BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II METODOLOGI. Tabel 1 Data hasil IHMB di PT. Inhutani I UMH Labanan. Jumlah plot Plot model Plot validasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TEKNIK INTERPOLASI SEDIAAN TEGAKAN BERBASIS IHMB PADA HUTAN LAHAN KERING PT INHUTANI I LABANAN KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR I PUTU ARIMBAWA PANDE

BAB III PEMBAHASAN. Metode kriging digunakan oleh G. Matheron pada tahun 1960-an, untuk

Physical conditions of seawater in coastal area can be studied by sampling at several locations. To perform spatial

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

INTERPOLASI. Mengapa perlu interpolasi? 12/19/2011 MINGGU 5 : INTERPOLASI. Data yg dapat diinterpolasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Physical conditions of seawater in coastal area can be studied by sampling at several locations. To perform

BAB IV ANALISIS DATA. Data yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah data eksplorasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

SIMULASI PENGUKURAN KETEPATAN MODEL VARIOGRAM PADA METODE ORDINARY KRIGING DENGAN TEKNIK JACKKNIFE

EVALUASI DAN PERENCANAAN KERAPATAN JARINGAN POS HUJAN DENGAN METODE KRIGING DAN ANALISA BOBOT (SCORE) DI KABUPATEN SAMPANG PROVINSI JAWA TIMUR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMANFAATAN SIG DALAM PEMETAAN POTENSI MERBAU DI AREAL IUPHHK-HA PT. WAPOGA MUTIARA TIMBER UNIT II PAPUA HASTUTI DYAH PRAJNA PARAMITHASARI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN ... (3) RMSE =

Seminar Hasil Tugas Akhir (Rabu, 16 Juli 2014)

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

PENERAPAN METODE ORDINARY KRIGING PADA PENDUGAAN KADAR NO 2 DI UDARA

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur

PERMODELAN UJI LOGAM BERAT PADA BADAN AIR, BIOTA DAN SEDIMEN DI PERAIRAN MUARA DAS BARITO

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis

Metode Ordinary Kriging Blok pada Penaksiran Ketebalan Cadangan Batubara (Studi Kasus : Data Ketebalan Batubara pada Lapangan Eksplorasi X)

Bab V Pembahasan. Hasil perhitungan cadangan dengan menggunakan masing-masing metode dapat di lihat pada tabel 5.1 (lampiran B)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Estimasi Produksi Minyak dan Gas Bumi di Kalimantan Utara Menggunakan Metode Cokriging

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Eksplorasi PGA adalah langkah pertama dalam menghitung kriging. PGA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 9 No. 2 Desember 2012 :

INTERPOLASI ORDINARY KRIGING DALAM ESTIMASI CURAH HUJAN DI KOTA SEMARANG

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengantar 1.2 Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

E-Jurnal Matematika Vol. 4 (1), Januari 2015, pp ISSN:

PEMANFAATAN METODE KRIGING UNTUK PERAPATAN DATA SPASIAL RADIASI SURYA KRIGING METHOD UTILIZATION TO DOWNSCALE SPATIAL DATA OF SOLAR RADIATION

Kajian Pemilihan Model Semivariogram Terbaik Pada Data Spatial (Studi Kasus : Data Ketebalan Batubara Pada Lapangan Eksplorasi X)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE ROBUST KRIGING UNTUK MENGESTIMASI DATA SPASIAL BERPENCILAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PREDIKSI INFLASI DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN REGRESI KERNEL

JURNAL ILMIAH. Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik. Disusun Oleh:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk

MODEL INTERPOLASI GEOSTATISTIK LOGAM BERAT DAN BIOTA DI PERAIRAN MUARA SUNGAI KUIN. Abdur Rahman

BAB III ANALISIS MASALAH DAN PERANCANGAN PROGRAM

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

GEOSTATISTIK MINERAL MATTER BATUBARA PADA TAMBANG AIR LAYA

BAB I PENDAHULUAN. Daerah daratan adalah daerah yang terletak di atas dan di bawah

SIMULASI PENGUKURAN KETEPATAN MODEL VARIOGRAM PADA METODE ORDINARY KRIGING DENGAN TEKNIK JACKKNIFE. Oleh : DEWI SETYA KUSUMAWARDANI

HASIL DAN PEMBAHASAN

MODEL INTERPOLASI GEOSTATISTIK LOGAM BERAT DAN BIOTA DI PERAIRAN MUARA SUNGAI KUIN

PEMODELAN KUALITAS AIR DI KAWASAN PEGUNUNGAN KENDENG DENGAN PENDEKATAN ORDINARY KRIGING DAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM (GIS)

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Seiring dengan meningkatknya pangsa pasar, permintaan konsumen juga menjadi

KAJIAN RASIONALISASI JARINGAN STASIUN HUJAN PADA WS PARIGI-POSO SULAWESI TENGAH DENGAN METODE KAGAN RODDA DAN KRIGING.

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

BAB ΙΙ LANDASAN TEORI

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PERBANDINGAN ESTIMASI CURAH HUJAN DENGAN DATA SATELIT DAN RADAR INTEGRASI DI BALIKPAPAN

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

IV HASIL dan PEMBAHASAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BAB IV ANALISA Kriteria Perencanaan Hidrolika Kriteria perencanaan hidrolika ditentukan sebagai berikut;

PERBANDINGAN METODE INVERSE DISTANCE WEIGHTED (IDW) DENGAN METODE ORDINARY KRIGING UNTUK ESTIMASI SEBARAN POLUSI UDARA DI BANDUNG

III HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBANDINGAN METODE INVERSE DISTANCE WEIGHTED (IDW) DENGAN METODE ORDINARY KRIGING UNTUK ESTIMASI SEBARAN POLUSI UDARA DI BANDUNG

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL PEMODELAN

Laboratorium Geofisika Eksplorasi Sie. Perpetaan Topografi 2011 BAB I PENDAHULUAN

BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI

ORDINARY KRIGING DALAM ESTIMASI CURAH HUJAN DI KOTA SEMARANG

Bab III Studi Kasus III.1 Decline Rate

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam hal ini adalah kayu dan modal produksi. Untuk itu maka terbentuk

(M.7) PEMETAAN ESTIMASI ANGKA PENGANGGURAN DENGAN COKRIGING (STUDI KASUS KOTA GORONTALO TAHUN 2011)

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berdasarkan bobot yang digunakan, hasil kontur yang dihasilkan akan berbeda untuk masing-masing metode interpolasi. Bentuk konturnya ditampilkan pada Gambar 6 sampai dengan Gambar 12. Bentuk kontur metode interpolasi Spline (Gambar 10) lebih rapat dibandingkan bentuk kontur metode IDW (Gambar 9). Metode Spline menghasilkan kontur yang sangat rapat di luar batas PT Inhutani I Labanan. Hal itu menunjukkan bahwa nilai dugaan yang dihasilkan bisa melebihi dan berada dibawah nilai yang diduga (underestimate dan overestimate). Kontur yang ditampilkan oleh metode interpolasi Kriging sangat bervariasi tergantung bobot yang akan digunakan (Gambar 11 sampai dengan Gambar 15). Pada umumnya metode Kriging dengan bobot Gaussian menhasilkan nilai dugaan yang overestime dan underestimate seperti halnya pada kontur metode Spline. Gambar 9 Kontur metode interpolasi IDW.

35 Gambar 10 Kontur metode interpolasi Spline. Gambar 11 Kontur metode interpolasi Kriging (circular).

36 Gambar 12 Kontur metode interpolasi Kriging (exponential). Gambar 13 Kontur metode interpolasi Kriging (gaussian).

37 Gambar 14 Kontur metode interpolasi Kriging (linier with sill). Gambar 15 Kontur metode interpolasi Kriging (spherical).

38 Pada Gambar 11 sampai Gambar 15 disajikan bentuk kontur dan sebaran variasi warna yang berbeda dengan metode Kriging. Hal itu disebabkan oleh model semivariogram yang berbeda saat sebelum melakukan interpolasi. Ketepatan hasil dugaan dari Kriging bergantung pada model semivariogram yang dilakukan. Tampilan bobot (method) Gaussian hampir sama dengan metode Spline yang memiliki nilai dugaan bernilai negatif, sehingga menghasilkan nilai sebaran volume/ha di luar selang yang ada (overestimate dan underestimate). Berdasarkan analisis Sistem Informasi Geografis (SIG), hasil interpolasi serta sebarannya untuk masing-masing metode pada semua jenis kayu dapat berdasarkan bobot terbaik dapat dilihat pada Gambar 16 sampai Gambar 39. Hasil yang ditampilkan berupa perbandingan interpolasi pada ketiga metode interpolasi dengan bobot terbaiknya. Perbandingan yang dijabarkan adalah berupa gradasi warna dan perubahan spasialnya. Setiap metode interpolasi memiliki perubahan spasial yang berbeda dan sebaran gradasi warna yang berbeda pula. Masing-masing cakupan warna mewakili sebuah nilai yang tidak sama. Nilai itu merupakan sebaran volume per hektarnya. Berdasarkan hasil interpolasi masing-masing metode pada semua jenis kayu, dipilih metode dengan bobot terbaik seperti ditampilkan pada Gambar 16 sampai dengan Gambar 39.

39 Gambar 16 Hasil interpolasi metode IDW bobot terbaik pada kayu indah dbh >10 cm. Gambar 17 Hasil interpolasi metode Spline bobot terbaik pada kayu indah dbh >10 cm.

40 Gambar 18 Hasil interpolasi metode Kriging bobot terbaik pada kayu indah dbh >10 cm. Gambar 19 Hasil interpolasi metode IDW bobot terbaik pada kayu indah dbh >40 cm.

41 Gambar 20 Hasil interpolasi metode Spline bobot terbaik pada kayu indah dbh >40 cm. Gambar 21 Hasil interpolasi metode Kriging bobot terbaik pada kayu indah dbh >40 cm.

42 Gambar 22 Hasil interpolasi metode IDW bobot terbaik pada kayu lindung dbh >10 cm. Gambar 23 Hasil interpolasi metode Spline bobot terbaik pada kayu lindung dbh >10 cm.

43 Gambar 24 Hasil interpolasi metode Kriging bobot terbaik pada kayu lindung dbh >10 cm. Gambar 25 Hasil interpolasi metode IDW bobot terbaik pada kayu lindung dbh >40 cm.

44 Gambar 26 Hasil interpolasi metode Spline bobot terbaik pada kayu lindung dbh >40 cm. Gambar 27 Hasil interpolasi metode Kriging bobot terbaik pada kayu lindung dbh >40 cm.

45 Gambar 28 Hasil interpolasi metode IDW bobot terbaik pada kayu meranti dbh >10 cm. Gambar 29 Hasil interpolasi metode Spline bobot terbaik pada kayu meranti dbh >10 cm.

46 Gambar 30 Hasil interpolasi metode Kriging bobot terbaik pada kayu meranti dbh >10 cm. Gambar 31 Hasil interpolasi metode IDW bobot terbaik pada kayu meranti dbh >40 cm.

47 Gambar 32 Hasil interpolasi metode Spline bobot terbaik pada kayu meranti dbh >40 cm. Gambar 33 Hasil interpolasi metode Kriging bobot terbaik pada kayu meranti dbh >40 cm.

48 Gambar 34 Hasil interpolasi metode IDW bobot terbaik pada kayu rimba dbh >10 cm. Gambar 35 Hasil interpolasi metode Spline bobot terbaik pada kayu rimba dbh >10 cm.

49 Gambar 36 Hasil interpolasi metode Kriging bobot terbaik pada kayu rimba dbh >10 cm. Gambar 37 Hasil interpolasi metode IDW bobot terbaik pada kayu rimba dbh >40 cm.

50 Gambar 38 Hasil interpolasi metode Spline bobot terbaik pada kayu rimba dbh >40 cm. Gambar 39 Hasil interpolasi metode Kriging bobot terbaik pada kayu rimba dbh >40 cm.

51 4.2 Pembahasan 4.2.1 Analisis Data Data yang sudah divalidasi selanjutnya dianalisis kelogisannya terhadap data dilapangan. Maksud dari kelogisan disini adalah mengetahui seberapa besar data model bisa mendekati atau menggambarkan nilai aktual di lapangan. Berdasarkan nilai minimal, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi data dapat dibandingkan sebarapa jauh data model dari masing-masing metode terbaik dapat mendekati nilai sebenarnya di lapangan (data validasi). Pada Tabel 11 disajikan nilai minimum, maksimum, dan rata-rata untuk metode terbaik pada jenis kayu komersial (Kayu Meranti) dbh >40 cm. Tabel 11 Nilai minimum, maksimum, rata-rata, dan SD data model Metode Volume Min Max Rata-rata SD IDW 24,930 262,990 102,280522 59,515 Spline -533,200 951,500 102,146185 742,350 Kriging 37,400 234,600 100,784739 49,300 Nilai aktual 6,060 519,124 100,420273 128,266 1200 1000 800 600 Volume (m 3 /ha) 400 200 0-200 IDW Spline Kriging Nilai aktual min max rata - rata SD -400-600 -800 Metode Interpolasi Gambar 40 Diagram perbandingan sebaran volume model dengan volume aktual.

52 Pada Tabel 11 diketahui bahwa seberapa besar data model dapat mengestimasi dugaan volume di lapangan dengan data aktual (validasi) di lapangan. Berdasarkan nilai minimum, maksimum, rata-rata, dan SD volume/ha dibandingkan hasil dugaan volume/ha antara ketiga metode interpolasi dengan volume/ha aktual (lapangan). Sedangkan pada Gambar 40 menunjukkan perbandingan volume/ha yang ditampilkan dalam bentuk diagram. Berdasarkan nilai minimal, interpolasi dengan metode IDW paling mendekati nilai aktualnya. Begitu juga dengan metode Kriging yang juga mendekati nilai aktual. Berbeda halnya dengan kedua metode tersebut, metode Spline menghasilkan nilai minimal yang sangat jauh dari nilai aktualnya. Nilai yang dihasilkan sampai bernilai negatif (underestimate). Nilai maksimal yang dihasilkan metode Spline jauh melebihi (overestimate) dari nilai aktulnya dibandingkan metode IDW dan metode Kriging yang lebih mendekati nilai aktual. Metode Kriging paling mendekati nilai aktualnya dilihat dari nilai rata-rata. Sedangkan dari nilai SD (Standar Deviasi), metode IDW yang paling mendekati dibandingkan dengan metode lainnya dan metode Spline menghasilkan nilai SD yang sangat jauh dari nilai SD aktual. Pada diagram perbandingan sebaran volume dapat dilihat volume dugaan yang dihasilkan dengan metode Spline sangat mencolok. Besarnya volume dugaan maksimum yang diperoleh melebihi nilai volume aktual (overestimate) dan volume dugaan minimum berada jauh dibawah nilai volume aktual (underestimate). Selain itu yang paling mencolok adalah nilai negatif yang dihasilkan oleh metode Spline dalam menduga volume per hektar. Hal itu menyebabkan ketidaklogisan data volume dan mempunyai error yang cukup besar dibandingkan kedua metode lainnya. Oleh karena itu, interpolasi dengan metode Spline tidak disarankan untuk digunakan dalam mengestimasi sediaan tegakan berbasis IHMB. Berbeda halnya dengan metode Spline, metode IDW lebih dapat mendekati nilai volume aktualnya. Begitu juga dengan hasil volume dugaan menggunakan metode Kriging. Dilihat dari volume rata-rata ketiga metode interpolasi, metode Kriging paling mendekati nilai volume aktualnya dengan selisih volume sebesar 0,365/ha.

53 4.2.2 Analisis Spasial Pada Lampiran 1 disajikan sebaran volume per ha dbh >10 cm dengan dan dbh >40 cm metode interpolasi IDW pada berbagai bobot. Bobot (power) 1 memiliki nilai kesalahan paling kecil diantara bobot yang diuji untuk jenis kayu indah dbh >10 cm (Gambar 16). Pada jenis kayu indah diameter >40 cm, bobot (power) 21 merupakan bobot terbaik (Gambar 19). Hal itu disebabkan karena pada bobot ini total kesalahan (error) yang dimilikinya paling kecil diantara bobot 1 sampai dengan bobot 30. Kontur yang dihasilkan juga semakin merapat seiring bertambahnya bobot. Jumlah volume pada dbh >40 cm tentunya akan lebih kecil jumlahnya dibandingkan jumlah volume pada dbh >10 cm. Hal itu akan mempengaruhi jarak terhadap jumlah titik terdekat yang telah ditentukan. Sehingga ketika jumlah volume pada dbh >40 cm lebih kecil dibandingkan dbh >10 cm, maka jarak untuk mencari titik-titik terdekat yang telah ditentukan akan semakin lebar. Untuk jenis kayu lindung, kayu meranti, dan kayu rimba dengan metode IDW diperoleh bobot terbaik seperti pada Tabel 12 (Gambar 22, Gambar 25, gambar 28, Gambar 31, Gambar 34, dan Gambar 37). Sebaran volume yang dihasilkan dengan bobot terbaik hampir mendekati volume yang sebenarnya di lapangan. Pada masing-masing gambar menampilkan berbagai variasi warna yang berbeda. Hal itu menunjukkan bahwa warna yang sama memiliki sebaran volume yang sama pula. Semakin besar pangkat atau bobotnya (power) maka kontur yang dihasilkan semakin rapat. Menurut Jaya (2010), jika pangkatnya besar, maka hasilnya menjadi tidak benar. Dengan kata lain, tingkat kesalahan yang dihasilkan semakin besar seiring bertambahnya pangkat atau bobot (power). Metode IDW utamanya bergantung pada kebalikan dari jarak pangkat nilai tertentu. Dari hasil uji validasi berdasarkan bobot (power) 1 sampai 30, dipilih bobot (power) terbaik untuk jenis kayu indah, kayu lindung, kayu meranti dan kayu rimba pada dbh >10cm dan dbh >40cm (Tabel 12).

54 Tabel 12 Bobot terbaik metode IDW Bobot Terbaik Jenis Dbh >10 cm Dbh >40 cm Kayu indah 1 21 Kayu lindung 1 3 Kayu meranti 1 1 Kayu rimba 1 1 Berdasarkan Tabel 12 dapat dilhat bahwa, bobot (power) 1 merupakan power terbaik yang digunakan untuk interpolasi metode IDW (Inverse Distance Weight) dalam mengestimasi sediaan tegakan pada semua jenis kayu indah pada dbh >10 cm. Sedangkan pada dbh >40 cm, bobot terbaik pada kayu indah adalah bobot 21, kayu lindung adalah bobot 3, kayu meranti adalah bobot 1 dan kayu rimba adalah bobot 1. Begitu juga dipilih bobot (weight) terbaik untuk metode interpolasi Spline (bobot 0,1; 0,3; 0,5; 1; 2; 3; 4; dan 5) pada Tabel 13. Hasil sebaran spasialnya ditampilkan pada Gambar 17, Gambar 20, Gambar 23, Gambar 26, Gambar 29, Gambar 32, dan Gambar 35 berdasarkan bobot terbaik. Hasil interpolasi metode Spline menunjukkan adanya nilai sebaran yang bernilai negatif terutama pada variasi warna di luar batas area PT Inhutani I Labanan. Sebaran volume yang bernilai negatif tersebut menyatakan bahwa terjadinya underestimate dalam menduga sediaan tegakan. Dalam menduga sediaan, metode Spline meminimalkan jumlah patahan dari permukaan, seperti menekuk-nekuk karet untuk melewati seuatu titik. Pada volume di luar sebaran volume yang ada, interpolator Spline akan tetap melakukan proses interpolasi dengan meminimumkan patahan-patahan permukaan, sehingga daerah di luar area akan menghasilkan nilai negatif (underestimate) di bawah sebaran volume yang paling minimum. Tabel 13 Bobot terbaik metode Spline Bobot Terbaik Jenis Dbh >10 cm Dbh >40 cm Kayu indah 0,3 0,1 Kayu lindung 5 1 Kayu meranti 5 0,3 Kayu rimba 1 2

55 Berdasarkan Tabel 13 dapat dilhat bahwa, bobot (weight) 0,3 merupakan weight terbaik yang digunakan untuk proses interpolasi pada metode Spline jenis kayu indah pada dbh >10 cm. Berturut-turut untuk dbh >10 cm pada kayu lindung adalah bobot 5, kayu meranti adalah bobot 5 dan kayu rimba adalah bobot 1. Sedangkan pada dbh >40 cm, bobot terbaik pada kayu indah adalah bobot 0,1; kayu lindung adalah bobot 1; kayu meranti adalah bobot 0,3 dan kayu rimba adalah bobot 2. Pada metode Kriging bobot yang digunakan adalah metode Circular, Exponential, Gaussian, Linier with Sill dan Spherical dengan bobot terbaik pada masing-masing jenis kayu ditampilkan di Tabel 14. Bobot terbaiknya ditampilkan pada Gambar 18, Gambar 21, Gambar 24, Gambar 27, Gambar 30, Gambar 33, Gambar 36, dan Gambar 39. Bentuk semivariogramnya disajikan pada Gambar 41 sampai dengan Gambar 48. Tabel 14 Bobot terbaik metode Kriging Bobot Terbaik Jenis Dbh >10 cm Dbh >40 cm Kayu indah Circular Gaussian Kayu lindung Spherical Circular Kayu meranti Circular Circular Kayu rimba Exponential Spherical Untuk Tabel 14 pada dbh >10 cm, bobot (method) yang terbaik berturutturut pada jenis kayu indah, kayu lindung, kayu meranti dan kayu rimba adalah Circular, Spherical, Circular, dan Exponential. Sedangkan dbh >40cm, bobot (method) yang terbaik berturut-turut pada jenis kayu indah, kayu lindung, kayu meranti, dan kayu rimba adalah Gaussian, Circular, Circular dan Spherical. Adapun tampilan semivariogram pada keempat jenis kayu dengan bobot yang terbaik sebagai berikut:

56 Nilai aktual Nilai prediksi Gambar 41 Semivariogram metode Kriging (circular) pada kayu indah dbh >10 cm. Nilai aktual Nilai prediksi Gambar 42 Semivariogram metode Kriging (gaussian) pada kayu indah dbh >40 cm.

57 Nilai aktual Nilai prediksi Gambar 43 Semivariogram metode Kriging (spherical) pada kayu lindung dbh >10 cm. Nilai aktual Nilai prediksi Gambar 44 Semivariogram metode Kriging (circular) pada kayu lindung dbh >40 cm.

58 Nilai aktual Nilai prediksi Gambar 45 Semivariogram metode Kriging (circular) pada kayu meranti dbh >10 cm. Nilai aktual Nilai prediksi Gambar 46 Semivariogram metode Kriging (circular) pada kayu meranti dbh >40 cm.

59 Nilai aktual Nilai prediksi Gambar 47 Semivariogram metode Kriging (exponential) pada kayu rimba dbh >10 cm. Nilai aktual Nilai prediksi Gambar 48 Semivariogram metode Kriging (spherical) pada kayu rimba dbh >40 cm.

60 Gambar 41 dan Gambar 42 merupakan bentuk semivariogram pada kayu indah untuk bobot yang terbaik. Begitu juga untuk Gambar 43 sampai dengan Gambar 48 berturut-turut adalah semivariogram pada kayu lindung, kayu meranti dan kayu rimba. Semivariogram pada semua jenis kayu menunjukkan varian nilai aktual dan nilai prediksinya. Menurut Tiryana (2005), nilai RMSE pada semivariogram semakin kecil, maka nilai dugaan yang dihasilkan semakin mendekati nilai sebenarnya. Artinya semivariogram dengan nilai RMSE kecil dapat dipilih sebagai dialog atau skenario yang terbaik. Pada semivariogram di atas untuk semua jenis kayu menunjukkan nilai RMSE yang paling kecil. Pada kasus hasil interpolasi metode Kriging kayu lindung dbh >40 cm, secara spasial hasil interpolasinya tidak mengalami perubahan yang berarti. Namun hal itu dapat dibedakan dari semivariogram yang dihasilkan, dimana pada method Circular memiliki nilai RMSE yang paling kecil dibandingkan method yang lain. Oleh karena itu method Circular merupakan method terbaik untuk jenis kayu lindung dbh >40 cm. Pada Gambar 49 sampai dengan Gambar 54 dapat dilihat bobot masingmasing metode interpolasi untuk dbh >10 cm dan dbh >40 cm berdasarkan nilai dari total skornya. Gambar 49 dan Gambar 50 menunjukkan bahwa semakin besar bobot (power), maka semakin besar juga nilai total skornya untuk semua jenis kayu. Dapat dikatakan bahwa, semakin besar bobot (power), maka semakin besar tingkat kesalahannya (error). Kurva bobot (weight) pada Gambar 51 dan Gambar 52 menunjukkan terjadinya hubungan yang berbanding terbalik dan fluktuatif antara bobot dengan total skor, terutama pada dbh >10 cm. Hal itu disebabkan karena metode Spline dapat menghasilkan dugaan yang bernilai negatif (underestimate) dan overestimate diluar nilai yang diduga. Gambar 53 dan Gambar 54 menunjukkan bahwa bobot (method) Gaussian pada metode Kriging adalah bobot yang paling besar tingkat kesalahannya (error). Dugaan yang dihasilkan dengan bobot (method) Gaussian bernilai negatif (underestimate) yang sangat besar dan mencolok.

61 Gambar 49 Kurva bobot (power) metode IDW pada dbh > 10 cm. Gambar 50 Kurva bobot (power) metode IDW pada dbh >40 cm.

62 Gambar 51 Kurva bobot (weight) metode Spline pada dbh >10 cm. Gambar 52 Kurva bobot (weight) metode Spline pada dbh >40 cm.

63 Gambar 53 Kurva bobot (method) metode Kriging pada dbh >10 cm. Gambar 54 Kurva bobot (method) metode Kriging pada dbh >40 cm. 4.2.2 Uji Validasi dan Peringkat Di dalam melakukan interpolasi, sudah pasti dihasilkan error. Error yang dihasilkan sebelum melakukan interpolasi bisa dikarenakan kesalahan menentukan metode sampling data, kesalahan dalam pengukuran dan kesalahan

64 dalam analisa di laboratorium (Pramono 2008). Pada Tabel 15 dan 16 disajikan hasil validasi interpolasi metode IDW, Spline dan Kriging untuk volume pada dbh >10cm. Berdasarkan nilai total skor yang merupakan penjumlahan dari ranking pada nilai SR, RMSPE, dan SA diketahui bahwa kesalahan terkecil diperoleh dari metode Kriging dengan total skor 3 untuk jenis kayu indah, total skor 6,18 untuk jenis kayu lindung dan total skor 3,23 untuk jenis kayu meranti. Sedangkan pada jenis kayu rimba, metode IDW memiliki kesalahan terkecil dengan total skor 5,64. Selain itu dapat dilihat bahwa nilai ukuran kesalahan antara metode IDW dan Kriging tidak jauh berbeda dibandingkan dengan metode Spline. Metode Spline memiliki tingkat kesalahan yang paling besar pada semua jenis kayu. Menurut Jaya (2011), untuk data IHMB metode Spline ini tidak dianjurkan mengingat hasil interpolasinya bisa berada diluar nilai sediaan tegakannya dan yang paling mencolok, metode ini dapat menghasilkan nilai sediaan yang negatif. Namun, metode ini sangat cocok untuk permukaan yang topografinya bergelombang (permukaan air tanah, ketinggian dan atau konsentrasi polusi yang perubahan spasialnya sangat halus) seperti pada Tabel 17, dimana metode terbaik yang digunakan untuk jenis kayu lindung dbh >40 cm adalah metode Spline. Berdasarkan uji validasi kelas dbh >10 cm diatas, dapat dikatakan bahwa metode yang paling baik digunakan untuk interpolasi spasial pada jenis kayu indah, kayu lindung dan kayu meranti adalah metode Kriging, sedangkan untuk jenis kayu rimba metode yang paling baik adalah metode IDW.

65 Tabel 15 Hasil validasi interpolasi IDW, Spline dan Kriging kelas dbh >10 cm Metode Interpolasi Jenis Ukuran Kesalahan IDW Spline Kriging SR 62,605 110,644 62,547 kayu indah RMSE 2,148 3,504 2,072 SA 0,034 0,050 0,027 kayu lindung kayu meranti kayu rimba SR 77,172 92,778 75,808 RMSE 2,835 6,160 2,768 SA 0,084 0,042 0,076 SR 50,807 56,110 51,110 RMSE 7,548 7,654 7,343 SA 0,068 0,081 0,067 SR 42,334 79,498 42,366 RMSE 2,380 2,228 2,486 SA 0,053 0,163 0,045 Tabel 16 Skor hasil validasi interpolasi IDW, Spline dan Kriging kelas dbh >10 cm Jenis Ukuran Kesalahan Metode Interpolasi IDW Spline Kriging SR 1,004 5 1 kayu RMSE 1,211 5 1 indah SA 2,282 5 1 Total skor 4,498 15 3* kayu lindung kayu meranti kayu rimba SR 1,321 5 1 RMSE 1,078 5 1 SA 5 1 4,181 Total skor 7,400 11 6,181* SR 1 5 1,228 RMSE 3,641 5 1 SA 1,044 5 1 Total skor 5,686 15 3,228* SR 1 5 1,003 RMSE 3,365 1 5 SA 1,277 5 1 Total skor 5,643* 11 7,003 Keterangan: * = total skor terendah (error kecil)

66 Hasil validasi dan total skor interpolasi metode IDW, Spline dan Kriging untuk dbh >40cm disajikan pada Tabel 17 dan 18. Berdasarkan nilai total skor yang diketahui bahwa kesalahan terkecil diperoleh dari metode IDW dengan total skor 6,15 untuk jenis kayu indah. Untuk jenis kayu lindung kesalahan terkecil terdapat pada metode Spline dengan total skor 7. Jenis kayu meranti kesalahan terkecil pada metode Kriging dengan total skor 3,35 dan kesalahan terkecil pada jenis kayu rimba dengan total skor 3,62. Sehingga dapat dikatakan bahwa metode yang paling baik digunakan untuk interpolasi spasial pada jenis kayu meranti dan kayu rimba adalah metode Kriging, untuk jenis kayu lindung metode yang paling baik adalah metode Spline dan pada jenis kayu indah metode yang paling digunakan adalah metode IDW. Total skor 16 14 12 10 8 6 4 2 0 IDW Spline Kriging kayu indah kayu lindung kayu meranti kayu rimba Jenis Gambar 55 Diagram total skor beberapa metode interpolasi diameter >10 cm. Berdasarkan Gambar 55 dapat dilihat, metode Spline berada di posisi puncak (tertinggi) pada semua jenis kayu. Hal itu berarti bahwa tingkat kesalahan (error) yang dimilkinya paling besar dibandingkan dengan kedua metode lainnya. Metode Kriging merupakan metode dengan kesalahan paling kecil dan berada pada posisi terendah untuk jenis kayu indah, kayu lindung, kayu meranti. Sedangkan pada jenis kayu rimba metode dengan kesalahan paling rendah adalah metode IDW. Semakin besar total skor dari masing-masing metode, maka semakin besar juga tingkat kesalahan yang dimilikinya.

67 Tabel 17 Hasil validasi interpolasi IDW, Spline dan Kriging kelas dbh >40 cm Metode Interpolasi Jenis Ukuran Kesalahan IDW Spline Kriging kayu indah kayu lindung kayu meranti kayu rimba SR 78,678 72,182 90,572 RMSE 1,149 2,162 0,955 SA 0,092 0,015 0,299 SR 139,035 81,763 103,135 RMSE 1,331 2,739 1,101 SA 0,131 0,004 0,309 SR 58,294 79,881 59,771 RMSE 2,844 3,987 2,867 SA 0,018 0,017 0,003 SR 59,209 57,954 58,011 RMSE 1,3459 2,030 1,348 SA 0,001 0,137 0,016 Tabel 18 Skor hasil validasi interpolasi IDW, Spline dan Kriging kelas dbh >40 cm Jenis Ukuran Kesalahan Metode Interpolasi IDW Spline Kriging SR 2,412 1 5 ki RMSE 1,644 5 1 SA 2,093 1 5 Total skor 6,150* 7 11 SR 5 1 2,492 kl RMSE 1,562 5 1 SA 2,669 1 5 Total skor 9,231 7* 8,492 SR 1 5 1,273 km RMSE 1 5 1,080 SA 5 4,673 1 Total skor 7 14,673 3,354* SR 5 1 1,182 kr RMSE 1 5 1,016 SA 1 5 1,418 Total skor 7 11 3,617* Keterangan: * = total skor terendah (error kecil)

68 Total skor 16 14 12 10 8 6 4 2 0 kayu indah kayu lindung kayu meranti kayu rimba Jenis IDW Spline Kriging Gambar 56 Diagram total skor beberapa metode interpolasi diameter >40 cm. Pada Gambar 56 total skor terendah pada jenis kayu meranti dan kayu rimba adalah metode Kriging dengan kesalahan yang paling rendah. Begitu juga sebaliknya, metode Spline memiliki tingkat kesalahan paling besar dengan total skor yang paling tinggi. Metode IDW merupakan metode dengan total skor terendah pada jenis kayu indah, sedangkan pada jenis kayu lindung, metode Spline memilki total skor terendah dengan kesalahan yang paling kecil. Hal itu menunjukkan bahwa model hasil interpolasi dengan metode Spline lebih dapat menjelaskan sediaan tegakan aktualnya. Kayu meranti dan kayu rimba merupakan jenis kayu komersial. Oleh karena itu, dengan mengetahui metode interpolasi yang terbaik dalam menduga sediaan tegakan, secara tidak langsung juga dapat mengetahui sediaan tegakan kayu komersial dengan baik. Hal itu akan memberikan dampak positif dari segi ekonomi. Didandingkan dengan metode interpolasi lain, metode Kriging paling baik dalam menduga sediaan tegakan kayu komersial pada dbh >40 cm.