HUBUNGAN POLA MAKAN, PREMENSTRUAL SYNDROM DAN PENGGUNAAN KOSMETIK DENGAN ACNE VULGARIS PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 2 SIGLI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN POLA MAKAN, PREMENSTRUAL SYNDROM DAN PENGGUNAAN KOSMETIK DENGAN ACNE VULGARIS PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 2 SIGLI"

Transkripsi

1 HUBUNGAN POLA MAKAN, PREMENSTRUAL SYNDROM DAN PENGGUNAAN KOSMETIK DENGAN ACNE VULGARIS PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 2 SIGLI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Menyelesaikan Program Studi Diploma III Kebidanan STIKes U Budiyah Banda Aceh Oleh : ZIKRA UL HUSNA NPM SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN U BUDIYAH PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN BANDA ACEH TAHUN 2013

2 ABSTRAK HUBUNGAN POLA MAKAN, PREMENSTRUAL SINDROM DAN PENGGUNAAN KOSMETIK DENGAN ACNE VULGARIS PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 2 SIGLI Zikra Ul Husna 1,Hamdani 2 xii + 43 halaman: 8 Tabel, 1 Gambar, 12 Lampiran Latar belakang : Pada masa remaja, akne vulgaris menjadi salah satu problem. Pada usia remaja (12-24 tahun) sering ditemukan menderita akne sebesar 85%, usia tahun sebesar 8%, dan usia tahun sebesar 3%. Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya jerawat antara lain yaitu faktor genetik, kerja hormon, faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebacea itu sendiri, faktor psikis, pengaruh musim, infeksi bakteri (Propionibacterium acnes), penggunaan kosmetika, dan bahan kimia lainnya. Tujuan penelitian : untuk mengetahui hubungan pola makan, premenstrual sindrom dan penggunaan kosmetik dengan acne vulgaris pada remaja putri di SMA Negeri 2 Sigli Metode Penelitian : Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional, dilakukan di sejak tanggal 15 sampai dengan 20 Juli Pengambilan sampel menggunakan tehknik achidental sampling sebanyak 78 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan kuesioner yang berisikan 21 pertanyaan. Hasil Penelitian : Hasil penelitian yang diperoleh dari 78 responden adalah tidak ada hubungan yang signifikan pola makan dengan acne vulgaris, didapatkan nilai Probabilitas (p) 0,997, adanya hubungan yang signifikan premenstrual syndrom dengan acne vulgaris, didapatkan nilai Probabilitas (p) 0,038 dan tidak adanya hubungan yang signifikan penggunaan Kosmetik dengan acne vulgaris, didapatkan nilai Probabilitas (p) 0,245. Kesimpulan : Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab terjadinya acne vulgaris pada remaja bermacam-macam yang berhubungan dengan faktor genetik, lingkungan dan hormonal. Diharapkan kepada para dewasa muda untuk lebih menjaga kebersihan wajah, juga berhati-hati dalam memilih dan menggunakan jenis kosmetik yang sesuai dengan kondisi kulitnya sebagai upaya pencegahan timbulnya akne vulgaris. Kata kunci Sumber : Acne vulgaris, Pola makan, Prementrual Syndrom, Penggunaan Kosmetik : 16 buku ( ) +11 internet 1 Mahasiswa Prodi D-III Kebidanan STIKes U budiyah 2 Dosen pembimbing Prodi D-III Kebidanan STIKes U budiyah

3 PERNYATAAN PERSETUJUAN Karya Tulis Ilmiah Ini Telah Disetujui Untuk Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Diploma III Kebidanan STIKES U Budiyah Banda Aceh Banda Aceh, Agustus 2013 Pembimbing (HAMDANI, SKM, M.Kes) MENGETAHUI: KETUA PRODI DIPLOMA KEBIDANAN STIKES U BUDIYAH BANDA ACEH (NUZULUL RAHMI, SST)

4 LEMBARAN PENGESAHAN Proposal Karya Tulis Ilmiah ini Telah Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Diploma III Kebidanan STIKes U Budiyah Banda Aceh Banda Aceh, September 2013 Tanda tangan Ketua : 1. Hamdani, SKM, M.Kes ( ) Penguji I : 2. Rahmayani, SKM, M.Kes ( ) Penguji II : 3. Nurlaila Ramadhan, SST ( ) MENGETAHUI KETUA STIKES U BUDIYAH BANDA ACEH MENGETAHUI KETUA PRODI DIPLOMA III KEBIDANAN ( Marniati, M.Kes) (Nuzulul Rahmi, SST)

5 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkat, rahmat dan hidayah-nya serta shalawat dan salam kepangkuan Nabi Besar Muhammad SAW sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis llmiah yang berjudul "Hubungan Pola Makan, Premenstrual Syndrom Dan Penggunaan Kosmetik Dengan Acne Vulgaris Pada Remaja Putri Di SMA Negeri 2 Sigli. Adapun tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi Diploma III Kebidanan. Dalam penelitian Karya Tulis Ilmiah ini, peneliti banyak menerima arahan, masukan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu. pada kesempatan ini peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada yang terhormat 1. Bapak Dedi Zefrijal. S.T, selaku Ketua Yayasan STIKes U'budiyah Banda Aceh. 2. Ibu Marniati, M.Kes, Selaku Ketua STIKes U'budiyah Banda Aceh. 3. Ibu Nuzulul Rahmi, SST, Selaku Ketua Prodi Jurusan Kebidanan U'budiyah Banda Aceh. 4. Bapak H. Muslem. S.Sos. Selaku Pengelola Ubudiyah Sigli. 5. Hamdani, SKM, M. Kes, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan Karya Tulis Ilmiah ini sehingga dapat selesai dengan baik. 6. Seluruh Dosen pengajar kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan U'budiyah yang telah membekali peneliti dari awal bangku kuliah sampai selesai pendidikan ini.

6 7. Kepada Ayahanda serta Ibunda tercinta serta seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan baik materi maupun moril sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan. 8. Teman-teman sejawat dan seangkatan di jurusan kebidanan STIKes Ubudiyah Banda Aceh yang telah banyak membantu dalam penelitian Karya Tulis Ilmiah ini. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari seluruh pihak agar Karya Tulis Ilmiah ini menjadi lebih baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak kekurangan dan kejanggalan, untuk itu kritik dan saran bersifat membangun sangat peneliti harapkan guna kesempurnaan penelitian ini, atas kritik dan saran peneliti mengucapkan terima kasih. Banda Aceh, Agustus 2013 Peneliti

7 DAFTAR ISI Hal JUDUL LUAR HALAMAN JUDUL... i ABSTRAK... ii PERNYATAAN PERSETUJUAN... iii PENGESAHAN PENGUJI... iv KATA PENGANTAR... v MOTTO... vii DAFTAR ISI..... viii DAFTAR TABEL..... x DAFTAR GAMBAR..... xi DAFTAR LAMPIRAN xii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah dan Permasalahan... 5 C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus... 5 D. Manfaat Penelitian... 6 BAB II TIJAUAN KEPUSTAKAAN... 7 A. Remaja Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja Fase Perkembangan Remaja... 8 B. Acne Vulgaris (Jerawat) Pengertian Penyebab Penatalaksanaan C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Acne Vulgaris Pola Makan Pre Menstrual Sindrom (PMS) Penggunaan Kosmetik BAB III KERANGKA PENELITIAN... 21

8 A. Kerangka Konsep B. Definisi Operasional C. Hipotesa Penelitian BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian B. Tempat dan Waktu Penelitian C. Populasi dan Sampel Populasi Sampel D. Cara pengumpulan Data Data Primer Data Skunder E. Instrumen Penelitian F. Pengolahan Data dan Analisa Data Pengolahan Data Analisa Data BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Dan Lokasi Penelitian B. Hasil Penelitian C. Pembahasan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

9 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kerangka Konsep Hal

10 DAFTAR TABEL Hal Tabel 3.1. Definisi Operasional Tabel 4.1. Proporsi Jumlah Sampel Pada SMA Negeri 2 Sigli Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Acne Vulgaris Pada Remaja Putri Di SMA Negeri 2 Sigli Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Pola Makan Pada Remaja Putri Di SMA Negeri 2 Sigli Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Premenstrual Sindrom Pada Remaja Putri Di SMA Negeri 2 Sigli Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Penggunaan Kosmetik Pada Remaja Putri Di SMA Negeri 2 Sigli Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Hubungan Pola Makan Dengan Acne Vulgaris Pada Remaja Putri Di SMA Negeri 2 Sigli Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Hubungan Premenstrual Sindrom Dengan Acne Vulgaris Pada Remaja Putri Di SMA Negeri 2 Sigli Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Hubungan Penggunaan Kosmetik Dengan Acne Vulgaris Pada Remaja Putri Di SMA Negeri 2 Sigli... 35

11 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lembaran Kuesioner Lampiran 2. Master Tabel Lampiran 3. Lembaran Permohonan Menjadi Responden Lampiran 4. Lembaran Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 5. Surat Izin Pengambilan Data Awal/Studi Pendahuluan Lampiran 6. Balasan Surat Izin Pengambilan Data Awal/Studi Pendahuluan Lampiran 7. Surat Izin Penelitian Lampiran 8. Balasan Surat Izin Penelitian Lampiran 9. Daftar Mengikuti Sidang KTI Lampiran 10. Lembar Konsul KTI Lampiran 11. Biodata

12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Anak remaja berada dalam suatu fase peralihan, yaitu disuatu sisi akan meninggalkan masa kanak-kanak dan disisi lain masuk pada usia dewasa dan bertindak sebagai individu (Supartini, 2004). Menurut Depkes, RI (2008), masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak dan masa dewasa, berlangsung antara usia 10 sampai 19 tahun. Masa remaja terdiri dari masa remaja awal (10 14 tahun), masa remaja penengahan (14 17 tahun) dan masa remaja akhir (17 9 tahun), Pada masa remaja, banyak terjadi perubahan baik biologis psikologis maupun sosial. Tetapi umumnya proses pematangan fisik terjadi lebih cepat dari proses pematangan kejiwaan (psikososial). Akne vulgaris atau yang lebih dikenal dengan jerawat adalah penyakit kulit kronis yang terjadi akibat peradangan menahun pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodul dan kista pada tempat predileksinya yang biasanya pada kelenjar sebasea berukuran besar seperti wajah, dada, dan punggung bagian atas. Angka kejadiannya akne vulgaris berkisar 85 % dan terbanyak pada usia muda. Meskipun begitu, akne tetap menjadi masalah

13 kesehatan yang umum, psikologis bagi masyarakat, terutama mereka yang peduli akan penampilan (Suryadi, 2008). Menurut Riyanto (2011) sumbatan pada saluran pengeluaran kelenjar minyak disebabkan oleh beberapa hal, seperti meningkatnya produksi minyak (sebum) Pada pasien berjerawat, ukuran kelenjar minyaknya cenderung lebih besar sehingga produksi minyak lebih banyak. Pengaruh hormon androgen juga sangat berperan. Karena itu, jerawat kerap muncul pada masa pubertas. Pada anak perempuan, jerawat sering mendahului menstruasi pertama. Namun menurut Sallika (2010) jerawat tidak hanya dialami oleh remaja pada masa pubertas tetapi juga bisa terjadi pada usia jauh setelah masa pubertas oleh karena pengaruh hormon, kelenjar minyak dan kelenjar pada kulit yang tetap bekerja. Di dunia ini diperkirakan terdapat lebih dari 60 juta orang menderita akne. Karena hampir setiap orang pernah menderita penyakit ini, maka akne vulgaris sering dianggap sebagai kelainan kulit yang timbul secara fisiologis. Pada masa remaja, akne vulgaris menjadi salah satu problem. Pada usia remaja (12-24 tahun) sering ditemukan menderita akne sebesar 85%, usia tahun sebesar 8%, dan usia tahun sebesar 3%. Anak-anak dan bayi juga dapat menderita akne (Witasari, 2010). Dari survey di kawasan Asia Tenggara, terdapat 40-80% kasus jerawat sedangkan di Indonesia berdasarkan catatan kelompok studi dermatologi kosmetika Indonesia, menunjukkan bahwa terdapat 60% penderita jerawat pada

14 tahun 2006 dan 80% pada tahun Dari kasus di tahun 2007 kebanyakan penderitanya adalah remaja dan dewasa yang berusia antara tahun sehingga beberapa tahun belakangan ini para ahli dermatologi di Indonesia mempelajari patogenesis terjadinya penyakit tersebut (Andy, 2009). Menurut Victor (2010) banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya jerawat antara lain yaitu faktor genetik, kerja hormon, faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebacea itu sendiri, faktor psikis, pengaruh musim, infeksi bakteri (Propionibacterium acnes), penggunaan kosmetika, dan bahan kimia lainnya. Menurut Suryadi (2008) kaitan antara akne vulgaris dan makanan masih diperdebatkan. Berbagai jenis makanan yang dinyatakan sebagai makanan yang dapat menyebabkan akne vulgaris terutama daging, makanan pengganti daging, sereal, produk susu dan pengganti susu dan yang tertinggi adalah daging dan pengganti daging 9,6%. Sementara Admin (2012) menyebutkan bahwa PMS berkaitan dengan perubahan hormon tubuh. Hal ini juga tidak biasa bagi perempuan untuk memiliki jerawat selama waktu-waktu tertentu dari siklus mereka, hal ini disebabkan hormon. Demikian juga dengan Kabau (2012) yang menjelaskan bahwa pemakaian jenis kosmetik tertentu secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan suatu bentuk akne ringan yang terutama terdiri dari komedo tertutup dan beberapa lesi papulopustular pada pipi dan dagu. Perempuan memiliki dermatosis (penyakit kulit) yang berhubungan dengan jenis kosmetik yang digunakan dan 14% diantaranya memiliki lesi aktif

15 akibat kosmetik. Lebih banyak ditemukan pada daerah dagu dan pipi, dibandingkan dengan daerah dahi. Awalnya berupa benjolan keputihan dan kecil, yang akan lebih terlihat saat kulit ditarik atau diregangkan. Namun, adakalanya muncul sebagai lesi kemerahan. Akne kosmetik lebih jarang menimbulkan bekas luka, tapi bisa bertahan selama bertahun-tahun sebagai akibat dari penggunaan kosmetik secara terus-menerus (Kabau, 2012). Ada pertambahan jumlah penelitian yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pola makan dan jerawat. Namun, para dermatolog sepakat, fakta ini masih membutuhkan lebih banyak penelitian. Kebanyakan remaja usia tahun memiliki jerawat, dan hal ini bisa berlangsung hingga usia 20-an dan 30-an. Pada kasus-kasus lain, jerawat lebih disebabkan faktor genetik. Namun, secara umum jerawat ditimbulkan oleh lingkungan dan dipicu oleh makanan (Suryadi, 2008). Menurut data BPS Provinsi Aceh yang menyebutkan bahwa di Provinsi Aceh jumlah penduduk usia sekolah tercatat atau sekitar 25 persen dari keseluruhan penduduk, yakni usia SD 7-12 tahun ( ), SLTP tahun ( ) dan SLTA tahun ( orang). Jerawat memang tak dapat dipisahkan dari kehidupan remaja. Diperkirakan tiga dari empat remaja memiliki sejumlah jerawat. Adapun faktor risiko yang lainnya meliputi kontak langsung dengan produk untuk rambut atau kosmetik yang mengandung minyak, riwayat keluarga berjerawat dimana jika orang tua berjerawat maka anak mungkin akan berjerawat juga serta berbeda dengan pemikiran kebanyakan orang, makanan hanya memiliki sedikit pengaruh pada jerawat. Menggosok kulit terlalu keras atau membersihkan kulit dengan sabun atau bahan kimia yang berpotensi mengiritasi kulit dapat membuat jerawat bertambah parah.

16 Berdasarkan studi pendahuluan penulis mendapatkan data siswa SMU N 2 Kota Sigli tahun 2013 berjumlah 632 siswa/siswi yang terdiri dari 282 siswa dan siswi 350 orang. Dari hasil pendataan awal yang dilakukan dilapangan diketahui bahwa ada sekitar 34 orang remaja yang mengalami acne vulgaris. Hasil wawancara pada empat remaja, sebagian ada yang merasa kurang percaya diri dengan jerawat dialami, sebagian lain juga merasa cuek dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi, ada yang mengaku pernah melakukan pengaturan pola makan agar tidak berjerawat, dan ada pula yang menghentikan penggunaan kosmetik yang bermacam-macam untuk mengurangi timbulnya jerawat. Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Hubungan Pola Makan, Premenstrual Sindrom dan Penggunaan Kosmetik Dengan Acne Vulgaris Pada Remaja Putri Di SMA Negeri 2 Sigli. B. Rumusan Masalah dan Permasalahan Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu Apakah Ada Hubungan Pola Makan, Premenstrual Sindrom dan Penggunaan Kosmetik Dengan Acne Vulgaris Pada Remaja Putri Di SMA Negeri 2 Sigli?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan pola makan, premenstrual sindrom dan penggunaan kosmetik dengan acne vulgaris pada remaja putri di SMA Negeri 2 Sigli

17 2. Tujuan Khusus a. Untuk Mengetahui hubungan pola makan dengan acne vulgaris pada remaja putri di SMA Negeri 2 Sigli b. Untuk Mengetahui hubungan premenstrual sindrom dengan acne vulgaris pada remaja putri di SMA Negeri 2 Sigli c. Untuk Mengetahui hubungan penggunaan kosmetik dengan acne vulgaris pada remaja putri di SMA Negeri 2 Sigli D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat memberikan memberikan masukan yang bagi Psikologi Perkembangan, Psikologi Kepribadian dan Psikologi Sosial yang terkait dengan kepercayaan diri pada remaja putri yang mengalami acne vulgaris. 2. Bagi Remaja Putri Memberikan informasi dan sekaligus pemahaman bagi remaja putri untuk dapat meningkatkan perilaku kebersihan diri agar mengurangi kejadian akne vulgaris, dan lebih peduli dengan kesehatan dengan penerapkan pola hidup yang sehat, sehingga membantunya agar dapat memiliki body image yang positif. 3. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi proses penelitian selanjutnya terutama yang berhubungan faktor-faktor penyebab terjadinya jerawat pada remaja putri.

18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. REMAJA 1. Pengertian Istilah adolescence atau remaja berasal dari bahasa latin yaitu adalescere yang berarti bertumbuh. Sepanjang fase perkembangan ini sejumlah masalah fisik, sosial dan psikologis bergabung untuk menciptakan karakteristik, prilaku dan kebutuhan yang unik. Perkembangan fisik, prilaku dan masalah-masalah tertentu muncul pada berbagai usia selama masa remaja. Selain perubahan biologis setiap perkembangan remaja juga dipengaruhi oleh keluarga, masyarakat, kelompok sebaya, agama dan kondisi sosial ekonomi (Bobak, 2005). Remaja atau adolescence yang berarti tumbuh ke arah matang. Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis. Batas usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Depkes RI adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum kawin. Menurut BKKBN adalah 10 sampai 19 tahun ( Widyastuti, 2009). Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Anak remaja berada dalam suatu fase peralihan, yaitu disuatu sisi akan meninggalkan masa kanak-kanak dan disisi lain masuk pada usia dewasa dan bertindak sebagai individu (Supartini, 2004).

19 Menurut Victor (2010) banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya jerawat antara lain yaitu faktor genetik, kerja hormon, faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebacea itu sendiri, faktor psikis, pengaruh musim, infeksi bakteri (Propionibacterium acnes), penggunaan kosmetika, dan bahan kimia lainnya. Berdasarkan sifat atau ciri perkembangannya, masa (rentang waktu) remaja ada tiga tahap, yaitu: ( Widyastuti, 2009). a. Masa Remaja Awal (10-12 tahun) b. Masa Remaja Tengah (13-15 tahun) c. Masa Remaja Akhir (16-19 tahun) 2. Pertumbuhan Dan Perkembangan Remaja Menurut Whaley dan Wong mengemukakan Pertumbuhan sebagai suatu peningkatan jumlah dan ukuran, sedangkan perkembangan menitik beratkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi dan kompleks melalui proses maturasi dan pembelajaran. Pertumbuhan berhubungan dengan perubahan pada kuantitas yang maknanya terjadi perubahan pada ukuran dan jumlah sel yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan ukuran dan berat seluruh tubuh. Perkembangan berhubungan dengan perubahan secara kualitas diantaranya terjadi peningkatan kapasitas individu untuk berfungsi yang dicapai melalui proses pertumbuhan, pematangan dan pembelajaran (Supartini, 2004). 3. Fase Perkembangan Remaja

20 Sesuai dengan tumbuh dan berkembangnya suatu individu dari masa anak-anak sampai dewasa. Individu memiliki tugas masing-masing pada setiap tahap perkembangannya (Widyastuti, 2009). Arisman (2007) mengatakan bahwa masa remaja merupakan jalan panjang yang menjembatani periode kehidupan anak dan dewasa, yang berawal pada usia 9-10 tahun dan berakhir di usia 18 tahun. Masa ini merupakan sebuah dunia yang lengang dan rentan dalam artian fisik, psikis, sosial, dan gizi. Pertumbuhan yang disertai dengan perubahan fisik, memicu berbagai kebingungan. B. Acne Vulgaris (Jerawat 1. Pengertian Jerawat juga lazim disebut akne, merupakan kelainan kulit yang bersumber pada kelenjar minyak (unit pilosebasea). Jerawat tidak hanya terjadi pada wajah, tetapi juga di lokasi dengan kepadatan kelenjar minyak yang tinggi, seperti dada, punggung, dan bahu. Meskipun tidak berbahaya, jerawat sering menimbulkan dampak psikologis yang cukup mengganggu, antara lain rasa malu, rendah diri, atau kekhawatiran akan dicemooh teman sebaya. Dampak psikologis tidak hanya muncul saat fase aktif, tetapi dapat terus berlanjut bila terdapat bekas jerawat, terutama lubang-lubang (skar) (Rendra, 2010). Menurut Nasrul (2011) akne vulgaris merupakan suatu gangguan dari unit pilosebasea yang umum dijumpai, dapat sembuh sendiri dan terutama ditemukan pada remaja. Akne vulgaris ditandai dengan adanya

21 papul folikular non inflamasi (komedo) dan adanya papul inflamasi, pustul dan nodul pada bentuk yang berat. Akne vulgaris mengenai daerah kulit dengan populasi kelenjar sebasea yang paling padat; antara lain pada daerah wajah, dada bagian atas, dan punggung. 2. Penyebab Jones (2006) menjelaskan jerawat disebabkan oleh kelenjar sebaseus dalam kulit yang sangat peka terhadap hormon androgen. Androgen (hormon laki-laki) dikeluarkan oleh indung telur dan kelenjar adrenal. Androgen menyebabkan pertumbuhan secara berlebihan sel-sel yang membangun pembuluh yang menghubungkan kelenjar sebaseus ke permukaan kulit, hal ini menghambat pembuluh sehingga terbentuk benjolan atau bisul. Menurut Sallika (2010) jerawat tidak hanya dialami oleh remaja pada masa pubertas tetapi juga bisa terjadi pada usia jauh setelah masa pubertas oleh karena pengaruh hormon, kelenjar minyak dan kelenjar pada kulit yang tetap bekerja. Faktor resiko dan penyebab akne sangat banyak yaitu multifaktorial antara lain (Nasrul, 2011): a. Sebum. Merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. b. Genetik. Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar glandula sebasea. Apabila kedua orang tua mempunyai parut bekas akne, kemungkinan besar anaknya akan menderita akne.

22 c. Usia. Umumnya insiden terjadi pada sekitar umur tahun pada wanita, tahun pada pria dan pada masa itu lesi yang predominan adalah komeda dan papul dan jarang terlihat lesi beradang penderita. d. Jenis kelamin. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dan Akne vulgaris. e. Kebersihan wajah. Meningkatkan perilaku kebersihan diri dapat mengurangi kejadian akne vulgaris pada remaja. f. Psikis. Pada beberapa penderita, stres dan gangguan emosi dapat menyebabkan eksaserbasi akne. Kecemasan menyebabkan penderita memanipulasi aknenya secara mekanis, sehingga terjadi kerusakan pada dinding folikel dan timbul lesi yang beradang yang baru. g. Hormon endokrin: 1) Androgen. Konsentrasi testosteron dalam plasma penderita akne pria tidak berbeda dengan yang tidak menderita akne. Berbeda dengan wanita, pada testosteron plasma sangat meningkat pada penderita akne. 2) Estrogen. Pada keadaan fisiologi, estrogen tidak berpengaruh terhadap produksi sebum. Estrogen dapat menurunkan kadar gonadotropin yang berasal dari kelenjar hipofisis. Hormon gonadotropin mempunyai efek menurunkan produksi sebum. 3) Progesteron. Progesteron, dalam jumlah fisiologis tidak mempunyai efek terhadap efektivitas terhadap kelenjar lemak. Produksi sebum

23 tetap selama siklus menstruasi, akan tetapi kadang-kadang progesteron dapat menyebabkan akne premenstrual. h. Diet. Pada penderita yang makan banyak karbohidrat dan zat lemak, tidak dapat dipastikan akan terjadi perubahan pada pengeluaran sebum atau komposisinya karena kelenjar lemak bukan alat pengeluaran lemak yang kita makan. i. Iklim. Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne bertambah hebat pada musim dingin, sebaliknya kebanyakan membaik pada musim panas. Bertambah hebatnya akne pada musim panas tidak disebabkan oleh sinar UV melainkan oleh banyaknya keringat pada keadaan yang sangat lembab dan panas tersebut. j. Bakteria. Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne adalah corynebacterium acnes, Stafilococcus epidermidis, dan pityrosporum ovale. k. Kosmetika. Pemakaian bahan-bahan kosmetika tertentu seperti, bedak dasar (faundation), pelembab (moisturiser), krem penahan sinar matahari (sunscreen), dan krem malam secara terus menerus dalam waktu lama dapat menyebabkan suatu bentuk akne ringan yang terutama terdiri dari komedo tertutup dan beberapa lesi papulopustular pada pipi dan dagu.

24 3. Penatalaksanaan Penatalaksanaan akne vulgaris meliputi usaha untuk mencegah terjadinya erupsi (preventif) dan usaha untuk menghilangkan jerawat yang terjadi (kuratif). Kedua usaha tersebut harus dilakukan bersamaan mengingat bahwa kelainan ini terjadi akibat pengaruh berbagai faktor, baik faktor internal dari dalam tubuh sendiri (ras, familial, hormonal), maupun faktor eksternal (makanan, musim, stres) yang kadang-kadang tidak dapat dihindari oleh penderita (Nasrul, 2011). C. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Timbulnya Acne Vulgaris 1. Pola Makan Arisman (2007) menyatakan bahwa kebiasaan makan adalah cara seseorang dalam memilih dan memakannya sebagai reaksi terhadap pengaruh-pengaruh psikologis, fisiologi, budaya dan sosial. Harper dkk menambahkan kebiasaan makan adalah suatu perilaku yang berhubungan dengan makan seseorang, pola makanan yang dimakan, pantangan, distribusi makanan dalam keluarga, preferensi terhadap makanan dan cara memilih makanan. Makanan sampah atau junk food kini semakin banyak digemari remaja baik hanya sebagai kudapan maupun makan besar. Makanan ini mudah diperoleh disamping lebih bergengsi karena pengaruh iklan, disebut sampah karena kandungan lemak jenih, kolesterol dan natrium tinggi. Proporsi lemak lebih dari 50% total kalori yang terkandung dalam makanan itu (Arisman, 2007).

25 Ada pertambahan jumlah penelitian yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pola makan dan jerawat. Namun, para dermatolog sepakat, fakta ini masih membutuhkan lebih banyak penelitian. Kebanyakan remaja usia tahun memiliki jerawat, dan hal ini bisa berlangsung hingga usia 20-an dan 30-an. Pada kasus-kasus lain, jerawat lebih disebabkan faktor genetik. Namun, secara umum jerawat ditimbulkan oleh lingkungan dan dipicu oleh makanan. Jerawat sebenarnya timbul ketika pori-pori Anda tersumbat akibat kelenjar minyak (sebum) di dalam pori meradang. Peradangan ini terjadi ketika kelenjar minyak memproduksi minyak berlebih, terganggu oleh sel-sel kulit mati, atau poripori terisi, yang mendorong tumbuhnya bakteri. Dulu para dermatolog meyakini tidak ada hubungan antara pola makan dan jerawat. Akan tetapi, bukti-bukti yang bermunculan menunjukkan bahwa beberapa makanan dan minuman tertentu mungkin telah menyebabkan atau memicu jerawat pada beberapa orang (Admin, 2012). Menurut Suryadi (2008) kaitan antara akne vulgaris dan makanan masih diperdebatkan. Saat ini belum ada bukti bahwa coklat, susu, seafood, atau makanan lain dapat langsung menyebabkan akne. Makanan tersebut dapat mempengaruhi metabolisme tubuh sehingga mengaktifkan kelenjar pilosebasea untuk menghasilkan sebum dan bila terjadi penyumbatan pada folikelnya maka dapat menjadi awal dari akne, namun metabolisme tubuh setiap individu berbeda-beda sehingga reaksi yang terjadi pada kelenjar pilosebasea tidak sama pada setiap individu. Dari

26 penelitian juga didapatkan bahwa sebagian besar responden yaitu 3862 orang mengisi bahwa tidak ada efek makanan dan 1342 respoden berpendapat ada efek makanan pada timbulnya akne vulgaris terutama dikalangan penderita akne vulgaris dan pendapat ini berbeda secara bermakna dengan OR =3,12, atau dengan kata lain kelompok penderita akne vulgaris lebih merasakan pengaruh makanan dibandingkan non akne vulgaris. Berbagai jenis makanan yang dinyatakan sebagai makanan yang dapat menyebabkan akne vulgaris terutama daging, makanan pengganti daging, sereal, produk susu dan pengganti susu dan yang tertinggi adalah daging dan pengganti daging 9,6%. 2. Pre Menstrual Sindrom (PMS) Premenstrual syndrome adalah sekelompok gejala yang terjadi dalam fase luteal dari siklus haid. Nama lain PMS adalah Premenstrual Tension yang merupakan kumpulan gejala fisik, psikologis, dan emosi yang terkait dengan siklus menstruasi wanita. Sindrom premenstruasi adalah kumpulan gejala yang timbul saat menjelang haid yang menyebabkan gangguan pada pekerjaan dan gaya hidup seseorang (Fatikah, 2010). Menurut Lusa (2010) premenstrual syndrome (PMS) adalah kombinasi gejala yang terjadi sebelum haid dan menghilang dengan keluarnya darah menstruasi serta dialami oleh banyak wanita sebelum atau setiap siklus menstruasi

27 Sedangkan Mansjoer (2005) menjelaskan bahwa Premenstrual Tension atau ketegangan pra haid adalah keluhan-keluhan yang biasanya mulai satu minggu sampai beberapa hari sebelum datangnya haid dan menghilang sesudah haid datang walaupun kadang-kadang berlangsung terus sampai haid berhenti. PMS berkaitan dengan perubahan hormon tubuh. Seperti kadar hormon naik dan turun selama siklus menstruasi wanita, mereka dapat mempengaruhi cara dia merasa, baik secara emosional dan fisik. Beberapa gadis, selain merasakan emosi lebih intens daripada yang biasanya mereka lakukan, perhatikan perubahan fisik bersama dengan periode mereka - sebagian merasa kembung atau bengkak karena retensi air, yang lain melihat payudara bengkak dan sakit, dan terkadang sakit kepala. Hal ini juga tidak biasa bagi perempuan untuk memiliki jerawat selama waktuwaktu tertentu dari siklus mereka, lagi, hal ini disebabkan hormon (Admin, 2012). Peningkatan aktivitas androgen pada pubertas memicu pertumbuhan kelenjar sebaseus dan merangsang produksi sebum (minyak). Sebum terdiri dari gliserida, lilin ester, squalene, dan kolesterol. Gliserida dirubah menjadi asam lemak bebas dan gliserolo oleh lipase, yang diproduksi oleh Propionibacterium acnes. Asam lemak bebas bisa mengiritasi dinding folikel dan menyebabkan peningkatan cell turnover dan inflamasi. Propionibacterium acnes merupakan organisme anaerob setempat yang berkembang di lingkungan yang diciptakan dari

28 campuran sebum dan sel folikel. Propionibacterium acnes akan dianggap antigenic sehingga meningkatkan pembentukan antibody yang akan menimbulkan respon inflamasi. Aktivasi komplemen yang dimediasi komplek imun bias menyebabkan kebocoran vascular, degranulasi sel mast, dan kemotaksis leukosit. Pelepasan enzim hidrolisi oleh aktivasi komplemen bias meruska dinding folikel dan menyebabkan inflamasi yang lebih parah. P. acnes juga bias merangsang respon imun yang dimediasi sel (Ridwan, 2012). Sumbatan pada saluran pengeluaran kelenjar minyak disebabkan oleh beberapa hal, seperti meningkatnya produksi minyak (sebum) Pada pasien berjerawat, ukuran kelenjar minyaknya cenderung lebih besar sehingga produksi minyak lebih banyak. Pengaruh hormon androgen juga sangat berperan. Karena itu, jerawat kerap muncul pada masa pubertas. Pada anak perempuan, jerawat sering mendahului menstruasi pertama (Riyanto, 2011). Gejala PMS biasanya hanya berlangsung selama beberapa hari sebelum menstruasi, meskipun beberapa perempuan terkadang mengalami gejala-gejala tersebut sampai siklus menstruasi berakhir. Meskipun tidak ada tes untuk membuktikan keberadaan PMS, namun bagi perempuan yang pernah mengalaminya bahkan dan menderita karenanya tahu bahwa PMS itu nyata. Gejala-gejala PMS ini diperkirakan disebabkan oleh fluktuasi kadar hormon menjelang menstruasi. Berikut adalah 7 gejala PMS yang sering muncul (Riyanto, 2011):

29 a. Mudah tersinggung, perasaan mudah tersinggung, sering ingin marah, luapan emosi yang tiba-tiba, dan suasana hati yang sering berubah adalah gejala emosional yang paling umum dari PMS. b. Sedih, suasana hati yang tertekan, perasaan sedih, putus asa, dan menangis adalah gejala emosional dari PMS yang mungkin disebabkan oleh pelepasan endorfin akibat berolahraga atau mengonsumsi makanan tertentu. c. Gelisah, perasaan gugup, gelisah, dan stres atas kondisi-kondisi yang tidak biasanya menyebabkan khawatir atau panik adalah gejala kecemasan yang disebabkan oleh PMS. d. Nyeri, sakit kepala, ketegangan otot (pegal-pegal), nyeri dan kram perut adalah gejala fisik PMS yang mungkin berlangsung selama beberapa hari sebelum bahkan setelah dimulainya periode menstruasi. e. Kembung, kembung di perut dan retensi cairan di perut, pinggul, dan paha adalah gejala PMS yang disebabkan oleh fluktuasi hormon. f. Payudara nyeri dan bengkak, nyeri dan pembengkakan pada payudara adalah gejala PMS yang terkadang keliru dikira sebagai tanda awal kehamilan. g. Jerawat, PMS dapat menyebabkan munculnya jerawat di wajah, dada, dan punggung sebagai akibat dari fluktuasi hormon yang merangsang kelenjar minyak.

30 3. Penggunaan Kosmetik Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia Nomor HK tahun 2011 tentang kosmetika, dinyatakan bahwa kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, Bibir, dan organ genital bagian luar), atau gigi dan membran mukosa Mulut, terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah Penampilan, dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau Memelihara tubuh pada kondisi baik. Kabau (2012) menjelaskan bahwa pemakaian jenis kosmetik tertentu secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan suatu bentuk akne ringan yang terutama terdiri dari komedo tertutup dan beberapa lesi papulopustular pada pipi dan dagu. Jenis kosmetika yang dapat menimbulkan akne tak tergantung pada harga, merek, dan kemurnian bahannya. Suatu kosmetika dapat bersifat lebih komedogenik tanpa mengandung suatu bahan istimewa, tetapi karena kosmetika tersebut memang mengandung campuran bahan yang bersifat komedogenik atau bahan dengan konsentrasi yang lebih besar. Perempuan memiliki dermatosis (penyakit kulit) yang berhubungan dengan jenis kosmetik yang digunakan dan 14% diantaranya memiliki lesi aktif akibat kosmetik. Terjadinya akne akibat penggunaan kosmetik banyak terjadi di AS, maupun di Negara-negara maju lainnya, dan sering dikenal dengan istilah Acne Cosmetics. Lebih banyak ditemukan pada

31 daerah dagu dan pipi, dibandingkan dengan daerah dahi. Awalnya berupa benjolan keputihan dan kecil, yang akan lebih terlihat saat kulit ditarik atau diregangkan. Namun, adakalanya muncul sebagai lesi kemerahan. Akne kosmetik lebih jarang menimbulkan bekas luka, tapi bisa bertahan selama bertahun-tahun sebagai akibat dari penggunaan kosmetik secara terusmenerus (Kabau, 2012). Hasil penelitian Suryadi (2008) menunjukkan angka kejadian tertinggi akne vulgaris pada kelompok yang menggunakan kosmetika mencapai 3388 kasus, sedangkan responden yang tidak menggunakan kosmetik angka kejadian akne hanya 359 kasus secara statistik bermakna. Bahan-bahan kimia yang ada dalam kosmetik dapat langsung menyebabkan akne vulgaris. Biasanya kosmetik ini menyebabkan akne dalam bentuk ringan terutama komedo tertutup dengan beberapa lesi papulopustul di daerah pipi dan dagu. Kebiasaan berganti-ganti kosmetik mempengaruhi kejadian akne vulgaris dan secara statistik bermakna. Dari 5204 responden yang terbanyak menimbulkan akne vulgaris adalah kosmetik pembersih, dekoratif dan perawatan, selebihnya mempunyai persentase yang sangat rendah. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka bahwa jenis kosmetik perawatan seperti pelembab, krem penahan sinar matahari, dan krem malam dapat menyebabkan timbulnya akne vulgaris.

32 BAB III KERANGKA PENELITIAN A. Kerangka Konsep Menurut Victor (2010) banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya jerawat antara lain yaitu faktor genetik, kerja hormon, faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebacea itu sendiri, faktor psikis, pengaruh musim, infeksi bakteri (Propionibacterium acnes), penggunaan kosmetika, dan bahan kimia lainnya sehingga dapat digambarkan pada suatu kerangka konsep seperti pada gambar berikut ini: Variabel Independen Variabel Dependen Pola Makan Premenstrual sindrom Acne Vulgaris Pada Remaja Putri Penggunaan Kosmetika Gambar 3.1 Kerangka Konsep B. Definisi Operasional

33 Tabel Definisi Operasional No Variabel Definisi Operasional Cara ukur Variabel Dependen 1 Acne Vulgaris Kelainan kulit yang bersumber pada kelenjar minyak yang dapat terjadi pada wajah, dada, punggung dan bahu. Variabel Independen 1 Pola Makan Perilaku remaja putri yang berhubungan dengan kebiasaan makan dalam kehidupan seharisehari. 2 Premenstru alsindrom 3 Penggunaa n Kosmetik Sekumpulan gejala fisik dan emosional yang muncul kembali di setiap periode menstruasi. Macam-macam produk kosmetik yang sering digunakan seperti bedak dasar (foundation), pelembab (moisturiser), toner/ cleansing, krim penahan sinar matahari Melakukan observasi tentang acne vulgaris dengan kriteria: a. Berat jika remaja mengalami banyak jerawat b. Sedang jika remaja mengalami tidak terlalu banyak jerawat c. Tidak ada jika remaja tidak berjerawat Alat ukur Membagikan kuesioner Kuesioner dengan kriteria: a. Baik, jika jawaban benar 50% b. Tidak Baik, jika jawaban benar < 50%. Menyebarkan kuesioner tentang premenstrual sindrom dengan kriteria: a. Ya, jika remaja mengatakan timbul pada saat mau mendapatkan mentruasi b. Tidak, jika remaja mengatakan tidak timbul pada saat mau mendapatkan mentruasi Melakukan observasi tentang penggunaan kosmetik dengan kriteria: a. Tidak beresiko, jika remaja menggunakan salah Hasil ukur Kuesioner a. Berat b. Sedang c. Tidak Ada a. Baik b. Tidak Baik Kuesioner a. Ya b. Tidak Kuesioner a. berersik o b. Tidak beresik o Skala ukur Ordinal Ordinal Nominal Nominal

34 (sunscreen), dan krim malam/ krim pagi, dll. satu kometik yg berlisensi b. beresikojika remaja tidak pernah menggunakan kometik yg berlisensi C. Hipotesa Penelitian 1. Ada Hubungan pola makan dengan acne vulgaris pada remaja putri di SMA Negeri 2 Sigli. 2. Ada Hubungan premenstrual sindrom dengan acne vulgaris pada remaja putri di SMA Negeri 2 Sigli. 3. Ada Hubungan penggunaan kosmetik dengan acne vulgaris pada remaja putri di SMA Negeri 2 Sigli.

35 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian Analitik dengan pendekatan cros sectional yaitu cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat, dimana pengumpulan data variable Dependen dan Independen dilakukan penelitian disaat yang bersamaan. (Notoadmojo, 2005) B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di SMA Negeri 2 Sigli Kabupaten Pidie. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Juli C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua remaja putri di SMA Negeri 2 Sigli Kabupaten Pidie berjumlah 350 orang. 2. Sampel Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi dan perhitungan besar

36 sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin (Notoadmodjo, 2005) sebagai berikut : N n = N (d 2 ) Keterangan : N = Besarnya Populasi n = Besarnya Sampel d = Tingkat kepercayaan/ ketetapan yang dikehendaki Maka 350 n = (0,1 2 ) 350 n = = 77,7 78 sampel 4.50 Setelah dilakukan perhitungan seperti diatas, maka didapatlah sampel minimal sebanyak 78 siswa. Selanjutnya sampel ini diambil menggunakan tehnik proporsi sampel/quota sampling. Jumlah siswa yang menjadi sampel pada setiap kelas masing-masing dihitung dengan rumus proposional sampling berikut ini (Arikunto, 2006): siswa tiap kelas populasi x Sampel minimal Berdasarkan rumus proporsional tersebut maka jumlah sampel pada setiap kelas dapat ditentukan sebagai berikut:

37 Tabel 2. Proporsi jumlah sampel pada SMA Negeri 2 Sigli No Kelas Populasi Siswa Putri Jumlah Sampel 1 I I I I I I I I II IPA II IPA II IPA II IPA II IPA II IPS II IPS III IPA III IPA III IPA III IPA III IPA III IPS III IPS Total orang Sumber: data primer 2013

38 D. Cara Pengumpulan Data 1. Data Primer. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada semua semua remaja putri di SMA Negeri 2 Sigli Kabupaten Pidie. 2. Data Sekunder Didapat dari bagian bagian Tata usaha semua SMA Negeri 2 Sigli Kabupaten Pidie serta referensi buku-buku perpustakaan yang berhubungan dengan penelitian serta pendukung lainnya. E. Instrumen Penelitian Adapun instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berisi 21 pertanyaan yaitu tentang 10 pertanyaan tentang pola makan, 1 pertanyaan tentang prementrual sindrom yang meliputi item dari gejala fisik dan emosional, 10 pertanyaan tentang penggunaan kosmetika dimana responden dapat mejawab yang sesuai dengan keadaannya. F. Pengolahan Data dan Analisa Data 1. Pengolahan Data Menurut Budiarto (2002) data yang telah didapatkan akan diolah dengan tahap-tahap berikut: a. Editing, Kegiatan pengeditan dimaksudkan untuk meneliti kembali atau melakukan pengecekan pada setiap jawaban yang masuk. Apabila terdapat kekeliruan akan dilakukan pencocokan segera pada responden. b. Coding, Setelah selesai editing, peneliti melakukan pengkodean data yakni untuk pertanyaan tertutup melalui symbol setiap jawaban.

39 c. Transfering, Kegiatan mengklasifikasikan jawaban, data yang telah diberi kode disusun secara berurutan dari responden pertama sampai responden terakhir untuk dimasukkan kedalam tabel sesuai dengan variabel yang diteliti. d. Tabulating, Kegiatan memindahkan data, pengelompokan responden yang telah dibuat pada tiap-tiap variabel yang diukur dan selanjutnya dimasukkan kedalam tabel distribusi frekuensi 2. Analisa Data. a. Analisa Univariat Penelitian ini bersifat deskriptif, maka dalam analisanya menggunakan perhitungan-perhitungan statistik secara sederhana berdasarkan hasil penyebaran data menurut frekuensi antar kategori. Analisis dilakukan terhadap tiap-tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentasi dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2005). Kemudian ditentukan persentase (P) dengan menentukan rumus (Budiarto, 2005) sebagai berikut. P = n f X 100% Keterangan : P = Persentase n = Sampel F = Frekuensi Teramati

40 b. Analisa Bivariat Analisa bivariat merupakan analisis hasil dari variabel-variabel bebas yang diduga mempunyai hubungan dengan variabel terikat. Analisa yang digunakan adalah tabulasi silang. Untuk menguji hipotesa dilakukan analisa statistik dengan mengunakan uji data kategori Chi square Test (X 2 ) pada tingkat kemaknaannya adalah 95% (P 0,05) sehingga dapat diketahui ada atau tidaknya perbedaan yang bermakna secara statistik, dengan menggunakan program computer SPSS for windows. Melalui perhitungan uji Chi Square selanjutnya ditarik suatu kesimpulan bila nilai P lebih kecil atau sama dengan nilai alpha (0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang menunjukkan ada hubungan bermakna antara variabel terikat dengan variabel bebas.

41 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 2 Sigli beralamat di Jalan Lingkar Keunire. SMA Negeri 2 ini berdiri diatas tanah seluas m 2 dengan total bangunan seluas 5318,98 m 2. Sekolah ini terdiri dari 21 ruang kelas, mobil laboratorium belajar 3 ruang, ruang ketrampilan 3 ruang, 7 unit kamar mandi, areal paving blok, tempat parkir,garasi dan halaman sekolah seluas 9.870,94 m 2. Dengan jumlah siswa sebanyak 458 pelajar yang terdiri dari 220 laki-laki dan 238 perempuan. Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Sigli memiliki batas wilayah antara lain: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan perumahan penduduk 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan stadiun Kuta Asan 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Jalan desa Jalan raya lingkar keniure 4. Sebelah Barat Berbatasan dengan Jalan raya lapangan B. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mulai tanggal 15 Juli sampai dengan 20 Juli 2013 terhadap 78 responden tentang hubungan pola makan, premenstrual sindrom dan penggunaan kosmetik dengan acne vulgaris pada remaja putri di SMA Negeri 2 Sigli hasil sebagai berikut: 1. Analisa Univariat

42 a. Akne Vulgaris Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Acne Vulgaris Pada Remaja Putri Di SMA Negeri 2 Sigli No Katagori Frekuensi Persentase Berat Sedang Tidak ada ,5% 32,1% 29,4% Total Sumber : Data primer (Diolah Tahun 2013). Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwadari 78 responden, sebagian besar remaja putri mengalami akne vulgaris berat yaitu 30 orang (38,5%). b. Pola makan Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pola Makan, Pada Remaja Putri Di SMA Negeri 2 Sigli No Katagori Frekuensi Persentase 1 2 Baik Kurang ,4% 40,6% Total Sumber : Data primer (Diolah Tahun 2013). Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa dari 78 responden, mayoritas pola makan remaja putri dalam katagori baik yaitu 47 orang (59,4%). c. Premenstrual Syndroma

43 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Premenstrual Sindrom Pada Remaja Putri Di SMA Negeri 2 sigli No Katagori Frekuensi Persentase 1 2 Ya Tidak ,2% 53,8% Total Sumber : Data primer (Diolah Tahun 2013). Berdasarkan Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa dari 78 responden mayoritas tidak mengalami premenstrual syndroma yaitu sebanyak 42 orang (53,8%). d. Penggunaan Kosmetik Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Penggunaan Kosmetik Pada Remaja Putri di SMA Negeri 2 Sigli No Katagori Frekuensi Persentase 1 2 Ya Tidak ,0% 59,0% Total Sumber : Data primer (Diolah Tahun 2013). Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa dari 78 responden, mayoritas remaja tidak menggunakan kosmetik yang berlesensi BPOM yaitu 46 orang (59,0%). 2. Analisa Bivariat

44 a. Hubungan pola makan Dengan Acne Vulgaris Tabel 5.5 Hubungan Pola Makan Dengan Acne Vulgaris Pada Remaja Putri di SMA Negeri 2 Sigli N o 1 2 Pola makan Baik Kurang Acne vulgaris Berat Sedang Tidak ada Total f % f % f % f % ,3 38, ,9 32,3 Sumber : Data primer (Diolah Tahun 2013). Berdasarkan Tabel 5.5 diatas menunjukkan bahwa dari 47 orang yang ,8 29, Jlh p 0,997 memiliki pola makan baik, yang mengalami acne vulgaris berat yaitu 18 orang (38,3%) dan dari 31 orang remaja yang pola makan kurang mengalami obesitas mengalami pola makan yang posacne vulgaris berat yaitu 12 orang (38,7%). Selanjutnya dianalisa menggunakan chi square (X 2 ) dengan tingkat kemaknaan (α) adalah 0,05 didapatkan nilai Probabilitas (p) 0,99 Sehingga dapat diambil kesimpulan Ho diterima atau tidak adanya hubungan yang signifikan pola makan dengan acne vulgaris. b. Hubungan premenstrual syndrom Dengan Acne Vulgaris Tabel 5.6 Hubungan Prementrual syndrom Dengan Acne Vulgaris

45 Pada Remaja Putri di SMA Negeri 2 Sigli N o 1 2 Prementrual Syndroma Ya Tidak Acne vulgaris Berat Sedang Tidak ada Sumber : Data primer (Diolah Tahun 2013). Total f % f % f % f % ,0 50, ,3 31, ,7 19, Jlh p 0,038 Berdasarkan Tabel 5.6 diatas menunjukkan bahwa dari 36 remaja yang mengalami premenstrual syndrome, yang tidak mengalami acne vulgaris yaitu 15 orang (41,7%) dari 42 orang dan remaja yang tidak mengalami premenstrual syndrome, yang mengalami mengalami acne vulgaris berat yaitu 21 orang (50,0%). Selanjutnya dianalisa menggunakan chi square (X 2 ) dengan tingkat kemaknaan (α) adalah 0,05 didapatkan nilai Probabilitas (p) 0,038 Sehingga dapat diambil kesimpulan Ha diterima atau adanya hubungan yang signifikan premenstrual syndrom dengan acne vulgaris. c. Hubungan Penggunaan Kosmetik Dengan Acne Vulgaris Tabel 5.7 Hubungan Penggunaan Kosmetik Dengan Acne Vulgaris

46 Pada Remaja Putri di SMA Negeri 2 Sigli N o 1 2 Penggunaan Kosmetik Ya Tidak Acne vulgaris Berat Sedang Tidak ada Total f % f % f % f % ,1 45, ,6 26,1 Sumber : Data primer (Diolah Tahun 2013). Berdasarkan Tabel 5.7 diatas menunjukkan bahwa dari 32 orang ,2 28, Jlh p 0,245 remaja yang menggunakan kosmetik yang berlesensi BPOM, yang mengalami acne vulgaris sedang yaitu 13 orang (40,6%) dan dari 46 remaja remaja yang tidak menggunakan kosmetik berlesensi BPOM mengalami acne vulgaris berat yaitu 21 orang (45,7%). Selanjutnya dianalisa menggunakan chi square (X 2 ) dengan tingkat kemaknaan (α) adalah 0,05 didapatkan nilai Probabilitas (p) 0,245 Sehingga dapat diambil kesimpulan Ho diterima atau tidak adanya hubungan yang signifikan penggunaan Kosmetik dengan acne vulgaris. C. Pembahasan 1. Hubungan Pola Makan Dengan Acne Vulgaris Berdasarkan Tabel 5.5 diatas menunjukkan bahwa dari 47 orang yang memiliki pola makan baik, yang mengalami acne vulgaris berat yaitu 18 orang (38,3%) dan dari 31 orang remaja yang pola makan kurang mengalami obesitas mengalami pola makan yang posacne vulgaris berat yaitu 12 orang (38,7%).

47 Selanjutnya dianalisa menggunakan chi square (X 2 ) dengan tingkat kemaknaan (α) adalah 0,05 didapatkan nilai Probabilitas (p) 0,997 Sehingga dapat diambil kesimpulan Ho diterima atau tidak adanya hubungan yang signifikan pola makan dengan acne vulgaris. Hasil penelitian sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh para dermatolog, dimana fakta ini masih membutuhkan lebih banyak penelitian. Kebanyakan remaja usia tahun memiliki jerawat, dan hal ini bisa berlangsung hingga usia 20-an dan 30-an. Pada kasus-kasus lain, jerawat lebih disebabkan faktor genetik. Namun, secara umum jerawat ditimbulkan oleh lingkungan. Jerawat sebenarnya timbul ketika pori-pori Anda tersumbat akibat kelenjar minyak (sebum) di dalam pori meradang. Peradangan ini terjadi ketika kelenjar minyak memproduksi minyak berlebih, terganggu oleh sel-sel kulit mati, atau pori-pori terisi, yang mendorong tumbuhnya bakteri (Ridwan, 2012). Menurut Suryadi (2008) kaitan antara akne vulgaris dan makanan masih diperdebatkan. Saat ini belum ada bukti bahwa coklat, susu, seafood, atau makanan lain dapat langsung menyebabkan akne. Makanan tersebut dapat mempengaruhi metabolisme tubuh sehingga mengaktifkan kelenjar pilosebasea untuk menghasilkan sebum dan bila terjadi penyumbatan pada folikelnya maka dapat menjadi awal dari akne, namun metabolisme tubuh setiap individu berbeda-beda sehingga reaksi yang terjadi pada kelenjar pilosebasea tidak sama pada setiap individu.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jerawat, atau dalam bahasa medisnya disebut akne, merupakan salah satu penyakit kulit yang banyak dijumpai secara global pada remaja dan dewasa muda (Yuindartanto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne atau jerawat adalah kondisi yang paling umum dilakukan oleh dokter di seluruh dunia (Ghosh dkk, 2014). Penyakit akne ini merupakan penyakit peradangan pada unit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. punggung bagian atas. Jerawat terjadi karena pori-pori kulit. terbuka dan tersumbat dengan minyak, sel-sel kulit mati, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. punggung bagian atas. Jerawat terjadi karena pori-pori kulit. terbuka dan tersumbat dengan minyak, sel-sel kulit mati, infeksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jerawat (Akne Vulgaris) merupakan penyakit kulit peradangan kronik folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dengan gambaran klinis berupa komedo, papul,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne vulgaris 2.1.1. Definisi Akne Vulgaris Akne vulgaris didefinisikan sebagai peradangan kronik dari folikel polisebasea yang disebabkan oleh beberapa faktor dengan gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu peradangan kronik dari folikel pilosebasea yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas (Siregar, 2013). Gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Akne Vulgaris merupakan permasalahan yang sangat akrab diperbincangkan baik di kalangan dewasa muda maupun remaja. Saat ini tidak begitu banyak sumber yang memuat tulisan

Lebih terperinci

NURJANNAH NIM

NURJANNAH NIM FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA PICKY EATER (SULIT MAKAN) PADA ANAK BALITA DI TK NEGERI PEMBINA KECAMATAN SIMPANG TIGA KABUPATEN PIDIE KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor penunjang, terutama wajah yang bersih tanpa akne merupakan modal penting dalam pergaulan dan karier.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel

BAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, kista, dan pustula.(tahir, 2010). Penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akne vulgaris adalah suatu penyakit peradangan menahun dari folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran klinis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akne vulgaris merupakan kelainan folikuler umum yang mengenai folikel sebasea (folikel rambut) yang rentan dan paling sering ditemukan di daerah muka, leher serta badan

Lebih terperinci

The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta

The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta Hubungan Lamanya Paparan Kosmetik dengan Timbulnya Acne Vulgaris pada Mahasiswi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jerawat atau akne adalah mesalah kulit berupa infeksi dan peradangan

BAB I PENDAHULUAN. Jerawat atau akne adalah mesalah kulit berupa infeksi dan peradangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jerawat atau akne adalah mesalah kulit berupa infeksi dan peradangan pada unit pilosebasea. Akne sering membuat resah dan menghilangkan rasa percaya diri, apalagi jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah penduduk di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2007 sekitar seperlima

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1. Definisi Akne Vulgaris Akne vulgaris didefinisikan sebagai peradangan kronik dari folikel polisebasea yang disebabkan oleh beberapa faktor dengan gambaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berjalan lambat. Pada masa ini seorang perempuan mengalami perubahan, salah satu diantaranya adalah menstruasi (Saryono, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. berjalan lambat. Pada masa ini seorang perempuan mengalami perubahan, salah satu diantaranya adalah menstruasi (Saryono, 2009). BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pubertas meliputi suatu kompleks biologis, morfologis, dan perubahan psikologis yang meliputi proses transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Pada perempuan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit. keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit. keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, kista, dan pustula.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 sampai 21 tahun (Siefan, 2008). Dalam proses mencapai dewasa, anak harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan normal lama menstruasi berkisar antara 3-7 hari dan rata-rata berulang

BAB I PENDAHULUAN. keadaan normal lama menstruasi berkisar antara 3-7 hari dan rata-rata berulang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke dewasa. Masa remaja merupakan salah satu tahap perkembangan dalam rentang kehidupan manusia. Remaja sudah tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang membuat hidup seseorang menjadi sejahtera dan ekonomis. Masyarakat harus berperan aktif dalam mengupayakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik Jumlah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik Penelitian ini melibatkan 85 responden mahasiswi yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Responden tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan menggunakan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan menggunakan pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan menggunakan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akne vulgaris adalah suatu peradangan yang bersifat menahun pada unit pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan predileksi di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris atau jerawat adalah penyakit peradangan menahun folikel polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri (Wasitaatmadja, 2007).

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Responden. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April - Mei 2015 di SMA N 4 Purworejo dengan mendapatkan ijin dari kepala sekolah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jerawat atau akne (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. jerawat atau akne (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kulit yang sering dijumpai pada remaja dan dewasa muda adalah jerawat atau akne (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris merupakan suatu kelainan yang dapat sembuh

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENANGANAN SINDROM PRA MENSTRUASI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWI SMA NEGERI 2 SUKOHARJO SKRIPSI

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENANGANAN SINDROM PRA MENSTRUASI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWI SMA NEGERI 2 SUKOHARJO SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENANGANAN SINDROM PRA MENSTRUASI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWI SMA NEGERI 2 SUKOHARJO SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan

BAB I PENDAHULUAN. Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan kronik unit pilosebasea (Zaenglein dkk., 2008). Penyakit ini dianggap sebagai kelainan kulit

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 25 orang (39.1%) yang mengalami jerawat berat. Hasil observasi yang

BAB V PEMBAHASAN. 25 orang (39.1%) yang mengalami jerawat berat. Hasil observasi yang BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Kejadian Jerawat Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan tabel 4.1 mengenai distribusi responden berdasarkan kejadian jerawat, terdapat 25 orang (39.1%)

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PRILAKU REMAJA PUTRI DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI KELAS XII SMA NEGERI I SEUNUDDON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2012

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PRILAKU REMAJA PUTRI DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI KELAS XII SMA NEGERI I SEUNUDDON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2012 HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PRILAKU REMAJA PUTRI DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI KELAS XII SMA NEGERI I SEUNUDDON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2012 Intisari RITA PURNAMA SARI Mahasiswa STIKes U Budiyah Banda Aceh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, bukan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, bukan 0 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, bukan hanya berkembang dalam sisi psikologis tetapi juga fisik. Bahkan perubahanperubahan fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana seseorang mengalami perubahan sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke arah bentuk tubuh orang

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT DISMENOREA DENGAN PENGGUNAAN ANALGETIK PADA SISWA SMPN 4 PEUSANGAN KABUPATEN BIREUEN. Nurhidayati 1*)

HUBUNGAN TINGKAT DISMENOREA DENGAN PENGGUNAAN ANALGETIK PADA SISWA SMPN 4 PEUSANGAN KABUPATEN BIREUEN. Nurhidayati 1*) HUBUNGAN TINGKAT DISMENOREA DENGAN PENGGUNAAN ANALGETIK PADA SISWA SMPN 4 PEUSANGAN KABUPATEN BIREUEN Nurhidayati 1*) 1 Dosen Diploma-III Kebidanan Universitas Almuslim *) email : yun_bir_aceh@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian 1. Rancangan Penelitian Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan rancangan cross sectional, yaitu setiap variabel diobservasi hanya satu kali saja dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI KELAS XI TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMAS CUT NYAK DHIEN ABSTRAK

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI KELAS XI TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMAS CUT NYAK DHIEN ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI KELAS XI TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMAS CUT NYAK DHIEN Hafriani 1, Defiyani 2 1 Dosen Program Studi D III Kebidanan STIKes Bina Nusantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pubertas meliputi suatu kompleks biologis, morfologis, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pubertas meliputi suatu kompleks biologis, morfologis, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pubertas meliputi suatu kompleks biologis, morfologis, dan perubahan psikologis yang meliputi proses transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Pada perempuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada beberapa wanita masa menstruasi merupakan masa-masa yang sangat menyiksa. Itu terjadi akibat adanya gangguan-gangguan pada siklus menstruasi. Gangguan menstruasi

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI HB 0 PADA BAYI BARU LAHIR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEUREUDU KABUPATEN PIDIE JAYA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI HB 0 PADA BAYI BARU LAHIR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEUREUDU KABUPATEN PIDIE JAYA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI HB 0 PADA BAYI BARU LAHIR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEUREUDU KABUPATEN PIDIE JAYA JURNAL ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan

Lebih terperinci

,Jurnal Karya Tulis Ilmiah

,Jurnal Karya Tulis Ilmiah ,Jurnal Karya Tulis Ilmiah PENGARUH PENGETAHUAN, PERILAKU DAN SOSIAL BUDAYA TERHADAP PENGGUNAAN KOSMETIK PADA IBU HAMIL DI DESA KEUTAPANG KECAMATAN JAYA KABUPATEN ACEH JAYA TAHUN 2013 Mawaddah Mahasiswi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan papula yang erimatus, serta pada kasus yang berat dapat disertai pustul yang

BAB I PENDAHULUAN. dan papula yang erimatus, serta pada kasus yang berat dapat disertai pustul yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris (AV) merupakan kelainan kulit kronik pada unit pilosebasea yang ditandai dengan seborrhea, formasi komedo terbuka dan tertutup, pustula dan papula yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu, orang menyebutnya juga sebagai masa yang paling rawan. Keindahan dan

BAB I PENDAHULUAN. itu, orang menyebutnya juga sebagai masa yang paling rawan. Keindahan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara masa anak anak dan dewasa. Orang menyebut masa remaja sebagai masa yang paling indah. Tetapi berlawanan dengan itu, orang menyebutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biologis, psikologis dan sosial (Rudolph, 2014). Batas usia remaja menurut

BAB I PENDAHULUAN. biologis, psikologis dan sosial (Rudolph, 2014). Batas usia remaja menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode kehidupan terjadinya perubahan biologis, psikologis dan sosial (Rudolph, 2014). Batas usia remaja menurut WHO (2009), adalah 12-24 tahun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang membuat hidup seseorang menjadi sejahtera dan ekonomis. Masyarakat harus berperan aktif dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN KOMUNIKASI TEURAPETIK BIDAN DENGAN KECEMASAN IBU BERSALIN DI RUANG KEBIDANAN DAN BERSALIN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN PIDIE

HUBUNGAN KOMUNIKASI TEURAPETIK BIDAN DENGAN KECEMASAN IBU BERSALIN DI RUANG KEBIDANAN DAN BERSALIN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN PIDIE Jurnal Kesehatan Masyarakat HUBUNGAN KOMUNIKASI TEURAPETIK BIDAN DENGAN KECEMASAN IBU BERSALIN DI RUANG KEBIDANAN DAN BERSALIN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN PIDIE RITA YUSNITA Mahasiswi D-III Kebidanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. papul, pustul, nodul dan kista di area predileksinya yang biasanya pada

BAB 1 PENDAHULUAN. papul, pustul, nodul dan kista di area predileksinya yang biasanya pada BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Acne vulgaris adalah penyakit kulit kronis yang terjadi akibat peradangan menahun pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodul dan kista di area

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. al, 2008). Tempat-tempat predileksi acne vulgaris adalah wajah, leher,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. al, 2008). Tempat-tempat predileksi acne vulgaris adalah wajah, leher, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Acne vulgaris atau jerawat adalah penyakit kulit yang terjadi akibat inflamasi kronik pada folikel pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul,

Lebih terperinci

PMS semakin berat setelah melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah mengalami kehamilan dengan komplikasi seperti toksima.

PMS semakin berat setelah melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah mengalami kehamilan dengan komplikasi seperti toksima. Menjelang haid atau menstruasi biasanya beberapa wanita mengalami gejala yang tidak nyaman, menyakitkan, dan mengganggu. Gejala ini sering disebut dengan sindrom pra menstruasi atau PMS, yakni kumpulan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup waktu penelitian adalah Oktober November 2014.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup waktu penelitian adalah Oktober November 2014. 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Ruang lingkup lokasi penelitian adalah Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologi, perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologi, perubahan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan perubahan atau peralihan dari masa kanak kanak ke masa dewasa yang meliputi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hidupnya mengalami periode menstruasi atau haid. Menstruasi adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. hidupnya mengalami periode menstruasi atau haid. Menstruasi adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Wanita yang mulai memasuki usia pubertas normalnya dalam perjalanan hidupnya mengalami periode menstruasi atau haid. Menstruasi adalah pengeluaran darah yang berasal

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menjawab pertanyaan penelitian yaitu untuk mengetahui apakah terdapat

BAB V PEMBAHASAN. menjawab pertanyaan penelitian yaitu untuk mengetahui apakah terdapat BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan pengolahan hasil data yang terkumpul diharapkan dapat menjawab pertanyaan penelitian yaitu untuk mengetahui apakah terdapat hubungan premenstrual syndrome dan emotion focused

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. atas. Akne biasanya timbul pada awal usia remaja.

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. atas. Akne biasanya timbul pada awal usia remaja. 1 BAB I A. Latar Belakang Penelitian Akne merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel pilosebasea yang ditandai dengan komedo, papul, pustul, nodul dan kista pada wajah, leher,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rencana Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Survei analitik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016. A. HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian yang mengenai hubungan status gizi dengan siklus menstruasi pada remaja putri yang dilakukan di SMP N 2 Gamping Sleman Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit kulit yang melibatkan unit pilosebasea ditandai. Indonesia, menurut catatan Kelompok Studi Dermatologi Kosmetika

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit kulit yang melibatkan unit pilosebasea ditandai. Indonesia, menurut catatan Kelompok Studi Dermatologi Kosmetika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akne vulgaris atau yang oleh masyarakat umum disebut jerawat merupakan penyakit kulit yang melibatkan unit pilosebasea ditandai dengan adanya komedo terbuka

Lebih terperinci

Kurnia Mutiara. Prodi D-III Kebidanan STIKes U Budiyah ABSTRAK

Kurnia Mutiara. Prodi D-III Kebidanan STIKes U Budiyah ABSTRAK ,Jurnal Karya Tulis Ilmiah HUBUNGAN PARITAS, PENGETAHUAN DAN PENDIDIKAN DENGAN BOUNDING ATTACHEMENT PADA IBU NIFAS DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK BEREUNEUN KABUPATEN PIDIE TAHUN 2013 Kurnia Mutiara Prodi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. timbulnya ciri-ciri kelamin sekunder, dan berakhir jika sudah ada kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. timbulnya ciri-ciri kelamin sekunder, dan berakhir jika sudah ada kemampuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebelum seorang wanita siap menjalani masa reproduksi, terdapat masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa kedewasaan yang lebih dikenal dengan masa pubertas.

Lebih terperinci

Jerawat biasanya muncul di wajah, leher, bahu, dada, punggung dan bahu, dan maaf ada juga di daerah pantat.

Jerawat biasanya muncul di wajah, leher, bahu, dada, punggung dan bahu, dan maaf ada juga di daerah pantat. Written by DR. Santi Hoesodo Merah dan ranum! Kalau untuk buah-buahan sih ok saja. Tapi untuk keadaan berjerawat. Aduh...siapa juga yang mau. Penulis ingat semasa SMA kalau ada teman yang berjerawat besar

Lebih terperinci

RAHMAH Mahasiswi Pada STikes U BUDIYAH Banda Aceh

RAHMAH Mahasiswi Pada STikes U BUDIYAH Banda Aceh FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN POST SECTIO CAESARIA PADA BIDAN YANG BERTUGAS DI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DATU BERU TAKENGON RAHMAH Mahasiswi Pada STikes U BUDIYAH Banda

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja sering disebut dengan masa pubertas. Dimana masa

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja sering disebut dengan masa pubertas. Dimana masa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja sering disebut masa pubertas. Dimana masa pubertas adalah masa peralihan dari anak anak menjadi dewasa. Dimulai antara usia 7-13 tahun untuk perempuan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Surakarta. Penelitian menggunakan pendekatan cross sectional. Pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Surakarta. Penelitian menggunakan pendekatan cross sectional. Pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan observasional analitik. Studi ini dilakukan untuk melihat adanya hubungan antara tingkat stres dengan tingkat

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USIA MENARCHE PADA REMAJA PUTRI KELAS X DI SMA NEGERI 2 MEULABOH KABUPATEN ACEH BARAT TAHUN 2013

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USIA MENARCHE PADA REMAJA PUTRI KELAS X DI SMA NEGERI 2 MEULABOH KABUPATEN ACEH BARAT TAHUN 2013 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USIA MENARCHE PADA REMAJA PUTRI KELAS X DI SMA NEGERI 2 MEULABOH KABUPATEN ACEH BARAT TAHUN 213 PERMATA SHANTI Mahasiswa Pada STiKes Ubudiyah Banda Aceh Abtract Menarche

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengandung kelenjar sebasea seperti: muka, dada dan punggung ( kelenjar/cm). 1,2 Acne

BAB 1 PENDAHULUAN. mengandung kelenjar sebasea seperti: muka, dada dan punggung ( kelenjar/cm). 1,2 Acne BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu penyakit kulit yang merisaukan remaja dan dewasa adalah jerawat, karena dapat mengurangi kepercayaan diri seseorang 1. Acne vulgaris atau lebih sering

Lebih terperinci

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA BAYI BARU LAHIR 0-7 HARI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA BAYI BARU LAHIR 0-7 HARI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH HUBUNGAN PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA BAYI BARU LAHIR 0-7 HARI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH KHAIRUNNISAK Mahasiswi D-III Kebidanan STIKes U Budiyah Banda Aceh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa di masa mendatang. Remaja adalah mereka yang berusia tahun dan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa di masa mendatang. Remaja adalah mereka yang berusia tahun dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah aset sumber daya manusia yang merupakan penerus generasi bangsa di masa mendatang. Remaja adalah mereka yang berusia 10-20 tahun dan ditandai dengan perubahan

Lebih terperinci

Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang

Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang Yuli Irnawati 1, Vivi Nur Setyaningrum 2 1,2 DIII Kebidanan, Akbid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa yang paling penting karena pada masa ini

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa yang paling penting karena pada masa ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan masa yang paling penting karena pada masa ini terjadi proses perubahan dari masa anak ke masa dewasa. Pada fase ini ditandai dengan perkembangan fisik,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah individu yang berada pada tahap masa transisi yang unik yang ditandai oleh berbagai perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja yaitu masa yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa latin adolescere

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa latin adolescere 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. A. Latar Belakang Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa latin adolescere

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Metode Baumann Metode Baumann adalah sebuah metode untuk menentukan tipe wajah berdasarkan kadar kandungan minyak pada wajah. Beberapa studi telah menunjukkan jika banyak pasien

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Kelamin. Ruang lingkup keilmuan penelitian adalah Ilmu Kesehatan Kulit dan Lokasi pengambilan sampel adalah FakultasKedokteran Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. vulgaris, merupakan penyakit peradangan kronis dari unit pilosebasea akibat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. vulgaris, merupakan penyakit peradangan kronis dari unit pilosebasea akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu penyakit kulit yang menjadi perhatian bagi para remaja dan dewasa muda adalah jerawat atau dalam istilah medisnya disebut acne vulgaris, merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kista. Tempat predileksinya antara lain pada daerah wajah, dada bagian atas, dan punggung.

BAB 1 PENDAHULUAN. kista. Tempat predileksinya antara lain pada daerah wajah, dada bagian atas, dan punggung. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit kulit akibat peradangan menahun dari unit pilosebasea yang ditandai dengan gambaran lesi yang bervariasi, seperti komedo, papul,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DENGAN JENIS KELAMIN DAN SUMBER INFORMASI DI SMAN 3 BANDA ACEH TAHUN 2012

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DENGAN JENIS KELAMIN DAN SUMBER INFORMASI DI SMAN 3 BANDA ACEH TAHUN 2012 HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DENGAN JENIS KELAMIN DAN SUMBER INFORMASI DI SMAN 3 BANDA ACEH TAHUN 2012 SITI WAHYUNI 1 1 Tenaga Pengajar Pada STiKes Ubudiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap satu diantara enam penduduk dunia adalah remaja. Di Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World Health Organization (WHO)

Lebih terperinci

HUBUNGAN TEHNIK MENYUSUI YANG BENAR DENGAN KEJADIAN BENDUNGAN ASI PADA IBU NIFAS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEUREUDU KABUPATEN PIDIE JAYA MISRINA

HUBUNGAN TEHNIK MENYUSUI YANG BENAR DENGAN KEJADIAN BENDUNGAN ASI PADA IBU NIFAS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEUREUDU KABUPATEN PIDIE JAYA MISRINA HUBUNGAN TEHNIK MENYUSUI YANG BENAR DENGAN KEJADIAN BENDUNGAN ASI PADA IBU NIFAS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEUREUDU KABUPATEN PIDIE JAYA MISRINA ,Jurnal Karya Tulis Ilmiah HUBUNGAN TEHNIK MENYUSUI YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini di Indonesia 62 juta remaja sedang tumbuh di tanah air. Artinya satu dari lima orang Indonesia berada dalam rentang usia remaja. Mereka adalah calon generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Akne vulgaris atau lebih dikenal dengan jerawat, adalah penyakit self-limited yang menyerang unit

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Akne vulgaris atau lebih dikenal dengan jerawat, adalah penyakit self-limited yang menyerang unit BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Akne vulgaris atau lebih dikenal dengan jerawat, adalah penyakit self-limited yang menyerang unit pilosebaseus dan sering dijumpai pada usia remaja (Zaenglein dkk,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian merupakan wadah untuk menjawab pertanyaan

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian merupakan wadah untuk menjawab pertanyaan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Desain penelitian merupakan wadah untuk menjawab pertanyaan penelitian, dan mengkaji kesahihan hipotesis (Sudigdo, 1995). Jenis penelitian ini adalah deskripitif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode transisi dari anak-anak menuju dewasa yang ditandai dengan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial. World Health Organisation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Istilah ini menunjuk masa dari awal pubertas sampai tercapainya kematangan; biasanya mulai

Lebih terperinci

Hubungan Antara Status Gizi Dengan Usia Menarche Dini pada Remaja Putri di SMP Umi Kulsum Banjaran Kab. Bandung Provinsi Jawa Barat Tahun 2016

Hubungan Antara Status Gizi Dengan Usia Menarche Dini pada Remaja Putri di SMP Umi Kulsum Banjaran Kab. Bandung Provinsi Jawa Barat Tahun 2016 Hubungan Antara Status Gizi Dengan Usia Menarche Dini pada Remaja Putri di SMP Umi Kulsum Banjaran Kab. Bandung Provinsi Jawa Barat Tahun 2016 Fahmi Fuadah 1 1 Mahasiswa Program Pascasarjana Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering

BAB I PENDAHULUAN. Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering dianggap sebagai hal ringan, padahal bagi penderitanya dapat mengurangi penampilan atau daya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DESAIN PENELITIAN Penelitian ini di desain melalui pendekatan cross-sectional study yaitu rancangan suatu studi epidemiologi yang mempelajari hubungan penyakit dan paparan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris (AV) adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri (Wasitaatmaja, 2015). Akne

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindroma Premenstruasi (SPM) secara luas diartikan sebagai gangguan siklik berulang berkaitan dengan variasi hormonal perempuan dalam siklus menstruasi, yang berdampak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono

BAB 1 PENDAHULUAN. dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kosmetika adalah panduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan seperti epidermis, rambut, kuku, bibir, gigi, rongga mulut antara lain untuk membersihkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menstruasi merupakan proses alamiah yang terjadi pada setiap perempuan sebagai tanda bahwa organ reproduksi sudah berfungsi matang (Kusmiran, 2014). Menstruasi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wanita dan kosmetik adalah dua hal yang saling berkaitan. Kosmetik

BAB I PENDAHULUAN. Wanita dan kosmetik adalah dua hal yang saling berkaitan. Kosmetik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wanita dan kosmetik adalah dua hal yang saling berkaitan. Kosmetik diproduksi agar wanita bisa tampil cantik dan percaya diri. Seiring dengan perkembangan jaman, modernisasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghilang pada saat menstruasi (Syiamti & Herdin, 2011). wanita meliputi kram atau nyeri perut (51%), nyeri sendi, otot atau

BAB I PENDAHULUAN. menghilang pada saat menstruasi (Syiamti & Herdin, 2011). wanita meliputi kram atau nyeri perut (51%), nyeri sendi, otot atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Premenstrual syndrome (PMS) merupakan gangguan siklus yang umum terjadi pada wanita muda pertengahan, ditandai dengan gejala fisik dan emosional yang konsisten. Gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum dan selama menstruasi bahkan disertai sensasi mual. 1 Dalam istilah

BAB I PENDAHULUAN. sebelum dan selama menstruasi bahkan disertai sensasi mual. 1 Dalam istilah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat menstruasi sebagian besar perempuan sering mengalami keluhan sensasi yang tidak nyaman seperti nyeri pada perut bagian bawah sebelum dan selama menstruasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit dari unit pilosebasea yang dapat sembuh sendiri, terutama dijumpai pada anak remaja. Kebanyakan kasus akne vulgaris disertai

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA AKNE VULGARIS PADA AWAL PUBERTAS REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI 4 LAPPARIAJA KABUPATEN BONE KARTIKA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA AKNE VULGARIS PADA AWAL PUBERTAS REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI 4 LAPPARIAJA KABUPATEN BONE KARTIKA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA AKNE VULGARIS PADA AWAL PUBERTAS REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI 4 LAPPARIAJA KABUPATEN BONE ABSTRAK KARTIKA Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Makassar Program

Lebih terperinci

HUBUNGAN TEHNIK MENYUSUI YANG BENAR DENGAN KEJADIAN BENDUNGAN ASI PADA IBU NIFAS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEUREUDU KABUPATEN PIDIE JAYA MISRINA

HUBUNGAN TEHNIK MENYUSUI YANG BENAR DENGAN KEJADIAN BENDUNGAN ASI PADA IBU NIFAS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEUREUDU KABUPATEN PIDIE JAYA MISRINA ,Jurnal Karya Tulis Ilmiah HUBUNGAN TEHNIK MENYUSUI YANG BENAR DENGAN KEJADIAN BENDUNGAN ASI PADA IBU NIFAS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEUREUDU KABUPATEN PIDIE JAYA MISRINA Mahasiswi Pada STIKes U Budiyah

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL. Kerangka penelitian ini menggambarkan hubungan peran teman sebaya dengan

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL. Kerangka penelitian ini menggambarkan hubungan peran teman sebaya dengan BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL 1. Kerangka Konsep Kerangka penelitian ini menggambarkan hubungan peran teman sebaya dengan perubahan fisik pada masa remaja, dimana variabel independent adalah peran teman sebaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Akne vulgaris adalah suatu penyakit yang. dialami oleh hampir semua remaja dan orang dewasa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Akne vulgaris adalah suatu penyakit yang. dialami oleh hampir semua remaja dan orang dewasa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris adalah suatu penyakit yang dialami oleh hampir semua remaja dan orang dewasa dalam kehidupan mereka. Meskipun penyakit ini tidak mengganggu kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah datangnya menopause. Menopause merupakan keadaan biologis yang

BAB I PENDAHULUAN. adalah datangnya menopause. Menopause merupakan keadaan biologis yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tahap kehidupan yang pasti dialami oleh setiap wanita adalah datangnya menopause. Menopause merupakan keadaan biologis yang wajar yang ditandai dengan berhentinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit. yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit. yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda (Purdy dan DeBerker, 2007). Prevalensi yang mencapai 90 %

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN SINDROMA PRAMENSTRUASI PADA SISWI SMP NEGERI 4 SURAKARTA

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN SINDROMA PRAMENSTRUASI PADA SISWI SMP NEGERI 4 SURAKARTA GASTER, Vol. 7, No. 2 Agustus 2010 (555-563) HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN SINDROMA PRAMENSTRUASI PADA SISWI SMP NEGERI 4 SURAKARTA Ricka, Wahyuni Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta Abstrack:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Akne vulgaris (jerawat) merupakan penyakit. peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Akne vulgaris (jerawat) merupakan penyakit. peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang sering 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akne vulgaris (jerawat) merupakan penyakit peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang sering dikeluhkan oleh banyak orang terutama remaja. Timbulnya akne vulgaris

Lebih terperinci