METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian"

Transkripsi

1 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian merupakan wilayah hilir Sungai Mangottong yang secara administrasi wilayah berada di Kecamatan Sinjai Utara dan Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten Sinjai, Provinsi Sulawesi Selatan, dengan luas sekitar 27,86 km 2. Pemilihan daerah studi berdasarkan kondisi topografi yang relatif rendah (dataran banjir) yang berkontribusi terhadap kejadian banjir di kota Kabupaten Sinjai dan sekitarnya, dan berdasarkan ketersediaan data spasial untuk mendukung penelitian (Gambar 1). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Desember Gambar 1 Lokasi studi.

2 14 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi data spasial dan data tabular seperti yang tersaji pada Tabel 2. Adapun alat yang digunakan berupa seperangkat komputer dengan perangkat lunak (software) Microsoft Word, Microsoft Excel, ArcGIS, dan peralatan penunjang lain seperti alat tulis, kamera dijital, Global Positioning System (GPS) Garmin Oregon. analisis data. Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari 2 tahapan yaitu: 1) pengumpulan data dan 2) Pengumpulan data Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder seperti tersaji pada Tabel 2. Data primer berupa data citra dan data yang diperoleh melalui survei dan wawancara penduduk. Data sekunder terdiri dari data spasial dan data tabular. Tabel 2 Jenis, bentuk, dan sumber data penelitian Jenis Data Skala Bentuk Sumber Data Peta Topografi (Rupa Bumi 1: Dijital Bakosurtanal Indonesia) Peta Administrasi 1: Dijital BPN Kanwil Sulsel Peta Dasar Pendaftaran 1:1.000 Analog BPN Peta Land System 1: Dijital Bakosurtanal Cross Section Elevasi Sungai Mangottong - Dijital Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan- Jeneberang (BBWSPJ) Citra Satelit WorldView-2 akuisisi tahun 2011 Resolusi 0.5 meter Dijital LAPAN Kab. Sinjai dalam Angka tahun Tabular BPS Kab. Sinjai Jejak banjir - Dokumentasi Survei dan Wawancara

3 15 Analisis Data 1) Pembuatan DEM (Digital Elevation Model) Data DEM dibuat untuk menggambarkan kondisi medan (terrain) di lokasi penelitian yang merupakan dataran banjir (flood plain). Data DEM yang tersedia adalah DEM SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission) dengan ukuran piksel meter. Dalam penelitian ini dibutuhkan data DEM yang memiliki akurasi yang tinggi dan informasi yang lebih detil, khususnya penggambaran kondisi geometri sungai (river geometry). Oleh karena itu dilakukan pembuatan DEM baru dengan metode penggabungan DEM dari berbagai sumber data (Trisakti dan Julzarika 2011; Tsamalashvili 2010; Yulianto et al. 2009; Shaviraachin 2005; Marfai 2003) yaitu DEM SRTM dan DEM yang dibuat dengan teknik interpolasi. Secara lebih rinci, bagan alir pembuatan DEM disajikan pada Gambar 4 dan tahapan proses pembuatan DEM dijelaskan sebagai berikut: a) Ekstraksi dan penggabungan titik tinggi Data titik tinggi (point height) yang bersumber dari: 1) peta topografi (RBI) skala 1: berupa garis kontur dan titik tinggi, 2) peta dasar pendaftaran skala 1:1.000 berupa titik tinggi tanah, dan 3) pengukuran cross section Sungai Mangottong berupa titik tinggi, diekstraksi dan digabungkan menjadi 1 data. Hasil ekstraksi titik tinggi disajikan pada Gambar 2. b) Penyiapan data DEM SRTM dan DEM hasil interpolasi Data DEM SRTM (Gambar 3) terlebih dahulu dilakukan fill sink atau penghilangan dan pengisian nilai error berdasarkan nilai piksel tetangganya. Data titik tinggi hasil penggabungan dari berbagai sumber data dilakukan interpolasi untuk pembuatan DEM, yang selanjutnya dinamakan DEM Awal, dengan output ukuran piksel adalah meter. Metode interpolasi dilakukan dengan menggunakan metode semivariogram tipe ordinary kriging dengan model spherical pada software ArcGIS. Adapun pengaturan parameter dalam metode semivariogram disajikan pada Lampiran 1. Selain dihasilkan DEM Awal (prediction map), dihasilkan juga error DEM Awal (prediction standart error map) untuk mengkan nilai error berdasarkan kerapatan data titik tinggi.

4 16 Selanjutnya dilakukan normalisasi nilai DEM SRTM berdasarkan nilai DEM Awal dengan cara melakukan co-registrasi antara kedua DEM dan koreksi topografi berbasis nilai deviasi dan rata-rata (mean) ketinggian pada kedua DEM tersebut, sehingga diperoleh DEM yang relatif sama secara geometrik dan nilai ketinggiannya. Gambar 2 Sebaran titik tinggi di lokasi penelitian. Gambar 3 DEM SRTM resolusi 30 meter

5 17 Data titik tinggi pada badan sungai dipisahkan untuk membuat DEM Sungai. Pembuatan DEM Sungai dilakukan dengan menggunakan metode interpolasi spline with barrier. Barrier yang digunakan adalah poligon badan sungai untuk membatasi daerah interpolasi, sehingga dihasilkan nilai ketinggian (DEM) hanya pada daerah badan sungai. c) Penggabungan DEM Berdasarkan hasil error DEM Awal, dilakukan penghilangan nilai error pada DEM Awal dengan terlebih dahulu mengekstrak titik tingginya. Kemudian proses selanjutnya adalah pengisian titik tinggi pada daerah error yang tinggi (pengisian void) dengan titik tinggi yang diekstrak dari DEM SRTM yang telah dinormalisasi. Proses akhir dari penggabungan tersebut adalah melakukan kembali interpolasi titik tinggi dengan metode semivariogram tipe ordinary kriging dengan model spherical untuk menghasilkan DEM Gabungan. Output yang dihasilkan adalah DEM dengan ukuran piksel 20 x 20 meter. Resolusi spasial atau ukuran piksel DEM yang dibuat, ditentukan berdasarkan jumlah dan kerapatan titik tinggi yang tersedia, serta lebar sungai minimum yaitu 20 m. d) Evaluasi DEM Gabungan Evaluasi DEM Gabungan dilakukan dengan menghitung nilai RMSE (Root Mean Square Error) untuk mengetahui tingkat keakurasian antara nilai ketinggian DEM yang dibuat terhadap ketinggian titik validasi. Terdapat 100 titik tinggi validasi (secara acak) yang digunakan (selain dari data titik tinggi yang diinterpolasi) untuk menghitung nilai RMSE. Adapun rumus yang digunakan dalam perhitungan RMSE sebagai berikut:... (1) dimana Z adalah nilai ketinggian DEM, Z adalah nilai ketinggian titik validasi, dan n adalah jumlah titik yang divalidasi.

6 18 SRTM 30 m Peta Topografi (RBI) Peta Dasar Pendaftaran (BPN) Cross Section Sungai (BBWSPJ) Fill sink 100 titik tinggi Ekstraksi Titik Tinggi Ekstraksititik bagian daratan Interpolasi (Kriging Spherical) Interpolasi (Spline with barrier) Co-registrasi, Normalisasi Ketinggian (mean dan deviasi) DEM Awal Error Map DEM Sungai Pengisian void Penghilangan Error EkstraksiTitik Tinggi Interpolasi (Kriging Spherical) Evaluasi RMSE DEM Gabungan Gambar 4 Bagan alir metode pembuatan DEM. 2) Klasifikasi Penggunaan Lahan Klasifikasi penggunaan lahan dilakukan dengan menggunakan citra satelit WorldView-2 yang telah terkoreksi secara geometrik (Gambar 5). Metode klasifikasi yang digunakan adalah metode visual dengan teknik dijitasi on screen berdasarkan warna/rona, tekstur, bentuk, ukuran, pola, bayangan, asosiasi spasial (Lillesand & Kiefer 1997) dan kedekatan interpreter dengan objek (Munibah 2008). Penggunaan lahan di lokasi penelitian dikelaskan menjadi 12 kelas yaitu terdiri dari Pemukiman/Perumahan, Bisnis, Perkantoran, Fasilitas Pendidikan, Fasilitas Kesehatan, Ruang Terbuka/Lapangan, Sawah, Kebun Campuran, Semak Belukar, Tambak/Empang, Mangrove, dan Sungai. Hasil klasifikasi penggunaan lahan digunakan sebagai input untuk analisis selanjutnya.

7 19 Gambar 5 Citra satelit WorldView-2 akuisisi tahun Secara visual kenampakan (tampilan) objek pada citra satelit memberikan informasi yang berbeda-beda terkait penggunaan lahannya. Tampilan penggunaan lahan pada citra satelit berdasarkan kondisi pengamatan (foto lapangan) di wilayah penelitian disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Tampilan penggunaan lahan pada citra satelit dan foto lapangan No Penggunaan Lahan Citra Satelit Foto Lapangan 1 Pemukiman/Perumahan 2 Bisnis 3 Perkantoran 4 Fasilitas Pendidikan

8 20 Lanjutan Tabel 3 No Penggunaan Lahan Citra Satelit Foto Lapangan 5 Fasilitas Kesehatan 6 Ruang Terbuka/Lapangan 7 Sawah 8 Kebun Campuran 9 Semak Belukar 10 Tambak/Empang 11 Mangrove 12 Sungai

9 21 3) Pemodelan Spasial Genangan Banjir Pemodelan spasial genangan banjir di wilayah Sungai Mangottong mengacu pada analisis model genangan berdasarkan volume sumber banjir yang diketahui dengan menggunakan data DEM (Jing 2010). Model ini menggunakan algoritma aproksimasi (approximation algorithm) untuk menganalisis ketinggian genangan (H) berdasarkan perbandingan antara volume air (V) daerah yang tergenang dan volume air (Q) sumber banjir. Fungsi dari algoritma aproksimasi untuk menentukan daerah genangan didefinisikan berdasarkan persamaan berikut:...(1) Nilai V dihitung dengan menggunakan persamaan:...(2) dimana H i yaitu akumulasi ketinggian antara ketinggian genangan (h i ) dan elevasi DEM (E i ) pada unit piksel ke-i, artinya ; m yaitu jumlah unit piksel yang tergenang; A yaitu luas unit piksel. Berdasarkan persamaan tersebut, dapat diketahui nilai V yang paling mendekati atau sama dengan nilai Q. Dalam penelitian ini, untuk mencapai kondisi tersebut dilakukan pengembangan algoritma melalui proses distribusi limpasan (ketinggian) genangan. Sebelum proses simulasi dimulai, data DEM dengan format raster Esri grid dikonversi ke bentuk format ascii (sejenis format teks) yang dapat di-import ke dalam software Microsoft Excel dengan tetap mempertahankan header data (lihat Gambar 6). Di dalam lingkungan Microsoft Excel, proses simulasi dijalankan dengan memanfaatkan macro VBA (Visual Basic Application) untuk membuat script yang dapat menjalankan algoritma yang telah dibuat (Lampiran 2).

10 22 Gambar 6 Header data DEM dalam format ascii Adapun tahapan algoritma dalam simulasi model genangan banjir berdasarkan proses distribusi limpasan genangan yaitu sebagai berikut: 1) Menetapkan kondisi awal yaitu H i = E i, sehingga h i = 0. Artinya belum terjadi genangan dan V = 0. 2) Menentukan piksel awal (h 0 ) yaitu unit piksel bagian hulu pada data DEM. 3) Menetapkan nilai Q sebagai nilai masukan untuk proses perhitungan genangan. 4) Melakukan pengisian piksel h 0 dengan persamaan:... (3) dimana adalah tinggi genangan sebelumnya; dan n adalah penambahan ketinggian. Nilai n digunakan untuk memberikan nilai ketinggian genangan pada piksel h 0 sehingga dapat mendistribusikan genangan ke piksel selanjutnya. Asumsi ini mengikuti prinsip bahwa air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. 5) Setelah piksel h 0 terisi, maka dilakukan pendistribusian limpasan genangan pada piksel tetangga (t) yang terpilih (j). Pengecekan piksel tetangga ditentukan berdasarkan 8 arah dari piksel pusat atau disebut tipe 8 tetangga (Gambar 7). Penentuan piksel j berdasarkan perbedaan (selisih) ketinggian maksimum ( H) dengan menggunakan persamaan:... (4) dimana H t adalah akumulasi ketinggian (genangan dan elevasi) pada piksel tetangga.

11 23 (a) (b) Gambar 7 Tipe ketetanggaan piksel: (a) 4 tetangga, (b) 8 tetangga. 6) Menentukan limpasan genangan (h limpas ):... (5) Nilai maksimum h limpas yang dapat didistribusikan adalah sama dengan tinggi genangan (h i ). Pada kondisi dimana nilai H menghasilkan nilai h limpas > h i, maka ditetapkan h limpas = h i. Distribusi limpasan genangan ke piksel tetangga yang terpilih digunakan persamaan:... (6)... (7) dimana adalah ketinggian genangan pada piksel tetangga sebelum memperoleh limpasan; dan adalah ketinggian genangan pada piksel ke-i sebelum memberi limpasan. 7) Proses pada tahap 4 sampai tahap 6 dilakukan secara berulang (diiterasi), hingga kondisi berdasarkan Persamaan 1 terpenuhi, yaitu Q = V. Untuk menghitung volume daerah yang tergenang digunakan Persamaan 2. Secara ringkas algoritma model genangan banjir untuk simulasi disajikan pada Gambar 8. Ilustrasi simulasi model genangan banjir berdasarkan tahapan algoritma tersebut di atas dapat dilihat pada Gambar 9.

12 24 Mulai Input DEM dan nilai Q Kondisi awal H i = E i h i = 0 Menentukan piksel awal (h 0 ) Pengisian piksel awal h 0 = h 0 + n Pengecekan dan pemilihan piksel tetangga H = maks (H i + H t ) Tidak Distribusi limpasan genangan dari piksel awal ke piksel tetangga terpilih h limpas = ½ H Q = V terpenuhi? Ya Daerah genangan h limpas = h i Ya h limpas > h i? Tidak Kondisi genangan: h j = h j + h limpas h i = h i - h limpas Hitung volume genangan (V) Selesai Gambar 8 Algoritma model genangan banjir. Iterasi ke-1 Iterasi ke Keterangan: Q = 2000 m 3 n = 1 m Daerah genangan; Perubahan nilai H i Iterasi ke-5 Iterasi ke-4 Iterasi ke-3 Gambar 9 Ilustrasi simulasi model genangan dengan data DEM ukuran matriks 4 4 berdasarkan tahapan algoritma.

13 25 Batasan Model Pembuatan model spasial genangan banjir di lokasi penelitian memiliki batasan yang diasumsikan sebagai berikut: - Pengaruh pasang air laut tidak diperhitungkan, sehingga tidak terjadi akumulasi genangan akibat masuknya air laut ke daratan. Dalam penelitian ini, daerah laut merupakan NODATA yang memiliki nilai pada data DEM, sehingga tidak diperhitungkan (diabaikan) dan batas perhitungan dilakukan hanya sampai pada batas garis pantai. Asumsi tersebut dianggap bahwa kejadian banjir terjadi saat pasang, sehingga aliran air sungai tertahan di muara. - Pengaruh luapan sungai lainnya di sekitar wilayah Sungai Mangottong tidak diperhitungkan, sehingga tidak terjadi akumulasi genangan akibat luapan sungai yang lain. Pada bagian utara terdapat Sungai Tangka dan pada bagian selatan terdapat Sungai Baringeng Sungai, yang merupakan 2 sungai di sekitar Sungai Mangottong. Daerah genangan yang diperhitungkan hanya bersumber dari luapan Sungai Mangottong. - Resapan air ke dalam tanah sebagai proses infiltrasi tidak diperhitungkan, dengan asumsi tanah dalam keadaan jenuh. Verifikasi Model Verifikasi model dilakukan untuk melihat logika internal model. Adapun verifikasi yang dilakukan yaitu menganalisis pengaruh nilai n (penambahan ketinggian genangan pada piksel awal sehingga dapat didistribusikan ke piksel selanjutnya; lihat tahap 4 dalam tahapan algoritma dan Gambar 8) terhadap keluaran hasil simulasi model. Verifikasi dilakukan pada sebagian wilayah penelitian dengan menggunakan nilai Q sebesar m 3 (uji coba), kemudian membandingkan hasil simulasi nilai n yang berbeda terhadap ketinggian dan luas daerah genangan, serta waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan simulasi, yang dihasilkan oleh masing-masing simulasi. Nilai n yang disimulasikan yaitu 1 m, 0.5 m, dan 0.1 m. Berdasarkan hasil simulasi, selanjutnya dipilih nilai n yang mendekati atau sesuai dengan pola alami genangan banjir, untuk dimasukkan dalam proses simulasi genangan pada kejadian banjir pada tahun 2006.

14 26 Simulasi Model Kejadian Banjir tahun 2006 Simulasi model untuk kejadian banjir pada tahun 2006 dilakukan dengan menetapkan nilai Q sebesar m 3 yang dihitung berdasarkan volume kurva hidrograf sintetis, dengan debit puncak banjir yang dihasilkan oleh Sungai Mangottong sebesar m 3 /s atau setara dengan debit banjir periode ulang 25.3 tahun (Rahayu 2008). Validasi Model Hasil simulasi daerah yang tergenang tersebut kemudian divalidasi berdasarkan perbandingan terhadap data titik kedalaman genangan hasil observasi (pengukuran) di lokasi penelitian. Data titik kedalaman genangan di lokasi penelitian diperoleh berdasarkan wawancara penduduk terkait kondisi banjir pada tahun Model Prediksi Genangan Periode Ulang 50 dan 100 Tahun Setelah proses validasi dilakukan, maka dilanjutkan dengan simulasi genangan untuk memprediksi dan memetakan daerah genangan pada periode ulang 25, 50 dan 100 tahun dengan input nilai volume masing-masing yaitu sebesar m 3, m 3 dan m 3, yang juga dihitung berdasarkan volume kurva hidrograf sintetis debit banjir yang dihasilkan oleh Sungai Mangottong (Rahayu 2008). Data DEM yang telah dianalisis dalam proses simulasi yaitu telah diperoleh daerah yang tergenang, selanjutnya akan dikonversi kembali ke bentuk format raster Esri grid menggunakan ArcGIS untuk digunakan dalam analisis selanjutnya. 4) Analisis Risiko Bencana Banjir a. Analisis Bahaya (Hazard) Berdasarkan hasil simulasi pemodelan spasial genangan banjir, maka analisis bahaya banjir dilakukan dengan memilih hasil simulasi genangan periode ulang 25 tahun sebagai peta bahaya banjir. Analisis bahaya banjir pada lokasi penelitian dilakukan dengan membagi kelas kedalaman genangan berdasarkan tingkat bahayanya. Adapun pembagian kelas kedalaman genangan mengacu pada BNPB (2012) yaitu disajikan pada Tabel 4.

15 27 Tabel 4 Kelas bahaya banjir berdasarkan kedalaman genangan (BNPB 2012) Kelas Bahaya Kedalaman (meter) Rendah <0.76 Sedang 0,76 1,5 Tinggi >1,5 b. Analisis Kerentanan (Vulnerabilty) Dalam penelitian ini, analisis kerentanan dikaji berdasarkan kriteria kerentanan fisik, kerentanan sosial, dan eksposur lahan. Setiap kriteria dianalisis dengan prosedur sebagai berikut: 1. Kerentanan fisik dinilai berdasarkan jumlah bangunan yang berada di daerah genangan banjir, yang diperoleh dengan melakukan dijitasi citra satelit WorldView-2 dalam bentuk data titik (point). Selanjutnya dilakukan analisis untuk mengelompokkan jumlah bangunan dengan metode Point Statistics di ArcGIS berdasarkan analisis ketetanggaan (neighborhood) menggunakan tipe circle dengan radius 100 meter, dan tipe statistik yang dipilih yaitu sum, dengan output berupa data raster dengan ukuran piksel meter. Hasil yang diperoleh kemudian dikelaskan dengan metode klasifikasi Natural Breaks (Jenks), Metode tersebut juga dikenal sebagai goodness of varians fit, digunakan untuk meminimalkan penyimpangan kuadrat dari rata-rata kelas (ESRI 2012). Jumlah bangunan di lokasi penelitian dikelaskan sebanyak 3 kelas yaitu kelas rendah (skor 0.33), sedang (skor 0.67), dan tinggi (skor 1). 2. Kerentanan sosial dinilai berdasarkan kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk dihitung berdasarkan jumlah penduduk (mewakili 1 unit bangunan pemukiman yang berada di daerah genangan banjir) per km 2. Berdasarkan data titik bangunan, dilakukan penyeleksian terhadap titik bangunan yang termasuk bangunan pemukiman dengan mengacu pada data penggunaan lahan. Jumlah penduduk untuk setiap unit bangunan pemukiman dihitung berdasarkan jumlah penduduk di setiap administrasi desa/kelurahan dibagi dengan jumlah rumah tangga di setiap administrasi desa/kelurahan di lokasi penelitian. Hasil bagi antara

16 28 jumlah penduduk dan jumlah rumah tangga merupakan jumlah rata-rata penduduk yang tinggal dalam 1 unit bangunan. Selanjutnya dilakukan analisis Point Density untuk menghitung kepadatan penduduk dengan menggunakan data titik bangunan pemukiman yang atributnya telah diisi dengan jumlah penduduk. Point Density di ArcGIS dilakukan berdasarkan analisis ketetanggaan (neighborhood) menggunakan tipe circle dengan radius 100 meter per unit luasan km 2, dengan output berupa data raster dengan ukuran piksel meter. Hasil yang diperoleh kemudian dikelaskan dengan metode klasifikasi Natural Breaks (Jenks) sebanyak 3 kelas yaitu kelas rendah (skor 0.33), sedang (skor 0.67), dan tinggi (skor 1). 3. Ekposur lahan dinilai berdasarkan nilai kerugian (ekonomi) setiap kelas penggunaan lahan di daerah genangan banjir. Nilai kerugian setiap kelas penggunaan lahan dihitung secara relatif berupa bobot, berdasarkan pembobotan yang dilakukan dengan metode perbandingan berpasangan (pairwise comparison) dalam metode Analytialc Hierarchy Process (AHP) (Saaty 1988). Kelas penggunaan lahan yang dinilai adalah kelas Pemukiman/Perumahan (PP), Bisnis (B), Perkantoran (PK), Fasilitas Pendidikan (FP), Fasilitas Kesehatan (FK), Sawah (S), Kebun Campuran (KC), dan Tambak/Empang (T), sedangkan kelas Ruang Terbuka/Lapangan, Semak Belukar, Mangrove, dan Sungai diberi nilai 0, dengan asumsi tidak menghasilkan dampak kerugian bagi penduduk. Nilai bobot yang dihasilkan kemudian dinormalisasi untuk menghasilkan skor dengan kisaran nilai 0 1. Data eksposur lahan kemudian dikonversi kebentuk raster dengan ukuran piksel meter. Setelah semua kriteria kerentanan telah dianalisis, analisis kerentanan bencana banjir di lokasi penelitian dilakukan dengan metode spasial MCDA (Multi Criteria Decision Analysis) yaitu menggabungkan beberapa kriteria secara spasial berdasarkan nilai dari masing-masing kriteria (Malczewski 1999). Penggabungan beberapa kriteria dilakukan dengan proses overlay secara operasi matematika berdasarkan nilai skor dan bobot (weight) masing-masing kriteria

17 29 kerentanan. Berdasarkan hal tersebut, untuk menganalisis kerentanan digunakan persamaan berikut:... (9) dimana V adalah kerentanan; V p adalah kerentanan fisik berdasarkan nilai skornya; V s adalah kerentanan sosial berdasarkan nilai skornya; E l adalah eksposur lahan berdasarkan nilai skornya; dan w adalah bobot masing-masing kriteria. Pembobotan (weighting) masing-masing kriteria kerentanan dilakukan dengan metode perbandingan berpasangan dalam metode AHP (Saaty 1988). Perbandingan antara masing-masing kriteria diminta dari tim ahli (pakar) melalui kuisioner (Lampiran 4), yang memiliki tujuan untuk membuat penilaian komparatif (preferensi) tentang kepentingan relatif dari masing-masing pasangan kriteria dalam hal kriteria yang mereka ukur. Pemberian nilai oleh pakar berdasarkan skala nilai kepentingan yang disarankan Saaty (1988), seperti disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Skala nilai kepentingan untuk perbandingan berpasangan (pairwise comparison) Skala Intensitas Kepentingan Keterangan 1 Sama penting Kedua elemen sama pentingnya 3 Sedikit lebih penting Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya. 5 Lebih penting Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya. 7 Sangat penting Satu elemen jelas sangat lebih penting daripada elemen lainnya dan memiliki dominasi nyata 9 Mutlak penting Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya dan dipilih secara tegas. 2,4,6,8 Nilai menengah Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi di antara 2 pilihan. 1/n Kebalikan (reciprocals) Nilai untuk kebalikan perbandingan. Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka disbanding dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya dibanding dengan i. Langkah selanjutnya dari proses perhitungan yaitu nilai-nilai preferensi yang diberikan disintesis menggunakan tabel matriks untuk menentukan ranking dari faktor yang relevan dalam hal nilai-nilai numerik yang setara dengan bobot faktor. Oleh karena itu nilai-nilai eigen dan eigenvektor dari matriks preferensi

18 30 mengungkapkan rincian penting tentang pola dalam matriks data yang dihitung. Beberapa pengalaman dalam proses AHP, nilai-nilai dari matriks perbandingan berpasangan biasanya akan dianggap baik dan tidak ditetapkan secara sewenangwenang. Namun, perasaan responden dan preferensi tetap tidak konsisten dan intransitif, yang kemudian dapat menyebabkan gangguan dalam perhitungan eigenvektor (Marinoni 2004). Agar hasil penilaian konsisten melalui kuisioner yang dibuat, responden diarahkan untuk terlebih dahulu mengurutkan tiap indikator berdasarkan urutan prioritas yang dianggap penting kemudian memberikan nilai kepentingan relatifnya (Panuju, Desember 2012, komunikasi pribadi), seperti disajikan pada Lampiran 2. Untuk menilai konsistensi hasil penilaian kepentingan relatif secara berpasangan, digunakan rasio konsistensi/consistency ratio (CR). Saaty (1988) mendefinisikan CR sebagai rasio antara consistency index (CI) terhadap suatu average consistency index (RI) berdasarkan persamaan berikut:... (10)... (11) dimana λ max adalah vektor prioritas dikalikan dengan masing-masing jumlah kolom; dan n adalah jumlah kriteria. Nilai CR <0.1 disebut konsisten. RI atau juga disebut indeks acak (random index), adalah dihitung oleh Saaty dan Sodenkamp (2008) sebagai konsistensi rata-rata matriks persegi pada berbagai n yang di-order yang diisi dengan masukan acak. Nilai RI pada berbagai tingkat order disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Nilai RI pada berbagai tingkat order Order RI Proses akhir dari penentuan bobot masing-masing kriteria dilakukan dengan menggabungkan nilai bobot dari masing-masing responden menjadi satu nilai, dengan menggunakan metode rata-rata geometrik (Marimin 2008). Hasil dari perhitungan rata-rata geometrik terhadap bobot masing-masing kriteria akan

19 31 dilakukan kembali perhitungan dengan metode pairwise comparison. Adapun rumus yang digunakan dalam perhitungan rata-rata geometrik yaitu sebagai berikut:...(12) dimana adalah rata-rata geometrik; n adalah jumlah responden; dan X i adalah penilaian oleh responden ke-i. Berdasarkan konsep analisis spasial, alur proses analisis kerentanan dengan metode spasial MCDA untuk menghasilkan peta kerentanan di lokasi penelitian disajikan pada Gambar 10. Hasil yang diperoleh kemudian dikelaskan menggunakan klasifikasi Equal Interval (interval sama) menjadi 3 kelas yaitu kelas rendah (skor 0.33), sedang (skor 0.67), dan tinggi (skor 1). Kerentanan Fisik (Jumlah Bangunan) Kerentanan Sosial (Jumlah Penduduk) Eksposur Lahan (Penggunaan Lahan) Penentuan skor Penentuan skor Penentuan skor Penentuan Bobot Penentuan Bobot Penentuan Bobot Overlay Reklasifikasi (Rendah, Sedang, Tinggi) Peta Kerentanan Gambar 10 Alur proses analisis kerentanan dengan metode spasial MCDA. c. Analisis Risiko (Risk) Risiko banjir dapat dihitung berdasarkan persamaan umum:... (13)

20 32 dimana: R adalah risiko (risk); H adalah bahaya (hazard); dan V adalah kerentanan (vulnerability). Menurut BNPB (2012) hasil indeks perkalian perlu dikoreksi dengan menunjukkan pangkat 1/n, untuk mendapatkan kembali dimensi asalnya. Berdasarkan koreksi tersebut digunakan persamaan:...(14) Berdasarkan persamaan tersebut, analisis risiko dikaji secara spasial yaitu dalam bentuk peta risiko, dengan menggabungkan komponen H (peta bahaya) dan V (peta kerentanan). Seperti halnya dalam analisis kerentanan, risiko bencana banjir dianalisis dengan menggunakan metode spasial MCDA. Nilai skor masingmasing komponen risiko diberi nilai pada kisaran 0 1, yaitu untuk kelas rendah diberi skor 0.33, kelas sedang diberi skor 0.67, dan kelas tinggi diberi skor 1. Nilai-nilai skor tersebut merupakan nilai normalisasi dari pemberian nilai pada skala 1 3. Semakin tinggi nilai yang diberikan, maka semakin besar pengaruhnya terhadap risiko. Selanjutnya, untuk nilai bobot masing-masing komponen risiko diberikan nilai bobot yang sama yaitu 0.5. Alur proses analisis risiko dengan metode spasial MCDA disajikan pada Gambar 11. Hasil yang diperoleh kemudian dikelaskan menggunakan klasifikasi Equal Interval (interval sama) menjadi 3 kelas yaitu kelas rendah, sedang, dan tinggi. Peta Bahaya Penentuan Skor Penentuan Bobot Overlay 2 = ( Reklasifikasi (Rendah, Sedang, Tinggi) Peta Risiko Peta Kerentanan Penentuan Skor Penentuan Bobot Gambar 11 Alur proses analisis risiko dengan metode spasial MCDA.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN DEM (Digital Elevation Model) Wilayah Penelitian Proses interpolasi beberapa data titik tinggi yang diekstraksi dari berbagai sumber dengan menggunakan metode semivariogram tipe ordinary

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL RISIKO BANJIR WILAYAH SUNGAI MANGOTTONG DI KABUPATEN SINJAI, SULAWESI SELATAN

ANALISIS SPASIAL RISIKO BANJIR WILAYAH SUNGAI MANGOTTONG DI KABUPATEN SINJAI, SULAWESI SELATAN J. Tanah Lingk., 15 (1) April 2013: 39-44 ISSN 1410-7333 ANALISIS SPASIAL RISIKO BANJIR WILAYAH SUNGAI MANGOTTONG DI KABUPATEN SINJAI, SULAWESI SELATAN Flood Risk Spatial Analysis of Mangottong River Area

Lebih terperinci

MODEL SPASIAL GENANGAN BANJIR: STUDI KASUS WILAYAH SUNGAI MANGOTTONG, KABUPATEN SINJAI, PROVINSI SULAWESI SELATAN

MODEL SPASIAL GENANGAN BANJIR: STUDI KASUS WILAYAH SUNGAI MANGOTTONG, KABUPATEN SINJAI, PROVINSI SULAWESI SELATAN Globe Volume15No. 1 Juni 2013 : 62-67 MODEL SPASIAL GENANGAN BANJIR: STUDI KASUS WILAYAH SUNGAI MANGOTTONG, KABUPATEN SINJAI, PROVINSI SULAWESI SELATAN (Spatial Modeling of Flood Inundation: Case Study

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di kawasan agropolitan Cendawasari, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Kegiatan analisis data dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Berikut adalah metode penelitian yang diusulkan : Pengumpulan Data Peta Curah Hujan tahun Peta Hidrologi Peta Kemiringan Lereng Peta Penggunaan Lahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis

METODE PENELITIAN. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2011 sampai Januari 2012 dengan memilih Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau sebagai studi kasus penelitian.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur 11 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian DAS, Banten merupakan wilayah yang diambil sebagai daerah penelitian (Gambar 2). Analisis data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Galuga dan sekitarnya, Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 12 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi yang diteliti adalah wilayah pesisir Kabupaten Karawang (Gambar 3), yang secara administratif berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan.

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan. Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan. Gambar 4.16 Teras sungai pada daerah penelitian. Foto menghadap timur. 4.2 Tata Guna Lahan Tata guna lahan pada daerah penelitian

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Pembangunan dan pengembangan wilayah di setiap daerah merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat di wilayah

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN III.1. Area Penelitian Area penelitian didasarkan pada data LiDAR, antara koordinat 7 50 22.13 LS 139 19 10.64 BT sampai dengan 7 54 55.53 LS 139 23 57.47 BT. Area penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) ini dilaksanakan di PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat pada

Lebih terperinci

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP ANALISIS DATA Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan konsumen dan pakar serta tinjauan langsung ke lapangan, dianalisa menggunakan metode yang berbeda-beda sesuai kebutuhan dan kepentingannya.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep) Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten ) Arfina 1. Paharuddin 2. Sakka 3 Program Studi Geofisika Jurusan Fisika Unhas Sari Pada penelitian ini telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Hidrologi sebagai cabang ilmu yang basisnya adalah pengukuran Fenomena Alam, dihadapkan pada tantangan bagaimana memodelkan atau memprediksi proses hidrologi pada

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor

Lebih terperinci

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA? PENGUKURAN KEKOTAAN Geographic Information System (1) Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering Permohonan GIS!!! Karena tidak pernah

Lebih terperinci

Gambar 3 Diagram alir metodologi

Gambar 3 Diagram alir metodologi 6 penetapan sempadan pantai dan sungai. Kedua penetapan sempa, pantai dan sungai. Kedua pemerintah harus melakukan penyuluhan dan penyampaian informasi ke publik. Ketiga pemerintah harus mengadakan pelatihan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Analisis Data DEM/DTM Untuk mengetahui kualitas, persamaan, dan perbedaan data DEM/DTM yang akan digunakan untuk penelitian, maka dilakukan beberapa analisis. Gambar IV.1.

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian mencakup seluruh pesisir Kabupaten Indramayu yang terdiri dari 11 kecamatan pesisir (Gambar 1). Secara geografis, wilayah studi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Dalam rangka perumusan kebijakan, pembangunan wilayah sudah seharusnya mempertimbangkan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan atas dasar

Lebih terperinci

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 8 3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bogor Jawa Barat yang secara geografis terletak pada 6º18 6º47 10 LS dan 106º23 45-107º 13 30 BT. Lokasi ini dipilih karena Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Menurut Arikunto (1988), metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Data yang dikumpulkan bisa berupa

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilakukan kurang lebih selama sebelas bulan yaitu sejak Februari 2009 hingga Januari 2010, sedangkan tempat penelitian dilakukan

Lebih terperinci

ABSTRAK PENDAHULUAN. Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3 PJ dan SIG Fakultas Geografi UGM.

ABSTRAK PENDAHULUAN. Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3 PJ dan SIG Fakultas Geografi UGM. APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK PEMETAAN ZONA RAWAN BANJIR DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI CELENG KECAMATAN IMOGIRI KABUPATEN BANTUL Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 56 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dipaparkan mengenai perancangan penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penulisan ini. Penelitian ini memiliki 2 (dua) tujuan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

IV. PEMBOBOTAN PARAMETER DAN PENENTUAN KEPUTUSAN

IV. PEMBOBOTAN PARAMETER DAN PENENTUAN KEPUTUSAN IV. PEMBOBOTAN PARAMETER DAN PENENTUAN KEPUTUSAN I. PEMBOBOTAN PARAMETER Tujuan pembobotan parameter adalah untuk mengekspresikan seberapa besar pengaruh suatu parameter terhadap parameter lainnya. Ada

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang tujuannya untuk menyajikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan nomos. Oikos berarti rumah tangga, nomos berarti aturan. Sehingga

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. San Diego Hills. Visi dan Misi. Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran

METODE PENELITIAN. San Diego Hills. Visi dan Misi. Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran 24 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran San Diego Hills Visi dan Misi Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran Bauran Pemasaran Perusahaan: 1. Produk 2. Harga 3. Lokasi 4. Promosi

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Koreksi Geometrik Langkah awal yang harus dilakukan pada penelitian ini adalah melakukan koreksi geometrik pada citra Radarsat. Hal ini perlu dilakukan karena citra tersebut

Lebih terperinci

Kuliah 11. Metode Analytical Hierarchy Process. Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi. Sofian Effendi dan Marlan Hutahaean 30/05/2016

Kuliah 11. Metode Analytical Hierarchy Process. Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi. Sofian Effendi dan Marlan Hutahaean 30/05/2016 1 Kuliah 11 Metode Analytical Hierarchy Process Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi METODE AHP 2 Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Analytical Network Process (ANP) dapat digunakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Tampilan 3D DEM SRTM

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Tampilan 3D DEM SRTM Klasifikasi Dari hasil confusion matrix didapatkan ketelitian total hasil klasifikasi (KH) untuk citra Landsat 7 ETM akuisisi tahun 2009 sebesar 82,19%. Berdasarkan hasil klasifikasi tutupan lahan citra

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian 10 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2011 dan berakhir pada bulan Oktober 2011. Penelitian ini terdiri atas pengamatan di lapang dan analisis

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 17 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah administrasi Kota Depok, Provinsi Jawa Barat (Gambar 8). Meliputi 6 kecamatan yaitu, Sawangan, Pancoran

Lebih terperinci

PENGGUNAAN CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI UNTUK PEMBUATAN PETA DASAR SKALA 1:5.000 KECAMATAN NGADIROJO, KABUPATEN PACITAN

PENGGUNAAN CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI UNTUK PEMBUATAN PETA DASAR SKALA 1:5.000 KECAMATAN NGADIROJO, KABUPATEN PACITAN JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-399 PENGGUNAAN CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI UNTUK PEMBUATAN PETA DASAR SKALA 1:5.000 KECAMATAN NGADIROJO, KABUPATEN PACITAN

Lebih terperinci

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT Multi-Attribute Decision Making (MADM) Permasalahan untuk pencarian terhadap solusi terbaik dari sejumlah alternatif dapat dilakukan dengan beberapa teknik,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir Banjir merupakan salah satu fenomena alam yang sering terjadi di berbagai wilayah. Richard (1995 dalam Suherlan 2001) mengartikan banjir dalam dua pengertian, yaitu : 1)

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

BAB 3 PENGOLAHAN DATA BAB 3 PENGOLAHAN DATA Pada bab ini akan dijelaskan mengenai data dan langkah-langkah pengolahan datanya. Data yang digunakan meliputi karakteristik data land use dan land cover tahun 2005 dan tahun 2010.

Lebih terperinci

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan IV.1 Bagan Alir Metodologi Penelitian Bagan alir metodologi penelitian seperti yang terlihat pada Gambar IV.1. Bagan Alir Metodologi Penelitian menjelaskan tentang

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah:

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah: IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Balai Pengembangan Teknologi (BPT) Mekanisasi Pertanian Jawa Barat yang terletak di Jalan Darmaga Timur Bojongpicung, Cihea,

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5292 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI I. UMUM Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat

Lebih terperinci

EKSTRAKSI MORFOMETRI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI WILAYAH KOTA PEKANBARUUNTUK ANALISIS HIDROGRAF SATUAN SINTETIK

EKSTRAKSI MORFOMETRI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI WILAYAH KOTA PEKANBARUUNTUK ANALISIS HIDROGRAF SATUAN SINTETIK EKSTRAKSI MORFOMETRI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI WILAYAH KOTA PEKANBARUUNTUK ANALISIS HIDROGRAF SATUAN SINTETIK Fatiha Nadia 1), Manyuk Fauzi 2), dan Ari Sandhyavitri 2) 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

Pertemuan 5. Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP).

Pertemuan 5. Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pertemuan 5 Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pengembangan Pendekatan SPK (II) Pengembangan Pendekatan SPK (II) Pengembangan SPK membutuhkan pendekatan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya dikarenakan faktor ketidakpasatian atau ketidaksempurnaan informasi saja. Namun masih terdapat penyebab

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Bahan dan Alat 22 METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Lokasi penelitian berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciambulawung yang secara administratif terletak di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

REVIEW HASIL CEK LAPANGAN PEMETAAN RUPABUMI INDONESIA (RBI) SKALA 1:25

REVIEW HASIL CEK LAPANGAN PEMETAAN RUPABUMI INDONESIA (RBI) SKALA 1:25 REVIEW HASIL CEK LAPANGAN PEMETAAN RUPABUMI INDONESIA (RBI) SKALA 1:25.000 BERDASARKAN PERATURAN KEPALA BIG NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG KETELITIAN PETA DASAR (Studi Kasus: Pekerjaan Pemetaan RBI Aceh Paket

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor mulai Desember 2010 Maret 2011. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada daerah kajian Provinsi Kalimantan Barat. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan Sistem

Lebih terperinci

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Gambar 1. Lokasi Penelitian 11 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Babakan Madang dan Klapanunggal. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Analisis citra dan

Lebih terperinci

Fasilitas Penempatan Vektor Eigen (yang dinormalkan ) Gaji 0,648 0,571 0,727 0,471 0,604 Jenjang 0,108 0,095 0,061 0,118 0,096

Fasilitas Penempatan Vektor Eigen (yang dinormalkan ) Gaji 0,648 0,571 0,727 0,471 0,604 Jenjang 0,108 0,095 0,061 0,118 0,096 PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERUSAHAAN BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) SEBAGAI TEMPAT KERJA MAHASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (USU) 1. Permasalahan Pemilihan Perusahaan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM)

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM) Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 4 No. 4 Desember 2009 : 154-159 PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM) Susanto *), Atriyon Julzarika

Lebih terperinci

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20 Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-2 IV.7 Gelombang Menabrak Suatu Struktur Vertikal Pemodelan dilakukan untuk melihat perilaku gelombang ketika menabrak suatu struktur vertikal. Suatu saluran

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta DAS penelitian

Gambar 1. Peta DAS penelitian Gambar 1. Peta DAS penelitian 1 1.1. Proses Penentuan Model Kemiringan Lereng Kemiringan lereng ditentukan berdasarkan informasi ketinggian dan jarak pada data DEM yang berbasis raster (piksel). Besarnya

Lebih terperinci

METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN GALANGAN KAPAL UNTUK PEMBANGUNAN KAPAL TANKER DI PULAU BATAM

METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN GALANGAN KAPAL UNTUK PEMBANGUNAN KAPAL TANKER DI PULAU BATAM METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN GALANGAN KAPAL UNTUK PEMBANGUNAN KAPAL TANKER DI PULAU BATAM Oleh : Yuniva Eka Nugroho 4209106015 Jurusan Teknik Sistem Perkapalan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. yang di lakukan oleh Agus Settiyono (2016) dalam penelitiannya menggunakan 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. yang di lakukan oleh Agus Settiyono (2016) dalam penelitiannya menggunakan 7 BAB 2 2.1. Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI Tinjauan pustaka yang dipakai dalam penelitian ini didapat dari penelitian yang di lakukan oleh Agus Settiyono (2016) dalam penelitiannya menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Analisis Kerentanan 3.1.1 Kerentanan wilayah Secara keseluruhan, diagram alir pada analisis kerantanan wilayah dilakukan berdasarkan diagram alir pada gambar 3.1 Peta

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014.

III. METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014. 33 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014. Adapun penelitian dilaksanakan di pesisir Kabupaten Lampung Timur. Berikut ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pendukung Keputusan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pendukung Keputusan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pendukung Keputusan Sistem pendukung keputusan adalah sebuah sistem yang efektif dalam membantu mengambil suatu keputusan yang kompleks, sistem ini menggunakan aturan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2010 sampai Februari 2011 yang berlokasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Kabupaten

Lebih terperinci

Model Data Spasial. by: Ahmad Syauqi Ahsan

Model Data Spasial. by: Ahmad Syauqi Ahsan Model Data Spasial by: Ahmad Syauqi Ahsan Peta Tematik Data dalam SIG disimpan dalam bentuk peta Tematik Peta Tematik: peta yang menampilkan informasi sesuai dengan tema. Satu peta berisi informasi dengan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian 23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini difokuskan pada lahan sagu yang ada di sekitar Danau Sentani dengan lokasi penelitian mencakup 5 distrik dan 16 kampung di Kabupaten Jayapura.

Lebih terperinci

Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP).

Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pengembangan Pendekatan SPK Pengembangan SPK membutuhkan pendekatan yg unik. Pengembangan SPK Terdapat 3 (tiga) pendekatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

EKSTRAKSI GARIS PANTAI MENGGUNAKAN HYPSOGRAPHY TOOLS

EKSTRAKSI GARIS PANTAI MENGGUNAKAN HYPSOGRAPHY TOOLS EKSTRAKSI GARIS PANTAI MENGGUNAKAN HYPSOGRAPHY TOOLS Danang Budi Susetyo, Aji Putra Perdana, Nadya Oktaviani Badan Informasi Geospasial (BIG) Jl. Raya Jakarta-Bogor Km. 46, Cibinong 16911 Email: danang.budi@big.go.id

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berdasarkan bobot yang digunakan, hasil kontur yang dihasilkan akan berbeda untuk masing-masing metode interpolasi. Bentuk konturnya ditampilkan pada Gambar 6 sampai

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil studi kasus di sekitar DAS Ciliwung. Alasan mengambil lokasi di DAS Ciliwung adalah: a) perubahan iklim sangat berpengaruh pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Sistem Pendukung Keputusan Pada dasarnya sistem pendukung keputusan merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem informasi manajemen terkomputerisasi. Sistem

Lebih terperinci

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI Dwi Nurul Izzhati Fakultas Teknik, Universitas Dian Nuswantoro, Semarang 50131 E-mail : dwinurul@dosen.dinus.ac.id

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PREDIKSI PENGGUNAAN DAN PERUBAHAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA IKONOS MULTISPEKTRAL

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PREDIKSI PENGGUNAAN DAN PERUBAHAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA IKONOS MULTISPEKTRAL PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PREDIKSI PENGGUNAAN DAN PERUBAHAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA IKONOS MULTISPEKTRAL Teguh Hariyanto Program Studi Teknik Geodesi FTSP-ITS Surabaya email: teguh_hr@geodesy.its.ac.id

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam interpretasi dan proses pemetaan citra

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam interpretasi dan proses pemetaan citra 67 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam interpretasi dan proses pemetaan citra satelit ke dalam peta tematik antara lain sebagai berikut : 1. Bahan a. Data

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sistem Pendukung Keputusan Sistem Pendukung Keputusan (SPK) merupakan sistem informasi interaktif yang menyediakan informasi, pemodelan dan memanipulasi data. Sistem ini digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah 25 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah besar data

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

Analisis DEM SRTM untuk Penilaian Kesesuaian Lahan Kopi dan Kakao: Studi Kasus di Kabupaten Manggarai Timur. Ari Wahono 1)

Analisis DEM SRTM untuk Penilaian Kesesuaian Lahan Kopi dan Kakao: Studi Kasus di Kabupaten Manggarai Timur. Ari Wahono 1) Analisis DEM SRTM untuk Penilaian Kesesuaian Lahan Kopi dan Kakao: Studi Kasus di Kabupaten Manggarai Timur Ari Wahono 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014 Penentuan Resiko Dan Kerentanan Tsunami Di Kebumen Dengan Citra Alos Faiz Islam, Sawitri Subiyanto, L.M. Sabri *) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof Soedarto,

Lebih terperinci

BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN. 3.1 Penerapan AHP dalam Menentukan Prioritas Pengembangan Obyek Wisata Di Kabupaten Toba Samosir

BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN. 3.1 Penerapan AHP dalam Menentukan Prioritas Pengembangan Obyek Wisata Di Kabupaten Toba Samosir 29 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Penerapan AHP dalam Menentukan Prioritas Pengembangan Obyek Wisata Di Kabupaten Toba Samosir Penerapan AHP dalam menentukan prioritas pengembangan obyek wisata dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 23 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei hingga September 2010 dan mengambil lokasi di wilayah DAS Ciliwung Hulu, Bogor. Pengolahan data dan analisis

Lebih terperinci

STUDI PEMANTAUAN LINGKUNGAN EKSPLORASI GEOTHERMAL di KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

STUDI PEMANTAUAN LINGKUNGAN EKSPLORASI GEOTHERMAL di KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI PEMANTAUAN LINGKUNGAN EKSPLORASI GEOTHERMAL di KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ALDILA DEA AYU PERMATA - 3509 100 022 JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PEMODELAN SPASIAL BANJIR LUAPAN SUNGAI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH DI DAS BODRI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMODELAN SPASIAL BANJIR LUAPAN SUNGAI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH DI DAS BODRI PROVINSI JAWA TENGAH PEMODELAN SPASIAL BANJIR LUAPAN SUNGAI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH DI DAS BODRI PROVINSI JAWA TENGAH Nugraha Saputro nggonzales9@gmail.com Taufik Heri Purwanto taufik_hp@yahoo.com

Lebih terperinci

Pengumpulan dan Integrasi Data. Politeknik elektronika negeri surabaya. Tujuan

Pengumpulan dan Integrasi Data. Politeknik elektronika negeri surabaya. Tujuan Pengumpulan dan Integrasi Data Arna fariza Politeknik elektronika negeri surabaya Tujuan Mengetahui sumber data dari GIS dan non GIS data Mengetahui bagaimana memperoleh data raster dan vektor Mengetahui

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bab ini menjelaskan mengenai metode Analytic Hierarchy Process (AHP) sebagai metode yang digunakan untuk memilih obat terbaik dalam penelitian ini. Disini juga dijelaskan prosedur

Lebih terperinci