1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk

Ukuran: px

Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk"

Yuliana Hartanto
6 tahun lalu
Tontonan:

1 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan tropis merupakan sumber utama kayu dan gudang dari sejumlah besar keanekaragaman hayati dan karbon yang diakui secara global, meskupun demikian tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk dipelajari. Di Indonesia, yang telah menjadi salah satu eksportir terdepan di dunia sejak tahu 1970, tantangannya adalah untuk mengelola hutan dengan keanekaragaman hayati yang sangat besar yang tumbuh dalam berbagai kondisi biofisik dan sosial seluas ,32 km 2 (Peraturan Menteri Dalam Negeri, Nomor 18 tahun 2013). Baru-baru ini, kayu bulat yang dipanen dari hutan alam di Indonesia menurun, sebagai contoh, produksi turun dari 6,4 juta m 3 di tahun 2007 menjadi 5,08 juta m 3 di tahun 2011 (Kementerian Kehutanan, 2012). Meskipun banyak Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) yang beroperasi di kawasan hutan tropis Indonesia tetapi produksi kayu bulat tetap saja menurun (Kementerian Kehutanan, 2012), khususnya pada penebangan yang telah memasuki rotasi ke dua dan ke tiga. Keterbatasan pasokan kayu bulat menyababkan menurunnya produksi pada rantai produksi di bawahnya, beberapa industri gergajian tutup karena kekurangan bahan baku. Pada saat menurunnya pemanenan kayu, permintaan akan kayu naik baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Salah satu solusi untuk masalah ini adalah dengan meningkatkan produksi kayu di hutan alam yang dikelola. 1

2 2 Pada tahun 2009 pemerintah Indonesia menerapakan sistem silvikultur baru yang dikenal dengan Tebang Pilih Tanam Jalur/TPTJ (Perdirjen BPK Nomor: P.9/VI/BPHA/2009) hal ini merupakan usaha untuk meningkatkan produksi di hutan alam di Indonesia. TPTJ adalah implementasi dari silvikultur intensif (SILIN) di hutan alam. SILIN didisain untuk memaksimalkan produksi dari pohon yang ditanam dengan jalan menggunakan semai berkualitas, manipulasi lingkungan, dan perlindungan dari hama dan penyakit. TPTJ, yang digunakan di seluruh pemegang ijin pengelolaan, membutuhkan peningkatan intensitas pemanenan dengan mengurangi batas diameter tebangan dari 50 cm ke 40 cm diikuti dengan penanaman jenis pohon yang komersial pada tiap 2,5 m sepanjang jalur dengan lebar 3 m yang dibersihkan dengan jarak antar jalur 20 m pada hutan bekas tebangan (Pamoengkas, 2010). Oleh karena itu TPTJ memerlukan 200 semai tiap hektar. Di PT Sari Bumi Kusuma (SBK) blok Seruyan dan Katingan, Kalimantan Tengah, lahan seluas ,89 ha dialokasikan untuk TPTJ dari luas total ha, dan ,56 ha dialokasikan untuk TPTI (tebang pilih tanam Indonesia), sedangkan sisanya adalah areal lindung (kelerengan >40%, buffer zone, area konservasi) dan petak ukur permanen (PUP), sungai dan infrastruktur. SBK terutama menanam 5 spesies dari Dipterocarpaceae dalam genus Shorea, (S. macrophylla, S. platyclados, S. leprosula, S. johorensis, S. dasyphilla, S. parvifolia). Secara spesifik jalur tanam selebar 3 m dilakukan pembukaan naungan. Bagaimana tegakan pada sistem silvikultur TPTJ akan ditebang pada akhir daur adalah topik penelitian yang diusulkan.

3 3 Penetapan sistem pemanenan yang sesuai untuk tegakan yang dikelola dengan TPTJ menjadi suatu hal yang penting. Petunjuk tebang pilih pada areal pertanaman jalur (Lampiran 2 Perdirjen No. P.9/VI/BPHA/2009) menjelaskan bahwa pemanenan harus menerapkan tiga prinsip: (1) Pemanenan dengan tebang habis pada jalur tanam dan tebang pilih pada tegakanantar jalur untuk pohon diameter > 40 cm, (2) Memanen tidak boleh melebihi riap, dan (3) Efisien, efektif, tertib, dan ramah lingkungan. Peraturan tersebut belum menjelaskan tetang teknis penebangan di hutan yang dikelola dengan sistem silvikultur TPTJ. Jumlah pohon yang diperbolehkan ditebang pada tegakanantar jalur, teknik penebangan yang digunakan serta peralatan yang boleh digunakan belum dijelaskan secara detail. Hal tersebut akan menimbulkan munculnya asumsi-asumsi dalam penerapannya. Berdasarkan Lampiran 2 Perdirjen No. P.9/VI/BPHA/2009, apabila diasumsikan bahwa setengah dari pohon yang ditanam selamat dan tumbuh lebih besar daripada batas minimum diameter yang boleh dipanen (100 pohon) dan 85% dari tegakan yang tidak ditanam akan dipanen (20 pohon) dengan dbh >40 cm pada akhir daur (25 tahun). Berdasarkan asumsi tersebut, 120 pohon akan dipanen dan 456 m 3 dari tiap hektar (dengan asumsi volume per pohon sebesar 3,8 m 3 ). Estimasi tersebut melebihi ambang batas yang direkomendasikan untuk reduce-impact logging (RIL, pemanenan ramah lingkungan) oleh Sist et.al. (1998), berdasarkan penelitian di Kalimantan Timur. Berdasarkan penelitian tersebut pemanenan >100 m 3 /ha dan 10 pohon per ha menyebabkan kerusakan >50% dari tegakan tinggal. Dijelaskan lebih

4 4 lanjut bahwa efektifitas RIL dalam mengurangi kerusakan tegakan akan hilang jika >8 pohon ditebang tiap hektar. Penelitian yang dilakukan oleh Sist et.al. (1998) tersebut memberikan gambaran bahwa apabila pemanenan dilakukan sesuai dengan Lampiran 2, Perdirjen BPK No. P.9/VI/BPHA/2009 akan memberikan dampak kerusakan tegakan tinggal dan tanah yang sangat besar. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk memperkirakan dampak penerapan peraturan pemerintah tersebut terhadap tegakan tinggal dan tanah. Lebih lanjut lagi diperlukan penaksiran potensi produksi dari tegakan yang diterapkan sistem silvikultur TPTJ, sehingga dapat direncanakan pengaturan hasil dari tegakan tersebut. Sistem pemanenan yang tepat untuk tegakan dengan sistem silvikultur TPTJ juga perlu ditetapkan dalam rangka mengurangi kerusakan tegakan tinggal dan tanah. Namun demikian sampai dengan saat ini belum ada tegakan yang dikelola dengan sistem silvikultur TPTJ yang siap tebang, oleh karena itu penelitian dapat dilakukan dengan cara membuat simulasi dari data-data sekunder yang telah ada dan tambahan data aktual di lapangan Rumusan Masalah Penerapan sistem silvikultur TPTJ memberikan konsekwensi teknis pada pengelolaan hutan, salah satunya adalah sistem pemanenan/cara memanen tegakan tersebut. Pemanenan pada tegakan TPTJ apabila dilakukan sesuai dengan Lampiran 2 Perdirjen BPK No.P.9/VI/BPHA/2009 diperkirakan akan menyebabkan kerusakan hutan yang sangat besar. Hal tersebut mengacu pada penelitian yang telah dilakukan

5 5 oleh Sist et.al., (1998). Berdasarkan permasalahan tersebut beberapa pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah : 1. Berapa besar taksiran potensi produksi dari tegakan dengan sistem silvikultur TPTJ? 2. Berapa besar efek/kerusakan yang akan terjadi pada tegakan tinggal dan tanah apabila seluruh aturan di Lampiran 2 Perdirjen BPK No. P.9/VI/BPHA/2009 diterapkan? 3. Bagaimana melakukan pemanenan pada tegakan yang dikelola dengan sistem silvikultur TPTJ dilakukan pemanenan dengan meminimalkan degradasi lingkungan meliputi kerusakan tegakan tinggal, dan kerusakan tanah? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalah tersebut di atas, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan : 1. Mengetahui taksiran potensi produksi pada tegakan jalur, tegakan antar jalur dan gabungan diantara keduannya. 2. Memprediksi dampak pemanenan terhadap tegakan yang dikelola dengan sistem silvikultur TPTJ (Perdirjen BPK No. P.9/VI/BPHA/2009). 3. Menentukan model pemanenan ramah lingkungan pada sistem silvikultur TPTJ dengan jalan menilai alternatif skenario-skenario pemanenan.

6 Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan manfaat antra lain : 1. Pengembangan ilmu pengetahuan, terutama di bidang pemanenan dan perencanaan hutan. 2. Memberikan informasi dan pertimbangan secara ilmiah bagi semua pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan hutan. 3. Memberikan refrensi pada penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan tema penelitian ini. 4. Memberikan masukan kepada pemerintah dalam menyempurnakan peraturan tentang sistem silvikultur TPTJ

dokumen-dokumen yang mirip

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH Oleh : PT. Sari Bumi Kusuma PERKEMBANGAN HPH NASIONAL *) HPH aktif : 69 % 62% 55%