BAB V PEMBAHASAN. 25 orang (39.1%) yang mengalami jerawat berat. Hasil observasi yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. punggung bagian atas. Jerawat terjadi karena pori-pori kulit. terbuka dan tersumbat dengan minyak, sel-sel kulit mati, infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. papul, pustul, nodul dan kista di area predileksinya yang biasanya pada

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit kulit yang melibatkan unit pilosebasea ditandai. Indonesia, menurut catatan Kelompok Studi Dermatologi Kosmetika

BAB I PENDAHULUAN. Jerawat atau akne adalah mesalah kulit berupa infeksi dan peradangan

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik

BAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008).

The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengandung kelenjar sebasea seperti: muka, dada dan punggung ( kelenjar/cm). 1,2 Acne

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke

BAB I PENDAHULUAN. Wanita dan kosmetik adalah dua hal yang saling berkaitan. Kosmetik

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Akne vulgaris adalah suatu penyakit yang. dialami oleh hampir semua remaja dan orang dewasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dan masa dewasa, berlangsung antara usia 12 sampai 24 tahun (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

BAB I PENDAHULUAN UKDW. al, 2008). Tempat-tempat predileksi acne vulgaris adalah wajah, leher,

BAB I PENDAHULUAN. Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit. keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

THE CORRELATION OF COSMETIC USAGE TO ACNE VULGARIS CASE IN FEMALE STUDENT IN MEDICAL FACULTY OF LAMPUNG UNIVERSITY. Abstract

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran fast food dalam industri makanan di Indonesia mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. jerawat atau akne (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit. yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif dengan rancangan cross-sectional atau potong lintang. Bertujuan

HUBUNGAN ANTARA JERAWAT (AKNE VULGARIS) DENGAN CITRA DIRI PADA REMAJA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Akne vulgaris (jerawat) merupakan penyakit. peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang sering

Perawatan Kulit Wajah Manual Pada Kulit Berjerawat (Acne)

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Akne vulgaris atau lebih dikenal dengan jerawat, adalah penyakit self-limited yang menyerang unit

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan manusia berasal dari tumbuh-tumbuhan (pertanian primer) serta

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang pesat dalam pembangunan nasional dan perkembangan ilmu

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

BAB III METODE PENELITIAN

Jerawat biasanya muncul di wajah, leher, bahu, dada, punggung dan bahu, dan maaf ada juga di daerah pantat.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan adanya pubertas

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

HUBUNGAN POLA MAKAN, PREMENSTRUAL SYNDROM DAN PENGGUNAAN KOSMETIK DENGAN ACNE VULGARIS PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 2 SIGLI

BAB I PENDAHULUAN. Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering

ABSTRAK Gambaran Karakteristik Penderita Akne Vulgaris di Klinik Spesialis Kulit dan Kelamin Sakura Derma Bandung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dari persentase pria dan wanita dari penduduk lanjut usia berdasarkan estimasi

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose

BAB I PENDAHULUAN. (Uta, 2003). Jerawat terjadi ketika pori-pori kulit dipenuhi oleh minyak, sel kulit

HUBUNGAN PENGGUNAAN KOSMETIK DENGAN TINGKAT KEPARAHAN AKNE VULGARIS PADA REMAJA WANITA DI SMA N 2 SLEMAN, YOGYAKARTA JKKI

KUESIONER PENELITIAN KONSUMSI SERAT DAN FAST FOOD SERTA AKTIVITAS FISIK ORANG DEWASA YANG BERSTATUS GIZI OBES DAN NORMAL

MEDIA MEDIKA INDONESIANA

Sejumlah zat gizi wajib dicantumkan dalam Informasi Nilai Gizi berkenaan dengan beberapa kondisi berikut :

SUDUT SEHAT. Manfaat Bermain Voli. Mitos atau Fakta. Manfaat Kopi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG NUTRISI BAGI KESEHATAN DI SMA KEMALA BHAYANGKARI 1 MEDAN TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan aset bangsa untuk terciptanya generasi yang baik

HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ABSTRACT ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR GRAFIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dan papula yang erimatus, serta pada kasus yang berat dapat disertai pustul yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA AKNE VULGARIS PADA AWAL PUBERTAS REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI 4 LAPPARIAJA KABUPATEN BONE KARTIKA

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-20, mulai bermunculan restoran-restoran fast food.

PREVALENSI PENGGUNAAN KOSMETIK PELEMBAB DAN BEDAK PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS UDAYANA YANG MENDERITA ACNE VULGARIS

BAB I PENDAHULUAN. Fase remaja merupakan fase dimana fisik seseorang terus tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. praktek dermatologi (Simonart, 2012). Akne vulgaris adalah penyakit inflamasi

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan cairan empedu, dinding sel, vitamin dan hormon-hormon tertentu, seperti hormon seks dan lainnya (Gondosari, 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Hidup. kualitas hidup sebagai persepsi individu dari posisi individu dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS PERBEDAAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ACNE VULGARIS PADA PRIA DEWASA DAN WANITA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUD PASAR REBO

BAB I PENDAHULUAN. bersih, dan menawan. Mendengar kata cantik itu sendiri, mungkin benak kita

HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI KARBOHIDRAT, PROTEIN DAN LEMAK DENGAN KESEGARAN JASMANI ANAK SEKOLAH DASAR DI SD N KARTASURA I SKRIPSI

HUBUNGAN TIDUR LARUT MALAM TERHADAP TIMBULNYA AKNE VULGARIS PADA MAHASANTRI PUTRA PESANTREN INTERNATIONAL K.H MAS MANSUR UMS 2015

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kegemukan saat ini merupakan suatu epidemik global, lebih dari 1 miliar

R. A. Khalida Purwaningdyah 1, Nelva Karmila Jusuf 2. Profil Penderita Akne Vulgaris

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok penyakit-penyakit non infeksi yang sekarang terjadi di negara-negara maju

BAB V PEMBAHASAN. menjadi salah satu penyebab sindrom dispepsia (Anggita, 2012).

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

PENGARUH KEBERSIHAN KULIT WAJAH TERHADAP KEJADIAN ACNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. WHO menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global,

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. atas. Akne biasanya timbul pada awal usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tampil cantik merupakan dambaan setiap orang terlebih lagi kaum wanita.

Transkripsi:

BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Kejadian Jerawat Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan tabel 4.1 mengenai distribusi responden berdasarkan kejadian jerawat, terdapat 25 orang (39.1%) yang mengalami jerawat berat. Hasil observasi yang dilakukan banyak responden yang mengalami jerawat berat yaitu terdapat papul, nodul dan pustul. Hal ini sesuai dengan teori Fulton (2010) bahwa jerawat berat mempunyai karakteristik antara lain terdapat papul, nodul dan pustul. Jerawat berat dipengaruhi oleh banyak faktor (Pappas, 2009). Salah satu faktor yang mempengaruhi jerawat berat adalah pola makan yang buruk (Sumangkut, 2013). 2. Pola Makan Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan masih 29 responden (45.3%) mempunyai pola makan buruk. Pola makan buruk adalah pola makan yang tinggi lemak. Berdasarkan kuesioner yang telah diisi banyak responden yang mempunyai pola makan buruk. Hal ini ditunjukkan dengan banyak responden yang mengonsumsi makanan seperti gorengan, dan makanan cepat saji (fast food). Makanan seperti gorengan dan makanan cepat saji termasuk makanan yang tinggi lemak. 51

52 Pola makan tinggi lemak dapat memperberat timbulnya jerawat. Lemak yang berlebihan akan menyebabkan pembentukkan lapisanlapisan lemak yang berlebihan dalam tubuh yang mempengaruhi peningkatan kelenjar sebasea sehingga kulit menjadi berminyak dan mudah berjerawat (Margaretha, 2013). 3. Usia Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan sebanyak 56 responden (87.5%) mengalami jerawat pada usia >13-15 tahun. Responden yang mengalami jerawat paling banyak terjadi pada usia remaja awal yaitu 12-15 tahun (Deswita, 2006). Pada tahap remaja awal ini, remaja mengalami ciri khas antara lain lebih dekat dengan teman sebaya, ingin bebas, ingin mencoba hal baru dan lebih banyak memperhatikan tubuhnya (Kartono, 2006). Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi pola makan remaja. Remaja yang mengikuti teman sebayanya dan ingin mencoba hal yang baru, akan cenderung mengikuti perilaku dan gaya hidup temannya termasuk dalam mengonsumsi makanan (Widyastuti, 2009). 4. Jenis Kelamin Berdasarkan tabel 4.4 menunnjukkan bahwa responden yang mengalami jerawat berjenis kelamin perempuan sebanyak 36 responden (56.2%). Hal ini disebabkan perempuan lebih banyak memperhatikan penampilan daripada laki-laki (Deswita, 2006). Perempuan cenderung akan memakai kosmetik yang berlebihan daripada laki-laki.

53 Penggunaan kosmetik yang mengandung banyak minyak atau penggunaan bedak yang menyatu dengan foundation menyebabkan bubuk bedak mudah menyumbat pori-pori sehingga timbul jerawat (Husna, 2013). B. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Jerawat Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan tabel 4.5, dari 29 responden (45.3%) yang mempunyai pola makan buruk dengan jerawat ringan sebanyak 6 responden, jerawat sedang sebanyak 8 responden, jerawat berat sebanyak 15 responden. Responden dengan pola makan sedang yang mengalami jerawat ringan sebanyak 2 orang, jerawat sedang sebanyak 6 orang, dan jerawat berat sebanyak 4 orang. 23 responden yang lain mempunyai pola makan baik dengan jerawat ringan sebanyak 12 orang, jerawat sedang sebanyak 5 orang dan jerawat berat sebanyak 6 orang. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Somer s d diperoleh nilai ρ = 0.015 dengan tingkat signifikansi 5% dan nilai r =0.27, sehingga ρ (0.015) < 0.05 membuktikan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pola makan dengan kejadian jerawat dengan arah positif. Jadi semakin buruk pola makan seseorang maka semakin berat jerawat yang dialaminya. Seseorang yang mempunyai pola makan buruk akan berisiko 10,280 kali lipat mengalami jerawat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Indrawan (2013) bahwa pola makan yang buruk yaitu pola

54 makan yang tinggi lemak akan memperberat timbulnya jerawat. Lemak merupakan sumber energi bagi tubuh. Namun, lemak yang berlebihan akan menyebabkan pembentukan lapisan-lapisan lemak yang berlebihan dalam tubuh sehingga kulit menjadi berminyak dan mudah berjerawat (Margaretha, 2013). Dikutip dari American Academy of Dermatology tahun 2007 bahwa orang yang sering mengonsumsi makanan berlemak baik yang mengandung lemak trans, dan lemak jenuh cenderung akan memiliki jerawat (Ananda, 2014). Penelitian ini juga didukung oleh Ismail (2012) bahwa pola makan yang tinggi lemak akan mempengaruhi kejadian jerawat. Hal ini ditunjukkan dengan nilai p lebih kecil yaitu sebesar 0.001 dengan tingkat kepercayaan 95% (0.001 < 0.05) sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pola makan dengan kejadian jerawat. Responden dengan pola makan buruk dan mengalami jerawat berat banyak terjadi pada remaja awal yaitu antara 12-15 tahun (Kartono, 2006). Remaja awal mempunyai karakteristik mudah meniru hal-hal yang baru dan mudah bergantung pada teman sebaya termasuk perilaku dan gaya hidupnya. Perilaku teman yang suka mengonsumsi makanan cepat saji akan mempengaruhi individu tersebut dalam mengonsumsi makanan cepat saji (Khomsan, 2005). Kebiasaan makan ini ternyata dapat menimbulkan jerawat karena makanan siap saji umumnya mengandung lemak tinggi tetapi sedikit

55 kandungan vitamin larut air dan serat. Makanan yang tinggi lemak akan memicu peningkatan kelenjar sebasea dan produksi sebum (Sumangkut, 2013). Secara fisiologis kelenjar sebasea akan membantu melumasi kulit dan menyingkirkan sel kulit yang telah mati. Tetapi jika kelenjar sebasea di dalam tubuh berlebihan akan menyumbat pori-pori sehingga timbul jerawat (Adebamowo et al., 2006). Hasil uji kekuatan korelasi pada penelitian ini menunjukkan r =0.27, sehingga dapat disimpulkan kekuatan korelasi antara pola makan dengan kejadian jerawat lemah (Dahlan, 2012). Hal tersebut kemungkinan disebabkan adanya faktor-faktor penyebab lain yang tidak terkontrol dalam penelitian ini, seperti faktor genetik, hormonal, psikis, penggunaan kosmetik yang berpengaruh terhadap jerawat. Kekuatan korelasi ini juga menunjukkan bahwa pola makan tidak terlalu berpengaruh terhadap timbulnya acne atau jerawat, melainkan faktor-faktor lain yang mempunyai pengaruh lebih besar terhadap kejadian jerawat (Nanda, 2013). Responden dengan pola makan yang baik dan memiliki jerawat ringan disebabkan karena responden tersebut sudah memenuhi unsur-unsur zat gizi yang lengkap dan faktor-faktor lain. Unsur zat gizi yang lengkap dan seimbang akan mempengaruhi perkembangan kelenjar sebasea. Jika kelenjar sebasea yang dihasilkan oleh tubuh seimbang maka peningkatan jerawat berkurang (Munawar, 2010). Faktor lain yang dapat mengurangi kejadian jerawat adalah sering menjaga kebersihan wajah. Membersihkan wajah secara teratur dua kali sehari berfungsi mengurangi kelebihan sebum,

56 mengurangi sumbatan pada duktus dan mengurangi kolonisasi bakteri P.acnes (Legiawati, 2013). Pada remaja yang mempunyai pola makan baik tetapi mengalami jerawat berat juga dipengaruhi faktor lain seperti ketidakstabilan hormon, stressor, penggunaan kosmetik dan pengaruh lingkungan. Penggunaan kosmetik tertentu dalam jangka waktu yang lama akan dapat menyebabkan timbulnya jerawat (Tjekyan, 2008). Penyebab utamanya yaitu unsur minyak yang berlebih yang ditambahkan dalam kandungan kosmetik agar tampak lebih halus. Kandungan minyak ini dapat menyumbat pori pori dan menyebabkan timbulnya jerawat (Pujianta, 2010). Hal ini sesuai dengan penelitian Husna (2013) yang menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki pola makan yang baik dan menderita acne vulgaris disebabkan oleh metabolisme tubuh setiap individu berbeda-beda sehingga reaksi yang terjadi pada kelenjar pilosebasea tidak sama pada setiap individu. Jadi, penelitian ini mendukung bahwa pola makan dapat mempengaruhi kejadian jerawat. Sehingga untuk mencegah kejadian jerawat salah satunya dengan cara menjaga keseimbangan pola makan. Pola makan yang baik dapat mengurangi jerawat yang timbul pada kulit.