variasi genetik, variasi lingkungan, dan variasi interaksi genetik dengan lingkungan (Tave, 1999). Perbedaan karakter morfometrik menunjukkan adanya faktor lingkungan yang membentuk morfologi yang berbeda walaupun secara genetik tidak berbeda nyata antar populasi. Potensi genetik tidak dapat terealisasi dengan baik tanpa dukungan lingkungan (Dunham, 2004). Semua fenotip dikontrol oleh lingkungan (nutrisi, kualitas fisik/biologi/kimia, dan penyakit) tetapi lingkungan memiliki peranan penting dalam memunculkan fenotipe kuantitatif (Tave, 1999). Pengaruh lingkungan terhadap setiap individu berbeda. Potensi genetik yang baik tidak akan bisa mendapatkan hasil yang optimal jika tidak didukung oleh lingkungan yang sesuai. Pada kondisi yang optimal kemampuan metabolisme tubuh akan berjalan secara optimum sehingga pertumbuhan dan respon stres akan berjalan baik. Namun, jika kondisi yang tidak optimal akan terjadi sebaliknya (Mahardika, 2010). Demikian halnya dengan populasi Kalimantan dan Jawa perbedaan diduga karena letak geografis yang terpisah antara keduanya dan memiliki jarak yang jauh serta kondisi alam yang berbeda terkait dengan ketersediaan makanan, 19

predasi, dan faktor stress lainya yang dapat mempengaruhi morfologi sebagai bentuk adaptasi ikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kusrini et al. (2010) dimana setiap daerah menunjukkan perbedaan laju variabel tumbuh yang di pengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Informasi keragaman genetik dan morfometrik dari hasil penelitian ini merupakan data awal dalam seleksi individu untuk dikembangkan sebagai calon induk melalui kegiatan budidaya yang selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas, menjamin ketersediaan populasi di alam dan juga peningkatan kualitas populasi melalui program seleksi dan persilangan. Dalam hal ini populasi ikan sepat dari Kalimantan menunjukkan kualitas yang lebih baik dibandingkan populasi Jawa dan Sumatra berdasarkan tingkat keragaman genetiknya, sehingga bisa digunakan dalam persilangan untuk meningkatkan kualitas populasi ikan sepat. 20

IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Keragaman genetik berdasarkan analisa RAPD pada populasi ikan sepat Jawa, Sumatra dan Kalimantan tidak berbeda nyata. Pada populasi Jawa menunjukkan polimorfisme dan heterosigositas terendah dibandingkan sepat Sumatra dan sepat Kalimantan. Terdapat 3 karakter morfometrik yang berbeda nyata antara ketiga populasi yaitu B2 (jarak antara awal sirip punggung dengan akhir sirip punggung), B6 (jarak antara akhir sirip punggung dengan sirip pektoral) dan C2 (jarak antara sirip pektoral dengan sirip ventral). 4.2 Saran Penggunaan primer lebih banyak dapat mendiskripsikan status genetik yang lebih komprehensif. Analisis morfometrik disarankan menggunakan contoh ikan uji yang lebih banyak dengan ukuran dan umur yang seragam. 21

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010 a. Ikan Sepat. http://micahelridianto.blogspot.com)/. [ 23 Agustus 2011] Anonim. 2010 b.warta Pasar Ikan Edisi Oktober 2010. Jakarta. Direktorat Pemasaran Dalam Negeri dan Pengolahan Hasil Perikanan, Kementrian Perikanan dan Kelautan. Arifin OZ, Nugroho E, Gustiano R. 2007. Keragaman Genetik Populasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Dalam Program Seleksi Berdasarkan RAPD. Berita Biologi. 8(6): 465-471. Ariyanto D. 2003. Analisis Keragaman Genetik Tiga Strain Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dan Satu Strain Ikan Mujair Berdasarkan Karakter Morfologinya. Jurnal Riset Akuakultur 14 (1): 45-53 Blezinsky VJ, Doyle RW. 1987. A Morphometrics Criterion For Sex Discrimination in Tilapia. In.R.S.V. Pullin, T. Bhukaswan, K. Tonguthai and J. L. Maclan (Eds). The Second International Symposium on Tilapia in Aquaculture. ICLARM Conference Proceeding, Departemen of Fisheries, Bangkok, Thailand and ICKARM, Manila, Philiphines. 15: 439-444 Dunham RA. 2004. Aquaculture and Fisheries Biotechnology: Genetic Approach. CABI Publishing Cambridge, USA. P. 85-99. Haryanti SB, Permana GN, Susanto B. 2005. Karakteristik Genetik Induk Rajungan, Portunus pelagicus dari Beberapa Perairan Melalui Analisis RFLP MT- DNA. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 11(5): 57-62 Feni I. 2008. Pemanfaatan RAPD (Random Amplified Polymorphism DNA) Sebagai Penanda Genetik pada Udang Api. Jurnal Penelitian Perikanan 11 (2): 145-149 Kusmini II, Gustiano R, Mulyasari. 2010. Karakterisasi Truss Morfometrik Ikan Tengadak (Barbonymus schwanenfeldii) Asal Kalimantan Barat Dengan Ikan Tengadak Albino dan Ikan Tawes Asal Jawa Barat. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Kusrini E, Emmawati L, Hadie W. 2010. Variasi Fenotip udang Galah (Macrobrachium rosenbergii) dari Perairan Pelabuhan Ratu, Karawang dan Bone. Depok. Jurnal Penelitian Perikanan 11 (2): 112-116 Mamangkey JJ, Emmawati L, Hadie W. 2007. Keragaman Genetik Ikan Endemik Butini Berdasarkan Penanda RAPD Di Danau Towuti Sulawesi Selatan. Media Akuakultur 2 (l): 57-123 22

Mulyasari. 2007. Karakteristik Fenotipe Morfometrik dan Keragaman Genotipe RAPD Ikan Nilem ( Osteochilus hasellti) di Jawa Barat. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Nei M, Tajima F. 1981. DNA Polymorphism Detectable by Resctriction Endonuclease. Genetics 97, 146-163. Nugroho E, Hadie W, Subagja J, Kurniasih T. 2005. Keragaman Genetik dan Morfometrik pada Ikan Baung (Mystus nemurus) dari Jambi, Wonogiri dan Jatiluhur. Jurnal Penelitian Perikanan Indoneisa 11 (7): 1-6 Nugroho E, Subagja J, Asih S, Kurniasih T. 2006. Evaluasi Keragaman Genetik Ikan Kancra dengan Menggunakan Marker Mt. DNA D- Loop Dan RAPD. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 7 (1):211-217 Roslim DI. 2001. Kemiripan Genetik Tiga Populasi Kelapa Dalam Dari Tiga Pulau dengan Penanda RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Sugama K, Haryanti, Tsumura S, Tamaguchi N. 1996. Genetic Variation and Population Structure of Peneaus monodon in Indonesia. SEAFDEC. Simp. 16 pp. Soewardi K. 2007. Pengelolaan Keragaman Genetik Sumber Daya Perikanan dan Kelautan. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor 153 hlm. Tave D. 1999. Inbreeding and Brood Stock Management. FAO Fish Tevhnical Paper. No. 392. Rome, FAO. 1999. 122p. Wigati E, Permana GN, Susanto G. 2003. Variasi Genetik Angoli Berdasarkan Pola Pita Allozim. Jurnal Ilmiah Nasional. 8 (6): 465-471 23

LAMPIRAN Lampiran 1a. Data fragmen DNA ikan Sepat Sumatra Ukuran SS 1 SS 2 SS 3 SS 4 SS 5 SS 6 SS 7 SS 8 SS 9 SS 10 2000 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1750 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1500 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1350 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1200 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1100 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1000 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 900 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 850 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 800 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 750 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 700 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 650 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 600 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 550 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 500 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 450 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 440 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 400 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 390 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 375 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 350 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 340 2 2 1 2 2 1 1 1 1 1 325 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 300 1 1 1 2 2 2 1 2 2 1 275 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 250 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 200 1 2 1 2 2 2 1 2 2 1 175 1 2 1 2 2 2 1 2 2 1 125 1 1 1 2 2 2 1 1 1 2 22

Lampiran 1b. Data fragmen DNA Ikan sepat Jawa Ukuran SJ 1 SJ 2 SJ 3 SJ 4 SJ 5 SJ 6 SJ 7 SJ 8 SJ 9 SJ 10 2000 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1750 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1500 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1350 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1200 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1100 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1000 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 900 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 850 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 800 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 750 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 700 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 650 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 600 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 550 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 500 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 450 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 440 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 400 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 390 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 375 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 350 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 340 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 325 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 300 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 275 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 250 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 200 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 175 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 125 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 Jumlah 29 29 29 28 26 27 27 27 27 28 23

Lampiran 1c. Data fragmen DNA ikan sepat Kalimantan Ukuran SK 1 SK 2 SK 3 SK 4 SK 5 SK 6 SK 7 SK 8 SK 9 SK 10 2000 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1750 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1500 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1350 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1200 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1100 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1000 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 900 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 850 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 800 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 750 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 700 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 650 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 600 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 550 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 500 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 450 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 440 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 400 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 390 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 375 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 350 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 340 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 325 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 300 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 275 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 250 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 200 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 175 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 125 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 Jumlah 23 23 23 20 20 21 27 27 26 27 24