BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen BKAK (2014), uraian mengenai teofilin adalah sebagai. Gambar 2.1 Struktur Teofilin

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen BKAK., (2014) uraian tentang parasetamol sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kortikosteroid dan antihistamin. Deksametason memiliki kemampuan dalam

BAB II. pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam buku British pharmacopoeia (The Departemen of Health, 2006) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari senyawa turunan β-laktam dan penghambat β-laktamase

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minuman energi adalah minuman ringan non-alkohol yang dirancang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA H N. :-asam benzeneasetat, 2-[(2,6-diklorofenil)amino]- monosodium. -sodium [o-(dikloroanilino)fenil]asetat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Struktur Pseudoefedrin HCl

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Spektrofotometri uv & vis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tahan asam (BTA, Mikobakterium tuberkulosa) yang ditularkan melalui udara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN UV-VIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

Spektrofotometer UV /VIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rumus struktur. Gambar 2.1. Fenilbutazon (Ditjen POM., 2010). : 4-Butil-1,2-difenil-3,5-pirazolidinadion

JURNAL PRAKTIKUM ANALITIK III SPEKTROSKOPI UV-VIS

PERCOBAAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM SENYAWA BAHAN PEWARNA

ANALISIS SPEKTROSKOPI UV-VIS. PENENTUAN KONSENTRASI PERMANGANAT (KMnO 4 )

Hukum Dasar dalam Spektrofotometri UV-Vis Instrumen Spektrofotometri Uv Vis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Gambar 1 Ilustrasi hukum Lambert Beer (Sabrina 2012) Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum lambert Beer, yaitu:

VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yaitu dapat menginaktivasi enzim tirosinase melalui penghambatan reaksi oksidasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mirip dengan cairan tubuh (darah), sekitar 280 mosm/kg H 2 O. Minuman isotonik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben

BAB IV HASIL PENGAMATAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS INSTRUMEN SPEKTROSKOPI UV-VIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VALIDASI DAN PENGEMBANGAN PENETAPAN KADAR TABLET BESI (II) SULFAT DENGAN SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL DAN SERIMETRI SEBAGAI PEMBANDING SKRIPSI

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA PROSES PEMBUATAN KURVA STANDAR DARI LARUTAN - KAROTEN HAIRUNNISA E1F109041

Berdasarkan interaksi yang terjadi, dikembangkan teknik-teknik analisis kimia yang memanfaatkan sifat dari interaksi.

PENENTUAN STRUKTUR MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV- VIS

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN

BAB IV ANALISIS DENGAN SPEKTROFOTOMETER

TUGAS ANALISIS FARMASI ANALISIS OBAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makanan dan biasanya bukan merupakan ingredient khas makanan, mempunyai

MAKALAH Spektrofotometer

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI KUANTITATIF DNA. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI.. ABSTRAK.. KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN..

Spektrofotometer UV-Vis

LAPORAN PRAKTIKUM INSTRUMENT INDUSTRI PERALATAN ANALISIS (SPEKTROFOTOMETER)

PENGENALAN SPEKTROFOTOMETRI PADA MAHASISWA YANG MELAKUKAN PENELITIAN DI LABORATORIUM TERPADU FAKULTAS KEDOKTERAN USU KARYA TULIS ILMIAH.

Laporan Praktikum Analisis Sediaan Farmasi Penentuan kadar Asam salisilat dalam sediaan Bedak salicyl

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut SNI , minuman sari buah (fruit juice) adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Prof.Dr.Ir.Krishna Purnawan Candra, M.S. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian FAPERTA UNMUL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENENTUAN INDEKS ABSORBANSI KMnO4 DENGAN SPEKTROFOTOMETRI 1. Tujuan Menentukan kadar KMnO4 dalam larutan cuplikan berwarna dengan analisis

1. Tujuan Menentukan kadar kafein dalam sample Dapat menggunakan spektofotometer uv dengan benar

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

Laporan Kimia Analitik KI-3121

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Landasan Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyembuhkan atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Meskipun

KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. basah dan mi kering. Mi kering merupakan mi yang berbentuk kering dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

ACARA IV PERCOBAAN DASAR ALAT SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM

BAB II DASAR TEORI 2.1 Singkong 2.2 Sianida

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet

Beberapa definisi berkaitan dengan spektrofotometri. Spektroskopi (spectroscopy) : ilmu yang mempelajari interaksi antara bahan dengan

INTERAKSI RADIASI DENGAN BAHAN

Penentuan Kadar Teofilin dalam Sediaan Tablet Bronsolvan dengan Metode Standar Adisi menggunakan Spektrofotometer UV-Visible

I. KONSEP DASAR SPEKTROSKOPI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SPEKTROFOTOMETRI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam dipelihara terutama untuk digunakan daging dan telurnya dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Parasetamol dan Propifenazon merupakan obat yang secara luas digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... vii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. molekul yang memberikan spektrum yang benar benar sama dan intensitas

BAB I PENDAHULUAN. Hidrokortison asetat adalah kortikosteroid yang banyak digunakan sebagai

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif.

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bahan 2.1.1 Teofilin Menurut Ditjen BKAK (2014), uraian mengenai teofilin adalah sebagai berikut: Rumus Struktur : Gambar 2.1 Struktur Teofilin Nama Kimia : 1,3-dimethyl-7H-purine-2,6-dione Rumus Molekul : C 7 H 8 N 4 O 2 Berat Molekul : 180,17 Pemerian Kelarutan : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa pahit, stabil di udara : Sukar larut dalam air, tetapi lebih mudah larut dalam air panas, mudah larut dalam larutan alkali hidroksida dan dalam amonium hidroksida, agak sukar larut dalam etanol, dalam kloroform dan dalam eter. Teofilin memiliki sejumlah khasiat, antara lain berdaya spasmolitis terhadap otot polos, khususnya otot bronki, menstimulasi jantung, dan mendilatasinya. Teofilin juga menstimulasi sistem saraf pusat dan pernapasan, serta bekerja 6

diuretis lemah dan singkat. Kini obat ini banyak digunakan sebagai obat prevensi dan terapi serangan asma (Tjay dan Rahardja, 2007). 2.1.2 Efedrin Hidroklorida Menurut Ditjen BKAK (2014), uraian mengenai efedrin hidroklorida adalah sebagai berikut: Rumus Struktur : Gambar 2.3 Struktur Efedrin Hidroklorida Nama Kimia : (1R,2S)-2-(methylamino)-1-phenylpropan-1-ol hydrochloride Rumus Molekul : C 10 H 15 NO.HCl Berat Molekul : 201,70 Pemerian Kelarutan : Serbuk atau hablur halus, putih, tidak berbau : Mudah larut dalam air, etanol, tidak larut dalam eter. Efedrin HCl merupakan simpatomimetik yang bekerja secara langsung dan tidak langsung terhadap reseptor adrenergik, bersifat bronkodilatasi, menurunkan irama dan pergerakan usus, menurunkan aktivitas uterus serta menstimulasi pusat pernapasan (Sweetman, 2009). Saat ini, sangat banyak beredar produk obat yang mengandung kombinasi dua atau lebih bahan aktif. Salah satunya adalah kombinasi antara teofilin dan efedrin HCl, yang digunakan untuk meringankan gejala gangguan saluran pernapasan seperti asma bronkial, kejang bronkus, dan alergi (Tjay dan Rahardja, 2007). 7

2.2 Pengembangan Metode Pengembangan metode analisis biasanya didasarkan pada literatur yang sudah ada menggunakan instrumen yang sama atau hampir sama. Pengembangan metode biasanya membutuhkan pemilihan syarat-syarat metode tertentu (Gandjar dan Rohman, 2012). Menurut Gandjar dan Rohman (2012), ada beberapa alasan untuk mengembangkan suatu metode analisis baru, yaitu: a. Tidak ada metode yang sesuai untuk analit tertentu dalam matriks sampel tertentu b. Metode yang ada terlalu banyak menimbulkan kesalahan atau metode yang sudah ada tidak reliabel (presisi dan akurasinya rendah) c. Metode yang sudah ada terlalu mahal, membutuhkan waktu banyak, membutuhkan banyak energi, atau tidak dapat diotomatisasikan d. Metode yang telah ada tidak memberikan sensitifitas atau spesifisitas yang mencukupi pada sampel yang dituju e. Instrumentasi dan teknik yang lebih baru memberikan kesempatan untuk meningkatkan kinerja metode tersebut, yang meliputi peningkatan identifikasi analit, peningkatan batas deteksi, serta akurasi dan presisi yang lebih besar f. Ada suatu kebutuhan untuk mengembangkan metode alternatif baik untuk alasan legal atau alasan saintifik. 2.3 Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel (UV-Vis) 2.3.1 Pengertian Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel Spekrofotometri ultraviolet-visibel merupakan salah satu teknik analisis spektrofotometri yang menggunakan sumber radiasi elektromagnetik sinar 8

ultraviolet dan sinar tampak dengan memakai instrumen spektrofotometer (Rohman, 2007). Spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 1985). Sinar ultraviolet memiliki panjang gelombang antara 200-400 nm, sedangkan sinar tampak memiliki panjang gelombang antara 400-800 nm (Moffat, dkk., 2005). 2.3.2 Komponen Spektrofotometer Ultraviolet-Visibel Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau serapan suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan penggabungan dari dua fungsi alat yang terdiri dari spektrometer yang menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer sebagai alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi (Rohman, 2007; Satiadarma, dkk., 2004). Biasanya spektrofotometer telah mempunyai software untuk mengolah data yang dapat dioperasikan melalui komputer yang telah terhubung dengan spektrofotometer (Moffat, dkk., 2011). Diagram spektrofotometer ultraviolet-visibel dapat dilihat pada Gambar 2.5. Gambar 2.5 Diagram Spektrofotometer Ultraviolet-Visibel (Owen, 1996) 9

Menurut Satiadarma, dkk., (2004) dan Rohman (2007), komponen spektrofotometer UV-Vis adalah sebagai berikut: a. Sumber-sumber lampu: lampu deuterium digunakan untuk daerah UV pada panjang gelombang dari 200-400 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel pada panjang gelombang antara 400-800 nm. b. Monokromator: digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. c. Optik-optik: dapat didesain untuk memecah sumber sinar melewati dua kompartemen. d. Detektor: digunakan sebagai alat yang menerima sinyal dalam bentuk radiasi elektromagnetik, mengubah, dan meneruskannya dalam bentuk sinyal listrik ke rangkaian sistem penguat elektronika. 2.3.3 Proses Penyerapan Radiasi pada Spektrofotometer Ultraviolet-Visibel Radiasi di daerah ultraviolet atau visibel diserap melalui eksitasi elektron yang terlibat dalam ikatan antara atom-atom pembentuk molekul (Rohman, 2007; Watson, 2005). Jika suatu berkas radiasi dikenakan pada larutan sampel maka intensitas sinar radiasi yang diteruskan dapat diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada zat penyerap lainnya. Serapan dapat terjadi jika radiasi yang mengenai larutan sampel memiliki energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan perubahan energi. Kekuatan radiasi juga mengalami penurunan dengan adanya 10

penghamburan dan pemantulan cahaya, akan tetapi penurunan hal ini sangat kecil dibandingkan dengan proses penyerapan (Rohman, 2007). Sinar ultraviolet dan sinar tampak (visibel) memberikan energi yang cukup untuk terjadinya transisi elektron (Rohman, 2007). Elektron yang energinya tertinggi dalam molekul, berada dalam tingkat energi elektron dasar, terdapat dalam orbital δ, π, atau n, masing-masing mempunyai keadaan tereksitasi sesuai dengan energi elektron terendah. Transisi elektron yang terkait dengan absorbsi radiasi ultraviolet dan sinar tampak adalah δ*, δ n δ*, n π*, dan π π* (Satiadarma, dkk., 2004). Penyerapan radiasi ultraviolet dan sinar tampak dibatasi oleh sejumlah gugus fungsional (yang disebut dengan kromofor) yang mengandung elektron valensi dengan tingkat energi eksitasi yang relatif rendah. Elektron yang terlibat pada penyerapan radiasi ultraviolet dan visibel ini ada tiga, yaitu elektron sigma, elektron phi, dan elektron bukan ikatan (non bonding electron) (Rohman, 2007). Menurut Rohman (2007), transisi-transisi elektronik yang terjadi di antara tingkat-tingkat energi di dalam suatu molekul ada empat yaitu transisi δ*, δ transisi n δ*, transisi n π*, dan transisi π π*. Berikut akan diuraikan keempat jenis transisi: a. Transisi δ δ* Energi yang diperlukan untuk transisi ini besarnya sesuai dengan energi sinar yang frekuensinya terletak di antara ultraviolet vakum (kurang dari 180 nm). Jenis transisi ini terjadi pada daerah ultraviolet vakum sehingga kurang begitu bermanfaat untuk analisis dengan cara spektrofotometri ultraviolet-visibel. 11

b. Transisi n δ* Jenis transisi ini terjadi pada senyawa organik jenuh yang mengandung atom-atom yang memiliki elektron bukan ikatan (elektron n). Energi yang diperlukan untuk transisi jenis ini lebih kecil dibandingkan transisi δ δ* sehingga sinar yang diserap pun mempunyai panjang gelombang lebih panjang, yakni sekitar 150-250 nm. Kebanyakan transisi ini terjadi pada panjang gelombang kurang dari 200 nm. c. Transisi n π* dan transisi π π* Untuk memungkinkan terjadinya transisi ini, maka molekul organik harus mempunyai gugus fungsional yang tidak jenuh sehingga ikatan rangkap dalam gugus tersebut memberikan orbital phi yang diperlukan. Jenis transisi ini merupakan transisi yang paling cocok untuk analisis sebab dengan panjang gelombang 200-700 nm, dan panjang gelombang ini secara teknis dapat diaplikasikan pada spektrofotometer ultraviolet-visibel. 2.3.4 Hukum Lambert-Beer Menurut Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel yang disinari. Sedangkan menurut Beer, serapan berbanding lurus dengan konsentrasi. Kedua pernyataan ini dapat dijadikan satu dalam hukum Lambert-Beer. Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan (Rohman, 2007). Hukum Lambert-Beer umumnya dikenal dengan persamaan sebagai berikut: a. A = a.b.c (g/l) atau b. A = ε. b. c (mol/l) atau c. A = A 1 1.b.c (g/100 ml). 12

Dimana: A = absorbansi a = absorptivitas b = tebal kuvet (cm) ε = absorptivitas molar c = konsentrasi A 1 1 = absorptivitas spesifik Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,6. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran nilai absorbansi tersebut, kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal (Rohman, 2007). 2.3.5 Kelebihan dan Kekurangan Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel Metode spektrofotometri memiliki beberapa kelebihan antara lain kepekaan yang tinggi, ketelitian yang baik, mudah dilakukan, cepat pengerjaannya, dan dapat digunakan untuk menentukan senyawa campuran (Munson, 1984). Data spektrum ultraviolet-visibel secara tersendiri tidak dapat digunakan untuk identifikasi kualitatif obat karena rentang daerah radiasi yang relatif sempit hanya dapat menghasilkan sedikit sekali puncak absorbsi maksimum dan minimum. Akan tetapi jika digabung dengan cara lain seperti spektrofotometri inframerah dan spektrometri massa, maka dapat digunakan untuk maksud identifikasi kualitatif suatu senyawa tersebut (Satiadarma, dkk., 2004; Rohman, 2007). 2.4 Analisis Multikomponen dengan Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel Analisis kuantitatif campuran dua komponen merupakan teknik pengembangan analisis kuantitatif komponen tunggal. Prinsip pelaksanaannya adalah mencari absorban atau beda absorban di setiap komponen yang memberikan korelasi yang linier terhadap konsentrasi, sehingga akan dapat dihitung masing-masing kadar campuran zat tersebut secara serentak atau salah 13

satu komponen-komponen dalam campurannya dengan komponen lainnya (Mulja dan Suharman, 1995). Menurut Day dan Underwood (1986), beberapa kemungkinan yang terjadi pada spektrum absorban dua komponen dapat dilihat pada Gambar 2.6, Gambar 2.7, dan Gambar 2.8. Gambar 2.6 Spektrum Absorban Senyawa X dan Y Gambar 2.7 Spektrum Absorban Senyawa X dan Y, Spektrum X Bertumpang Tindih pada Spektrum Y Gambar 2.8 Spektrum Absorban Senyawa X dan Y saling Tumpang Tindih 14

Berdasarkan Gambar 2.6, Gambar 2.7, dan Gambar 2.8 dapat dilihat adanya beberapa kemungkinan yang terjadi pada spektrum absorban dari dua komponen. Pada Gambar 2.6 menunjukkan adanya kemungkinan spektrum tidak tumpang tindih pada dua panjang gelombang yang digunakan, melainkan X dan Y sematamata diukur masing-masing pada λ 1 dan λ 2. Pada Gambar 2.7 menunjukkan bahwa terjadi tumpang tindih satu cara dimana Y tidak mengganggu pengukuran X pada λ 1, tetapi X mengabsorbsi bersama-sama dengan Y pada λ 2. Pada Gambar 2.8 menunjukkan bahwa spektrum X dan Y saling tumpang tindih secara keseluruhan. Menurut Andrianto (2009), penetapan kadar campuran multikomponen sulit dilakukan, sehingga untuk mengatasinya diperkenalkan analisis multikomponen menggunakan prinsip persamaan regresi berganda melalui perhitungan matriks dengan metode pengamatan beberapa panjang gelombang berganda. Panjang gelombang yang digunakan untuk metode spektrofotometri secara panjang gelombang berganda adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Perbedaan pengukuran suatu absorbansi yang dilakukan pada panjang gelombang maksimal dan tidak pada panjang gelombang maksimal dapat dilihat pada Gambar 2.9. Gambar 2.9 Perbedaan Pengukuran Absorbansi pada Panjang Gelombang Maksimal dan Tidak pada Panjang Gelombang Maksimal 15

Menurut Rohman (2007), ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang maksimal, yaitu: a. Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar. b. Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi. c. Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan panjang gelombang maksimal. 2.5 Panjang Gelombang Maksimal Teofilin dan Efedrin HCl 2.5.1 Panjang Gelombang Maksimal Teofilin Menurut Moffat, dkk. (2011), ada pengaruh dalam penggunaan pelarut terhadap panjang gelombang maksimum teofilin. Pada pelarut asam, teofilin memiliki panjang gelombang maksimum sebesar 270 nm (A 1 1 = 536a). Pada pelarut basa, teofilin memiliki panjang gelombang maksimum sebesar 275 nm (A 1 1 = 650a). Spektrum teofilin dapat dilihat pada Gambar 2.2. Gambar 2.2 Spektrum Teofilin (Moffat, dkk., 2011) 16

2.5.2 Panjang Gelombang Maksimal Efedrin HCl Menurut Moffat, dkk. (2011), ada pengaruh dalam penggunaan pelarut terhadap panjang gelombang maksimum efedrin HCl. Pada pelarut asam, efedrin HCl memiliki tiga panjang gelombang maksimum sebesar 251 nm, 257 nm (A 1 1 = 12a), dan 263 nm. Pada pelarut basa, efedrin HCl tidak memberikan serapan. Spektrum efedrin HCl dapat dilihat pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 Spektrum Efedrin Hidroklorida (Moffat, dkk., 2011) 2.6 Validasi Metode Validasi metode adalah suatu proses yang menunjukkan bahwa prosedur analitik telah sesuai dengan penggunaan yang dikehendaki. Proses validasi metode untuk prosedur analitik dimulai dengan pengumpulan data validasi oleh pelaksana guna mendukung prosedur analitiknya (Bliesner, 2006). Hasil validasi metode dapat digunakan untuk memutuskan kualitas, reabilitas, dan konsistensi dari hasil analisis. Adapun karakteristik dalam validasi metode yaitu akurasi, presisi, spesifisitas, batas deteksi, batas kuantitasi, linieritas, rentang, dan kekuatan/ketahanan (Huber, 2007). 17

2.6.1 Akurasi Akurasi dari suatu metode analisis adalah kedekatan nilai hasil uji yang diperoleh melalui metode prosedur analisis dengan harga yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan dengan persen perolehan kembali (%recovery). Akurasi merupakan ukuran ketepatan prosedur analisis (Satiadarma, dkk., 2004). 2.6.2 Presisi Presisi adalah ukuran keterulangan metode analisis, termasuk di antaranya kemampuan instrumen dalam melakukan hasil analisis yang reprodusibel. Presisi dinyatakan sebagai standar deviasi relatif atau koefisien variasi. Keterulangan dilakukan dengan cara menganalisis sampel yang sama oleh analis yang sama menggunakan instrumen yang sama dalam periode waktu yang singkat. Presisi antara dikerjakan oleh analis yang berbeda, sedangkan reprodusibilitas dikerjakan oleh analis yang berbeda dan di laboratorium yang berbeda. Syarat koefisien variasi bernilai kurang dari 2% (Satiadarma, dkk., 2004). 2.6.3 Spesifisitas Spesifisitas adalah suatu ukuran seberapa mampu metode tersebut mengukur analit saja dengan adanya senyawa-senyawa lain yang terkandung di dalam sampel (Watson, 2005). Secara umum, spesifisitas dapat ditunjukkan oleh minimalnya gangguan oleh senyawa lain terhadap hasil analisis. Pendekatan tidak langsung adalah lewat pengamatan karakteristik akurasi dari metode tersebut. Bila akurasi metode telah dapat diterima, maka metode tersebut otomatis telah masuk kriteria sebagai metode yang spesifik. Spesifisitas dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (Ermer dan McB. Miller, 2005). 18

2.6.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantifikasi Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak dapat dikuantifikasi. Batas deteksi merupakan batas uji yang spesifik menyatakan apakah analit di atas atau di bawah nilai tertentu (Rohman, 2007). Menurut Harmita (2004), batas deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Batas deteksi (LOD) = 3 x SB slope Batas kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan (Rohman, 2007). Menurut Harmita (2004), batas kuantifikasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Batas kuantifikasi (LOQ) = 10 x SB slope 2.6.5 Linieritas dan Rentang Linieritas menunjukkan kemampuan suatu metode analisis untuk memperoleh hasil pengujian yang sesuai dengan kisaran konsentrasi analit tertentu. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membuat kurva kalibrasi dari beberapa set larutan baku yang telah diketahui konsentrasinya. Persamaan garis yang digunakan pada kurva kalibrasi diperoleh dari persamaan y = ax + b. Persaman ini akan menghasilkan koefisien korelasi (r) (Satiadarma, dkk., 2004). Rentang adalah interval antara batas konsentrasi tertinggi dan terendah analit yang terbukti dapat ditentukan menggunakan prosedur analisis, dengan presisi, akurasi, dan linieritas yang baik. Rentang biasanya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan hasil uji (Satiadarma, dkk., 2004). 19