BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang diciptakan oleh Tuhan yang memiliki kekurangsempurnaan baik dalam segi

2015 PENGARUH METODE DRILL TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMAKAI SEPATU BERTALI PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS 3 SDLB DI SLB C YPLB MAJALENGKA

2016 MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMAKAI SEPATU BERTALI PAD A ANAK TUNAGRAHITA SED ANG MELALUI METOD E D RILL D I SLB C SUMBERSARI BAND UNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Nurhayati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BACKWARD CHAINING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BINA DIRI SISWA TUNAGRAHITA RINGAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dasar 1945 mengamanatkan upaya untuk mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. (PP No. 72 Tahun 1991). Klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wiwi Widiawati, 2014

A. LATAR BELAKANG MASALAH

ANAK TUNAGRAHITA DAN PENDIDIKANNYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BINA DIRI BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS OLEH: ASTATI

warga negara yang memiliki kekhususan dalam pemenuhan kebutuhan pendidikannya. Salah satu usaha yang tepat dalam upaya pemenuhan kebutuhan khusus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2016 MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK TUNAGRAHITA RINGAN MELALUI MEDIA KARTU KATA BERGAMBAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pendidikan terutama wajib belajar sembilan tahun yang telah lama

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rina Agustiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakat. Pendidikan juga merupakan usaha sadar untuk menyiapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 UPAYA GURU D ALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN

2016 RUMUSAN PROGRAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN MERAWAT DIRI BAGI ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB X PALEMBANG

PERSIAPAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF SISWA SDLB NEGERI 40 KABUPATEN SOLOK

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku adaptif diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam memikul

Bina Diri Anak Tunagrahita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah kata yang mudah untuk diucapkan tetapi sangat sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. taraf kelainannya. American Association On Mental Deliciency (AAMD) dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Galih Wiguna, 2014

MENGENAL ANAK TUNAGRAHITA. anak yang biasa-biasa saja, bahkan ada anak yang cepat. Yang menjadi persoalan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. belajarnya. Segala bentuk kebiasaan yang terjadi pada proses belajar harus. terhadap kemajuan dalam bidang pendidikan mendatang.

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN TATA BUSANA PADA ANAK TUNARUNGU KELAS VII SMPLB DI SLB-B PRIMA BHAKTI MULIA KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Salah satu faktor yang menentukan perkembangan suatu negara ialah

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI nomor 22 dan 23 tahun 2006.

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan dari anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. terarah dan mencapai tujuannya. Seperti, pada fase kanak-kanak orang harus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasannya jauh dibawah rata rata yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Luar Biasa bertujuan untuk membantu peserta didik yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Activity Daily Living/ADL) (Effendi,2008). tidak lepas dari bimbingan dan perhatian yang diberikan oleh keluarga,

MENUJU KEMANDIRIAN ANAK TUNAGRAHITA ( Pengayaan) Oleh: Astati

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan dalam pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia tersebut salah satunya adalah kematangan sosial.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS A.

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata rata. Tuna

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Pendidikan luar biasa

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki keahlian, kekuatan, spiritual, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, kecerdasan dan keterampilan yang dibutuhkan di dalam sosialisasi masyarakat. Dalam UU no.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 1 dan 2 disebutkan bahwa : (1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. (2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Berdasarkan landasan yuridis tersebut, pendidikan ditujukkan untuk seluruh warga negara tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus memiliki kedudukan, hak, kewajiban dan peran yang sama seperti masyarakat pada umumnya, sehingga mereka diharapkan dapat berperan aktif sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik berbeda dengan anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini mengalami hambatan dalam belajar dan perkembangan (Yusuf, 2009: 1). Anak berkebutuhan khusus memiliki klasifikasi yang bermacam-macam, menurut Efendi (2006: 89), anak berkelainan yaitu: Anak yang dikategorikan memiliki kelainan dalam aspek fisik meliputi kelainan indra penglihatan (tunanetra), kelainan pendengaran (tunarungu), kelainan kemampuan bicara (tunawicara), dan kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa). Anak yang memiliki kelainan dalam aspek mental meliputi anak yang memiliki kemampuan mental lebih (supernormal) yang dikenal sebagai anak berbakat, dan anak yang memiliki kemampuan mental sangat rendah (subnormal) yang dikenal sebagai anak tunagrahita. Salah satu jenis anak berkebutuhan khusus adalah tunagrahita. Menurut Somantri (2006: 103), Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata. 1

2 Dapat dikatakan bahwa tunagrahita adalah anak yang mempunyai intelektual dibawah rata-rata sehingga mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugastugasnya. Anak tunagrahita memiliki beberapa masalah seperti daya abstraksinya rendah, miskin pengalaman, sulit berkonsentrasi, cepat lupa, kurang inisiatif dan lain sebagainya. Permasalahan yang dialami anak tunagrahita merupakan akibat fungsi intelektuanya rendah yang berdampak dalam kehidupan sehari-hari baik dari pemenuhan kehidupan sehari-hari maupun hubungan sosial dengan orang lain. Luckasson (2002) dalam Gargiulo (2012: 148) berpendapat, anak tunagrahita memiliki kemampuan praktik adaptif yang rendah. Praktik adaptif yang rendah menimbulkan masalah dalam mengurus diri sendiri. Menurut Wantah (2007: 17), Anak tunagrahita ringan atau tunagrahita mampu didik mampu untuk dilatih kemandiriannya dalam mengurus dirinya dan mengembangkan keterampilan agar anak tidak bergantung pada orang lain". Pendapat lain menurut Grossman (1983) dalam Gargiulo (2012: 143) bahwa, Describes intellectual disabilities as significantly subaverage general intellectual functioning resulting in or associated ith concurrent impairments in adaptive behavior and manifested during the developmental period. Pernyataan tersebut dapat diartikan ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara signifikan berada di bawah rata-rata, bersamaan dengan itu ia mengalami kekurangan dalam perilaku adaptif dan ini berlangsung pada masa perkembangannya. Adanya berbagai permasalahan yang dihadapi anak tunagrahita maka diperlukan program khusus yang menyediakan sarana dan prasarana dan upaya yang memadai. Program khusus ini dibuat agar anak tunagrahita terbiasa dalam pemenuhan kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, anak tunagrahita dapat memenuhi segala kehidupannya sehari-hari secara mandiri tanpa bergantung pada orang lain. Program khusus yang diberikan untuk anak tungrahita adalah bina diri atau pengembangan diri yang dimuat dalam kurikulum di sekolah. Bina diri merupakan salah satu pelajaran dasar yang dikhususkan bagi anak tunagrahita

yang perlu dikuasai, baik yang berhubungan dengan pemenuhan kehidupan sehari-hari maupun dengan lingukungan sosial. Astati (2010: 7) berpendapat bahwa, Bina diri adalah usaha membangun diri individu baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial melalui pendidikan di keluarga, sekolah dan di masyarakat, sehingga terwujudnya kemandirian dengan keterlibatannya dalam kehidupan sehari-hari yang memadai. Pelajaran bina diri atau pengembangan diri ini ditujukan bagi anak tunagrahita agar anak dapat memiliki keahlian khusus dalam memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Materi bina diri atau pengembangan diri yang diberikan bagi anak tunagrahita meliputi usaha membersihkan dan merapikan diri, berbusana, minum dan makan, serta menghindari bahaya. Anak tunagrahita memiliki masalah kesulitan dalam kehidupan sehari-hari karena perilaku adaptif yang rendah, menurut Astati (2010: 24) bahwa, Masalah-masalah yang sering ditemukan diantaranya adalah: cara makan, menggosok gigi, memakai baju, memasang sepatu, dan lain-lain. Hasil penelitian Basuni (2012) bahwa, Pembelajaran membersihkan dan merapikan diri perlu diberikan pada anak-anak tunagrahita. Materi ini sangat penting karena keadaan tunagrahita yang secara pribadi tidak dapat melaksanakan kegiatan kebersihan diri dan merapikan diri secara mandiri. Dengan demikian, anak tunagrahita ringan masih mampu untuk dilatih untuk mengurus dirinya sendiri dalam kehidupannya sehari-hari sehingga tidak bergantung pada orang lain dan mampu menyesuaikan diri dalam masyarakat. Menurut Alam & Mukherjee (2003: 4) dalam jurnalnya dijelaskan bahwa: Urutan kesulitan activity daily living (ADL) yang harus diajarkan dari umur bawah atau paling awal menurut domain fisik meliputi: makan, memakai baju, mandi, berjalan di dalam ruangan (katakan ke toilet), berjalan di luar ruangan (mengatakan untuk belanja rutin), memasak/membersihkan rumah, memanjat tangga, menyisir rambut dan berdiri dari posisi duduk. Menurut pendapat tersebut banyak kegiatan sehari-hari yang harus diajarkan kepada anak tunagrahita seperti makan, memakai baju, menggunakan telepon, memenjemen uang, membersihkan rumah dan lain sebagainya. Berdasarkan tingkat kepentingan aktifitas sehari-hari menurut Alam & Mukherjee (2003: 4) 3

4 dalam jurnalnya dijelaskan yang penting diajarkan lebih awal kepada anak tunagrahita adalah makan dan selanjutnya adalah memakai kemeja atau berbusana. Berdasarkan observasi selama Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) dan wawancara dengan guru kelas secara tidak terstruktur, bahwa pada umumnya kemampuan bina diri atau pengembangan diri siswa kelas 1 C SLB Negeri Surakarta masih rendah. Materi yang diajarkan di kelas 1 C SLB Negeri Surakarta, yaitu merawat diri (mengenal tata cara makan, melakukan makan dan minum sendiri, memelihara kebersihan badan, menjaga kesehatan badan), mengurus diri (memakai pakaian dalam, memakai pakaian luar, memakai sepatu, merawat pakaian, memelihara rambut), mampu beradaptasi dengan lingkungan (bermain dengan teman, melakukan orientasi dengan lingkungan), mampu berkomunikasi dengan orang lain (berkomunikasi secara lisan). Dari kegitan tersebut masih banyak kegiatan sehari-hari yang dilakukan dengan bantuan orang lain, seperti memelihara kebersihan badan, memakai pakaian luar, memakai sepatu, merawat pakaian, memelihara rambut, melakukan orientasi dengan lingkungan. Apabila diurutkan dari kegiataan paling penting diajarkan lebih awal menurut penelitian Alam & Mukherjee (2003: 4) maka kegiatan pertama adalah makan selanjutnya memakai kemeja, akan tetapi untuk materi kegiatan makan, anak sudah menguasai dan sudah bisa melakukan secara mandiri. Salah satu kegiatan yang masih belum dikuasai dan penting untuk diajarkan adalah memakai baju terutama baju yang menggunakan kancing. Menurut Wehman & McLaughlin (1981: 196), Kemampuan anak dalam mengancingkan baju adalah umur 3-6 tahun. Anak tunagrahita kelas 1 C SLB Negeri Surakarta memiliki usia 8-10 tahun, sehingga mereka telah mengalami keterlambatan dalam perkembangan kemampuan mengancingkan baju. Oleh karena itu perlu diajarkan terlebih dahulu dalam memakai kemeja setelah itu kegiatan lainnya. Memakai kemeja merupakan kegiatan yang sering dilakukan, sehingga diperlukannya pembelajaran bina diri atau pengembangan diri dalam memakai

5 kemeja agar anak tidak perlu membutuhkan pertolongan orang lain. Kesulitan yang di alami anak tunagrahita ringan dalam memakai kemeja adalah memasukkan kancing kelubangnya, kesulitan tersebut merupakan dampak dari kemampuan motorik anak tunagrahita yang rendah. Hal tersebut didukung oleh pendapat Somantri (1996: 88), Semakin rendah kemampuan intelektual seorang anak maka semakin rendah pula kemampuan motoriknya, demikian pula sebaliknya. Banyak cara yang dapat digunakan untuk memberikan pelajaran bina diri atau pengembangan diri dalam memakai kemeja, salah satunya dapat menggunakan backward chaining. Penggunaan backward chaining ini diharapkan dapat membantu anak tunagrahita ringan dalam mengatasi kesulitannya menggunakan kemeja. Backward chaining ini pun diharapkan dapat diterapkan oleh guru dan orang tua dalam mengajarkan anak dalam kegiatan bina diri lainnya. Menurut Martin & Pear (2011: 133), Backward chaining adalah langkahlangkah yang terakhir yang diajarkan pertama, langkah selanjutnya dilakukan mundur hingga langkah pertama yang dilakukan terakhir. Pendapat lain menurut Sundel & Sundel (2005: 100), Backward chaining adalah unit stimulus respon urutan terakhir yang dijadikan pertama dan unit lain ditambahkan dalam urutan terbalik sampai urutan yang diinginkan selesai. Oleh karena itu backward chaining adalah pembelajaran yang mengajarkan langkah terakhir yang diajarkan pertama sehingga urutannya menjadi terbalik dan dilakukan mundur hingga langkah pertama diajarkan terakhir. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pristiwaluyo (2012) dijabarkan bahwa, metode backward chaining mempunyai nilai positif terhadap perubahan tingkah laku anak imbesil terutama dalam hal memberikan rasa puas, senang dan membangkitkan percaya diri. Adanya penelitian backward chaining cocok diterapkan pada anak imbesil sehingga membuat anak lebih percaya diri dalam menyelesaikan tugasnya sehari-hari, dengan itu backward chaining pun diharapkan mampu menimbulkan rasa senang, puas dan kepercayaan diri bagi anak tunagrahita ringan dalam menyelesaikan tugasnya sehari-hari.

6 Menurut Slocum & Tiger (2011: 794), langkah-langkah dalam prosedur backward chaining adalah, Jika terdapat langkah A, B, C, dan D, langkah D akan diajarkan pertama; kemudian langkah C dan D; diikuti oleh langkah B, C, dan D; dan akhirnya, langkah A, B, C, dan D. Instruktur memberikan penguatan pada penyelesaian langkah terakhir. Pembelajaran menggunakan backward chaining membuat anak lebih tertarik karena disetiap akhir penyelesaian tugas anak diberi penguatan sehingga anak lebih termotivasi untuk menyelesaikan tugasnya. Berdasarkan kenyataan di lapangan bahwa kemampuan siswa kelas 1 C dalam bina diri masih rendah, salah satunya adalah kemampuan memakai kemeja. Dengan demikian, peneliti tertarik untuk mengatasi kesulitan siswa kelas 1 C dalam memakai kemeja serta mengkaji penerapan backward chaining dalam mengajarkan cara memakai kemeja untuk anak tunagrahita ringan di kelas 1 C SLB Negeri Surakarta. Penelitian ini juga diharapkan dapat membuat anak merasa lebih percaya diri dan termotivasi dalam melakukan dan menyelesaikan kegiatannya sehari-hari terutama dalam memakai kemeja, serta diharapkan adanya kebaharuan dalam metode pembelajaran bina diri bagi anak tunagrahita ringan. Dengan demikian diharapkan backward chaining dapat membantu melatih anak tunagrahita ringan dalam memakai kemeja. Berdasarkan pemaparan masalah tersebut maka penelitian yang dilakukan oleh peneliti berjudul Efektivitas Penggunaan Backward Chaining Untuk Meningkatkan Kemampuan Bina Diri Siswa Tunagrahita Ringan Kelas I C Di SLB Negeri Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang, dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan yang mempengaruhi kemampuan bina diri pada anak tunagrahita ringan kelas I C di SLB Negeri Surakarta. Permasalahan tersebut adalah : 1. Anak tunagrahita ringan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugasnya sehari-hari.

7 2. Anak tunagrahita ringan mengalami kesulitan dalam perilaku adaptif tertutama dalam mengurus dirinya sendiri. 3. Belum diterapkannya backward chaining dalam pembelajaran bina diri atau pengembangan diri, padahal prosedur backward chaining lebih praktis digunakan untuk mengajarkan anak dalam pembelajaran bina diri atau pengembangan diri. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut, maka batasan maslah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Subjek penelitian adalah siswa tunagrahita ringan kelas I C di SLB Negeri Surakarta tahun ajaran 2015/2016. 2. Penelitian ini difokuskan pada kemampuan bina diri atau pengembangan diri memakai kemeja. 3. Pembelajaran menggunakan backward chaining. D. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penggunaan backward chaining efektif untuk meningkatkan kemampuan bina diri khususnya memakai kemeja siswa tunagrahita ringan kelas I C di SLB Negeri Surakarta tahun pelajaran 2015/2016? E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan yaitu mengetahui efektivitas penggunaan backward chaining terhadap peningkatan kemampuan bina diri khususnya memakai kemeja siswa tunagrahita ringan kelas I C di SLB Negeri Surakarta tahun pelajaran 2015/2016.

8 F. Manfaat Penelitian Ada beberapa manfaat dari hasil penelitian ini yang dibagi menjadi manfaat praktis dan teoritis yaitu: 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini memberikan informasi tentang penerapan backward chaining terhadap kemampuan bina diri khususnya memakai kemeja anak tunagrahita ringan. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru Menambah wawasan dan pengalaman guru dalam mengajar siswa tunagrahita ringan menggunakan backward chaining dalam pembelajaran bina diri memakai kemeja. b. Bagi Siswa Memberikan pengalaman bagi siswa pada pembelajaran bina diri memakai kemeja dengan menggunakan prosedur backward chaining. c. Peneliti lain Menambah informasi bagi peneliti lain mengeni penggunaan backward chaining terkait dengan peningkatan kemampuan bina diri siswa tunagrahita ringan.