BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II DASAR TEORI Kajian Pustaka a. Penerapan Algoritma Flood Fill untuk Menyelesaikan Maze pada Line Follower Robot [1]

Skripsi. Untuk melengkapi salah satu syarat memperoleh. Gelar Sarjana Teknik. Program Studi Teknik Elektro. Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

PENCARIAN SHORTEST PATH DINAMIK DENGAN ALGORITMA BELLMAN-BASED FLOOD-FILL DAN IMPLEMENTASINYA PADA ROBOT MICROMOUSE

PENCARIAN JALUR TERPENDEK UNTUK ROBOT MICROMOUSE DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA BACKTRACKING

BAB I PENDAHULUAN. Micromouse robot. Micromouse robot merupakan salah satu mobile robot yang

BAB 3 PENANGANAN JARINGAN KOMUNIKASI MULTIHOP TERKONFIGURASI SENDIRI UNTUK PAIRFORM-COMMUNICATION

BAB III PERANCANGAN KECERDASAN-BUATAN ROBOT PENCARI JALUR

JOB TEST : LABIRIN OBSTACLE

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

Gambar 4.1 Cara Kerja Mode Acak Pada Ruang Tak Berpenghalang

PERANCANGAN ROBOT OKTAPOD DENGAN DUA DERAJAT KEBEBASAN ASIMETRI

PRESENTASI TUGAS AKHIR. Oleh : M. NUR SHOBAKH

BAB III PERANCANGAN SISTEM

Analisa dan Perbaikan Algoritma Line Maze Solving Untuk Jalur Loop, Lancip, dan Lengkung pada Robot Line Follower (LFR)

Gambar 1.6. Diagram Blok Sistem Pengaturan Digital

PERBANDINGAN ALGORITMA FLOODFILL DAN DJIKSTRA S PADA MAZE MAPPING UNTUK ROBOT LINE FOLLOWER

Penerapan Graf pada Robot Micromouse

Perbandingan Algoritma Depth-First Search dan Algoritma Hunt-and-Kill dalam Pembuatan Labirin

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Pada Bab IV ini menjelaskan tentang spesifikasi sistem, rancang bangun

BAB 5 PEMBAHASAN. 39 Universitas Indonesia

BAB IV DATA, HASIL, DAN PEMBAHASAN

Vol.15 No.2. Agustus 2013 Jurnal Momentum ISSN : X RANCANG BANGUN ROBOT SOLVING MAZE DENGAN ALGORITMA DEPTH FIRST SEARCH

BAB III PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB III PERANCANGAN. Gambar 3.1 Blok Diagram Sistem

BAB III PERANCANGAN. 3.1 Perancangan mekanik

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. perangkat keras dan perangkat lunak dari Micromouse Robot dan aplikasi pada PC

BAB III PERANCANGAN Sistem Kontrol Robot. Gambar 3.1. Blok Diagram Sistem

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

Perancangan Simulasi Jalur Pada Robot Line Follower Menggunakan Algoritma Flood Fill

Jurnal Coding Sistem Komputer Untan Volume 03, No 2 (2015), hal ISSN X IMPLEMENTASI ALGORITMA MAZE SOLVING PADA ROBOT LINE FOLLOWER

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

Penyelesaian Jalur Terpendek dengan menggunakan Algoritma Flood Fill pada Line Maze

Pencarian Rute Line Follower Mobile Robot Pada Maze Dengan Metode Q Learning

BAB V ANALISIS DAN UJI COBA. Pada bab ini akan dibahas mengenai pengujian dan analisa pada hardware

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISA DAN PENGUJIAN ALAT

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB III PERANCANGAN SISTEM

Penerapan Algoritma Pledge Untuk Menyelesaikan Maze Pada Line Follower

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN ROBOT

ALGORITMA FLOODFILL UNTUK MENENTUKAN TITIK KOORDINAT MAZE MAPPING PADA ROBOT LINEFOLLOWER

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB I PENDAHULUAN. berbagai proses pengendalian. Keterbatasan keterbatasan tersebut lambat laun

BAB III PERANCANGAN ALAT

Pokok Bahasan PENDAHULUAN PERANCANGAN SISTEM HASIL PENGUJIAN PENUTUP

Penyelesaian Jalur Terpendek dengan menggunakan Algoritma Flood Fill pada Line Maze

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS

CLEAN ROAD TO SCHOOL

1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB IV PENGUJIAN HASIL DAN ANALISA

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. (secara hardware).hasil implementasi akan dievaluasi untuk mengetahui apakah

Perancangan Model Alat Pemotong Rumput Otomatis Berbasis Mikrokontroler AT89C51

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perakitan kamera gyroscope, diawali dengan pembentukan rangka dengan

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. menggunakan serial port (baudrate 4800bps, COM1). Menggunakan Sistem Operasi Windows XP.

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Atmel (

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap perangkat keras serta perangkat lunak dari system secara keseluruhan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. menjalankan aplikasi ini adalah : Prosesor Pentium IV 2.6 Ghz. Graphic Card dengan memori minimum 64 MB

Kontrol Otomatis pada Robot Pengantar Barang

Implementasi Algoritma DFS pada Pewarnaan Gambar Sederhana Menggunakan Bucket tool

SEMANGAT MUDA ROBOT INDONESIA

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PERANCANGAN DAN ANALISIS PERBANDINGAN POSISI SENSOR GARIS PADA ROBOT MANAGEMENT SAMPAH

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS. 23,2 cm merupakan jarak untuk 1 sinyal pulsa yang dihasilkan oleh sensor Vehicles Speed. Dimana angka ini didapat dari:

BAB 4 ANALISA SISTEM

Grafik hubungan antara Jarak (cm) terhadap Data pengukuran (cm) y = 0.950x Data pengukuran (cm) Gambar 9 Grafik fungsi persamaan gradien

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB IV UJI COBA DAN ANALISIS SISTEM

PERANCANGAN LINE MAZE SOLVING ROBOT DENGAN ALGORITMA SHORT PATH FINDER TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA ALAT

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA ALAT. Setelah proses perancangan selesai, maka dalam bab ini akan diungkapkan

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

OPTIMASI PERENCANAAN JALUR PADA MOBILE ROBOT BERBASIS ALGORITMA GENETIKA MENGGUNAKAN POLA DISTRIBUSI NORMAL

ROBOT MOBIL PENCARI RUTE TERPENDEK MENGGUNAKAN METODE STEEPEST ASCENT HILL CLIMBING

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan manusia. Hal ini dapat dilihat dari pembuatan robot-robot cerdas dan otomatis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Nama : Timbangan Bayi. 2. Jenis : Timbangan Bayi Digital. 4. Display : LCD Character 16x2. 5. Dimensi : 30cmx20cmx7cm

APLIKASI METODE HILL CLIMBING PADA STANDALONE ROBOT MOBIL UNTUK MENCARI RUTE TERPENDEK

Panduan Membaca Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Spesifikasi minimum dari perangkat keras yang diperlukan agar dapat. Graphic Card dengan memory minimum 64 mb

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Pemetaan dan Lokalisasi Secara Simultan Robot isro menggunakan Multi-sensor

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

Bab III Perangkat Pengujian

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Peta merupakan gambaran dari permukaan bumi yang diproyeksikan

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS

Penggunaan Sensor Kesetimbangan Accelerometer dan Sensor Halangan Ultrasonic pada Aplikasi Robot Berkaki Dua

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. pada PC yang dihubungkan dengan access point Robotino. Hal tersebut untuk

Transkripsi:

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Pada bab ini akan dibahas mengenai pengujian alat serta analisis dari hasil pengujian. Tujuan dilakukan pengujian adalah untuk mengetahui seberapa besar tingkat keberhasilan dari sistem yang telah dirancang serta untuk mengetahui kinerja dari masing masing algoritma yang diterapkan melalui sistem. 4.1. Pengujian Sensor Dinding (Photodiode dan LED) Pengujian sensor dinding dilakukan dengan cara memberikan sebuah objek / halangan berwarna dasar putih pada sensor dinding. Dengan memvariasikan jarak antara sensor dinding dengan objek, maka akan didapatkan grafik perubahan nilai ADC keluaran sensor dinding terhadap jarak objek. 1200 1000 Grafik Perubahan Nilai Keluaran Sensor Dinding Nilai ADC Sensor 800 600 400 200 0 0 10 20 30 40 50 60 Jarak Objek (cm) Gambar 4.1. Grafik Perubahan Nilai Keluaran Sensor Dinding Pada Gambar 4.1 menunjukan sebuah grafik perubahan antara nilai keluaran sensor dinding terhadap jarak objek. Terlihat bahwa nilai keluaran ADC dari sensor dinding pada jarak antara 0 6 cm dari objek mengalami perubahan nilai yang kecil dari 1001 menjadi 978. Sedangkan pada jarak 6 20 cm dari objek, nilai keluaran ADC dari sensor dinding mengalami perubahan nilai yang besar dari 978 sampai 145. Dengan demikian sensor bekerja dengan sangat efektif pada 40

jarak 6 20 cm dari objek karena perubahan nilai ADC-nya besar sehingga perhitungan nilai error pada motor dapat lebih mudah untuk ditentukan. Pada penerapannya, robot hanya memiliki sedikit ruang terbuka di dalam tiap tiap sel pada peta labirin. Jarak antara sensor dinding dengan dinding labirin sangatlah dekat yaitu berada pada jarak antara 0 4 cm. Berdasarkan garfik di atas, sensor dinding pada robot akan memiliki perubahan nilai ADC yang kecil sehingga koreksi nilai error pada motor menjadi tidak sensitif dan menyebabkan rentang gerak robot ke samping menjadi bertambah besar sejauh 2 cm dari garis perpotongan titik tengah pada tiap tiap sel di dalam peta labirin. 4.2. Pengujian Kompas Digital HMC5983L Pengujian HMC5983L dilakukan dengan cara diputar sejauh 360 secara perlahan pada bidang datar. Dengan demikian akan didapatkan nilai digital dari masing masing sumbu X dan Y pada tiap satuan derajat yang diukur. Tiap titik koordinat yang dihasilkan dari sumbu X dan Y akan dipetakan dan ditarik garis antar titik sehingga membentuk garis melingkar. Selain itu, kompas digital akan diukur berdasarkan busur derajat untuk setiap perubahan 10 sehingga dapat diketahui apakah kompas digital yang dipakai memiliki keakuratan yang tepat. Grafik Hasil Keluaran Sensor Magnet HMC5983L 120 100 80 60 40 20 0-150 -100-50 -20 0 50 100 150-40 -60-80 -100 Sumbu Y Gambar 4.2. Grafik Hasil Keluaran Sensor Magnet HMC5983L Sumbu X 41

Pada gambar 4.2 menunjukkan gambar sebuah grafik hasil keluaran sensor magnet HMC5983L. Pada grafik di atas, nilai dari masing masing sumbu X dan Y yang dihasilkan oleh sensor magnet mengalami perubahan skala yang berbeda berbeda pada tiap satuan derajat yang diukur. Perubahan skala yang berbeda beda tersebut bisa disebabkan oleh noise pada sensor magnet HMC5983L dimana dipengaruhi oleh medan magnet yang ada disekitar sensor. Oleh karena itu, penempatan sensor magnet HMC5983L harus benar benar jauh dari gangguan medan magnet dan area uji coba robot harus benar benar bebas dari gangguan medan magnet. Busur Derajat Tabel 4.1. Hasil Pengujian Arah pada Kompas Digital Kompas Digital Selisih Selisih dua sudut yang Busur Derajat Kompas Digital Selisih Selisih dua sudut yang berbeda 10⁰ berbeda 10⁰ 0⁰ 0⁰ 0⁰ 0⁰ 190⁰ 179,4⁰ 10,6⁰ 0,2⁰ 10⁰ 9,5⁰ 0,5⁰ 0,5⁰ 200⁰ 189,1⁰ 10,9⁰ 0,3⁰ 20⁰ 17,6⁰ 2,4⁰ 1,9⁰ 210⁰ 199,1⁰ 10,9⁰ 0,0⁰ 30⁰ 25,1⁰ 4,9⁰ 2,5⁰ 220⁰ 208,2⁰ 11,8⁰ 0,9⁰ 40⁰ 33,6⁰ 6,4⁰ 1,5⁰ 230⁰ 216,3⁰ 13,7⁰ 1,9⁰ 50⁰ 40,7⁰ 9,3⁰ 2,9⁰ 240⁰ 227,5⁰ 12,5⁰ -1,2⁰ 60⁰ 49,0⁰ 11,0⁰ 1,7⁰ 250⁰ 238,7⁰ 11,3⁰ -1,2⁰ 70⁰ 57,5⁰ 12,5⁰ 1,5⁰ 260⁰ 248,3⁰ 11,7⁰ 0,4⁰ 80⁰ 67,3⁰ 12,7⁰ 0,2⁰ 270⁰ 259,6⁰ 10,4⁰ -1,3⁰ 90⁰ 75,3⁰ 14,7⁰ 2,0⁰ 280⁰ 271,2⁰ 8,8⁰ -1,6⁰ 100⁰ 85,9⁰ 14,1⁰ -0,6⁰ 290⁰ 283,9⁰ 6,1⁰ -2,7⁰ 110⁰ 96,0⁰ 14,0⁰ -0,1⁰ 300⁰ 297,1⁰ 2,9⁰ -3,2⁰ 120⁰ 105,1⁰ 14,9⁰ 0,9⁰ 310⁰ 307,6⁰ 2,4⁰ -0,5⁰ 130⁰ 118,7⁰ 11,3⁰ -3,6⁰ 320⁰ 320,2⁰ -0,2⁰ -2,6⁰ 140⁰ 127,6⁰ 12,4⁰ 1,1⁰ 330⁰ 331,3⁰ -1,3⁰ -1,1⁰ 150⁰ 139,0⁰ 11,0⁰ -1,4⁰ 340⁰ 340,8⁰ -0,8⁰ 0,5⁰ 160⁰ 150,6⁰ 9,4⁰ -1,6⁰ 350⁰ 351,5⁰ -1,5⁰ -0,7⁰ 170⁰ 158,9⁰ 11,1⁰ 1,7⁰ 360⁰ 360⁰ 0⁰ 1,5⁰ Selisih sudut Selisih dua sudut yang berbeda 10⁰ Nilai Maksimal -1,5⁰ / +14,9⁰ -3,6⁰ / +2,9⁰ Rata - rata 8,4⁰ 0,0⁰ Pada Tabel 4.1 menunjukkan hasil pengujian arah pada kompas digital berdasarkan referensi dari busur derajat. Menurut hasil pengujian di atas, kompas digital HMC5983L yang digunakan memiliki nilai ralat maksimal dari sudut sebenarnya sebesar -1,5⁰ / +14,9⁰ dengan error maksimal antara dua buah sudut 42

yang berbeda 10 sebesar -3,6⁰ / +2,9⁰. Melihat nilai ralat maksimal dan error maksimal yang begitu besar, kompas digital ini sebenarnya tidak cocok digunakan sebagai penentu arah pada robot micromouse karena sewaktu waktu dapat mengacaukan sistem navigasi pada robot. 4.3. Pengujian Rotary Encoder Pengujian rotary encoder dilakukan dengan cara menggerakkan robot secara lurus pada suatu permukaan datar sehingga roda piringan dapat berputar. Untuk mengetahui seberapa besar keakuratan rotary encoder dalam menentukan suatu jarak tempuh tertentu, maka akan dilakukan 20 kali pengujian dengan menetapkan jarak yang akan tempuh sejauh 18 cm. Dengan demikian akan didapatkan seberapa besar ralat yang dimiliki oleh rotary encoder tersebut. Ralat tersebut ditentukan dari hasil selisih antara jumlah penghitungan seharusnya dengan jumlah penghitungan yang dihasilkan oleh rotary encoder. Berdasarkan spesifikasi dari rotary encoder yang dipakai, tiap 1 hitungan memiliki nilai jarak tempuh sebesar 0,082 cm. Dengan demikian jarak tempuh sejauh 18 cm akan memiliki jumlah penghitungan tepatnya 219 hitungan. Hasil pengujian jumlah penghitungan pada rotary encoder dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Hasil Pengujian Jumlah Penghitungan pada Rotary Encoder Pengujian Ke- Jumlah Penghitungan Selisih Ralat (%) Pengujian Ke- Jumlah Penghitungan Selisih Ralat (%) 1 215 4 1,8 11 217 2 0,9 2 214 5 2,3 12 219 0 0 3 217 2 0,9 13 222-3 1,4 4 221-2 0,9 14 215 4 1,8 5 220-1 0,5 15 218 1 0,5 6 224-5 2,3 16 214 5 2,3 7 218 1 0,5 17 221-2 0,9 8 217 2 0,9 18 223-4 1,8 9 220-1 0,5 19 219 0 0 10 219 0 0 20 220-1 0,5 Selisih Maksimal Ralat rata - rata -5 / +5 ± 1,04 Berdasarkan dari hasil pengujian yang didapat, rotary encoder yang dipakai memiliki nilai ralat dari penghitungan sebenarnya sebesar ± 5 hitungan dengan 43

rata rata sebesar ± 1,04 %. Hal tersebut membuktikan bahwa rotary encoder yang digunakan masih kurang akurat sehingga dapat menyebabkan kesalahan dalam menentukan jarak yang akan ditempuh oleh robot. Ketidak-akuratan tersebut terjadi karena roda piringan pada rotary encoder terkadang sedikit mengalami selip saat berputar sehingga jumlah hitungan yang terbaca menjadi tidak tepat. Dengan jumlah penghitungan yang tidak tepat, robot dapat sewaktu waktu melakukan kesalahan dalam memperhitungkan jarak antar sel di dalam peta labirin. 4.4. Pengujian Algoritma Pencarian Jalur Terpendek Pengujian algoritma pencarian jalur terpendek akan dilakukan secara bertahap dimana algoritma yang akan diuji pertama kali adalah algoritma floodfill dan kemudian selanjutnya adalah algoritma backtracking. Pengujian dilakukan dengan menghitung total sel yang dilewati oleh robot hingga mencapai tujuan akhir serta menghitung total waktu penyelesaiannya di dalam peta labirin baik saat perjalanan berangkat maupun perjalanan kembali. Dalam pengujian ini, ada 3 variasi bentuk susunan peta labirin yang telah dirancang untuk dijadikan sebagai tempat uji coba robot micromouse. Pada tiap tiap tempat uji coba, akan dilakukan run-test sebanyak 3 kali sehingga dapat dilihat bagaimana proses robot dalam mempelajari peta labirin hingga menemukan lokasi tujuan akhir melalui penerapan sistem kerja dari masing masing algoritma. Bentuk bentuk susunan peta labirin yang akan dijadikan sebagai tempat uji coba dapat dilihat pada Gambar 4.3. a b c Gambar 4.3. Tempat Uji Coba : (a) Maze 1, (b) Maze 2, (c) Maze 3 44

4.4.1. Pengujian Algoritma Flood-Fill Berikut adalah tabel tabel hasil pengujian algoritma flood-fill dimana Tabel 4.3 menunjukkan hasil pengujian algoritma pada maze 1, Tabel 4.4 menunjukkan hasil pengujian algoritma pada maze 2, dan Tabel 4.5 menunjukkan pengujian algoritma pada maze 3. Tabel 4.3. Hasil Pengujian Algoritma Flood-Fill pada Maze 1 Run-Test Total Sel yang Dilewati Total Waktu Penyelesaian (detik) Berangkat Kembali Berangkat Kembali 1 41 39 56,83 54,12 2 41 37 56,19 52,46 3 37 37 52,82 52,64 Jarak Terpendek Waktu Penyelesaian Tercepat 37 Sel 52,46 Detik Tabel 4.4. Hasil Pengujian Algoritma Flood-Fill pada Maze 2 Run-Test Total Sel yang Dilewati Total Waktu Penyelesaian (detik) Berangkat Kembali Berangkat Kembali 1 31 25 45,02 34,49 2 17 17 24,08 23,63 3 17 17 23,89 23,71 Jarak Terpendek Waktu Penyelesaian Tercepat 17 Sel 23,63 Detik Tabel 4.5. Hasil Pengujian Algoritma Flood-Fill pada Maze 3 Run-Test Total Sel yang Dilewati Total Waktu Penyelesaian (detik) Berangkat Kembali Berangkat Kembali 1 30 22 47,61 32,4 2 18 18 26,78 26,63 3 18 18 26,54 26,67 Jarak Terpendek Waktu Penyelesaian Tercepat 18 Sel 26,54 Detik Berdasarkan ketiga tabel hasil pengujian di atas, dapat dilihat bahwa algoritma flood-fill yang diterapkan pada robot mampu memberikan solusi dalam pencarian jalur terpendek secara bertahap mulai dari run-test pertama hingga ketiga. Pada maze 1, robot mampu mencari jalur terpendek dengan jarak 45

yang semakin dekat yaitu dari 41 sel menjadi 37 sel dan waktu penyelesaian yang semakin cepat yaitu dari 56,83 detik menjadi 52,46 detik. Pada maze 2, robot mampu mencari jalur terpendek dengan jarak yang semakin dekat yaitu dari 31 sel menjadi 17 sel dan waktu penyelesaian yang semakin cepat yaitu dari 45,02 detik menjadi 23,63 detik. Pada maze 3, robot mampu mencari jalur terpendek dengan jarak yang semakin dekat yaitu dari 30 sel menjadi 17 sel dan waktu penyelesaian yang semakin cepat yaitu dari 47,61 detik menjadi 26,54 detik. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan di dalam peta labirin, akan dijelaskan proses kerja dari algoritma flood-fill melalui beberapa gambar yang ada di bawah ini. Gambar gambar tersebut menampilkan pergerakan robot dari awal robot berangkat hingga akhir robot kembali serta menampilkan proses pembangkitan niai sel berdasarkan informasi dinding labirin yang didapat oleh robot. Untuk maze 1, run-test pertama ditunjukkan pada Gambar 4.4, run-test kedua ditunjukkan pada Gambar 4.5, dan run-test ketiga ditunjukkan pada Gambar 4.6. Kemudian untuk maze 2, run-test pertama ditunjukkan pada Gambar 4.7, run-test kedua ditunjukkan pada Gambar 4.8, dan run-test ketiga ditunjukkan pada Gambar 4.9. Sedangkan untuk maze 3, run-test pertama ditunjukkan pada Gambar 4.10, run-test kedua ditunjukkan pada Gambar 4.11, dan run-test ketiga ditunjukkan pada Gambar 4.12. Gambar 4.4. Run-Test Pertama Algoritma Flood-Fill pada Maze 1 46

Gambar 4.5. Run-Test Kedua Algoritma Flood-Fill pada Maze 1 Gambar 4.6. Run-Test Ketiga Algoritma Flood-Fill pada Maze 1 Gambar 4.7. Run-Test Pertama Algoritma Flood-Fill pada Maze 2 47

Gambar 4.8. Run-Test Kedua Algoritma Flood-Fill pada Maze 2 Gambar 4.9. Run-Test Ketiga Algoritma Flood-Fill pada Maze 2 Gambar 4.10. Run-Test Pertama Algoritma Flood-Fill pada Maze 3 48

Gambar 4.11. Run-Test Kedua Algoritma Flood-Fill pada Maze 3 Gambar 4.12. Run-Test Ketiga Algoritma Flood-Fill pada Maze 3 Berdasarkan gambar gambar di atas, lingkaran merah dan lingkaran kuning masing masing menunjukkan posisi awal dan akhir robot pada peta labirin. Kemudian garis biru menunjukkan proses perjalanan robot pada peta labirin dari awal hingga mencapai akhir. Garis hitam tebal menunjukkan dinding dinding labirin yang telah dideteksi oleh robot pada saat melakukan perjalanan. Angka angka yang ada pada masing masing sel pada peta labirin menunjukkan suatu nilai hasil pembangkitan nilai sel berdasarkan informasi dinding labirin yang didapat saat robot selesai melakukan perjalanan menuju sel tujuan akhir dimana merepresentasikan suatu jarak berdasarkan jumlah sel yang harus dilewati untuk mencapai sel tujuan akhir. 49

Agar lebih jelas mengenai proses kerja algoritma flood-fill di dalam peta labirin, maka akan dijelaskan secara detail melalui gambaran tahap demi tahap bagaimana robot berjalan dengan merespon nilai pada tiap tiap sel hasil pembangkitan nilai sel berdasarkan dinding dinding labirin yang telah dideteksi hingga mencapai sel tujuan akhir. Di sini akan dipilih salah satu hasil pengujian untuk dijelaskan proses kerja dari algoritma flood-fill, yaitu hasil pengujian pada maze 1 khususnya untuk run-test 1 dan run-test 2 dimana banyak terjadi proses pembaharuan nilai sel saat robot melakukan perjalanan berangkat dari start mencapai finish dan perjalanan kembali dari finish mencapai start. Gambaran tahap tahap proses kerja tersebut dapat dilihat pada lampiran A halaman 60. 4.4.2. Pengujian Algoritma Backtracking Berikut adalah tabel tabel hasil pengujian algoritma backtracking dimana Tabel 4.6 menunjukkan hasil pengujian algoritma pada maze 1, Tabel 4.7 menunjukkan hasil pengujian algoritma pada maze 2, dan Tabel 4.8 menunjukkan pengujian algoritma pada maze 3. Tabel 4.6. Hasil Pengujian Algoritma Backtracking pada Maze 1 Run-Test Total Sel yang Dilewati Total Waktu Penyelesaian (detik) Berangkat Kembali Berangkat Kembali 1 43 37 61,32 53,28 2 37 37 52,56 52,61 3 37 37 52,77 52,69 Jarak Terpendek Waktu Penyelesaian Tercepat 37 Sel 52,56 Detik Tabel 4.7. Hasil Pengujian Algoritma Backtracking pada Maze 2 Run-Test Total Sel yang Dilewati Total Waktu Penyelesaian (detik) Berangkat Kembali Berangkat Kembali 1 125 43 161,59 64,65 2 43 43 64,17 64,88 3 43 43 64,73 64,52 Jarak Terpendek Waktu Penyelesaian Tercepat 43 Sel 64,17 Detik 50

Tabel 4.8. Hasil Pengujian Algoritma Backtracking pada Maze 3 Run-Test Total Sel yang Dilewati Total Waktu Penyelesaian (detik) Berangkat Kembali Berangkat Kembali 1 92 54 145,41 84,96 2 54 54 84,34 84,67 3 54 54 84,81 84,75 Jarak Terpendek Waktu Penyelesaian Tercepat 54 Sel 84,34 Detik Berdasarkan ketiga tabel hasil pengujian di atas, dapat dilihat bahwa algoritma backtracking yang diterapkan pada robot juga mampu memberikan solusi dalam pencarian jalur terpendek secara bertahap mulai dari run-test pertama hingga ketiga. Pada maze 1, robot mampu mencari jalur terpendek dengan jarak yang semakin dekat yaitu dari 43 sel menjadi 37 sel dan waktu penyelesaian yang semakin cepat yaitu dari 61,32 detik menjadi 52,56 detik. Pada maze 2, robot mampu mencari jalur terpendek dengan jarak yang semakin dekat yaitu dari 125 sel menjadi 43 sel dan waktu penyelesaian yang semakin cepat yaitu dari 161,59 detik menjadi 64,17 detik. Pada maze 3, robot mampu mencari jalur terpendek dengan jarak yang semakin dekat yaitu dari 92 sel menjadi 54 sel dan waktu penyelesaian yang semakin cepat yaitu dari 145,41 detik menjadi 84,34 detik. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan di dalam peta labirin, akan dijelaskan proses kerja dari algoritma backtracking melalui beberapa gambar yang ada di bawah ini. Gambar gambar tersebut menampilkan pergerakan robot dari awal robot berangkat hingga akhir robot kembali serta menampilkan nilai pada tiap tiap sel sebagai tanda khusus. Untuk maze 1, run-test pertama ditunjukkan pada Gambar 4.13, run-test kedua ditunjukkan pada Gambar 4.14, dan run-test ketiga ditunjukkan pada Gambar 4.15. Kemudian untuk maze 2, run-test pertama ditunjukkan pada Gambar 4.16, run-test kedua ditunjukkan pada Gambar 4.17, dan run-test ketiga ditunjukkan pada Gambar 4.18. Sedangkan untuk maze 3, run-test pertama ditunjukkan pada Gambar 4.19, runtest kedua ditunjukkan pada Gambar 4.20, dan run-test ketiga ditunjukkan pada Gambar 4.21. 51

Gambar 4.13. Run-Test Pertama Algoritma Backtracking pada Maze 1 Gambar 4.14. Run-Test Kedua Algoritma Backtracking pada Maze 1 Gambar 4.15. Run-Test Ketiga Algoritma Backtracking pada Maze 1 52

Gambar 4.16. Run-Test Pertama Algoritma Backtracking pada Maze 2 Gambar 4.17. Run-Test Kedua Algoritma Backtracking pada Maze 2 Gambar 4.18. Run-Test Ketiga Algoritma Backtracking pada Maze 2 53

Gambar 4.19. Run-Test Pertama Algoritma Backtracking pada Maze 3 Gambar 4.20. Run-Test Kedua Algoritma Backtracking pada Maze 3 Gambar 4.21. Run-Test Ketiga Algoritma Backtracking pada Maze 3 54

Berdasarkan gambar gambar di atas, lingkaran merah dan lingkaran kuning masing masing menunjukkan posisi awal dan akhir robot pada peta labirin. Kemudian garis biru menunjukkan proses perjalanan robot pada peta labirin dari awal hingga mencapai akhir. Garis hitam tebal menunjukkan dinding dinding labirin yang ada di dalam peta labirin tersebut. Angka angka yang ada pada masing masing sel pada peta labirin menunjukkan suatu nilai hasil pemetaan berdasarkan proses eksplorasi robot. Sel dengan nilai 1 merepresentasikan bahwa sel tersebut merupakan jalur terbuka menuju sel tujuan akhir. Kemudian sel dengan nilai 0 merepresentasikan bahwa sel tersebut merupakan jalur buntu / jalur yang tidak perlu dilewati. Sedangkan sel dengan nilai -1 merepresentasikan bahwa sel tersebut belum pernah dilewati. Agar lebih jelas mengenai proses kerja algoritma backtracking di dalam peta labirin, maka akan dijelaskan secara detail melalui gambaran tahap demi tahap bagaimana robot menjelajahi peta labirin dan melakukan proses runutbalik hingga mencapai sel tujuan akhir. Di sini akan dipilih salah satu hasil pengujian untuk dijelaskan proses kerja dari algoritma backtracking, yaitu hasil pengujian pada maze 1 khususnya untuk run-test 1 saat robot berangkat menjelajahi peta labirin hingga mencapai finish dimana robot mulai menandai tiap tiap sel dengan nilai khusus. Gambaran tahap tahap proses kerja tersebut dapat dilihat pada lampiran B halaman 66. 4.4.3. Perbandingan Kinerja Algoritma Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan pada masing masing algoritma di dalam peta labirin, didapatkan tabel hasil perbandingan kinerja antara kedua algoritma tersebut dimana dapat dilihat pada Tabel 4.9. Algoritma Tabel 4.9. Hasil Perbandingan Kinerja Algoritma Total Sel Terpendek Total Waktu Penyelesaian (detik) Maze 1 Maze 2 Maze 3 Maze 1 Maze 2 Maze 3 Flood-Fill 37 17 18 52,46 23,63 26,54 Backtracking 37 43 54 52,56 64,17 84,34 55

Berdasarkan dari hasil perbandingan kinerja antara kedua algoritma, didapatkan bahwa algoritma flood-fill kinerjanya lebih unggul daripada algoritma backtracking. Pada maze 1 dimana memiliki tingkat kesulitan rendah, kedua algoritma memiliki kinerja yang sama efisiennya dengan total sel terpendek sama banyaknya dan total waktu penyelesaian yang hampir mendekati satu sama lain dimana hanya terpaut selama 0,1 detik. Pada maze 2 dimana memiliki tingkat kesulitan sedang, sudah mulai terlihat bahwa algoritma floodfill memiliki kinerja yang lebih efisien dari pada algoritma backtracking dengan total sel terpendek yang terpaut sebanyak 26 sel dan total waktu penyelesaian yang terpaut selama 40,54 detik. Pada maze 3 dimana memiliki tingkat kesulitan tinggi, algoritma flood-fill juga memiliki kinerja yang lebih efisien dari pada algoritma backtracking dengan total sel terpendek yang terpaut sebanyak 36 sel dan total waktu penyelesaian yang terpaut selama 57,8 detik. Berdasarkan susunan bentuk peta labirin, maze 1 merupakan labirin sempurna (perfect maze) karena tidak ada jalur sirkuler yang membatasi jalur menuju sel tujuan akhir. Sedangkan maze 2 dan maze 3 merupakan labirin tidak sempurna (imperfect maze) karena ada jalur sirkuler yang membatasi jalur menuju sel tujuan akhir. Hal tersebut membuktikan bahwa algoritma flood-fill mampu menangani segala macam bentuk susunan peta labirin secara efisien baik itu perfect maze ataupun imperfect maze karena langsung mengarah ke sel tujuan akhir pada peta labirin. Sedangkan algoritma backtracking kurang efisien dalam menangani imperfect maze karena terlalu lama menelusuri peta labirin dimana selalu mencoba semua kemungkinan yang ada hingga mencapai jalur awal lagi, baru setelah itu kembali menelusuri jalur lain yang belum pernah dilewati hingga menemukan sel tujuan akhir pada peta labirin. 56